Share

48. Saat Persalinan

Penulis: Mastuti Rheny
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-22 14:30:11

Sungguh aku dan Mas Mirza masih merasa ragu untuk menerima bantuan dari Mutia, meski dia sempat mendesak kami untuk menerima modal darinya.

Aku tak mau merepotkan mantan karyawan kami yang begitu baik hati itu. Nyatanya modal yang kami butuhkan untuk kembali membangun usaha kami itu sangatlah besar.

Meski nantinya Mas Mirza akan menerima juga uang dari hasil penjualan rumah warisan ibu, tapi tetap saja kami masih akan membutuhkan modal tambahan untuk membangun toko kami kembali dan bukan hanya membeli barang dagangan baru.

Tapi ada sebuah keraguan yang menelusup di hati tentang keadaan pasar yang akhir-akhir ini lesu, belum lagi tentang kehamilanku yang sudah menjelang masa persalinan, pun dengan bayi kami yang akan hadir juga menjadi pertimbangan bagi kami dan Mas Mirza untuk menunda dulu pembangunan toko kami.

Dengan alasan ini akhirnya aku dan Mas Mirza sepakat untuk menolak niat bai

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   49. Dina Yang Tidak Amanah

    MIRZA POVSungguh tak kusangka setelah pengorbanan dan segala bantuan yang kuberikan pada adik-adikku, sekarang saat aku terpuruk dan membutuhkan bantuan mereka, tak ada satupun dari mereka yang memberikan pertolongan.Bahkan saat aku berniat menagih hutangku pada Arman, bukannya uang yang aku dapat malah hinaan yang mengoyak hati. Arman merasa dirinya sangat penting karena saat itu dia sedang dikelilingi teman-temannya yang kebanyakan pejabat itu.Dia bahkan tega mengusir aku dari rumahnya. Padahal dia tahu kalau aku sangat membutuhkan uang itu untuk menebus obat dan biaya rumah sakit istriku yang sekarang masih harus dirawat di rumah sakit pasca melahirkan.Walau Shania berhasil melahirkan secara normal tapi tetap saja dia masih harus diobservasi dalam beberapa hari ke depan karena tekanan darahnya yang cenderung tinggi.Mungkin karena usianya yang sudah terlalu tua untuk melah

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-23
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   50. Pertolongan Dari Sosok Tak Terduga

    Aku melangkah dengan lesu ketika masuk ke dalam ruang perawatan di mana istri dan anakku terlihat sedang menunggu.Bahkan Shania yang sedang menyusui putra kami langsung menyergapku dengan tatapan penuh harap.Sepertinya istriku sangat berharap jika kedatanganku ini dengan membawa kabar gembira.Hatiku merasa tertekan sekarang karena nyatanya aku tak bisa mewujudkan asanya. Aku tak berhasil mendapatkan uang sepeserpun bahkan uang yang harusnya menjadi hakku malah direbut oleh adikku sendiri.“Maafkan aku karena aku belum mendapatkan hasil apapun, bahkan aku masih tak menemukan jalan keluar untuk bisa mendapatkan uang buat kita bayar biaya persalinan. Padahal kan harusnya kamu bisa pulang hari ini juga.”“Memang kita akan pulang hari ini Mas, aku nunggu Mas Mirza dari tadi,” ucap Shania dengan sangat santainya bahkan bibirnya menyunggingkan segaris senyuman

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-24
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   51. Bingkisan Balasan

    “Tunggu ... !”Ketika kami menoleh ke belakang dan mendapati seorang perawat tergopoh-gopoh mengejar kami, hatiku mulai diliputi oleh rasa penasaran.“Ada apa ya Sus?” tanyaku sembari mendekati sosok berpakaian serba hijau itu.“Maaf, ada barang yang tertinggal, sajadah dan mushaf,” ucap wanita berhijab itu sembari menyerahkan semua barang itu padaku.Aku langsung menerima sembari tersenyum penuh rasa terima kasih.“Terima kasih ya Sus,” ucapku pelan. Sepertinya tadi aku terburu-buru karena terlalu sungkan kalau membuat Mutia dan suaminya menunggu agak lama di saat aku berkemas, jadi justru barang penting itu yang tertinggal.Setelah menerima barang kami yang tertinggal kemudian kami melanjutkan langkah yang tertunda untuk menuju mobil yang ternyata sudah disiapkan oleh Idham di depan

