Share

Someone New

Suara musik terdengar samar-samar sampai gerbang, perempuan itu menutup telinga dengan kedua tangannya. Berjalan memasuki rumahnya yang hari ini sangat ramai.

Ada lebih dari dua puluh mobil terparkir. Mulai dari depan rumah hingga kini ia berada di ruang tengah, tamu-tamu itu bergerombol.

“Ah aku lupa hari ini ibu mengadakan acara.” gumamnya.

“Hai?” seseorang menepuk pundak gadis itu, ia berbalik.

“Oh, hai. Ada yang bisa ku bantu?”

Orang di depannya menggaruk kepalanya. “Ya. Aku um.. sedikit tersesat disini. Kau tahu dimana toiletnya?”

Gadis itu mengangguk. “Di ujung sana” ia menunjuk ke arah belakang tangga besar. “Mau ku antar?” tawarnya.

Laki-laki itu sedikit terkejut dan menggeleng. “Aku bisa sendiri.”

“Hahaha baiklah, jangan tersesat ya.” ia berjalan menjauh.

Belum ia menginjakan kakinya pada satu anak tangga, seseorang memanggilnya. “El”

El berbalik, disana ada Barbara. Gadis majalah sekolah berkebangsaan Skotlandia. Dengan mata biru yang terang dan baju biru cerah yang sangat pas untuknya.

“Hai. Ku kira kau akan berlibur ke luar negeri.” sapa El.

Barbara mengangkat bahu. “Ya awalnya, tapi ada pembatalan karena pekerjaan ibu.”

“Menjadi seorang polisi pasti sibuk.”

“Ya, begitulah. Oh ya, bagaimana dengan wawancara itu? aku yakin hasilnya akan sangat bagus.”

“Baik. Aku agak sedikit kelelahan berjalan di atas tanah sebesar bangunan Grapvine.”

“Padahal rumah-mu juga sangat besar. Jangan lemah.” ejek Barbara.

“Hahaha ya begitulah. Kau sudah baca majalah pagi ini?”

“Sudah. Paula sangat cantik bukan?”

El tertawa, “Hahaha tentu saja, lihat saja aku.”

“Memang apa hubungannya?”

El mengernyit, “Karna dia kakak ku?”

Barbara tertawa, “Hahaha jangan mengarang cerita. Sudah ya aku pergi dulu, ayah pasti mencariku.” ia melirik sekitar, berjalan di antara  orang banyak dan menghilang.

El mematung, ia merasa bingung. Bagaimana sahabatnya bisa lupa tentang kakanya, Paula. El berjalan ke kamarnya.

Ia merebahkan diri dengan pikirannya. “Kalau dipikir-pikir hampir semua orang lupa pada Paula, bukan? Maksudku kalau mereka ingat, kenapa tidak ada yang membahas kasus beberapa tahun lalu?”

“Bahkan Nyonya Chris tidak ingat padanya, padahal Paula itu Ketua Perwakilan Murid Southerndale pada angkatannya. Kenapa bisa? Kenapa baru terpikirkan, ya” gadis itu beradu dengan pikirannya.

Suara ketukan menganggu pikirannya. “El, aku tahu kau sudah pulang.”

El memutar matanya. Dengan malas ia berjalan dan membuka pintu kamarnya. Di depannya sudah ada saudara perempuannya, Lana Brown dengan senyumnya yang khas.

“Aku akan turun sebentar lagi.”

Lana menaikan alis, kurang percaya pada perkataan El.

El mengerang. “Aku harus membersihkan diri.”

Gadis Brown itu mengangguk dan meninggalkan ruangan pribadi milik El.

Kembali menutup pintu, El dengan lesu pergi membersihkan diri. Dibawanya pada suasana yang tenang, kembali ia berpikir.

Belum satu pertanyaannya terjawab, ada pertanyaan lainnya muncul. Ia merendamkan diri di sebuah bak berisikan air beraroma khas El.

“Apa seisi kota hilang ingatan? Kelihatannya Lana juga tidak bereaksi apa-apa. Tidak mungkin belum membaca surat kabar pagi ini.”

