“Ayah!!” Tiara berteriak histeris melihat keadaan Ayahnya yang sudah tidak bernapas. Tubuh pak Suryo terjengkang ke belakang membentur tembok, matanya melotot lebar, dan mulutnya mengeluarkan banyak darah. Belum lagi beberapa bagian di tubuhnya berwarna hitam, seperti bekas pukulan yang keras.Tiara menangis histeris memanggil ayahnya, sembari mengguncang tubuh pak Suryo yang mulai kaku.Mbok Mina datang dengan tergesa, ia terkejut melihat Pak Suryo sudah terbujur kaku.“Siapa yang melakukan ini?” gumam Mbok Mina geram.Tiara hanya menggelengkan kepala, ia tidak mau Mbok Mina marah padanya, seperti sebelumnya saat Ayahnya sakit setelah menuruti permintaan Tiara. Mbok Mina memarahinya habis-habisan, menyalahkan keegoisannya.Tiara menyesal telah meminta ayahnya menuruti keinginannya. Ia tidak tahu, ternyata ayahnya tidak mampu melakukan hal itu.Esoknya, rumah Tiara sudah kedatangan banyak orang yang melayat, mereka bergosip tak jauh dari Tiara duduk. Tiara tidak ingin mendengar ucapan
“Mau apa kamu kesini?” hardik Rara pada seseorang yang baru saja datang.Arya terkejut melihat Rara berada di rumah Tiara, rencana Arya tadi datang ke rumah Tiara hanya untuk takziah, dan mengajaknya party seperti beberapa hati hari yang lalu. Tapi pertemuannya dengan Rara, malah mengacaukan segalanya. Mengapa harus bertemu Rara di rumah Tiara? Padahal Arya sudah berusaha menjauh dan memblokir semua akses dari Rara. Malas sekali harus bertanggungjawab atas kehamilan Rara, karena Arya yakin bukan hanya dengan dirinya Rara melakukan hubungan itu.“Aku kesini mau takziah, memangnya siapa kamu?” Arya lebih memilih berpura-pura tidak mengenal Rara.“Jangan pura-pura gak kenal! Dasar baj*ngan!” umpat Rara kesal.Tiara mengernyit melihat perseteruan antara Arya dan Rara, ia bisa menebak apa yang terjadi. 'Kurang ajar sekali Arya! Sudah berhubungan denganku, masih juga menghamili anak orang, apalagi dia anak Jo. Bisa mampus aku kalau salah mengambil langkah' batin Tiara, karena beberapa perti
“Tolong temui Arya, lalu hapus video milikku.” Kini Rara mulai benar-benar menangis, spontan Tiara memeluknya, lalu mengelus punggung Rara, mencoba memberinya kekuatan.“Andaikan ibu membantumu, apa yang akan ibu dapatkan?” tanya Tiara menyeringai.Sontak Rara mendorong tubuh Tiara sampai pelukan Tiara terlepas. Rara menatap Tiara tak percaya, haruskah ada imbalan untuk permintaannya sekarang?“Jadi... Bantuan ibu tidak gratis?” tanya Rara terbata-bata, matanya nanar menatap Tiara yang masih tersenyum licik.“Semua di dunia ini, tidak ada yang gratis, Sayang! Kamu mau pipis di toilet umum aja bayar, nah ini? Permintaanmu tidak mudah, jadi apa yang kau berikan padaku?”“Cuih, tadi kau mengatakan aku harus sopan dengan orang yang lebih tua, tapi sepertinya kamu hanya bisa berucap saja,” cela Rara“Heh, baru tahu ya? Sejak awal aku tidak menyukaimu, jadi untuk apa aku suka rela membantu? Katakan alasannya?” tantang Tiara.Bibir Rara terkatup rapat, ia bingung menjawab apa. Selain Tiara k
