Share

Makan Malam Bersama

Penulis: Sity Mariah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku mematut diri di depan cermin. Pukul tujuh malam ini aku sudah siap pergi ke rumah Ibu. Davina sudah tidur bersama Bu Titi. Saat bertemu di area bermain tadi. Alwina mendadak sakit perut dan memutuskan pulang lebih dulu. Sedangkan aku menunggui Davina yang masih betah bermain dan baru pulang jam lima sore tadi.

Selesai bercermin aku segera keluar dari kamar. Bergegas ke lantai bawah dan keluar dari rumah menuju rumah Ibu.

Pintu rumah Ibu terbuka lebar. Mobil Pajero putih milik Ibu tak ada di carport. Nampaknya Nakula memakai mobil Ibu untuk menjemput wanitanya.

Segera aku bergegas ke dalam rumah Ibu. Berjalan menuju ruang makan dan menemui Ibu yang sudah ada di meja makan sana

"Dewa, duduk duduk, Wa! Naku sebentar lagi kembali. Dia masih di jalan, jemput calon istrinya," terang Ibu.

Aku duduk di sebelah kiri Ibu. Di meja makan, sudah tersaji rupa-rupa hidangan menggugah selera. Bi Yuyun—ART di rumah Ibu terlihat masih menghidangkan makanan yang lain. Padahal makanan sudah cukup ban
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Kacau

    Mendengar hardikan Ibu. Nakula nampak susah payah menelan makanan dalam mulutnya. Sang kekasih dengan sigap menyodorkan segelas air untuk Nakula yang kesulitan menelan. Aku pun segera menghabiskan makanan ku yang tinggal."Ekheemm." Nakula berdehem. Dia sudah menyelesaikan makannya. Tangannya lantas terulur meraih tangan Ibu. Lalu menggenggamnya. "Bu, calon istri yang mau aku kenalkan sama Ibu itu ... Karina!" jelas Nakula kemudian."APAAA?! Kamu jangan bercanda Nakula! Ini ngga lucu! Kamu mau ngerjain Ibu kamu sendiri hah?" teriak Ibu di tempat duduknya. Seraya menarik tangannya yang digenggam Nakula. Matanya melotot seakan hendak keluar.Nakula menggeleng. "Aku ngga bercanda, Bu. Aku serius! Aku mencintai Karina. Dan dialah calon istriku, Bu!" tegas Nakula.Ibu nampak melongo. Pasti Ibu tidak percaya pada ucapan bungsunya itu. "Yang bener kamu, Naku! Jangan main-main! Kamu sadar sama apa yang kamu bilang?" hardik Ibu lagi.Nakula mengangguk pasti. Dia tanpa ragu meraih tangan Karina

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Mencari Nakula

    [Ibu masuk IGD]Kukirim pesan singkat pada Nakula. Karena panggilanku tidak juga dia terima. Sesampainya di rumah sakit, Ibu segera dibawa ke ruang IGD. Supaya cepat mendapat tindakan. Aku rasa asam uratnya naik hingga penyakit hipertensi yang Ibu derita juga ikut naik karena Nakula malam ini.Aku mondar-mandir gelisah di depan ruang IGD. Bi Yuyun pun duduk tak tenang di kursi tunggu sebelahku. Kakinya yang bertumpu di lantai nampak tak bisa diam. Menggambarkan bahwa dia cemas dengan kondisi Ibu.Kurang lebih dua puluh menit. Pintu IGD akhirnya terbuka. Muncul seorang dokter pria dari balik pintu."Gimana Ibu saya, Dok?" tanyaku cepat. Pada Dokter ber-name tag Hilman ini. Terlihat dari wajahnya. Kurasa, dokter ini seusia denganku. Dokter di hadapanku ini nampak membenahi bagian depan jas dinasnya. "Asam urat Bu Utari naik. Begitu juga hipertensinya. Persendian di bagian kakinya yang paling terkena dampak. Malam ini, biar dirawat dulu. Besok sudah boleh pulang. Untuk sehari-hari nanti

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Nakula benar-benar berubah?

