Kepala sekolah memiliki cukup banyak akses untuk menjatuhkan Bora, dialah orang pertama yang patut dicurigai. Ditya mengambil laptop dan membuka media sosial. "Apakah kamu punya foto saat menerima papan uang hadiah?" Bora menggeleng sedih. "Aku tidak punya, semua data ada di handphone aku yang mati."Ditya mencari foto Bora di bagian pencarian internet, Fendi dan Bora berdiri di belakang kursi Ditya dan melihat apa yang dilakukan dokter hewan itu. Ditya tersenyum ketika menemukan foto Bora di situs olimpiade khusus di web luar negeri. "Ketemu.""Lho? Ternyata sempat menjadi hits toh?" Tanya Bora setelah melihat banyaknya komen di foto tersebut.Ditya mengetuk jari di layar laptop. "Berkat Bern. Kamu juga sudah hebat karena bicara jujur di awal, sehingga menimbulkan simpati. Lihat yang ada di penanda ini, service dog. Orang jadi bertanya-tanya, bukan?"Memang benar, efek halo dari keberadaan Bern membuat namanya terkenal tanpa sadar dan beruntung, ada banyak foto mengenai dirinya di
"Keluarga Tsoejipto memiliki sejarah panjang dan juga bisnis tidak tergoyahkan. Hal ini dikarenakan mereka menjalin hubungan keluarga dengan beberapa orang yang aktif dalam kegiatan sosial dan juga politik. Anda sudah mengetahui hal itu dengan baik bukan?"Bora dan Fendi hanya mengedipkan kedua mata ketika mendengar penjelasan panjang lebar dari guru, mengenai sejarah keluarga. Di hari minggu, bukannya libur atau bersenang-senang, mereka berdua malah belajar sejarah keluarga sementara yang di luar sedang berjuang melawan musuh Bora."Apakah ini penting?" tanya Bora. "Mempelajari sejarah keluarga, maksud aku.""Sangat penting mempelajari dasar pengaruh keluarga, mengingat anda berdua akan menjadi wakil dari kepala keluarga dan istrinya."Bora dan Fendi mengangguk lalu tidak lama terkejut. "Apa?!" teriak mereka berdua bersamaan."Apakah Tuan besar tidak mengatakannya kepada kalian?" Tanya guru.Bora menggeleng. "Tidak, lagi pula aku hanya anak biasa yang tidak terlalu cerdas, aku juga m
Tok! Tok!Ditya mengetuk pintu kamar tidur Hendra yang terbuka.Hendra yang sedang sibuk membaca laporan di tablet, mengangkat kepala untuk melihat siapa yang sudah mengganggunya, lalu kembali melihat tablet.Ditya menghela napas panjang. "Mengenai Bora-""Duduk di sini, Papa tidak bisa mendengar jika kamu terlalu jauh begitu."Ditya masuk ke dalam kamar dan duduk di samping tempat tidur papanya, dia mulai melapor. "Saat ini masyarakat sudah mulai heboh dengan video yang beredar.""Papa sudah bilang bukan, lebih baik memasang cctv yang bisa merekam suara, mahal tidak masalah. Informasi jauh lebih mahal dari pada harga kamera CCTV."Ditya tidak menepis perkataan papanya. "Kita memang mendapatkan informasi yang berguna, hanya saja- kenapa Papa bisa tahu?""Hm?" Hendra menatap anaknya.Ditya menatap tegas sang papa. "Bisakah Papa cerita jujur ke Ditya? Ditya tidak masalah meskipun terdengar tidak masuk akal, tapi- bukankah Ditya anak Papa?"Hendra meletakkan tablet di atas nakas. "Kamu i
Aji marah besar ketika melihat video itu, dia datang ke pesta ulang tahun Bora setelah masalah selesai, yaitu service dog milik Bora sudah dibakar. Dia juga berpikiran bahwa anaknyalah yang bermasalah karena membiarkan anjing menyerang tamu undangan.Yuni juga menambahkan bumbu bahwa Bora berteriak seperti orang gila ke semua orang karena anjingnya mendapat hukuman, korban gigitan juga menuntut Aji untuk melakukan suntik rabies. Tentu saja Aji setuju, untuk menutupi semua kesalahan Bora. Namun tidak disangka, istrinya lah yang menyerang Bora. Kedua anak tiri yang diharapkan bisa membantu Bora, malah memaki dan bahkan melempar bola tepat di kepala ketika anaknya menangis dan meneriakkan namanya. Hati Aji menjadi sakit karena tidak terlalu percaya pada Bora.Aku sudah bersalah terlalu banyak kepada Bora, aku ingin memperbaikinya, tapi malah aku memperparah kehidupan gadis kecil itu.Teringat perkataan Bora kecil ketika menerima pukulan darinya karena terlalu stres menghadapi Ike yang m