Pov Mila“Pergi kamu dari rumahku! Dasar menantu tidak berguna! Pergi kamu, bawa semua barang-barangmu itu!” Teriakan Ibu sontak membuatku terkejut.‘Pasti ulah Tiara lagi.’ Kupandangi wajah ibu dengan saksama, bisakah aku menyadarkannya kali ini? Andaikan tidak bisa, haruskah aku pergi dari sini?“Bengong aja! Cepat kemari barang-barangmu, bawa semuanya! Aku tidak butuh barang dan menantu sepertimu. Menyesal aku menerima kamu sebagai menantu, coba saja Adnan masih mau menerima Tiara, pasti hidupku akan dihormati banyak orang, karena Tiara orang terhormat!”Ibu terus meracau membanggakan Tiara, dan menyesali kehadiranku. Sakit, rasanya sangat sakit, seperti ada pisau yang mengoyak tubuh ini, perih.“Bawa Mehra pergi, cucuku hanya Nando seorang. Cepat berkemas.” Ibu mendorong tubuhku dengan paksa menuju kamar. Rasanya aku tidak lagi mempunyai kekuatan untuk melawan, ada apa ini? Tak terasa air mata menetes ke pipi, sedih sekali rasanya, diusir dalam keadaan ibu tidak sadar dengan dirin
Mila terkejut melihat kedatangan Tiara ke rumahnya, ada perlu apa lagi dia? Belum puaskah dia sudah membuatku terusir?Segera Mila kembali ke kamar untuk mengambil ponsel, lalu mengirimkan pesan pada Rt di lingkungan ini. Untung saja Mila sempat menyimpan nomor Rt saat ada masalah beberapa waktu yang lalu.Selesai mengirimkan pesan, Mila kembali ke depan dan bersiap menghadapi mereka. Ia menarik napas lalu mengeluarkan perlahan mencoba mengatur detak jantungnya.Dok dok dok“Keluar kamu Mila!” teriak Tiara lagi.Ceklek!Mila membuka pintu, kini ia bisa melihat dengan jelas wajah Tiara yang memerah menahan amarah.“Akhirnya keluar juga pelakor ini,” Ujar Tiara, ia memandang Mila dengan pandangan yang meremehkan.“Mau apa kamu ke sini? Tolong jangan membuat keributan!” cegah Mila, ia tidak ingin menjadi sorotan tetangga, apalagi mengganggu Emak yang sedang tidur dengan Mehra.“Gak usah sok polos kamu! Bukankah dulu kamu sudah pernah membuat keributan besar? Kenapa sekarang tidak suka ak
Arya mengambil ponselnya lalu menunjukkan videonya bersama Tiara.“bukankah ini Video kita?” tanya Arya dengan wajah yang menyebalkan.“Kok bisa?” Tanya Tiara terbata-bata. Bagaimana mungkin video yang sudah ia hapus, masih ada di ponsel Arya?Arya tersenyum meremehkan Tiara, ia berjalan mendekat hingga berjarak beberapa senti di depan Tiara.“Kamu pikir aku bodoh? Aku sudah membuat salinan video ini banyak sekali.” Ucapan Arya sontak membuat Tiara menganga tak percaya, matanya melotot menatap Arya yang tersenyum mengejek.Sialan! Batin Tiara terus bergemuruh merasakan amarah.“Cepat hapus video itu!” teriak Tiara histeris.Arya menyeringai lebar, “Tidak akan aku hapus Baby, aku belum mendapatkan apa yang aku mau, jadi bersabarlah sebentar lagi.” Arya berbisik di dekat telinga Tiara.“Apa maksudmu? Bangsat!” Tiara berteriak sambil terus memukuli dada bidang Arya yang polos tanpa baju.“Tenang, Sayang.” Arya mencekal tangan Tiara untuk menghentikan perbuatannya.Tiara ngos-ngosan, mata
Setelah menyerahkan surat pengunduran diri, segera Tiara mengemasi barang-barang miliknya. Lalu segera keluar dari sekolah.Saat mencapai pintu keluar, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti di depan Tiara.Tiara mengernyit melihat mobil itu, siapa yang mengganggu jalannya?Tak lama kemudian, pintu kemudian terbuka, keluarlah Yuda dengan wajah memerah menahan marah. Matanya tak lepas menatap Tiara dengan pandangan membunuh.“Apa semua ini perbuatanmu?” bentak Yuda. Tiara sedikit meringis saat tangan Yuda mencekal lengannya dengan kuat.