“Lalu kenapa harus menikah? Kita bisa bertemu setiap saat tanpa harus ada ikatan pernikahan.”Jo menggelengkan kepala, “ Tidak, aku ingin kamu selamanya milikku, dan tidak ada yang boleh menyentuhmu selain aku.”Tiara terpaku mendengar ucapan Jo, baru kali ini ia mendengar kata-kata begitu tulus dari seorang laki-laki. Dulu bersama Adnan, Tiara bahkan tidak pernah mendengar ucapan cinta.Tak terasa air mata Tiara membasahi pipinya, kini hatinya bimbang, haruskah menerima Jo untuk hidup bersama selamanya?“Tiara, tatap mataku!” perintah Jo, kedua tangannya mencengkeram bahu Tiara pelan.Tiara mendongak menatap wajah tampan Jo, ia bisa melihat ketulusan di mata Jo. Tiara ingin sekali berbahagia, andaikan ini mudah, mungkin Tiara akan segera menerima ajakan Jo. Banyak hal yang harus Tiara pertimbangkan, salah satunya tumbal untuk cincin yang tengah ia pakai.Selama bersama Jo, bisa saja ia mencari laki-laki lain sebagai tumbal, tapi bisakah nuraninya tega menyakiti hati Jo yang begitu tu
[Gimana? Asik sekali video itu sudah menyebar ke mana-mana. Kita lanjutkan permainan atau sudahi di sini? ][Kembalikan semua uang yang pernah kuberikan, aku tidak mau lagi mengenalmu]Pesan ketiga hanya berisi nomor rekening Arya.Sial*n! Berani sekali Arya memerasnya, bagaimana ini? Apa Tiara meminta uang pada Jo saja? Tidak, dia pasti curiga, uang sebanyak itu untuk apa.‘Tenang Tiara, tenang. Jo sudah mengatakan akan membereskan masalahnya dengan Arya, jadi harus tenang. Jangan ambil pusing masalah video itu, oke? Jo akan mengatasi Arya.’ Batin Tiara.“Sayang, kamu kenapa?” tanya Jo, tangannya melingkari pinggang Tiara dari belakang, dagunya menempel di pundak Tiara. Bau harus shampo dan sabun menguar menusuk hidung Tiara.“Eng-enggak apa-apa,” jawab Tiara terbata-bata.“Kenapa? Sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu.”“Aku hanya belum terbiasa, biasanya pagi aku sudah mengurus anak dan bersiap mengajar. Sekarang, aku tidak tahu apa yang akan kulakukan,” kilah Tiara.“Oh, tidak
Tiara melangkahkan kaki menuju pelataran mall yang mulai ramai oleh pengunjung, tempat pertama kali yang ia datangi adalah foodcourt, perutnya sudah melilit minta diisi.Tiara memilih makan nasi goreng seafood untuk makan siang, ditambah dengan orange juice. Segera ia melahap makanan saat sudah tersaji di depan mata.Selesai makan, barulah ia membeli barang-barang yang ia butuhkan. Lumayan, ia tidak jadi memberikan uang pada Arya, ATM dari Jo masih utuh. Sehingga Tiara tidak perlu memutar otak untuk mencari alasan ke mana perginya uang itu.Tiara masuk ke dalam salah satu toko baju, lalu memilah mana baju yang bagus dan pantas untuk bertemu orang tua Jo.“Ah, lebih baik aku tanya Jo saja, dia lebih suka aku memakai jilbab atau tidak.”Tiara melakukan panggilan video pada Jo, cukup lama telepon itu diangkat.“Halo, Sayang. Ada apa?” tanya Jo saat panggilan telepon sudah diangkat.Terlihat Jo masih di ruang rapat bersama bawahannya. Bos mah bebas ya, menerima panggilan saat rapat tetap
“Mama selalu memberikan yang terbaik untuk hidupmu, Jo.”“Terbaik menurut Mama, bukan aku! Cukup Farah yang menjadi korban keegoisan Mama, aku tidak mau masuk ke lubang yang sama!”“Maksud Papa apa? Mama menjadi korban keegoisan nenek? Apa maksudnya Pa?” tanya Rara terbata-bata, sepertinya ia syok mendengar ucapan Jo.“Gara-gara nenekmu ini, Mamamu meninggal... ““Cukup Jo... ““Kenapa? Biarkan semua tahu kelakuan Mama!”Tiara segera mengelus lengan Jo pelan, lalu membisikkan kata yang menenangkan. Emosi Jo sedikit berkurang setelah mendengar suara Tiara.Tari mendecih melihat sikap Tiara yang menurutnya sok perhatian pada Jo.“Diam kamu! Mama ini orang tua kamu, Mama tahu mana yang terbaik dan tidak untukmu.”“Iya, sampai mengorbankan Farah, itu yang Mama bilang terbaik?”“Farah meninggal karena sikapnya sendiri yang ngeyel, bukan karena Mama.”Bu Dewi tetap kekeh dengan pendiriannya, ia menatap tidak suka pada Tiara. “Dan Mama sampai kapanpun tidak akan menyetujui pernikahan kalian!