Fendi memang sudah tahu tujuan Bora menikahinya, hanya untuk menjaga tubuhnya yang sudah meninggal supaya bisa menyatu dengan Bern. Namun, Fendi tidak mau mendengar alasan itu lagi karena mereka berdua sudah menjadi satu. Jika Bora meninggal, lalu dirinya dengan siapa? Menikah lagi? Apakah di dunia ini masih ada orang yang tulus mencintainya? Fendi menggenggam tangan Bora dengan cemas. "Tolong jangan berpikiran seperti itu, bukankah kita sudah berjanji akan selalu bersama?" Bora menatap polos Fendi. "Kapan?" "Bora-" Guru menepuk tangannya untuk menarik perhatian kedua pasangan yang ternyata memiliki tujuan akhir berbeda. Yang satu siap mati kapan pun sementara yang lain tidak mau ditinggalkan. Jika mereka berdua masih mempertahankan pemikiran seperti itu, bisa-bisa keluarga Tsoejipto akan mendapat sial. "Baik, aku sekarang sudah mengerti akhir tujuan kalian yang melenceng jauh. Satunya siap mati dan satunya lagi hanya mengikuti arus." Bora dan Fendi paham, siapa yang dimaksud guru
Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf yang menyebabkan rasa kantuk berlebih di siang hari, penderita tiba-tiba bisa tertidur tanpa mengenal waktu dan tempat. Akibatnya penderita narkolepsi bisa terjatuh atau kecelakaan. Narkolepsi dapat disertai dengan gejala lain seperti sleep paralysis, halusinasi, dan katapleksi. Katapleksi sendiri adalah kelemahan atau kehilangan kendali otot wajah, leher, dan lutut. Narkolepsi yang disertai dengan katapleksi disebut dengan narkolepsi tipe 1. Sedangkan narkolepsi yang tidak disertai dengan katapleksi disebut dengan narkolepsi tipe 2.Narkolepsi termasuk dalam kondisi yang berkepanjangan atau kronis dan tidak dapat disembuhkan. Harsa menunjukkan gejala narkolepsi saat berusia lima tahun, awalnya tidak ada yang menyadari, namun ketika Ike mendapat sorotan tajam dari para orang tua murid yang melihat kemalasan Harsa yang selalu tidur dimana pun dan juga daya ingatnya menurun, dan terlalu rakus saat makan, menjadi bahan ejekan di lingkungan sekol
Ike menumpahkan air mata dan perasaan sedih, sekaligus meluapkan kekesalan yang selama ini ditahannya. "Aku tidak tahu kenapa mereka memandang buruk ketiga anakku, seolah aku melahirkan semuanya dalam kondisi cacat."Fendi bisa memahami perasaan ibu mertuanya. "Bora, tidak bisakah kamu memaafkan Mama?" tanya Ike. Bora mengerutkan kening. "Memangnya selama ini Bora terlihat menyalahkan Mama?"Ike mengangguk kecil. "Ya, tatapan mata kamu seolah kami sudah salah menjaga kamu selama ini."Pada kenyataannya memang begitu, namun orang-orang dewasa tidak mau mengakuinya. Bora pun tidak mau repot-repot menjelaskan kepada Ike. "Karena itu- Mama bisa minta tolong? Karena Bora menganggap Mama sudah melakukan kesalahan."Kedua mata Bora menyipit. "Hm? Apa yang Mama inginkan?""Bisakah Mama menitipkan Harsa dan Genta? Kedua adik kamu membutuhkan perhatian lebih dan juga-" Ike mencari kalimat yang pas. "Akhir-akhir ini Mama dan om Edwin sibuk dengan pekerjaan, sehingga tidak bisa merawat mereka
Genta membuka pintu kamar setelah mendengar bel pintu, lalu tersenyum dan memeluk Bora dengan riang. "Kakak, apakah kakak sedang mengunjungi kami?"Bora yang sudah lebih tenang karena Fendi menghiburnya sebelum datang menemui kedua adiknya, tersenyum. "Genta kenapa agak kurus? Apakah masih malas makan seperti sebelumnya?"Fendi masuk ke dalam kamar bersama Bora.Genta melirik takut Fendi lalu memeluk erat tangan kakaknya. "Dia, siapa kak?"Bora memperkenalkan Fendi kepada Genta. "Dia suami kakak, lalu ini adikku." Dia tidak lupa memperkenalkan Genta kepada Fendi.Fendi mengangguk kecil lalu melihat Harsa tertidur nyenyak di atas sofa. "Dia-"Genta sudah melupakan ketakutannya dan menjawab dengan sedih. "Kakak Harsa tertidur dan tidak mau bangun sama sekali, aku takut- padahal tadi kami sedang main kartu."Bora tidak melihat ada kartu di sekitar Harsa. "Kamu yang membersihkan kartu-kartunya?"Genta mengangguk. "Ya."Bora tersenyum lalu menepuk lembut kepala Genta. "Terima kasih sudah m