Share

33. Pergi Diam-diam

Penulis: Tetiimulyati
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-11 13:24:58

Aku hanya mencicipi sarapanku sedikit lalu bergegas turun dan mengunci pintu. Sampai di bagian toko aku berjalan pelan sambil mengintip dan mendapati pria itu sedang membantu Ilham dan Danang yang kebetulan pagi ini toko ramai oleh anak-anak sekolah berseragam putih abu. Biasanya mereka akan pergi berbondong-bondong ke tempat fotocopy kalau ada tugas dari guru.

Melihat pria itu tengah sibuk aku berjalan mengendap lalu setelah berada di luar ruko aku berjalan setengah berlari menuju pinggir jalan raya kemudian berjalan beberapa meter ke arah kanan supaya tidak terlihat oleh Om Do saat aku berdiri menunggu angkutan.

Dengan sigap aku memesan ojek online di aplikasi. Sambil celingukan khawatir Om Do menyusulku. Tapi bersamaan dengan itu Om Do meneleponku. Aku hampir saja mengangkatnya ketika aku sadar bahwa pria itu akan mengetahui aku berada di pinggir jalan ketika aku menerima teleponnya karena akan terdengar suara kendaraan.

Akhirnya aku membiarkan panggilan itu berhenti sendiri hingga
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   34. Kangen Mama

    Tapi belum juga sampai ke kelas, ponselku berbunyi kembali. Kali ini bukan telepon, Om Do mengirimku pesan.[Di mana? Kok kamu enggak ada di atas?!]Mendapat pertanyaan seperti itu aku tersenyum lucu, membayangkan pria itu pasti mengecekku ke lantai atas.[Sudah sampai di kampus.][Sudah kuduga. Baiklah, akan kubuat perhitungan karena kamu sudah kabur!] Balasnya kemudian membuatku melebarkan mata. Tapi aku bergegas menyimpan ponselku dan melanjutkan langkah, mungkin dia hanya bercanda.***"Mama kangen berat La," seru Mama sambil merentangkan tangannya. Aku pun berhambur ke dalam pelukan Mama. Untuk beberapa saat kami saling memeluk. Sepulang kuliah aku menemui Mama di kantornya, karena aku tahu kalau jam-jam ini Mama berada di tempat ini.Aku membalas pelukan Mama dengan erat. Jujur saja aku pun merindukan sosok wanita ini, apa lagi sikapnya kali ini lebih hangat dari sebelumnya. Mungkin Mama baru sadar bahwa berada jauh dariku membuat ia kehilangan, sementara kemarin-kemarin dia t

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   35. Senyum Kemenangan

    Hmm, apa atas alasan ini Mama begitu patuh pada Om Dimas? Kalaupun iya, Mama belum tahu saja siapa sebenarnya suaminya itu. Aku baru ingat, pria yang menjadi suami Mama itu tidak terlihat di kantor Mama. Biasanya, Om Dimas kerap menemani Mama kerja. Hanya menemani tanpa membantu, karena pria itu sesungguhnya benalu dalam keluargaku. Pria yang tidak terlihat bekerja itu memang hanya ikut menikmati harta peninggalannya Papa.Di tengah-tengah obrolan kami, tiba-tiba ponsel Mama berdering. Sebelum menerima panggilan itu Mama melihatku dengan tatapan heran."Ya, halo." Mama menyapa tanpa mengucap salam. Tidak heran jika aku pun biasa seperti itu karena memang tidak pernah dibiasakan oleh Mama."Waalaikumsalam." Setelah menjeda sebentar Mama terdengar menjawab salam. Mungkin si penelepon yang berinisiatif mengucap salam."Ada. Memangnya kenapa?" Mama menjawab pertanyaan tapi kalimat berikut malah mengajukan pertanyaan sambil melihat ke arahku. Heran."Di kantor Mama."Detik berikutnya wanit

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   36. Tak Bisa Menghindar

    Setelah keluar dari ruangan Mama, aku berpikir keras. Bagaimana caranya supaya aku tidak jadi diantar oleh Om Dimas. Terlintas di pikiranku untuk berlari saja, tapi itu akan menjadi pusat perhatian para karyawan Mama. Lagipula, sepertinya hal itu sia-sia saja aku lakukan, sebab pria ini akan dengan mudah menangkapku.Sampai di depan lift aku ragu untuk memasukinya. Sebab Om Dimas berjalan di belakangku, sudah tentu dia akan bersamaan masuk ke dalam lift ini. Terpikir untuk melalui tangga saja, tapi sudah terbayang olehku capenya. Ruangan Mama berada di lantai tujuh. Lalu akan seperti apa lututku ketika aku sampai di lantai bawah. Tapi tidak apa-apa yang penting aku tidak masuk lift bersamaan dengan Papa tiriku."Mau kemana?" tanya om Dimas dingin.Tak menghiraukan pertanyaan pria yang selalu berpakaian seperti anak seusiaku itu, aku terus berjalan menuju tangga."Lala, apa kamu sudah kehilangan akal sehat, menuruni gedung ini dengan menggunakan tangga?!" Om Dimas sekarang sudah berada

