Beranda / Romansa / SIMBIOSIS / 2. Pulang bersama

Share

2. Pulang bersama

Penulis: Fit
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Eva menatap ke layar ponsel yang ada di tangannya. Sedari tadi ia terus menandangi wajah pria yang baru saja ditemuinya beberapa jam lalu lewat ponselnya. Ia masih tak percaya pria itu bisa berfoto dengan wajah datar.

Eva beralih pada kamera, lalu ia mulai mengikuti pose Andra. Ia membuat wajahnya sedatar mungkin, lalu memotretnya. Ia pun tercengang dengan hasil potretannya tersebut. 

"Adik gue bahkan bisa bergaya lebih bagus dari itu," celetuk seorang wanita dari belakangnya.

Eva langsung mematikan ponselnya dan menoleh ke sumber suara. Ia tersenyum kikuk menyadari ada orang yang melihat fotonya tersebut.

"Itu ... gue," gumam Eva pelan.

Wanita berambut pendek sebahu itu terkekeh. "Santai saja, Va. Yuk lanjutkan pekerjaan kita."

Eva tersenyum lebar lalu mengangguk. "Maaf ya, Ina. Gara-gara gue izin terlalu lama, pekerjaan kita jadi banyak."

Wanita itu membentuk jarinya membentuk huruf O sambil tersenyum. Eva sangat bersyukur mempunya rekan kerja seperti Ina. Selain wanita itu sangat baik, ia juga sabar dan pengertian.

Sudah lebih dari 5 tahun Eva bekerja sebagai Desainer. Sejak awal bekerja, ia memang langsung dekat dengan Ina. Walaupun terpaut usia 2 tahun, tapi mereka nampak sangat akrab.

Eva meletakkan ponselnya di atas meja, ia mengambil kertas yang ada di mejanya. Lalu ia mulai memutar otaknya untuk mendapatkan desain baju yang berbeda dengan sebelumnya.

Tiba-tiba ia membayangkan seperti apa baju pengantinnya nanti. Tangannya mulai menari di atas kertas, membentuk sebuah gambar yang indah. Ia menginginkan baju pengantin sederhana dengan rompi yang menutupi bahunya.

"Eva, lo mau nikah?"

Eva langsung menutupi rancangan baju yang ada di atas kertas. Ia menggelengkan kepala dengan mata yang melebar. Namun wanita berambut panjang sepinggul itu malah menatapnya dengan penuh curiga.

"Ibu lo bilang, minggu depan mau ada lamaran. Jadi gue disuruh bantu-bantu," ujar wanita tersebut.

Eva meringis lalu menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Jangan berisik, Vira."

Wanita bernama Vira itu menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa? Ina juga sudah tahu kok."

Eva langsung menoleh ke arah Ina yang sedang fokus pada layar monitornya. Lalu Ina menoleh sambil tersenyum.

"Gimana calon suami lo, Va? Ganteng ga?" tanya Vira.

Eva menghela napasnya, lalu ia mengambil ponsel dari atas meja. Kedua rekan kerja sekaligus sahabatnya langsung menghambur. Perlahan ia membuka galeri yang ada di ponselnya. Meski ragu, tapi ia tetap membuka foto yang dikirim oleh ayahnya.

Kedua sahabatnya itu langsung melotot saat melihat foto tersebut. Lalu mereka tersenyum walau sangat terpaksa. Sedangkan Eva hanya bisa mendengus pelan melihat respon dari kedua sahabatnya tersebut.

"Mirip sama foto lo yang tadi," ujar Ina.

Vira langsung menarik ponsel itu dari tangan Eva. "Foto yang mana?"

Tangan Vira dengan lincah bergerak di atas layar ponsel tersebut. Matanya terus mencari foto yang sedang dibicarakan. Lalu nampaklah sebuah foto yang terlihat aneh. Ia langsung membuka foto itu. Seketika tawanya pecah melihat ekspresi datar milik Eva yang terlihat mirip dengan Andra.