    "Eh, Pak? Ada apa?" tanya karyawan outlet yang aku belum tahu namanya. Namun dia pasti sudah tahu, kalau aku kakak dari Nakula."Sudah mau tutup?" Aku balik bertanya.Karyawan lelaki di hadapanku ini mengangguk cepat. "Malam minggu kita tutup agak akhir memang, Pak!""Saya ada perlu, boleh saya masuk?" tanyaku lagi."Silahkan, Pak." Karyawan itu menggeser tubuhnya dan membiarkan ku masuk ke dalam bangunan outlet.Netraku seketika awas dengan keadaan di dalam outlet ini. Tidak kudapati motor yang tadi Nakula pakai. Apa dia memang tidak kemari juga?Aku terus mengawasi keadaan di dalam outlet. Barang yang dijual ternyata banyak juga. Dari kaos berkualitas standar hingga premium. Semuanya tersedia di sini.Kepandaian Nakula dalam bisnisnya memang tidak diragukan lagi. Hanya saja otaknya itu sedang tidak sinkron karena mencintai perempuan seperti Karina. Padahal, dengan kesuksesan di usia mudanya. Dia bisa memilih perempuan yang lebih berkelas.Aku berjalan di antara rak serta kaus-kaus y

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Nakula Sudah Gila

    *****Hari Minggu sore. Kulajukan Fortuner hitamku meninggalkan parkiran kafe cabang. Seharian tadi, aku bergantian mengontrol tiga kafe cabang milikku yang tersebar di kota ini.Tidak ada masalah yang menimpa. Ketiga kafe cabang milikku beroperasi seperti biasa. Bahkan kulihat, pengunjungnya semakin meningkat saja.Sepulang dari kafe cabang ini, aku akan langsung ke rumah Ibu. Pagi tadi, Ibu sudah dibolehkan pulang dari rumah sakit. Setelah memastikan Ibu beristirahat di kamarnya. Aku pun lantas pergi. Sudah kusewa perawat perempuan untuk mengurusi Ibu. Serta menitipkan juga Ibu pada Bi Yuyun.Pagi tadi, Nakula masih belum kembali ke rumah Ibu. Entah kemana dia. Pesan serta panggilan dariku pun tidak mendapatkan respon darinya.Sekitar empat puluh menit dari kafe cabang terakhir yang aku datangi. Aku pun sampai di sebrang bangunan rumah Ibu. Aku akan memastikan Ibu dirawat dengan baik oleh perawat yang kusewa.Menggeser pintu pagar, aku pun beranjak memasuki halaman. Kulangkahkan kak

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Berbisa

    Aku mengangkat wajah. Seolah tak mempedulikan ucapannya. "Abang tetap ngga izinin!" tegasku."Ngga ada yang perlu izin Abang! Ibu sendiri udah setuju!" balasnya mantap.Keningku melipat dibuatnya. Kuusap wajah dengan kasar.. Tak habis pikir dengan adikku ini. Rayuan apa yang sudah dia jejalkan pada Ibu, sampai Ibu menyetujui ini semua."Sekarang udah sore. Karina mau gue anter pulang. Besok pagi, dia balik lagi ke sini dan pulang setelah sore atau malam. Karina akan rawat Ibu sampai Ibu sembuh!" pungkasnya.Dia lantas mengajak Karina naik ke motornya. Setelah siap, mereka pun pergi dari hadapanku. Meninggalkanku dengan segala kebingungan yang mendera.Cepat aku berbalik untuk kembali ke dalam rumah Ibu. Gegas aku menemui Ibu di kamarnya. Sekarang, nampak Bi Yuyun yang menyuapi Ibu. Dan aku lebih suka seperti ini. Lebih suka Bi Yuyun yang mengurus Ibu, daripada Karina.Melihatku masuk ke kamar Ibu, Bi Yuyun segera beranjak pergi. Hingga akhirnya hanya aku berdua dengan Ibu di sini.Ibu