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   37. Kejadian di Lift

    Tanganku terangkat dan berusaha untuk lepas dari kekangan pria yang menakutkan ini."Sekali saja, aku ingin menikmati sensasi yang berbeda dari dua wajah yang mirip." Lalu perlahan wajah itu mendekat kearahku dan tanpa pikir panjang lagi aku pun bereaksi.Cih!!"Ah!!" Om Dimas bergerak mundur ketika aku meludahi wajahnya. "Kamu terlihat semakin menggoda, Lala," ucapnya menyeringai sambil mengusap wajahnya lalu bergerak kembali mendekatiku.Namun aksi pria itu terhenti ketika angka lima belas menyala, itu artinya kami sudah sampai di lantai paling atas. Om Dimas pun bergerak dan menekan kembali angka satu. Kesempatan ini aku gunakan untuk mengambil ponsel di dalam tas lalu mengaktifkannya. Rasanya lama sekali menanti ponsel ini menyala."Apa kamu mau menghubungi suamimu yang gayanya aneh itu." Suara itu terdengar mendekat lalu detik kemudian ponselku berpindah tangan pada Om Dimas."Apa yang Om Dimas lakukan?! Om tidak bisa semena-mena seperti ini!""Di sini hanya ada kita berdua, jad

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   38. Fitnah

    "Lala sudah datang, nanti aku hubungi lagi," ucap Om Dimas sambil menutup teleponnya, satu tangannya meraih tanganku lalu dia menyusulku keluar. Setelah berada di luar aku belum benar-benar merasa aman karena masih harus satu mobil dengannya."Jangan coba-coba berlari dariku. Bersikaplah normal hingga orang-orang tidak curiga melihat kita," bisiknya tanpa melihatku. "Atau aku akan menghancurkan nama baik Mamamu." Seperti biasa dia mengancamku.Sebelum melangkah aku membuang nafas berat kemudian berusaha senormal mungkin berjalan menuju parkiran. Aku terus memutar otak bagaimana caranya bisa lepas dari Om Dimas. Tapi kalau pergi sekarang, aku akan kehilangan ponselku yang berada pada pria itu.Tiba di parkiran aku mengulurkan tanganku."Berikan ponselku," ucapku dingin."Untuk apa? Kamu mau menghubungi suami norak-mu itu supaya menjemputmu kesini, heh?""Aku ada janji dengan teman-temanku dan mungkin aku terlambat, maka aku akan memberi kabar pada mereka," kataku lagi tanpa melihat wa

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   39. Mobil Siapa

    Aku membelalakkan mata ketika mendengar Om Dimas memfitnahku, entah apa yang ada dalam pikiran Om Do sekarang, karena aku tidak melihat wajahnya saat ini."Dia bohong!!" Aku berteriak dari balik punggung Om Do.Mendengar aku menyangkalnya, pria itu tetap tersenyum mengejek."Dia merengek meminta diantar pulang rupanya ada maksud tersembunyi. Dasar anak tidak tahu diri." Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Om Dimas yang memutar balikkan fakta."Om Dimas .... " Kalimatku tertahan setelah tangan kanan Om Do terangkat yang mengisyaratkan bahwa aku tidak boleh berkata lagi. Aku diam karena saat ini hanya pria inilah yang menjadi harapanku untuk bisa menolong dari kejahatan Om Dimas."Lo masih belum berubah juga, Dimas." Ucap om Do yang membuat aku kaget, sepertinya mereka saling kenal."Jangan sok tahu, Lo! Apalagi sok kenal!" sahut Om Dimas sambil menunjuk Om Do."Oh, jadi Lo pura-pura tidak mengenal Gue. Lo takut Gue membeberkan semua kebusukan Lo pada Lala dan juga mertua Gue."

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   40. Bersikap Dingin

    Pria ini malah mencebik, lalu tanpa diduga ia mencondongkan tubuhnya ke arahku. Membuatku seketika membelalak. Rupanya barusan dia mengisyaratkan padaku untuk memasang sabuk pengaman. Kenapa aku sebodoh ini, lupa pada keharusan ketika sedang duduk di dalam mobil.Tubuhku mendadak menjadi kaku ketika jarak aku dengannya hanya beberapa sentimeter saja. Aku merapatkan punggung pada jok, bahkan kalau bisa aku ingin mengecil supaya tidak sampai bersentuhan dengannya. Duh, kenapa irama jantungku jadi tidak beraturan seperti ini. Dengan sigap Om Do memasangkan sabuk pengaman padaku dan begitu saja aroma maskulinnya menguar memenuhi rongga penciumanku. Aku sampai memejamkan mata karena wangi ini mampu memberikan sensasi menenangkan.Beberapa detik kemudian Om Do selesai dengan aktivitasnya membantuku, kemudian ia kembali pada posisinya lalu menyalakan mesin. Jujur saja aku masih syok dengan kejadian barusan. Disaat aku dalam ketakutan, Om Do tiba-tiba datang lalu berbicara dengan Om Dimas se

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   41. Dua Pilihan

    Menjelang maghrib Om Do baru pulang. Setelah mengucap salam, pria itu tidak lagi berbicara, sepertinya ia sibuk membersihkan diri. Hingga kami selesai salat berjamaah maghrib pun, pria dengan kaos dan celana pendek itu duduk di sebelahku. Dengan pakaian seperti ini aura Om Do jadi berbeda, ia kelihatan lebih segar dan lebih muda dari tampilannya tadi pagi.Ish.Kenapa aku jadi memperhatikan dia."Kenapa belum makan?" tanyanya sambil melirik makanan yang masih terbungkus rapi di atas meja."Aku nungguin Om." Aku menjawab sambil memberanikan diri menatapnya."Aku sudah makan. Sebenarnya tidak perlu menungguku, lain kali kalau kamu mau makan, makan saja.""Tapi ini makanannya dua porsi.""Itu untuk kamu semua, orang hamil itu harus makan banyak. Jadi aku sengaja menyuruh Danang untuk memesankan dua porsi."Om Do begitu memperhatikan aku meski kalau aku beneran hamil pun ini bukan darah dagingnya."Tapi bagiku makanan ini terlalu banyak.""Ya sudah, ayo kita makan. Aku mengkhawatirkan bay

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12

Bab terbaru

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   207. Bahagia Akhirnya

    Lala"Sah!!" ucap dua orang saksi secara bersamaan. Kami yang berada di ruangan tengah rumah orang tua Bu Zaskia pun serempak mengucap alhamdulillah. Setelah sempat gagal satu kali, Mas Danang akhirnya lancar mengucap ijab kabul. Detik ini juga Mas Dadang dan Bu Zaskia resmi menjadi suami istri. Kudengar Mas Faldo pun mengucap syukur dengan suara yang begitu lirih. Sesaat setelah itu aku pun menoleh ke arahnya. Ternyata suamiku itu pun sedang melakukan hal yang sama. "Terima kasih sudah membantu," ucapnya lirih. "Aku tidak melakukan apa pun, Mas.""Sekecil apa pun, sangat berarti. Sekarang aku sangat lega. Akhirnya Zaskia berada di tangan yang tepat."Aku bisa mengerti kenapa Mas Faldo merasa lega seperti itu. Dalam hatinya mungkin masih ada rasa bersalah telah membiarkan Bu Zaskia salah paham selama bertahun-tahun. Lima hari yang lalu, pagi-pagi sekali Bu Zaskia datang ke rumah kami. Beruntung saat itu kami belum berangkat ke rumah Mama karena malamnya Mas Faldo sudah merencanak

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   206. Kesaksian

    "Di mana kamu, Zaskia?! Cepat pulang! Jangan bikin malu Ayah!!"Suara Ayah bagai petir menyambar telingaku. Sampai-sampai aku menjauhkan benda pipih tersebut dari kepalaku. Tidak seperti biasanya, Ayah berkata dengan nada tinggi seperti itu. Apa telah terjadi sesuatu? Jangan-jangan Anjar mengadu pada Ayah melalui telepon, karena tidak mungkin kalau pria itu sudah sampai di rumah Ayah. "Iya, Yah. Sebentar lagi aku sampai di rumah .... ""Ayah tunggu kamu dan jelaskan semuanya!"Tak salah lagi, Anjar bergerak cepat mengadu pada Ayah. Bisa jadi ia memutar balik fakta atau mengarang cerita supaya aku salah di mata Ayah. Jika benar seperti itu, maka makin ketahuan sifat aslinya. Beruntung, aku belum menyetujui perjodohan ini. "Tunggu! Apa bapak-bapak bisa menolong saya sekali lagi?" Aku menghentikan langkah, dua orang yang ada di depanku pun spontan berhenti."Maksudnya gimana, Neng?" tanya salah satunya.Akhirnya aku menceritakan detail permasalahan ini pada dua orang di hadapanku secar

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   205. Cepat Pulang!