"Kayaknya kalian jodoh deh," celetuk Vira.

~~~

Eva memicingkan kedua matanya saat baru saja keluar dari kantornya. Ia melihat seorang pria yang sepertinya tak asing. Lalu pria itu menoleh ke arahnya dengan wajah datar.

Eva menghela napasnya, lalu menghampiri pria tersebut. "Kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Jemput kamu," jawabnya singkat.

"Saya bisa pulang naik taxi," ujar Eva sambil tersenyum.

Andra mengambil ponsel dari sakunya. Lalu menunjukkan sebuah pesan yang dikirim oleh ayahnya.

"Kamu hanya perlu menurut, saya tidak akan memaksa kamu untuk melakukan hal aneh. Cukup pulang bersama saya," ujar Andra masih dengan wajah datarnya.

Eva mendecih pelan, ia tak menyangka pria itu bisa mengucapkan banyak kata. Tentu saja bisa, pria itu juga manusia normal. Hanya satu yang kurang, senyuman.

"Kita pulang naik apa?" tanya Eva.

Andra mengangkat sebelah tangannya untuk melihat jam. "Mobil. Ayo, sudah hampir jam 7 malam."

Eva mengernyitkan dahinya. "Dimana kamu memarkir mobilnya? Saya tidak—"

"Saya tidak punya mobil," potong Andra.

"Lalu apa maksudmu kita akan pulang naik mobil?" tanya Eva.

Andra menoleh ke belakang, menatap jalan yang cukup padat. Tentu saja, mengingat ini hari jum'at. Jalan dipenuhi dengan kendaraan roda empat. Lalu pria itu menarik lengan Eva saat melihat taxi berwarna biru muda mulai mendekat.

Eva mendengus sebal. Bukankah sama saja pulang sendiri dengan pulang bersama Andra? Ia tetap saja harus naik taxi. Ia mengira pria itu mengajaknya pulang bersama dengan naik mobil pribadi. Ia akhirnya memilih untuk pasrah saat dibawa masuk ke dalam taxi tersebut.

"Alamat?" tanya Andra.

"Jalan Kemuning 3, berhenti di depan gang aja," ujar Eva.

Andra mendesis pelan lalu berkata, "Jangan, sampai depan rumah ya pak. Jalan Kemuning 3 Blok FF nomor 12."

Sopir taxi itu mengangguk lalu melajukan mobil tersebut. Sementara Eva memilih diam, ia menatap jalan lewat kaca mobil. Ia masih tak percaya akan menikah dengan pria menyebalkan seperti ini. Padahal impiannya ingin menikah dengan pria seperti Bill Gates atau Mark Zuckerberg yang uangnya mengalir seperti air. Tapi ia malah harus menikah dengan guru yang gajinya berbeda jauh dengannya.

"Belum terlambat kalau kamu ingin menolak pernikahan ini, Eva."

Eva langsung menoleh ke arah Andra yang menatapnya dengan wajah datar. Andai saja pria itu bisa sedikit lebih hangat. Paling tidak pria itu bisa menunjukkan senyumnya. Jika itu terjadi, ia tidak terlalu menyesal dengan keputusannya.

Eva menundukkan kepalanya, lalu tersenyum tipis. "Saya tidak akan membatalkannya."

Andra mengangkat sebelah alisnya. "Tapi ekspresi kamu seperti ingin membatalkannya."

Eva mengangkat kepalanya, lalu terdiam sejenak. Ia membiarkan matanya terus menatap kedua mata Andra yang membekukannya.

"Apa kamu bisa sedikit tersenyum?"

Andra mengerjapkan matanya. Perlahan ia menarik sebelah sudut bibirnya. Tapi hal itu membuat Eva terkekeh. Ia melepas sabuk pengamannya, lalu mendekati pria tersebut. Ia mengarahkan telunjuknya ke sebelah sudut bibir pria itu agar melengkung sempurna.

Andra membeku di tempatnya. Kini wajah dinginnya sedikit berubah. Tapi perubahan itu cukup membuat Eva merasa terpesona. Ia langsung kembali ke tempatnya. Wajahnya terasa panas tanpa sebab.

"B-begitu lebih baik. Lain kali kalau mau tersenyum, pastikan—"

Andra langsung menarik tubuh Eva untuk kembali ke dekatnya. Ia menatap kedua mata wanita itu lekat-lekat. Ia mendekatkan wajahnya secara perlahan. Merasa tak ada perlawanan, ia pun mendaratkan bibirnya tepat di atas bibir wanita yang baru dikenalnya tadi siang.