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    POV IBU

    ***"Hallo? Gimana?""Hallo Bu Bos. Seperti biasa, target pulang ke rumahnya. Sudah tiga jam di dalam rumah besar itu, tidak ada tanda-tanda target keluar dari dalam rumah. Satu minggu ke belakang kami mengintai, tidak ada tanda-tanda target kelayapan malam-malam. Target akan keluar dari rumah setiap jam tujuh pagi, kami ikuti, dan ternyata menuju rumah Ibu Bos!""Hmm. Oke. Tetap awasi!""Siapp!"Tuttt!Mematikan panggilan. Kuletakkan kembali ponsel di atas nakas. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam.Aku duduk sendirian di atas tempat tidur. Setelah Bi Yuyun membantuku berpindah dari kursi roda. Alat bantu yang dokter sarankan untuk tetap kupakai selama masa penyembuhan. Usiaku yang sudah tak lagi muda, membuat penyakitku sering kali kambuh dan akhirnya drop.Belum lagi, masalah yang menimpa sulungku, Sadewa. Serta masalah baru yang sedang diciptakan bungsuku, Nakula.Baru saja aku menghubungi orang suruhan yang ku tugaskan mengintai gerak gerik Karina. Gadis itu pulang setia

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    POV IBU

    "Assalamu'alaikum!"Gadis berperawakan kurus, dengan rambut pendek sebawah bahu. Tergopoh memasuki halaman rumahku.Dia meraih tanganku, menciumnya takzim. Dia kini berdiri di hadapanku yang sedang duduk di kursi roda, di teras rumah."Waalaikumsalam," jawabku padanya."Ibu sudah sarapan?" tanyanya kemudian."Sudah, Karin."Nampak Karina manggut-manggut. "Karin bawa Ibu ke taman komplek ya? Kita berjemur di sana, panas matahari pagi ini lagi bagus," ajaknya."Boleh!" jawabku singkat. Karina mengangguk. Dengan sigap dia berjalan ke arah belakang, lalu mendorong kursi rodaku.Membawaku keluar melewati pintu pagar dan kembali mendorong kursi rodaku untuk menuju taman komplek.Karina tiba di rumahku setiap jam delapan pagi. Kedatangannya selalu bersimpangan dengan kepergian Nakula dari rumah.Tiba di taman komplek. Cuaca memang sangat bagus. Sinar matahari memancar sempurna di area taman. Terlihat warga dari blok lain yang juga datang ke taman komplek ini.Karina menghentikan kursi rodaku

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Butuh Menenangkan Pikiran

    POV DEWA***"Buka mulut anak cantik," ucapku, seraya mendekatkan sendok plastik pada mulut Davina.Davina yang tengah duduk anteng memainkan boneka teddy bear kecil, menurut. Dia membuka mulutnya. Lantas segera aku menyuapinya bubur bayi buatan tangan Bu Titi.Entahlah. Menyuapi Davina menjadi kesenangan tersendiri bagiku. Apalagi, Davina selalu lahap, dengan makanan khusus bayi yang Bu Titi buatkan untuknya. Aku selalu semangat menyuapinya. Baik makan pagi, siang, makan selingan camilan buah atau biskuit.Bukan hanya menyuapi makannya. Mengganti diapersnya. Membuat susu formula, yang sejak 40 hari dia lahir, menggantikan ASI dari Mamanya. Memakaikannya pakaian. Tidur bersamanya dan terbangun tengah malam, karena dia selalu bangun untuk kembali menyusu.Semua itu seakan menjadi hal baru yang menyenangkan. Aku jadi tak betah lama-lama di kafe. Aku selalu ingin cepat pulang. Aku selalu merindukan senyum dan tawa putri kecilku. Bahkan dalam satu minggu, aku hanya satu kali pergi mengont

Bab terbaru

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Satu Setengah Tahun kemudian (END)

    Satu setengah tahun kemudian…...Aku berdiri di depan pagar rumahku. Menatap bangunan dua lantai yang ada di seberang rumah ini.Bangunan yang sudah satu tahun terakhir, menjadi kaffe baru milik Dewa.Setelah melalui perundingan dan pemikiran yang matang. Aku dan Dewa akhirnya mencapai kesepakatan.Aku resmi keluar dari Gwyna Group. Aku menjual saham serta kantor itu pada adik iparku. Juga rumah mewah peninggalan Mas Guntur pun, telah aku jual.Aku dan Dewa sepakat. Akan memulai hidup baru. Benar-benar baru. Tanpa sedikitpun jejak masa lalu.Begitu juga dengan Dewa. Empat bangunan kaffe miliknya, berhasil ia jual dengan harga tinggi.Dia lalu memilih bangunan rumah di seberang rumah kami, untuk dijadikan caffe miliknya.Dewa memulai bisnis kafe dari awal lagi. Bahkan dari nol. Kafe dengan nama baru, akan tetapi dia masih memperkerjakan Haris, orang kepercayaannya di kafe yang lama.Dia memilih membangun kafe di seberang rumah ini, agar dia tak perlu lagi meninggalkan keluarga kecil

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Kehangatan Di bawah Selimut

    *********Aku melakukan apa yang Dewa inginkan. Dia telah melucuti celana training yang dipakainya. Kedua tanganku, bergerak menyentuh lalu menggenggam pusaka miliknya. Bergerak mengurut dari ujung hingga pangkal. Setelahnya, lantas meremas bagian pangkalnya. Hingga pusaka itu mulai menggeliat untuk berdiri.Dewa menegakkan tubuhnya cepat, untuk melepas kaos oblong yang melekat. Hingga sekarang, tubuh atasnya telah polos. Dewa kembali membungkuk lalu menyambar kembali bibirku. Kedua tangannya, mencoba menarik baju yang masih menutupi tubuhku. Hingga sampai di bagian dada, kami melepas cumbuan kami sejenak, agar bajuku terlepas.Kami melanjutkan cumb*an yang terhenti. Dewa dengan tubuhnya yang sudah polos, dan tubuh atasku yang hanya terbalut bra.Entah kenapa, cumb*an sore ini, terasa begitu panas. Kulit tubuh bagian atas tubuh kami, saliing bersentuhan. Tak ada jarak.Dewa menurunkan cumb*annya ke leher, lalu kedua bahuku yang polos. Turun ke bagian dada. Dan membuatku cukup terlena.

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Langsung Praktek

    Pagi ini, aku tidak bangun terlambat lagi. Jam lima pagi, aku sudah berkutat di dapur. Menyiapkan sarapan untuk Naga dan juga aku. Sementara Dewa, dia hanya meminta untuk dibuatkan roti kupas isi selai seperti biasa. Tak ketinggalan, segelas cappucino hangat sebagai teman rotinya.Aku tengah membuat sup ayam. Juga nasi yang sudah kutanak menggunakan magic com. Aku memang membiasakan Naga untuk langsung makan nasi saat sarapan.Aku mematikan kompor. Saat sup ayam buatanku sudah mendidih dan matang. Aku menuangkan sedikit kuahnya pada sendok, lalu mencicipinya. Dan rasanya, selalu pas.Selesai membuat sup ayam. Lantas aku menanak air dalam panci kecil. Untuk menyeduh cappucino pesanan Dewa. Aku masih tidak mengerti, apa dia kenyang sarapan roti dan kopi seperti ini? Hanya dua lembar roti dan segelas kopi. Dan dia baru akan makan makanan berat, pada jam 11 siang nanti. Apa dia akan memiliki tenaga?Sedangkan sependek yang aku tahu, sarapan itu penting. Karena setelah semalaman kita tidur