    "Beneran tidak ada jalan lain, Pak?" "Beneran, Neng." Untuk beberapa saat aku hanya mematung. Bingung harus bagaimana. Mana malam semakin larut. Aku juga tidak terbiasa pergi sendirian apalagi malam-malam seperti ini. Apa baiknya aku menelepon Mas Faldo atau Danang. Ah, malu rasanya jika meminta tolong padanya.Pada saat bersamaan, tiba-tiba telingaku menangkap suara derap langkah beberapa orang. Sepertinya ada yang berlari lebih dari satu orang. Selain gelap, di sini juga banyak tanaman seperti pohon pisang dan pohon lainnya. Jadi tidak begitu terlihat orangnya, hanya suaranya. Curiga kalau itu Anjar yang mencariku, maka tanpa pikir panjang lagi aku langsung berlari ke arah pintu pagar warga yang rumahnya terletak di belakang pos ronda ini."Tolong jika ada yang mencari saya, jangan kasih tahu. Mereka orang jahat." Kuucapkan itu sebelum tubuhku hilang di balik pagar. Aku pun segera berjongkok dan memasang telinga karena pagarnya hanya sebatas dada orang dewasa. Beruntung tadi pintu

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   204. Kabur

    Aku terus berlari melewati koridor hotel yang sepi. Suara sepatuku yang beradu dengan lantai terdengar jelas. Tak peduli orang-orang akan heran melihat dan mendengarnya, aku terus berlari hingga mencapai pintu lift. Dengan tangan gemetar, aku menekan angka satu. Kedua tanganku saling bertaut dengan keringat dingin mengucur di sana. Sekarang sudah jelas, Anjar berniat melecehkan aku, dari sini aku bisa mengambil kesimpulan kalau dia bukan pria baik-baik. Pantas saja begitu mudahnya saling bersentuhan dengan Nabila. Semua terjawab sudah dalam beberapa menit saja. Setelah pintu lift terbuka, tergesa-gesa aku menuju satu-satunya pintu keluar yang terdapat di lobby hotel ini. Namun, langkahku tertahan lantaran di sana terlihat Nabila tengah berdiri bersama teman prianya. Apa mungkin gadis itu sengaja menungguku. Di sini aku yakin kalau Nabila dan Anjar bekerja sama. Bisa jadi, ketika aku berada di lift tadi, Anjar menghubungi Nabila supaya mencegatku di tempat itu.Tanpa pikir panjang la

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   203. Janggal

    "Kita naik lift saja." Anjar berbelok ke arah lift. Padahal kami hanya berada di lantai dua, tadi saja sewaktu naik kami menggunakan tangga biasa. Kenapa sekarang turun harus menggunakan lift?"Pake tangga saja." Aku menolak secara halus sebab risih jika harus berduaan di dalam lift. "Perutku sudah kenyang, rasanya enggan untuk melangkah meskipun itu menuruni anak tangga." Anjar beralasan sambil mengusap perutnya. Sementara satu tangannya sibuk mengetik di layar ponsel."Kalau begitu, Mas saja yang naik lift. Saya turun pakai tangga saja." Setelah berkata seperti itu aku pun hendak melangkah."Tunggu! Bagaimana kata orang nanti kalau kita jalan masih pisah-pisah. Please," kata Anjar seraya menahan langkahku dengan cara meraih tangan kananku meskipun detik berikutnya aku menariknya hingga terlepas.Tidak mau berdebat yang akhirnya hanya akan menjadi pusat perhatian. Akhirnya aku mengalah. Dalam hati berdoa mudah-mudahan ada orang lain yang akan menggunakan lift bersama kami.Ternyata k