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-25
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   52. Kunjungan Dari Maysaroh

    Kembali aku mengagumi ketegaran istriku ketika dia mempersilakan tamu-tamu yang bertandang ke rumah kami dengan segala keramahannya.Terpaksa aku kembali menunda niatku untuk berbelanja. Segera aku mengambil alih dan menjamu para tamu yang masih termasuk saudara jauh istriku.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-26
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   53. Kabar Tentang Perselingkuhan Arman

    Shania POVKetika melihat Maysaroh tak berhenti menangis aku langsung mendekap tubuh kurusnya demi bisa melerai kesedihan yang saat ini lugas terunggah.“Katakan pada kami, apa yang terjadi sebenarnya?”Aku bertanya dengan penuh rasa simpati.Untuk beberapa saat aku membiarkan adik ipar suamiku itu menumpahkan tangisku, menunggu segala kesedihannya mereda, hingga akhirnya dia siap untuk menceritakan masalahnya kepada kami.Saat Maysaroh akhirnya mengurai pelukanku sembari mengusap wajahnya yang basah, aku berusaha menenangkannya dengan mengusap lembut lengannya.“Aku tahu kamu ada masalah, ceritakan saja pada kami, barangkali kami bisa membantu kamu.”Mas Mirza kemudian ikut menimpali, “Apa ini tentang Arman?”Ketika mendengar nama suaminya disebut gurat wajah Maysaroh langsung beru

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-27
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   54. Rencana Pernikahan Anak Erna

    Meski aku masih merisaukan tentang Maysaroh yang sedang bermasalah dengan suaminya, juga tentang rasa kecewaku karena Erna sama sekali tak mengabarkan pada kami tentang rencananya untuk menikahkan anak sulungnya, aku tetap berusaha untuk menampakkan ketenangan diri.Lagipula aku tak bisa ke manapun lebih memfokuskan perhatian pada bayiku.Kehadiran putra kami yang kami beri nama Akbar itu telah menghujani kami dengan banyak kebahagiaan. Meski aku harus menebusnya dengan rasa lelah karena sering begadang untuk bisa menyusui bayiku, nyatanya bahagiaku tak juga berkurang.Walau terkadang tubuh tuaku membutuhkan istirahat yang lebih tapi untunglah Mas Mirza selalu siap siaga membantuku.Kami bergantian menjaga Akbar, mengganti popoknya, memandikannya juga menidurkannya.Kehadiran Akbar telah mengubah dunia kami. Meski kami sering kepayahan karena harus mengurus bayi di

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-28
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   55. Uang Dari Mana?

    “Memangnya apa yang bisa aku bantu?”Aku bertanya masih dengan mengunggah keramahanku.“Bantu aku untuk bersih-bersih atau merapikan rumah setelah kami hajatan.”Erna mengungkapkan tujuannya dengan terlalu lugas.Sungguh sangat diluar dugaan kalau Erna sudah menanggalkan segala rasa hormatnya pada kami sebagai saudara tua baginya.Aku memilih diam tak menanggapi.Tapi Mas Mirza langsung menyela dengan tegas, “sepertinya kami tidak bisa melakukan permintaan kamu, karena tepat di hari itu kami sudah membuat janji dengan seseorang.”Aku sontak menoleh ke arah suamiku yang masih menyajikan sebentuk ketenangan meski aku bisa membaca dengan jelas di wajahnya kalau sekarang Mas Mirza sudah mulai memendam kegeraman menghadapi tingkah saudara iparnya yang benar-benar tidak tahu diri itu.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-29
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   56. Pak Herlambang

    “Mas, apa aku boleh tahu Mas mendapatkan uang dari mana?”Aku bertanya dengan lugas.Mas Mirza menentang tatapanku dengan keyakinan yang mengemuka.“Bukankah aku sudah mengatakan kalau aku sudah bertemu dengan seorang dermawan yang dengan hati tulus bersedia membantu kita?”“Bantuan seperti apa yang akan dia berikan? Apa dia yang akan membeli rumah kita?”Aku menebak penuh rasa penasaran.Suamiku malah menggeleng tegas.“Rumah kita memang sudah aku tawarkan dan sebentar lagi akan ada yang berminat, tapi bukan Pak Herlambang yang membelinya.”“Mas, apa kamu yakin dia menolong kita dengan tulus.”Mas Mirza kembali tersenyum lebar.“Sejak kapan kamu menjadi sangat mudah berprasangka buruk seperti ini?”Aku kembali mendesah pelan.“Mas, setelah apa yang pernah kita alami akan lebih baik jika kita selalu tetap waspada.”“Pasti kamu mengkhawatirkan tentang penipuan yang pernah aku alami.”“Sebagai seorang istri aku hanya mengingatkan Mas.”Mas Mirza kemudian mulai mendekat lalu memegang ked

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-30

Bab terbaru

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   109. Dalam Ketidakpastian

    Cukup lama aku bersimpuh di samping pusara Mas Mirza. Berusaha keras menegarkan diri meski air mataku tetap saja tak bisa aku tahan.Walau aku begitu kehilangan tapi aku enggan hanyut dalam kesedihan yang hanya akan membuat hatiku tidak bisa menerima takdir yang sudah digariskan.Aku tak mau terjebak dalam kekufuran yang hanya akan membuatku tidak bisa menerima kenyataan jika Mas Mirza tidak lagi bersamaku.Akbar yang sejak tadi mendampingi, berusaha menguatkan aku dengan sentuhannya yang selalu aku rasakan pada pundakku.Putraku mampu menempatkan dirinya dengan sangat baik hingga aku merasa tidak sendiri.“Ma, ini sudah digariskan oleh Allah, ikhlaskan Papa, Ma,” gumam Akbar bijak.Aku memandang luruh pada putraku meski sebelah tanganku masih berpegang pada nisan suamiku.Saat memandang Akbar aku merasa jika Mas Mirza seakan masih bersamaku. Wajah mereka terlalu mirip yang membuat hatiku malah menjadi lebih tegar.Aku berusaha menyunggingkan senyumku dan membalas genggaman tangan mun

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   108. Diambang Perpisahan

    “Bagaimana kamu mengenal dia?”Aku bertanya penuh rasa penasaran.Sebaliknya Yusuf malah terlihat ragu, bahkan dia kemudian mulai menarik nafas dalam.Sementara istrinya memberi tatapan penuh arti disertai sebuah anggukan ringan yang membuat Yusuf kembali mengarahkan tatapannya padaku.“Sebenarnya Mas Herlambang adalah kakak kandungku, kami bertemu setelah sekian lama terpisah karena keadaan.”“Kakak kamu?”“Tapi sebenarnya ada hal lain juga yang aku rasa Mbak Nia perlu ketahui.”“Tentang apa?” tanyaku sedikit mendesak.“Kalau sebenarnya Mas Herlambang menyimpan sebuah perasaan pada Mbak Nia sejak lama. Karena memang Mas Herlambang sudah begitu lama mengenal Mbak Nia.”“Kami sebelumnya sudah saling mengenal?” tanyaku tak bisa sepenuhnya percaya.“Iya, karena sebenarnya Mas Herlambang sendiri yang sudah membawaku untuk diletakkan di depan rumah ayah dan ibu, Mbak Nia dan ketika itu Mbak Nia sendiri yang menemukan aku terlebih dahulu. