STATUS WA ADIK IPARKU 9PoV RIRIS"Cepat pergi. Besok jangan datang lagi. Aku yang akan mengantar semua kebutuhanmu!"Aku melotot pada lelaki berkaos hitam itu. Dia tertawa kecil, menjawil daguku sesaat."Emang kenapa sih? Biasanya juga santuy. Masa kamu udah mulai takut sama mertuamu. Nenek tua itu mah kecil, sekali senggol aja tumbang.""Ssttt… jangan bicara sembarangan. Sekarang Mbak Andin tinggal disini. Bahaya.""Siapa Andin?""Aduuhh, cerewet banget. Lekas pergi. Nanti Mbak Andin kesini.""Oke… oke… tapi ingat, kau harus menyediakan semua yang kuminta kalau tak mau rahasiamu kubongkar."Kesal, aku mendorongnya. Lelaki itu menerima kresek berisi sembako dari tanganku, dan naik ke motornya. Mata dibalik kaca helmnya mengedip. Astaga, si-al banget aku terlanjur berhubungan dengan lelaki seperti itu."Hey, berhenti!"Seakan jantungku merosot ke dasar perut. Aku melihat Mbak Andin melangkah dengan cepat menuju kami. "Cepat…cepat!" Seruku panik. Si-al, disaat genting seperti ini, mo
STATUS WA ADIK IPARKU 10PoV ANDINMa-buk dan tanpa busana? Astaga Riris. Aku menutup wajah, membayangkan betapa sakitnya hati Radit jika tahu. Meski seorang pelaut, aku yakin adikku bahkan tak sudi menyentuh minuman keras, apalagi wanita yang haram untuknya. Ayah dan Ibu mendidik kami dengan bekal ilmu agama yang cukup. Kututup ponselku yang terhubung dengan alat penyadap suara di tas Riris, menaikkan kembali kaca jendela mobil ketika melihat lelaki itu keluar dari warung bakso dan menaiki motor matic nya. Aku yakin sekali, dia memang lelaki yang kemarin datang ke rumah dan nyaris kutangkap seandainya saja Riris tidak menghalangi. Dan ketika lelaki itu berlalu dengan motornya, aku bergegas mengikuti setelah menoleh sejenak pada Riris yang masih terlihat duduk melamun di dalam warung. Ada seseorang disana yang telah mengambil fotonya, dan juga alat penyadap suara yang kusembunyikan dalam tasnya bekerja dengan baik. Aku menghela nafas dalam. Jika rumah tanggaku hancur, apakah rumah ta
STATUS WA ADIK IPARKU 11Tanpa kuduga, Riris langsung berlutut di hadapanku. Aku mundur sebelum dia sempat memegang lututku. Seperti biasa, air matanya mulai mengalir. Tapi kali ini aku tahu bahwa air mata itu asli, bukan lagi air mata buaya seperti biasanya. Dia menangis karena takut dan bingung."Mbak Andin. Tolong jangan katakan pada Mas Radit. Bagaimana aku nanti? Mbak tahu keluargaku miskin dan mereka kejam. Mereka nggak akan terima aku pulang. Bagaimana Kayla?""Harusnya kau pikirkan itu sebelum bermain api.""Aku… aku cuma ingin tahu seperti apa diskotik itu.""Dan kau juga ingin tahu bagaimana Mas Reno jika kau menyodorkan perempuan lain padanya?"Dia menggeleng-gelengkan kepala, bingung hendak mengatakan apa."Ampuni aku, Mbak. Aku janji nggak akan melakukan hal itu lagi. Jangan bilang Mas Radit.""Apa kau tidur dengan lelaki itu?"Dia diam sejenak."Aku nggak tahu, Mbak. Aku kan mabuk."Ugh, ingin sekali aku menamparnya biar dia sadar. Minum sampai mabuk saja sudah dosa bes