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   202. Aku Normal

    Selama kami makan, satu hal yang membuat aku tidak nyaman-selain cara Anjar dan Nabila berkomunikasi-yaitu cara Anjar menatapku. Ketika pria itu melihatku, tatapannya begitu dalam seolah ingin menerkamku. Bukan itu saja, dia juga kerap tersenyum miring sehingga aku merasa seperti seorang mangsa yang sedang diincar."Kamu tidak mau bertanya tentang Nabila?" tanyanya beberapa saat setelah gadis itu pergi."Tidak. Saya bukan tipe orang yang kepo pada kehidupan orang lain," jawabku jujur. Tak disangka, mendengar jawabanku Anjar mencebik."Kamu tidak cemburu melihat Nabila memeluk dan menciumku?""Cemburu itu harus berdasar. Dan hanya bisa dirasakan oleh orang yang sudah menaruh perasaan. Sementara kita belum ada komitmen apapun, jadi saya tidak berhak untuk cemburu." Ia pun melirik sekilas ke samping kirinya, seperti reaksi kecewa tapi Anjar mencoba untuk tetap tenang. Apa ada yang salah dengan jawabanku."Mas Anjar jangan salah paham. Sekali lagi saya tekankan, kalau saya belum menyetuj

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   201. Tanpa Batasan

    Obrolan kami berlanjut. Ternyata selain tampan, Anjar sangat pandai bergaul. Terbukti dari awal kami berjumpa, pria itu sama sekali tidak terlihat canggung. Ia bahkan bisa menghidupkan suasana, meskipun aku tidak begitu suka pada caranya berkomunikasi dengan tangannya yang tidak bisa dikondisikan. Begitu mudah menyentuh tanpa rasa bersalah. Padahal kami bertemu baru dalam hitungan jam. Aku pun jadi ragu padanya.Meskipun tidak suka, tapi aku masih berpikiran positif. Mungkin hal itu disebabkan oleh pergaulannya. Kami menikmati hidangan yang tersedia di atas meja. Anjar begitu lahap, lain denganku yang canggung karena ini pertama kalinya makan dengan pria asing. Perhatian Anjar beralih ke samping kirinya ketika tiba-tiba ponselnya bergetar. Setelah melihat layar ponselnya, ia pun lalu mengambilnya."Ya, hallo .... "" .... ""Ah ya, memangnya kamu di mana?"" .... ""Aku di resto, sedang makan bersama calon istriku." Anjar melirikku ketika dia menyebutku calon istri. Pria itu pun ters

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   200. Lancang

    Sore ini aku pulang cepat karena harus bertemu dengan pria yang menurut ayah adalah calon suami pilihannya. Meskipun ibu memintaku berdandan dengan sempurna, tapi aku menolak. Aku mau, jika seorang pria menyukaiku, itu karena dia melihat fisikku apa adanya. Tanpa polesan yang berlebihan.Pukul lima sore tepat, pria yang kuketahui bernama Ginanjar itu datang dengan membawa kendaraan mewahnya. Pantas jika ayah menyebut pria dengan postur tinggi tegap ini sudah mapan. Sebenarnya Ginanjar pria yang tampan, penampilannya pun stylish. Tapi kenapa di usianya yang sudah matang belum juga berumah tangga, sehingga ia perlu dicarikan jodoh. Mungkin benar kata ayah kalau Ginanjar terlalu banyak pilih-pilih. Kukira dia akan mengobrol di rumah, tapi ternyata Ginanjar mengajakku keluar. Aku sudah menolak karena selama ini tidak pernah keluar dengan pria asing apalagi berduaan. Tapi entah kenapa, ayah malah mengijinkan. Padahal sebelumnya Ayah tidak pernah bersikap seperti itu. Aku curiga, jangan-ja

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   199. Meski Berat

    Pertemuanku dengan Danang tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan keinginanku. Pria itu terang-terangan menolak untuk menikahiku di atas sebuah perjanjian. "Silakan Mbak Zaskia mencari orang lain, jika maksud dan tujuannya seperti itu. Tapi jika orang tersebut tidak Mbak temukan, maka saya siap menikahi Mbak Zaskia dengan catatan tidak ada perjanjian apapun. Kecuali janji kita kepada Allah untuk sama-sama membangun rumah tangga dan niatkan beribadah padaNya."Kalimat itu diucapkan Danang di akhir pertemuan kami. Sekarang sudah dua hari kejadian itu berlalu. Aku belum mendapatkan solusi. Selama ini aku tidak punya banyak kenalan laki-laki karena memang cukup membatasi diri. Pagi tadi ketika sarapan, Ayah sudah membahas perihal jodohku lagi. Sementara Fitria dari beberapa hari yang lalu tetap memasang wajah yang kurang bersahabat. Di dalam lingkup pertemananku, hanya ada tiga laki-laki yang kukenal cukup dekat. Mas Faldo, mas Danang dan Ilham. Tidak mungkin kalau aku meminta tolong

DMCA.com Protection Status