Andra membiarkan kedua matanya tetap terbuka, ia bisa melihat Eva yang menutup matanya. Untuk pertama kali dalam sejarah, ia berani mencium wanita.

Andra secara perlahan mulai melumat bibir Eva, rasanya begitu nikmat. Ia kembali melumatnya, tapi ia merasa ingin lebih. Ia pun menarik tengkuk wanita itu.

"Ehem!"

Eva langsung mendorong tubuh Andra menjauh darinya. Setelah itu ia mengalihkan wajahnya ke kaca mobil. Ia belum siap untuk melihat wajah pria itu.

"Sudah sampai, Pak?" tanya Andra.

Sopir itu tersenyum lalu mengangguk. "Sudah, Mas. Sekitar 5 menit yang lalu. Saya mau bilang dari tadi, tapi—"

"Ini uangnya Pak," potong Andra sambil menyodorkan dua lembar uang kertas.

Andra langsung keluar meninggalkan Eva yang masih ada di dalam taxi tersebut. Ia memejamkan matanya, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Ia merasakan wajahnya mulai memanas.

'Sabar, Ndra. Jangan khilaf!'

Bersambung ...

Bab terkait

  • SIMBIOSIS   3. Kue dari Andra

    Eva menatap datar pria yang duduk di hadapannya. Hari masih terlalu pagi, tapi nampaknya pria itu memang berniat untuk merusaknya. Ia melirik ke arah ibunya yang nampak sangat senang dengan kunjungan Andra. Sedangkan ayahnya hanya diam dengan mata yang terpaku pada koran.Eva hendak mengambil piring dari meja, tapi tangan Andra lebih cepat meraihnya. Ia menatap pria itu dengan tatapan tak suka. Ia langsung merampas piring dari tangan pria tersebut. setelah itu ia memilih untuk diam dan fokus pada sarapannya. Hari minggu sudah di depan mata, ia harus menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Untuk sementara ia akan membiarkan pria itu mengikuti naskah yang dibuat oleh ayahnya.“Makan yang banyak,” ujar ibu Eva pada Andra yang sedang mengambil makanan.Andra tersenyum dan mengangguk. Tangannya mulai bergerak mengambil makanan yang sesuai dengan seleranya. Lalu ia melihat sebuah telur mata sapi di atas piring bermotif bunga. Ia pun langsung mengambilnya. T

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • SIMBIOSIS   4. Mengunjungi calon mertua

    "Ayah, dia ga baik untuk aku."Ayah dan ibunya yang sedang sarapan pun terdiam. Mereka menunggu putrinya melanjutkan apa yang ingin di utarakannya. Eva mendesah pelan, ia terpaksa mengatakan hal ini. Ia ingin kedua orang tuanya tahu seperti apa pria yang ingin dijodohkan dengannya."Dia," Eva mengusap wajahnya dengan gemas. "dia ga waras, Ayah.""Kenapa kamu bisa bilang seperti itu?" tanya Ibunya.Eva terdiam, ia masih tak yakin harus jujur atau tidak. Ayahnya pasti akan marah jika mendengarnya. Ia memutar otaknya untuk mencari alasan yang tepat."Dia punya pacar," ujar Eva lirih.Ayahnya mengernyit bingung. "Tapi Bambang bilang dia tidak pernah punya pacar."Eva mengerjapkan matanya beberapa kali. "Bambang?"Ayahnya mengangguk lalu berkata, "Ayahnya Andra."Eva membulatkan mulutnya. "Mungkin Andra tipe orang yang tertutup.""Kalau begitu, Ayah akan tanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • SIMBIOSIS   5. Kekasih Andra

    Eva menatap sinis Andra yang sedang makan dengan tenang. Padahal pria itu bilang tak akan berlama-lama di rumah ini, tapi mengapa malah sampai makan bersama. Ia merasa tak nyaman berada di sana, apalagi saat calon ayah mertua terus menatapnya dengan dingin. Ayah dan anak itu memiliki tatapan yang sangat mirip."Jadi kamu anaknya Hendri?" tanya Bambang dengan nada ketus.Eva mengangguk kaku lalu menjawab, "I-iya, saya anak Hen- maksud saya pak Hendri."Bambang mengernyitkan dahinya. "Sangat berbeda dengan yang di foto. Saya jadi kecewa."Eva memaksakan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum walau tipis. Andra yang duduk di hadapannya melirik sekilas, lalu kembali sibuk pada makanannya."Lebih cantik aslinya kok," ujar Ibu Andra.Eva menoleh pada ibu Andra, lalu tersenyum lebar. "Terima kasih, Bu."Ibu Andra tersenyum lalu mengelus puncak kepala Eva dengan lembut. "Ayo dimakan dulu makanannya."