STATUS WA IPARKU 12"Radit…"Dia diam saja. Padahal biasanya, dia akan langsung meraih tanganku, menciumnya lalu mencari Ibu untuk menghambur dalam pelukan Ibu beberapa saat lamanya, sekedar menuntaskan rindu akan aroma Ibu yang lekat dalam hidup kami selama lebih dari dua puluh tahun. Tapi kini dia diam saja, tatapannya tajam menatapku, dan aku sekarang dapat melihat api yang berkobar disana. Aku mendesah dalam hati, tahu bahwa Riris telah melakukan sesuatu. Tidak, bukan aku kalah langkah karena ini bukanlah suatu pertandingan. Aku hanya menjaga hati adikku. Dia baru saja tiba dari perjalanan jauh, wajah lelah dan keringat yang menitik di dahinya saja masih terlihat jelas. Juga ransel besar di punggungnya itu, yang membuatku terenyuh. Aku ingat dengan jelas pesan Ibu padaku beberapa tahun yang lalu, ketika aku mulai beranjak dewasa dan mulai mengenal lawan jenis."Kelak, jika kau menikah, ingat pesan Ibu baik-baik. Jika suamimu baru pulang kerja, apalagi dia baru datang dari perjala
STATUS WA ADIK IPARKU 13Aku sama sekali tak mampu memejamkan mata, setiap kalimat yang dia ucapkan seakan kembali terngiang di telinga. Apalagi menatap foto-foto bulan madu kami di Pelabuhan Ratu yang ku pajang di atas meja rias. Tawa riang, canda tawa dan setiap sentuhan mesranya membelengguku pada rindu yang dalam. Aku merindukannya, tapi juga membenci sikapnya. Dan kenapa aroma kamar ini justru membawaku pada kenangan indah tentang dirinya? Cintalah yang dulu menyatukan kami, dan bagaimana bisa semua berakhir seperti ini?Hingga pagi dan suara adzan subuh terdengar, aku tak juga tidur. Usai sholat subuh, kuputuskan untuk bangun dan mulai menyapu seisi rumah, memeriksa isi kulkas, siapa tahu ada yang bisa ku masak untuk sarapan. Meski aku tak yakin aku dan Ibu akan makan dengan tenang. Di dalam freezer, daging yang kubeli minggu lalu telah beku, sayuran yang telah kusiapkan dalam kotak-kotak ternyata masih bisa dimasak. Sebaris telur juga tampak masih utuh. Mas Reno tak menyentuh i
STATUS WA ADIK IPARKU 14PoV TIGADua minggu yang lalu. Gadis muda itu menatap lagi wajahnya, merapikan rambut sebahunya, memoles ulang lipstik berwarna merah yang memoles bibirnya yang sensual. Sekali lagi, dia memastikan penampilannya sempurna. Riris akan datang sesaat lagi, membawa seseorang yang mungkin bisa merubah hidupnya yang malang selama ini.Malang. Kosakata itu sebenarnya berlebihan. Dia tidak malang, hidupnya baik-baik saja. Dia hanya kekurangan uang karena semakin lama, hidup menuntutnya mengikuti setiap perkembangan zaman. Dia bukan lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, tapi setiap hari, sejak pagi hingga petang, dikejar oleh gaya hidup. "Abang ipar gue itu kesepian, istrinya sibuk urus butik, belum punya anak, dan tajir. Bonusnya, dia juga ganteng. Kalau lo bisa merebut dia dari istrinya, dijamin hidup lo aman.""Gila lo, Ris? Istrinya Kakak kandung Radit?"Riris mengangguk. Lidya, gadis berambut sebahu itu geleng-geleng kepala."Sadis. Lo segitu teganya sama
STATUS WA ADIK IPARKU 15(Ah, bahagianya hidup ini, ketika si pengganggu tak ada lagi di dekatku. Satu pengganggu lagi, tinggal menunggu waktu)Foto Riris dan Radit lewat di status WA-ku. Riris tersenyum sumringah, sementara Radit hanya tampak punggung. Sepertinya adikku tak pernah membaca status WA maupun Facebook yang dibuat Riris. Radit memang menggunakan ponselnya hanya untuk komunikasi. Jika di rumah, benda itu bahkan hanya diletakkan begitu saja, kadang untuk mainan Kayla. Dia mungkin sudah terlalu lelah, hingga ketika ada waktu luang, lebih memilih beristirahat daripada main hape.Berbeda dengan Mas Reno, dia selalu memantau aktifitasku di sosial media, karena katanya, apapun yang kulakukan adalah tanggung jawabnya. Padahal kegiatanku di FB hanya mencari resep, membagikannya supaya tersimpan. Jadi ketika aku tidak di butik, resep itu bisa ku praktekkan. Sementara status WA-ku kebanyakan promosi pakaian dari butik. Selain offline, aku juga menjual baju-baju kualitas premium seca
STATUS WA ADIK IPARKU 16"Riris!"Aku dan Radit serempak menghentikan langkah. Di ambang pintu, Riris tampak berdiri di atas kursi. Sebuah jarik menjulur dari atas ventilasi, membentuk jerat yang siap mencekik lehernya. Dia menangis terisak-isak sambil mengalungkan kain jarik yang biasa digunakan Ibu untuk menggendong Kayla."Apa-apaan kamu?!" Bentak Radit.Riris menatap Radit dengan wajah nelangsa. Dia mungkin tak mengira bahwa kebusukannya terbongkar secepat ini."Kalau Mas nggak mau memaafkan aku, lebih baik aku mati saja. Biar hidup Mas nggak tenang karena terbayang-bayang kematianku."Riris berkata begitu sambil menangis terisak-isak. Air mata dan ingus berlomba turun membasahi wajahnya. Aku menatapnya, tersenyum sinis. Dalam keadaan seperti itu, dia malah mengancam Radit. Oke drama queen, kita lihat sampai dimana keberanianmu menggertak adikku."Aku nggak bisa, istri yang sudah berzina dengan lelaki lain, sah untuk diceraikan. Bahkan membunuh kalian berdua pun halal bagiku."Sua
"Selamat Bu Andin. Usia kandungan sudah dua belas minggu ya. Wah, nantinya pasti akan jadi ramai nih. Seru banget."Dokter Budi, dokter Sp.OG langganan ku, memberi selamat. Dia adalah saksi perjuanganku mendapatkan buah hati saat bersama Mas Reno dulu. Dan kini, aku datang bersama Mas Ziyan. Sang dokter tak banyak bertanya. Dia profesional. Kebahagiaan pasiennya adalah fokus dirinya. Di luar itu bukan merupakan urusannya. Prinsip yang sangat kuhargai."Benar Dok. Allah ternyata begitu sayang padaku."Aku datang ke praktek dokter Budi dengan Formasi lengkap. Mas Ziyan, Aksa, dan juga ketiga gadis kecilku yang cantik. Tentu saja kami menjadi perhatian banyak orang. Dengan keempat anak yang masih kecil, dan aku kembali datang untuk periksa kehamilan.Aku hanya tersenyum membalas pandangan heran orang-orang. Tak perlu menjelaskan karena aku tak kenal mereka. Juga, tak perlu menjelaskan, karena ukuran kebahagiaanku dan mereka pasti berbeda.Ya. Aku bahagia, membayangkan masa tua bersamanya
STATUS WA ADIK IPARKU (ekstra part)Sahabat menjadi cinta. Apakah itu mungkin terjadi pada kami?Setahun lagi sudah berlalu. Semuanya baik baik saja. Aku bahagia tinggal bertiga bersama Ibu di rumah peninggalan Ayah. Radit dan Nayla bersikeras membayar harga rumah lamaku dengan Mas Reno untuk mereka tempati bertiga Kayla. Tadinya aku tak mau. Aku mempersilahkan mereka tinggal sampai kapan saja. Tapi Radit tak mau, sebagai lelaki, dia ingin memberi tempat tinggal bagi istrinya dengan cara membeli, bukan menumpang. Aku akhirnya setuju setelah melihat rumahku yang kutinggalkan berdebu. Rumah yang selama lima tahun menjadi istanaku.Aku memang tak pernah datang lagi setelah memindahkan semua barang yang kurasa perlu ke rumah Ibu. Setiap membuka pintunya, semua kenangan bersama Mas Reno Menghantam, membuat dadaku terasa sesak. Terutama ketika Aksa yang mulai pandai bicara ikut ikutan memanggil Radit Papa. Sedih tentu saja, karena aku tak bisa memberikan keluarga yang utuh pada putraku sa
Tak ada yang lebih membahagiakan melihat adikku akhirnya menikah lagi. Radit mengucapkan ijab kabul dengan tenang meski suaranya bergetar. Aku tahu dia mungkin teringat pada Riris dan pernikahan seumur jagungnya yang berakhir tragis. Kulihat mata Ibu berkaca-kaca. Apalagi setelah ijab kabul selesai, Nayla langsung menggendong Kayla, menciumi nya. Tapi peduli gaunnya yang cantik itu kusut.Keluarga Nayla yang turun temurun merupakan keluarga dokter, menerima kami dengan sangat baik. Mereka tak pernah mempermasalahkan status Radit yang duda beranak satu. Atau Ibu yang hanya hidup dengan pensiunan Ayah dan warung sembako nya. Atau aku yang janda tanpa status, yang saat ini masih menabung untuk membangun kembali butik. Mereka keluarga dokter yang kaya raya tapi bersahaja. Tak sekalipun kudengar kata-kata yang membuat kami berasa berbeda. Adik Nayla yang masih kuliah, seorang gadis cantik dan periang, bahkan langsung akrab dengan Kayla dan Aksa.Aku bahagia, tentu saja. Kebahagiaan orang-o
STATUS WA ADIK IPARKU 46Dia seorang wanita setengah baya berpakaian modis. Dengan setelan blazer putih dan tas branded yang dijinjing oleh kedua tangannya. Rambut pendeknya yang ikal kemerahan disisir dengan rapi, begitu juga make up yang pastinya ditata oleh penata rias profesional. Meski begitu, segala make up itu tampaknya tak mampu menutupi tanda-tanda penuaan di wajahnya. Saat aku tiba, dia tengah diinterogasi polisi. Sikapnya tenang, sama sekali tak gampak gentar meski telah terbukti dia lah penyebab kematian suaminya sendiri."Saya tidak pernah bermaksud membunuh suami saya, Pak. Yang seharusnya mati saat itu Riris, selingkuhnya. Bukan suami saya."Aku berdiri di belakangnya, mendengar dia bicara seperti tanpa merasa bersalah."Bapak bayangkan saja, suami saya memelihara wanita muda, menghamburkan uang untuknya. Siapa istri yang tak akan marah?""Harusnya Riris yang mati saat itu. Tapi tak masalah, toh dia akhirnya menemui ajal dengan cara yang tak kalah tragis. Putri saya Zha
Adek! Adek Aksa!"Suara Kayla yang ceria terdengar dari luar, lalu langkah kaki kecilnya yang melompat-lompat itu mulai mendekat. Tak lama, wajah mungil muncul dari balik pintu."Adek Aksa tidur?"Dia bertanya sambil berbisik. Aku menggelneg sambil tersenyum. "Nggak, kan baru habis mandi. Kayla dari mana?" Aku bertanya sambil menakainkan Aksa kaus kaki, lalu menggendongnya dan berjalan ke depan. Ada Nayla yang tengah mengukur tensi darah Ibu.Ah, kasihan Ibu. Masalah Radit dan Riris yang menguras air mata Ibu baru saja selesai. Baru saja kering mata tua itu, kini, aku hendak menambahinya lagi dengan masalah."Tensi Ibu agak rendah Mbak."Aku mendesah, merasa bersalah karena sudah lama justru Ibu yang mengurusku.Aku memperhatikan mata Radit yang tak lepas dari tangan cekatan Nayla. Setelah menyimpan lagi alat pengukur tensi, Nayla mengusap usap lengan Ibu."Jangan banyak pikiran Bu. Semua akan baik-baik saja."Aku terenyuh. Bagaimana Ibu akan baik-baik saja, jika satu anak menjadi du
STATUS WA ADIK IPARKU 45Bolehkah aku menangis lagi Ya Allah?Ternyata ada hal yang juga sama menyakitkannya dengan dikhianati, yaitu dibohongi. Pemakaman Vira sudah selesai, dan aku sama sekali tak mau menghadirinya. Bukan karena dendam, tapi karena aku tak ingin melihat wajah Mas Reno yang amat berduka. Pantas saja dulu, Mas Reno tampak biasa saja saat Vira dimakamkan. Tentu karena dia tahu yang dimakamkan bukanlah Vira, tapi bayinya. Aku bisa mengerti karena Vira dulunya adalah adik yang sangat dia sayangi. Tapi kebohongan terakhir yang dia lakukan, yaitu menutupi kematian Vira akibatnya sangat fatal. Aku masih bersyukur Vira hanya membakar butikku. Sungguh tak bisa kubayangkan jika dia mencelakai Aksa. Mungkin saja aku bisa menjadi pembunuh."Andin, makan, Nak. Kau butuh tenaga dan juga ASI untuk Aksa."Ibu meletakkan sepiring makanan di depanku. Aku menghapus mataku yang basah, mengusap dada, mencoba menyembuhkan rasa nyeri di dalam hati. Sudah tiga hari Mas Reno di rumah Mama,