“Ma-maksud kamu apa?” tanya Tiara.“Video kita kemarin, kamu yang menyebarkan bukan? Apa tujuan kamu?” hardik Yuda, ia menyentak lengan Tiara dengan kasar.“Bukan aku!” jawab Tiara cepat.“Lalu siapa?” teriak Yuda frustrasi. Untung saja keadaan di depan sekolah tidak terlalu ramai, tidak terlalu mengundang perhatian banyak orang.“Mana aku tau! Aku baru saja mengundurkan diri dari pekerjaan, gara-gara video sialan itu. Untuk apa aku menyebarkan kalau nasi
Pov MilaMataku terbelalak melihat sebuah video yang viral di sosmed, sebuah video tidak senonoh yang dimainkan oleh laki-laki yang sangat tampan, dan perempuan berjilbab, cantik.Tapi tunggu, sepertinya aku mengenal perempuan itu. Kuamati lagi dengan saksama, mungkin saja aku salah lihat. Tidak! Betul ini Tiara. Tiara? Masak sih dia berani membuat video seperti ini? Bukankah dia paham agama?Segera aku keluar dari kamar, lalu kutunjukkan pada mas Adnan yang kebetulan hari ini tidak bekerja.“Mas, coba lihat, bukankah ini Tiara?” Kusodorkan ponsel ke hadapan mas Adnan yang sedang bermain mobile legends dari ponselnya, melihatku menunjukkan sebuah video, ia meletakkan ponselnya sembarangan. Dahi mas Adnan berkerut, entah apa yang ia pikirkan.“Dasar perempuan g*la.” Mas Adnan mengepalkan kedua tangannya, terdengar suara giginya bergemeletuk.“Bener Tiara kan itu?” tanyaku memastikan.“Iya, aku sudah menduga akan terjadi hal seperti ini.” Segera mas Adnan berdiri, mengambil kunci motor.
Pukul 8 pagi, Jo sudah berada di kantornya, beberapa menit lagi ia harus meeting dengan klien penting. Ia berjalan cepat dari tempat parkir menuju ruangannya. Sesekali ia mengangguk saat berpapasan dengan karyawannya.CeklekJo mengernyitkan dahi saat melihat ada sebuah kotak yang berukuran sedang di atas mejanya. Ia menatap sekeliling sebelum masuk ke dalam ruangannya, tidak ada siapa pun yang bisa ditanyai.Setelah menutup pintu, ia berjalan menuju meja kerjanya. Ia menatap kotak yang berwarna merah muda itu dengan teliti, mencari nama pengirim atau semacamnya. Sayangnya, tidak ada.“Siapa pengirimnya? Salah kirim atau bukan?” tanya Jo, berbicara sendiri.Jo membuka kotak itu perlahan, matanya melebar saat melihat isinya. Ia mengangkat dengan ujung jarinya, seolah jijik. Sebuah celana dalam dan bra dengan renda di setiap tepi.‘Siapa orang g*la yang mengirimkan benda menjijikkan ini?’ batin Jo kesal.Tanpa sengaja ekor matanya melihat sebuah kertas yang terselip di antara bra berwar
[Mbak, ini foto yang mbak Tiara minta.]Pesan masuk dari bu Keke, tetangga Adnan yang rumahnya persis di depan. Beliau mengirimkan setidaknya ada 10 foto Nando, saat ia bermain di halaman, bahkan foto saat makan di suapi Bu Rini, ibu Adnan.“Ya Allah, cerdas sekali bu Keke, bisa mendapatkan foto di dalam rumah.”Mata Tiara terbelalak saat melihat salah satu foto Nando yang makan hanya dengan nasi putih, Tiara yakin itu hanya nasi yang ditaburi garam. Tiara ingat sekali, saat Adnan tidak punya uang, ia lebih memilih makan dengan garam saja.“Aku harus kirim foto ini agar segera di proses di pengadilan.” Tiara segera mengirimkan semua foto itu pada Jo yang saat ini masih berada di kantor.Tiara yakin, kemarin Jo sudah menghubungi pak Dewa untuk menggugat hak asuh Nando ke pengadilan.Memang salah Tiara, dulu mengizinkan Nando di asuh oleh Adnan, saat itu Tiara belum bisa berpikir jernih, belum berkomitmen dengan Jo. Jadi ia masih bingung dengan keadaan dirinya sendiri.Tok tok tok“Ma,