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Apalah Arti Sebuah Panggilan

    ********Setelah aku berhasil menemukan Dewa di rooftop kafe miliknya semalam. Aku dan Dewa, akhirnya sama-sama pulang ke rumah baru kami.Dan pagi ini.Aku kembali mendatangi pusara Davina, tentu bersama Dewa.Laki-laki dengan tatapan mata bak elang itu. Saat ini masih berjongkok di sisi gundukan tanah yang masih dipenuhi kelopak bunga tabur.Dia juga menaruh buket bunga mawar putih, di dekat papan nisan yang tertancap. Tangan besarnya, meraba, mengusap dan menelisik tulisan yang tertera di papan nisan tersebut.Kemudian, ia menempelkan keningnya, pada papan nisan. "Bagaimana pun, kamu pernah menjadi satu-satunya pelipur dalam hidup ini. Meski kenyatannya, kita bukanlah siapa-siapa. Semoga kamu selalu berada dalam kedamaian, Sa—yang. Tenanglah, dan berbahagialah di sana!" ucapnya setengah berbisik. Namun, masih dapat kutangkap. Sebab, aku berada dekat di sampingnya.Dan terakhir. Ia mencium papan nisan itu cukup lama. Hingga menyudahinya, dan mengajakku kembali ke rumah baru kami.**

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Sangat Berarti

    Davina telah kembali pada pangkuan Sang Khaliq. Ia telah pergi menuju kedamaian yang abadi. Pusaranya dipenuhi kelopak bunga tabur. Di sisi papan nisan yang terukir namanya, Bu Titi menangis sesenggukan. Dengan tangan kirinya yang masih dipasangi arm sling.Bu Titi, aku serta Bi Ima. Masih terpekur di samping pusara, tempat peristirahatan terakhir anak kecil manis nan menggemaskan itu. Sama seperti Bu Titi, Bi Ima pun menangis pilu di sebelahku.Sekuat hati, aku menahan agar tak menangis. Tetapi, lelehan air mataku, bak tanggul yang bisa jebol kapan saja. Tangisku pun tak dapat dibendung."Bu, maapkan saya, Bu. Gara-gara saya, Davina jadi meninggal. Pak Dewa pasti marah sekali sama saya, Bu … Saya sudah membuat anaknya meninggal …." ujar Bu Titi di sela isakan tangisnya.Aku mengusap wajahku yang basah. Lalu mengusap-usap bahu Bu Titi. Perempuan seusia Bi Ima, yang tengah meratapi kepergian putri asuhnya ini."Nggak, Bu! Ini bukan karena Ibu. Kematian itu pasti datang. Semua ini, suda

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Jati Diri Davina

    Tiba di RS Harapan. Aku serta Dewa buru-buru mencari keberadaan Davina. Setelah sebelumnya, menanyakan informasi tentangnya.Sampai di depan kamar dimana Davina ditangani. Bi Ima pun sudah ada di sana. Ia bangkit dari duduknya dan berhambur memelukku. Bi Ima terisak begitu saja."Gimana Davina sekarang, Bi? Kalian mau pergi kemana? Kenapa nggak hubungi saya kalau kalian mau pergi? Aghh!" Dewa melayangkan kepalan tangannya di udara.Sedangkan Bi Ima, tak berucap apa pun. Dia masih terisak dalam pelukanku. Aku pun hanya bisa mengusap-usap lengannya, agar ia sedikit tenang dan mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.Klek!Pintu ruangan terbuka. Berbarengan dengan seorang dokter wanita yang keluar."Bagaimana? Sudah ada keluarga dari Ananda Davina? Korban harus segera mendapat transfusi darah," ujar sang dokter.Dewa maju dengan sigap ke hadapan dokter tersebut. "Saya ayahnya, Dok. Ambil darah saya. Selamatkan Davina, Dok!" ucap Dewa memohon.Dokter itu mengangguk cepat. "Baik. Mari