Dua hari lagi adalah pernikahan Jo dan Tiara, semua persiapan pernikahan Jo yang mengatur, yang Tiara tahu semua sudah beres. Setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya mereka sepakat mengadakan resepsi pernikahan yang mewah di salah satu ballroom hotel.“Sayang, aku suka warna ini. Gimana menurutmu?” tanya Tiara menunjuk salah satu gaun berwarna merah muda. Saat ini mereka sedang melakukan fitting baju pengantin di salah satu butik yang lumayan terkenal di kota.“Terserah kamu aja, yang penting kamu suka.” Jo fokus menatap ponselnya, ia tidak memperhatikan mana yang Tiara tunjuk.“Sayang!” Tiara menyentak lengan Jo, membuat ponsel yang Jo pegang hampir saja terjatuh.“Kenapa sih?” tanya Jo sedikit kesal.“Kamu marah?” wajah Tiara seketika berubah melow, matanya berkaca-kaca.Jo menghela napas pelan, “Maafkan aku, bukan maksudku menyakitimu.”“Kamu jahat, sih. Masak aku Cuma tanya jawabnya gitu banget.”“Iya, maafkan aku, oke? Tadi ada hal penting yang sedang aku cek. Baiklah, mana
Pov TiaraTok tokSuara pintu mengagetkanku yang masih setengah tertidur di kamar, siapa yang datang pagi-pagi seperti ini? Kulirik Jo yang berada di sampingku, tidur tengkurap dengan tangan memelukku, suara dengkuran yang khas terdengar merdu di telingaku.Ingin kubangunkan Jo, tapi tidak tega rasanya, sepertinya laki-laki yang besok akan sah menjadi suamiku ini sangat kelelahan setelah pertempuran tadi malam. Suamiku? Ah memikirkan itu sampai sekarang rasanya aku masih tidak percaya dengan perjalanan hidupku yang akhirnya membawaku bertemu dan akhirnya memutuskan menikah dengan Jo.Tok tokSuara ketukan itu kini lebih seperti gedoran, siapa sih yang datang? Tidak sabar sekali menunggu pintu terbuka. Ah, tapi aku takut, aku tidak mengenal siapa pun di sini, aku takut membuka pintu sendirian, siapa tahu ada orang yang ingin berbuat jahat?“Sayang.” Kubangunkan Jo dengan menggoyangkan tubuhnya. Tubuhnya tidak bergeming, tetap mendengkur dengan suara khasnya.“Sayang, bangun! Ada orang
Malam sudah larut, sekarang sudah pukul 11 malam. Mata Tiara tidak bisa terpejam, ia teringat pesan Jo sesaat sebelum ia pergi meninggalkan dirinya sendirian di apartemen sambil membawa pergi cincin pemberian ayahnya itu.“Jangan buka pintu dan jendela selain aku, kalau ada suara apa pun, abaikan. Aku berusaha melarung cincin ini ke sungai, usahakan kamu tenang, jangan sampai panik atau gugup. Oke?”Tiara memainkan ponselnya, ia membuka sosial media berlogo F dengan malas, tidak ada sesuatu yang membuatnya tertarik.Saat berniat akan keluar dari aplikasi, tiba-tiba matanya menemukan status Adnan yang menandai Mila, sebuah foto berempat yang sedang berada di pantai, tanpa caption.Hati Tiara berdenyut, dulu ia sangat ingin mempunyai keluarga utuh dan bahagia seperti itu, tapi sayangnya Adnan tidak mencintainya. Hanya karena ambisi Tiara untuk segera menikah dan memanasi Mila, akhirnya nasib pernikahannya menjadi korban.Bersama Jo, Tiara berharap mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhn
Berkali-kali Jo melihat jam di tangannya, sudah jam 6.30, tapi Tiara belum menampakkan barang hidungnya. Ia sudah menghubungi Pak jupri, beliau berkata Tiara belum turun ke loby apartemen.“Ke mana dia? Jangan-jangan dia kabur karena tidak mau menikah denganku?” gumam Jo.Saat ini ia berada di ruang rias yang disediakan. Pagi tadi ia harus mengurus sesuatu ke kantor, memastikan bahwa tidak ada masalah untuk hari ini.“Ah, tidak mungkin Tiara seperti itu, pagi tadi dia baik-baik saja.”“Kenapa, Mas?” Gea, penata riasnya bertanya.“Calon pengantin wanita belum datang, padahal tadi baik-baik saja. Kata sopir, dia belum turun dari apartemen.”“Coba cek CCTV pak, siapa tahu ada yang berbuat jahat.”‘Ah, kenapa aku tidak berpikir ke sana?’Segera Jo meraih kunci mobilnya, lalu berkata,” Katakan pada semua orang, saya masih menjemput mempelai wanita, jangan katakan yang sebenarnya. Undur jam pernikahan, katakan itu nanti pada asisten saya.”Tanpa menunggu jawaban Gea, Jo segera berlari menuj