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • SIMBIOSIS   6. Mengantar Andra

    Eva mendelikkan matanya ke arah Andra yang sedang meminum kopinya. Sejak mereka pulang dari taman bermain, pria itu sama sekali tak menjelaskan tentang panggilan dari kontak bernama 'Kekasihku' tersebut."Saya akan beritahukan hal itu kepada ayah dan ibu," ujar Eva.Andra menganggukkan kepalanya. "Baiklah."Eva semakin jengkel mendengar jawaban dari pria tersebut. Ia meletakkan gelas di atas meja makan dengan kekuatan penuh. Suara gelas itu bahkan sampai terdengar ke ruang tengah.Ibu Eva datang dengan membawa sepiring buah. Mereka tiba di rumahnya sejak sore hari. Tetapi ia sama sekali tak mengizinkan Andra pulang sebelum menjelaskan siapa wanita yang menghubunginya."Kalian kenapa, sih? Kok bertengkar?" tanya Ibu Eva.Eva menatap sinis Andra yang terlihat tak peduli. "Dia punya pacar, Bu."Ibu Eva menarik kursi yang ada di samping Andra, lalu menempatinya. "Benar begitu, Andra?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • SIMBIOSIS   7. Bimbang

    Eva menghela napasnya kasar. Ia mangacak rambutnya hingga berantakan. Otaknya secara otomatis terus mengulang kejadian semalam. Ia bahkan tak menyangka akan jadi seperti itu. Padahal sebenarnya ia ingin menyingkirkan sesuatu dari bibir pria itu. Tapi sepertinya sudah terjadi kesalahpahaman.Eva beranjak ke meja yang di tempati oleh Vira. Nampak wanita itu sedang memoles wajahnya. Ia menepuk bahu wanita itu pelan, hingga membuatnya menoleh."Kenapa, Va?" tanya Vira.Eva menarik kursi milik Ina yang masih kosong karena pemiliknya belum datang, lalu duduk di samping Vira. Ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak terasa gatal."Gue mau nanya," gumam Eva pelan.Vira menaikkan kedua alisnya bersamaan. "Hm, nanya apa tuh?""Wajar ga sih kalau ciuman sama orang yang kita ga suka?" tanya Eva.Vira terdiam, ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia masih memproses ucapan Eva yang begitu mengejutkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • SIMBIOSIS   8. Gaun

    Eva memarkir mobilnya di depan sebuah gedung yang cukup besar. Ia memang sudah mempersiapkan tempat untuk mencari gaun pengantinnya jauh sebelum dijodohkan dengan Andra. Ia selalu memimpikan gaun yang ada di dalam gedung tersebut. Ia keluar dari mobil yang dipinjamkan oleh Ina. Sedangkan cowok itu nampaknya masih bingung dengan yang terjadi saat ini."Ayo turun," ujar Eva.Andra menganggukkan kepalanya. Ia keluar dari mobil itu dan mengikuti langkah Eva memasuki gedung berlantai 5 tersebut. Harum semerbak langsung menyeruak masuk ke dalam hidung saat pintu utama terbuka. Ia bisa melihat wajah wanita di sampingnya begitu bersinar melihat kumpulan gaun yang membentang dari sudut ke sudut lainnya.Ia hanya bisa menurut saat Eva menarik lengannya masuk ke sebuah pintu kaca. Di dalam ruangan itu terlihat gaun yang sangat mewah, tentu harganya tidaklah murah. Walau dari kejauhan, ia bisa melihat 8 digit angka tertempel di tiap gaun. Tentu itu membuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • SIMBIOSIS   9. Pernikahan