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Pendengar Setia

    Kutarik napas dalam sepenuh dadaku."Semalam. Saat kita melakukan hubungan suami istri. Dan kamu udah duluan sampai ke puncak. Aku saat itu, sama sekali belum merasakan apa-apa. Aku nggak merasa terpuaskan sama sekali …."Senyum di bibir itu seketika lenyap. Setelah aku berucap demikian.Keningnya melipat. Tatapan matanya meredup dan raut wajahnya penuh tanya menatapku."Maksudnya?" tanyanya pelan.Aku menelan saliva. Mengumpulkan segenap kekuatan. Otakku berputar, mencari kata-kata yang tepat agar maksudku tersampaikan tapi tidak mwmbuat Dewa tersinggung.Kembali aku menarik napas sepenuh dada."E—eu—m … I—i—iyyaa … jadi … aku belum mencapai klimaks saat milik kamu sudah selesai …." Hati-hati dan pelan aku mengutarakan apa yang aku rasakan semalam.Dewa nampak terdiam. Semoga aku tidak salah berucap dan Dewa mengerti apa yang kusampaikan."Apa kamu mau menuduhku lemah syahw*t juga, seperti yang Karina lakukan?" tanyanya dengan tatapan mendelik.Sontak netraku membeliak mendengarnya.

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Perlu Bicara

    *****Jam delapan malam.Aku sedang menyisir rambutku. Duduk di depan meja rias. Aku masih berdua di rumah baruku bersama Dewa ini.Malam ini. Lingerie hitam dengan belahan dada agak rendah, membalut tubuhku. Panjangnya hanya sampai lutut. Dua utas tali dibagian pundak, hanya sebagai penyangga. Membiarkan pundakku terekspos.Aku rasa, penampilanku saat ini sudah cukup menggoda. Harusnya bisa membangkitkan dan membuat gairah Dewa lebih dari kemarin.K l e k!Pintu kamar dibuka. Berbarengan dengan Dewa yang masuk ke dalam kamar ini. Pandangan mata kami bertemu, dalam pantulan cermin di hadapanku.Dewa menutup pintu kembali. Lantas dia berjalan mendekat. Dan kali ini, memang berjalan ke arahku. Dewa menghenyakkan bobotnya di ujung meja rias di hadapanku. Dia menatapku. Aku lantas menunduk, tak kuat untuk lama-lama menatap mata elangnya.Daguku disentuh ujung jarinya, lalu diangkat. Hingga tatapan kami bersirobok. Mau tak mau, aku pun harus kembali menatapnya."Kamu nggak dingin pakai baj

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Butuh Rasa Peka

    ****Apa yang barusan terjadi antara aku dan suamiku itu?Dia sudah merebahkan tubuhnya di sampingku dengan napasnya yang terengah. Sedangkan aku, masih belum mencapai puncak yang kuinginkan. Bahkan milikku saja masih berdenyut tak karuan di bawah sana.Oh. Ya, ampun. Ada apa ini?Aku masih telentang dengan pandangan lurus menatap langit-langit kamar baruku ini.Aku beranikan diri menoleh pada Dewa yang sudah berbaring tepat di sebelahku. Dia masih terjaga. Dadanya nampak naik turun. Lantas, dia pun menoleh padaku dan tersenyum, kemudian mendekatkan wajahnya.Cup.Dia mengecup keningku sekilas, dan kembali ke posisinya semula. Sambil menarik selimut dengan kakinya, untuk menutupi tubuhnya. Dia juga membenahi selimut itu, agar menutupi tubuhku. Kemudian, matanya mulai ia pejamkan.Dia tidur?Aku memalingkan wajahku kembali.Apa ini? Apa yang terjadi pada Dewa? Apa dia sudah mencapai klimaksnya saat penyatuan tadi?Kepalaku disergap berbagai pertanyaan. Sedangkan inti bawah tubuhku masih

DMCA.com Protection Status