“Pa, tolong buatkan susu untuk Reihan.” Tiara sedang memandikan Reihan, buah cintanya bersama Jo.“Kan masih mandi?” protes Jo.“Iya, setelah mandi biar langsung minum susu, Pa. Udah gih, cepetan bikinin.”“Iya iya,” jawab Jo sambil beranjak keluar dari kamar mandi. Karena Tiara sudah menyiapkan air, botol, dan susu di atas meja, mudah saja Jo meraciknya.Tiara mengangkat Reihan ke atas ranjang, lalu mengeringkan tubuhnya menggunakan handuk. Lalu mengoleskan minyak telon, bedak, dan memakaikan baju. Bayi berumur 7 bulan itu terus menggerakkan kaki dan tangannya senang, sesekali menyunggingkan senyum.“Lucu sekali anak mama, udah ganteng sekarang.” Tiara menyemprotkan sedikit parfum pada baju Reihan setelah mengoleskan minyak rambut.Tiara bersyukur, Allah memberikan banyak berkah di dalam hidupnya. Menghadirkan Jo sebelum terlambat, memberikan kenikmatan hidup selama ini.Reihan hadir membawa suasana baru di rumah Jo, setelah ada Reihan, Jo lebih sering menghabiskan waktunya di rumah
“Kamu jahat, Mas. Kamu apakan dia?” teriak Mila sambil terisak.Mila segera berlari menghampiri Erga yang sudah terkapar tidak berdaya di teras. Ia menyangga kepala Erga dengan tangannya.“Kamu jahat sekali, apa salah dia? Kenapa kamu hajar sampai seperti ini?” teriak Mila histeris. Bukan seperti ini keinginan Mila, ia tidak suka Adnan berbuat kasar dan main hakim sendiri.“Bela terus selingkuhanmu itu! Kalau perlu sekalian saja kamu keluar dari rumah ini. Perempuan sepertimu tidak pantas diperjuangkan,” hardik Adnan, matanya memerah menahan emosi.Hati dan pikiran Adnan sudah dibutakan oleh nafsu dan gelap karena iri dan benci. Ia sudah pernah dikhianati, sekarang seseorang yang dulu ia perjuangkan mati-matian juga mengkhianati cintanya.“Jaga ucapanmu, Mas. Secara tidak langsung kamu sudah menalakku.”“Lebih baik berpisah saja, aku lelah terus dikhianati.”“Baiklah! Aku akan pergi dari sini.”Mila membantu Erga bangun, bibir dan hidungnya mengeluarkan darah segar bekas pukulan Adnan
“Mama... “ teriak Nando berlari dan menghamburkan peluk ke arah Tiara.Jo mengernyit melihat Nando begitu dekat dengan Tiara, dan memanggilnya mama.“Siapa anak ini?” Tanya Jo pada Tiara.Nando sudah berada di gendongan Tiara, sambil mencium dan memeluk leher mamanya erat.Tiara tersenyum pada Jo, lalu berkata,” Ini anakku yang pernah aku ceritakan.”“Jadi, kamu... “ Jo menunjuk Tiara dan Adnan bergantian.“Iya, Mas. Dia mantan suamiku.” Mendengar itu, Jo mengangguk paham. Lalu mengambil alih gendongan Nando, ia tidak mau Tiara kelelahan karena saat ini sedang hamil.“Halo, jagoan. Nama kamu siapa?” Jo bertanya pada Nando dengan riang, seolah sudah pernah bertemu.“Nando,” jawab Nando singkat.“Aku gak nyangka, ternyata istri lo bekas gue,” celetuk Adnan sambil menyunggingkan sebelah bibirnya.Seketika Jo merasa panas, emosi sudah berada di ubun-ubun. Segera Tiara mengelus lengan suaminya, dan mencoba menenangkannya.Sang tuan rumah belum terlihat, sepertinya masih sibuk di belakang.