Dia lantas menunjuk makam di sebelahnya."Di dalam sini, bayiku terkubur. Aku harus menjadi orang lain gara-gara kalian!""Kau memanipulasi kematianmu. Itu sebuah kejahatan."Vira tersenyum culas. "Itu bukan urusan kalian.""Jelas jadi urusanku karena kau pasti tahu sebabnya sampai butikku terbakar."Gadis itu menelan ludah. Dia mundur hingga kakinya menabrak nisan. Ternyata dia hanya bisa mengubah wajahnya, tapi tidak cara berpikirnya yang ceroboh itu. Mas Reno menatap adik angkatnya itu dengah pandangan sedih."Ayo ikut, kau harus bertanggungjawab atas perbuatanmu."Lalu tiba-tiba, kurasakan benda dingin menempel di kepalaku. Disertai sebuah suara berat."Tidak ada yang boleh membawa Nona Tania pergi."…"Kalian salah. Semua pelaku kejahatan harus berakhir di penjara."Seperti adegan film, dimana kami semua adalah pemerannya. Aku berbalik begitu mendengar suara Zi. Kini di hadapanku, tampak seorang lelaki, mengangkat tangannya setelah menjatuhkan pisaunya ke tanah. Sementara di bel
STATUS WA ADIK IPARKU 44Rumah itu megah sekali, besar dan sangat mewah. Pagarnya saja sepertinya cukup untuk membangun satu rumah sederhana, belum lagi pilar-pilarnya yang tinggi. Jarak antara pagar dan teras cukup jauh sehingga aku tak dapat melihat pintu berukir yang pasti sama mahalnya. Halamannya ditanami rumput Jepang, dengan bunga-bunga yang tak semuanya tumbuh di Indonesia. Dan di sudut halaman, ada kandang berisi burung-burung yang cantik. Begitu mobil kami berhenti di depan pos satpam, seorang lelaki berseragam coklat langsung berlari menghampiri. Dia berdiri di balik pagar mewah itu, menatap dengan curiga. Tubuh tegap dan rambut cepak membuatku menduga bahwa mungkin dia mantan tentara. "Cari siapa?""Apa benar ini rumah Nyonya Arlene?"Lelaki itu menatap Mas Reno cukup lama."Benar. Ada keperluan apa dengan Nyonya?""Kami ingin bertemu putri Nyonya yang baru datang dari luar negeri. Namanya Vira."Wajah itu langsung berubah. Jika dia tadi tampak curiga, kini dia menampilka
Kau bilang waktu itu bahwa kau tak mengenalnya, Ndin.""Zi. Dia ibu kandung Vira. Dia yang membawa jenazah Vira. Aku curiga dia memalsukan kematian Vira. Vira masih hidup!"Di seberang sana, kudengar suara Zi mendesah. Aku tahu dia tak suka mendengarku seperti ini karena akan membuatku berada dalam bahaya. Tapi sungguh aku tak bisa diam saja. Jika Vira masih hidup, maka kemungkinan besar aku tahu siapa yang bertanggung jawab membakar butikku. 'Nikmati saja hidupmu saat ini, kebahagiaan yang kau miliki saat ini. Tunggulah, aku akan membuat kejutan untukmu.'Kata-kata Vira saat aku menemuinya di tahanan waktu itu kembali terngiang. Inikah kejutan yang dia maksud? Atau… ini hanya peringatan dan dia telah menyiapkan kejutan yang lebih besar lagi?"Zi, tolong cari alamat Nyonya Arlene. Ini pasti bukan hal sulit untukmu.""Memang, tapi akan menyulitkan hidupmu. Biar aku bicara dengan Reno. Kau baru saja melahirkan.""Sudah lewat seminggu, Zi. Aku sudah sembuh.""Keras kepala."Aku meringis