    Eva memandangi dirinya di cermin. Ia merasa jantungnya berdegup sangat cepat sampai tak beraturan. Ia bisa mendengar suara pembawa acara yang sudah heboh. Suasana di luar rumah juga sudah sangat heboh. Ia sengaja mengadakan pernikahan di rumah Andra agar tak terlalu banyak membuang uang.Tak lama, pintu ruangan tempatnya dirias itu terbuka. Ibunya tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Eva langsung menghambur dan memeluk ibunya tersebut. Ia yang semula biasa saja seperti terbawa suasana. Entah mengapa air mata lolos begitu saja mengalir di pipinya."Loh ... anak ibu ga boleh nangis," ujar ibunya sambil menghapus jejak air mata yang mengalir di pipi Eva.Eva menarik kedua sudut bibirnya walau air maya terus mengalir. Ia menganggukkan kepalanya dengan lemah, lalu kembali memeluk ibunya tersebut."Sebentar lagi kamu keluar ya. Andra sudah di luar," kata ibunya.Eva menganggukkan kepalanya, lalu ibunya pun pamit untuk kembali

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • SIMBIOSIS   10. Jatuh di kamar mandi (20+)

    Eva meringis kesakitan saat telapak kakinya terkena air. Akibat pelarian tanpa alas kaki, ia mendapat luka yang cukup parah di kakinya. Terpaksa ia berjalan tertatih menuju ruang kerjanya. Tidak ada siapa pun di sana, hanya Eva seorang diri. Ia langsung merebahkan tubuhnya di sofa yang baru datang beberapa minggu lalu. Ia kembali teringat dengan ucapan Andra yang berhasil menghancurkan hatinya. Tepat di hari pernikahan, pria itu berani mengatakan bahwa dia menyukai wanita lain."Brengsek!"Eva meraba seluruh tubuhnya. Ia mendesis pelan saat menyadari ponselnya tertinggal di rumah Andra. Ia terlalu terburu-buru sampai melupakan barang kesayangannya tersebut. Ia memilih untuk memejamkan kedua matanya. Ia berharap semua ini cuma mimpi. Eva sama sekali tak menyangka pernikahan pertamanya ini berakhir seperti itu."Eva."Eva langsung membuka matanya dan menoleh ke arah pintu. Matanya terbelalak kaget saat melihat Andra yang sudah berdir

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • SIMBIOSIS   94. Lamaran

    Eva memandang hasil lukisan pertamanya di atas kanvas yang ukurannya terbilang cukup besar tersebut. Ia sudah tiba di galeri sebelum matahari terbit, ia sengaja memilih tempat yang strategis agar Andra bisa melihatnya saat masuk. Walaupun membayar mahal untuk mendapat tempat itu, ia merelakan uangnya. Eva mengambil ponsel di sakunya, ia menghidupkan layar ponsel untuk melihat jam. Ternyata satu jam lagi pameran akan segera di buka. Eva segera menghubungi Robi yang belum juga datang. Selain itu, ia juga menghubungi Ina, Vira, dan Erfan yang ikut andil dalam menjalankan rencananya hari ini. Mereka sempat ragu, tapi saat melihat wajah Eva yang begitu semangat, akhirnya mereka mengalah."Gue udah di depan nih, Va!" kata Ina melalui pesan suara.Eva mendekatkan ponsel ke bibirnya. "Gue keluar ya. Jangan ke mana-mana."Setelah itu Eva langsung berlari keluar dari galeri. Benar saja, sosok Ina sudah ada di luar tengah menyandar di mobilnya. Ia melambaikan sebelah tanga

  • SIMBIOSIS   93. Seribu kupu-kupu

    Setelah perbincangannya dengan Eva, kini Robi merasa pikirannya sudah lebih ringan dari sebelumnya. Ia bisa tertawa lepas, bukan lagi tertawa yang seolah ditahan. Robi mengulurkan sebelah tangannya pada Eva."Mari kita berteman sekarang, Kak," kata Robi.Eva mengernyitkan dahinya, walau begitu ia tetap membalas uluran tangan tersebut. "Kak?"Robi mengangguk cepat. "Aku jauh lebih muda dari kamu loh.""Serius?" tanya Eva dengan terkejut.Robi mengangguk lagi, kali ini dengan senyum lebarnya. Eva tidak bisa lagi menahan senyumnya. Untuk pertama kalinya ada yang memanggilnya dengan sebutan seperti ini. Robi melirik jam yang melingkar di tangannya. Ternyata sudah lebih dari tiga jam ia berada di sana. Tiba-tiba ia terpikirkan sesuatu."Kak, apa kamu sudah benar-benar melupakan Kak Andra?" tanya Robi."Saya—""Aku, Kak. Jangan pakai saya," kata Robi lagi. "Jangan terlalu formal."Eva tertawa, sebenarnya ia tidak pernah