“Ah, kenalkan, ini Mila. Dia pacarku,” ucap Erga jumawa.Tiara mengernyitkan dahinya tidak percaya dengan ucapan Erga.‘Dasar perempuan gila, sudah mengambil suamiku, masih mencari laki-laki lain’ batin Tiara kesal.“Pacar kamu?” tanya Tiara tak percaya.Erga menganggukkan kepala mantap, sedangkan Mila melotot menatap Tiara.“Kamu udah cek status dia?” Tanya Tiara tak peduli Mila yang terus melotot padanya. Ia harus menyelamatkan Erga dari jerat Mila, seingat Tiara Erga sekarang sedang berada di puncak kejayaannya. Bisa jadi Mila hanya memanfaatkan Erga. Setidaknya itu yang ada di pikiran Tiara sekarang.“Maksud kamu?” tanya Erga bingung mendengar pertanyaan Tiara.“Iya, coba tanya dia yang lebih paham. Dan juga, sekedar saran, jangan gampang percaya dengan ucapan orang, coba kamu cek siapa perempuan itu sebenarnya.” Setelah mengucapkan itu, Tiara menerima uang kembalian dadi kasir. “Aku duluan ya,” pamit Tiara cuek.Entah setelah ini Mila tetap berhubungan dengan Erga atau tidak buka
“Ck, kamu sudah berani melawanku, Mila!” geram Adnan, matanya terus menatap Mila.“Ka-kamu mau apa, Mas?” tanya Mila terbata-bata. Ia sangat takut melihat Adnan marah, karena baru kali pertama hal itu terjadi.“Kamu sudah berani minta cerai? Bisa apa kamu tanpa aku? Masih beruntung aku mau menikahimu dulu.”Mila meringis saat Adnan semakin menekan tangannya.“Aku hanya lelah, Mas. Salahku di mana?” tanya Mila lirih, ia sudah mulai tidak bertenaga lagi untuk melawan.“Lelah? Bilang! Jangan memaksa ibu melakukan apa yang tidak mampu beliau lakukan! Kamu gila atau goblok sih? Masak gitu aja gak paham?”“Lalu, kalau aku bilang, apa kamu akan menuruti semua?” tantang Mila.“Tentu tidak, lihat dulu apa permintaanmu.”“Cih, itu aku yang gak suka, kamu hanya mendahulukan ibu dan anak-anak. Kapan mau mendengar keinginanku?” tangis Mila mulai luruh. Ia tidak tahan untuk tidak menangis, beban yang ia tanggung rasanya sangat berat.“Kapan kamu minta sesuatu padaku?” tanya Adnan ketus.“Seharusnya
Pov Mila“Syukurlah, lain waktu aku ingin ke rumahmu,” ucap Erga yakin.“Untuk apa?” tanyaku terkejut.“Melamarmu.”Erga menyunggingkan senyum indahnya, senyum yang sama, senyum yang selalu membuatku rindu.Seketika aku menjadi salah tingkah, bagaimana ini? Aku sudah menikah, dan ini memang baju untuk anakku. Bagaimana caraku mengatakan yang sesungguhnya? Namun, senyum itu membuatku terpesona. Lidahku menjadi kelu, tak mampu menjawab.“Bagaimana?” tanya Erga. “Aku sudah menunggumu dari masa SMA, masa kamu tolak?”“Maaf, aku ada urusan. Aku pulang dulu, ya? Makasih buat traktirannya.”Segera aku keluar dari toko dan segera menarik gas motor secepat mungkin. Tak kupedulikan pandangan sekitar yang menatapku aneh.Aku menggelengkan kepala berkali-kali mencoba mengenyahkan pikiran tentang Erga. Bisa berabe kalau dia tahu aku berbohong, lagian mas Adnan tidak akan bisa memaafkan kalau sampai berkhianat.Kenapa Erga datang di saat aku sudah menikah dan punya anak sih? Harusnya dia datang leb
Pov MilaAku melihat kedatangan Tiara dengan takjub, penampilannya jauh lebih berkelas dari saat terakhir bertemu. Dan lagi, ia keluar dari mobil mewah, siapa laki-laki yang ia jerat kali ini? Enak sekali hidupnya. Berbeda jauh denganku yang harus bersusah payah mengasuh anaknya di sini. Untuk merawat diri saja tidak sempat, apalagi menyenangkan suami.Mainan yang dibawa Tiara kutaksir semuanya jutaan rupiah, keberuntungan dari mana ia dapatkan semua? Lagi, ada cincin yang indah tersemat di jari manis Tiara.Bahkan sikapnya kini lebih kalem, Tiara yang sekarang bukanlah Tiara yang dulu. Andaikan melihat ini, Mas Adnan mungkin saja akan tergoda lagi. Aku saja yang sesama perempuan, sangat menyukai penampilan Tiara saat ini, pembawaannya yang tegas, nan elegan.“Apa-apaan ini?” teriak ibu dari belakang, sepertinya beliau terkejut dengan kedatangan Tiara yang mendadak, aku lupa memberitahu beliau, Tiara akan datang.“Ada Tiara, Bu,” jawabku pendek. Moodku seketika ambyar melihat kedatang