“Apa aku harus mencoba apa yang Paula katakan? Mungkin akan dapat petunjuk. Bagaimana kalau aku lamban memahami maksudnya?” El mengenggelamkan kepalanya dengan badannya yang sudah terbasahi sedari tadi.

Kilatan biru dan merah seperti berlarian di tengah kegelapan.

El menarik napas paksa. Ia terkejut ketika sebuah cahaya terang menghampirinya.

Ia mengatur napasnya, merapihkan rambutnya yang basah. Merasa sudah bersih, ia berjalan keluar memilah pakaiannya.

Seseorang memutar gagang pintunya. Orang itu masuk dan berdiri dihadapannya. Keduanya saling menatap kaku beberapa saat.

“Ah maaf. Ku kira ini bukan ruangan pribadi, maksudku..”

“Bisakah aku?” El menandakan ia harus mengenakan pakaiannya dulu.

“Ah iya iya maaf.” orang itu berjalan keluar dan menutup pintu dengan jantungnya berdegup kencang.

Tak kalah terkejut, wajah El merah terbakar. Pasalnya ia hanya dibungkus dengan helaian handuk.

Ia menghapus pikiran yang menganggunya, mengambil dan memakai satu set pakaiannya.

El membuka pintu kamarnya. Benar saja, orang itu menunggunya diluar.

Dengan nada kaku ia berbicara, “Maaf yang tadi, aku benar-benar tidak sengaja.”

“Hahaha tak apa, kau mau kemana?”

“Kemana saja, aku tidak suka acara ramai.”

El mengangguk, “Aku juga, biar ku tunjukan tempat yang mungkin kau suka.”

Pria itu mengangguk dan menyusul El yang berjalan di depannya. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, masih merasa tidak enak tentang kejadian tadi.

“Jadi kau tuan rumah? maaf seharusnya aku lebih sopan.”

“Kau cukup sopan, lagipula ini rumah kakek ku. Oh iya, Micaela” ia mengulurkan tangan. “Panggil saja EL.”

Pria itu mengangguk dan meraih tangan El. “Harry Watson”

"Watson? Kau anak dari Bibi Margaret dan Paman Adam?"

Harry mengangguk. "Iya, kenapa? Kau terlihat bersemangat, maksudku seperti kalian kenal dekat."

"Tentu saja! ibuku pernah cerita kalau dulu setiap Bibi Margaret datang ia memberiku ASI untuk beberapa saat, karna.. ah maaf"

Harry tertawa. "Hahaha, tidak apa-apa. Tapi dulu kita belum kenal."

"Kau terlalu penyendiri kurasa dan ku kira kau tersesat mencari kamar kecil.”

Harry terkekeh. “Ya, tadi sedikit tersesat juga. Kau juga, kenapa tidak suka keramaian?”

“Ah tidak tahu, mungkin sejenis fobia? ah tidak juga, hanya malas kurasa.”

“Ibu-ku juga sering mengadakan pesta, tapi aku selalu mengurung diri. Bahkan beberapa orang tidak tahu aku tinggal disana.”

El tertawa. “Pantas saja aku tidak pernah melihatmu di kediaman Watson.”

“Kau pernah ke rumahku?” tanyanya terkejut.

“Beberapa kali. Bibiku salah satu anggota organisasi di Gereja.”

“Kau sendiri? Tidak menjadi anggota-nya?”

El mengangkat bahu. “Aku tidak cukup agamis sebenarnya. Apa kesibukanmu?” El mencari topik pembicaraan lainnya.

“Hanya sekolah dan beberapa uji coba untuk Universitas.”

“Oh ya? dimana sekolahmu?”

“Aku memanggil guru privat.”

“Aku dulu ingin sekali belajar di rumah, tapi ibu melarangnya karna katanya mencari relasi di luar sangat penting.”

“Ya itu benar.”

“El!” seseorang memanggilnya. Itu Keena. Perempuan itu berjalan mendekat. “Kau dicari bibi Aleen.”

Sayang sekali. Pertemuan El dan teman barunya sangat singkat, padahal terasa menyenangkan bisa berbicara dengannya. El sedikit kecewa, terlihat jelas di wajahnya.

“Senang berkenalan.” bisik El.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status