  • SIMBIOSIS   92. Pengakuan

    "Gila aja lo, Ndra!"Andra hanya tertawa, ia menatap lurus ke arah Fadil. Ia sama sekali tidak memberitahukan Fadil kalau ia menghapus ceritanya karena ingin menghilang dari Eva. Ia merasa benar-benar sangat kecil saat mengetahui seberapa tidak berguna dirinya. Bahkan papanya sampai mengadopsi anak agar ada yang bisa meneruskan usahanya. Andra merebahkan tubuhnya di kasur, tidak peduli dengan Fadil yang melotot ke arahnya."Itu kan satu-satunya karya lo yang lagi booming," kata Fadil sambil mengacak rambutnya. Ia terlihat sangat frustasi.Andra hanya menjawabnya dengan dehaman pelan. Seandainya ia tidak datang kemarin, apa hidupnya akan tetap tenang seperti sebelumnya? Ia akan tetap seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Andra menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia berharap kalau semua yang ia rasakan selama ini hanya mimpi. Sangat berat rasanya setiap mengingat apa yang terjadi saat ini. Bagaimana bisa orang yang merupakan adik tirinya itu berusaha untu

  • SIMBIOSIS   91. Rindu

    Andra memandangi layar ponselnya dengan mata berkaca-kaca. Setibanya di rumah, tubuhnya terperosok jatuh ke lantai, kedua lututnya seakan tak mampu untuk menopang tubuhnya. Andra memejamkan kedua matanya, kepalanya menyandar di tembok. Lagi-lagi kilasan tentang pertemuannya dengan papanya itu memasuki ingatannya. Ia meletakkan ponselnya di lantai, kedua tangannya menjambak rambutnya sendiri. Seolah ia ingin menyingkirkan isi kepalanya yang berkaitan dengan papanya dan Robi.Flashback on."Kamu dengar papa kan, Ndra?" tanya Bambang.Andra tidak mampu mengeluarkan jawaban apa pun selain tertawa. Ia sendiri tidak tahu apa yang ditertawakannya saat ini. Apakah ia tertawa karena Robi yang selama ini berusaha merebut Eva adalah adik tirinya? Atau karena ia baru tahu kalau papanya itu menganggapnya sebagai anak yang tidak bisa diandalkan?Andra menoleh ke arah Robi, pria itu masih menundukkan kepalanya. Ia tidak bisa menyalahkan Robi, karena setiap anak yang tin

  • SIMBIOSIS   90. Adik

    Andra tiba di depan kantor papanya setelah menempuh perjalanan lebih dari 40 menit. Perjalanannya ke kantor papanya itu memang tidak terlalu jauh, tapi kalau naik angkutan umum, tentu saja akan memakan waktu lama, terutama karena akses jalannya yang terbilang ramai. Ia mempercepat langkahnya, mencoba untuk mempersingkat waktu sebelum sesuatu yang besar itu dimulai. Bertepatan saat dirinya tiba di pintu utama, lift langsung tertutup. Andra mendecak pelan, mau tidak mau ia harus lewat tangga darurat agar tidak terlalu lama menunggu lift.Andra berlari, seolah ia sudah menghafal tinggi setiap anak tangga. Satu per satu lantai berhasil ia lewati. Kini ia sudah berada di lantai lima, tersisa lima lantai lagi untuk tiba di ruangan papanya. Cukup melelahkan hingga membuatnya harus berhenti sejenak untuk memulihkan staminanya.Tiga menit rasanya sudah cukup untuk membuat tenaganya pulih kembali. Ia segera melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga yang entah berapa ratus jumla

  • SIMBIOSIS   89. Sebuah kenyataan

    Robi semakin curiga saat melihat bab yang baru dikirim oleh penulis cerita berjudul Kupu-Kupu tersebut. Ia tersenyum miring, saat membaca kedatangan seorang tokoh baru bernama Roni. Mungkinkah itu dirinya? Jika dilihat dari profesinya yang merupakan pemilik restoran terkenal, itu pasti dirinya. Robi membaca bagian terbaru dari cerita itu dengan cermat tanpa melewatkan satu kata pun. Ia sempat kesal saat digambarkan sebagai karakter yang seolah merebut istri orang lain. Tapi mau bagaimana lagi, kekuasaan digenggam penuh oleh penulisnya. Ia bisa saja berkomentar, tapi itu tidak akan menghentikan penulis membuatnya menjadi karakter yang jahat."Andra atau Eva ya?" tanyanya pada diri sendiri.Robi melanjutkan kegiatannya. Untung saja saat ini tidak ada keluhan di restoran pusat atau pun cabang. Jadi ia bisa beristirahat di ruangannya dengan nyaman. Ia mengernyitkan dahinya saat tiba-tiba membaca bagian yang terasa tidak asing.Tokoh wanita itu mengalami hilang ingat

  • SIMBIOSIS   88. Curiga

    Eva hampir saja memuntahkan makanan yang baru masuk ke mulutnya. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi saat melihat balasan yang dikirim oleh penulis favoritnya tersebut. Walaupun ia tidak tahu penulis itu laki-laki atau perempuan, namun kalau dilihat dari ketikannya, Eva yakin seribu persen kalau penulis itu pasti laki-laki. Ia bisa merasakan sisi buaya darat lewat ketikan tersebut. Vira dan Ina yang sedari sibuk makan, langsung mengalihkan tatapannya ke Eva. Mereka nampak curiga karena sahabatnya itu. Mereka saling pandang, lalu tersenyum dengan mencurigakan.Eva yang merasa dilihat seperti itu, langsung menyembunyikan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia harus bersikap senatural mungkin agar tidak dicurigai oleh kedua sahabatnya tersebut. Ia kembali memakan makanan yang ada di hadapannya. Walau dengan pikiran yang tidak tenang, ia berusaha keras menyembunyikannya."Gimana, Va? Sudah dibalas?" tanya Ina, pandangannya masih fokus pada makanannya."Hah? Balasan ap

  • SIMBIOSIS   87. Bertukar pesan

    "Va, lo kesurupan ya?"Eva menggelengkan kepalanya. Kedua matanya menatap layar ponsel dengan sangat serius. Tangannya bergerak menggeser layar ponselnya secara perlahan. Ia benar-benar panik saat melihat sebuah pesan dari aplikasi bacanya tersebut. Ia takut kalau komentarnya menyakiti penulis cerita yang belakangan ini menjadi favoritnya. Ina yang baru datang, langsung terkejut saat melihat wajah Eva yang sudah ditekuk. Ia segera menghampiri temannya tersebut, lalu mengusap wajah temannya dengan telapak tangan."Sadar, Va!" kata Ina.Eva langsung menepis tangan Ina dari wajahnya. Ina terkekeh, lalu pergi menuju tempat duduknya. Eva terlihat kesal, namun sedetik kemudian ia kembali fokus pada ponselnya. Eva menggigit bibir bawahnya, haruskah ia membalas pesan tersebut? Vira yang kebingungan melihat tingkah Eva, langsung menyambar ponselnya. Seketika ia tidak bisa bergerak, tubuhnya langsung mematung. Ia benar-benar terkejut saat melihat penulis cerita yang sedan

  • SIMBIOSIS   86. Debat

    Pekerjaan Eva hari ini selesai lebih cepat dari biasanya. Ia merebahkan kepalanya di meja kerja. Wajahnya mengarah ke meja Vira. Sahabatnya itu terlihat tengah sibuk menatap layar ponselnya. Raut wajahnya seringkali berubah-ubah. Eva bisa melihat wajah sedih, senang, dan bahkan ia terlihat kesal. Eva yang mengira Vira tengah menonton film itu langsung menghampirinya. Kebiasaan Vira memang melalaikan pekerjaannya. Seakan ia tidak peduli kalau suatu saat ia bisa saja ditendang dari tempat tersebut.Eva menarik ponsel dari tangan Vira. Ia langsung melihat apa yang ada di layar ponsel tersebut. Dahinya berkerut, ia hanya melihat deretan tulisan yang sama sekali tidak menarik. Ia menyerahkan kembali ponsel itu pada Vira. Ia menghela napasnya, langkah kakinya kembali ke meja kerjanya. Vira yang melihat wajah lesuh Eva langsung menarik kursinya menuju ke meja kerja Eva. Ia menyodorkan ponselnya ke depan wajah Eva."Coba baca deh!" kata Vira.Eva menatap malas kumpulan

DMCA.com Protection Status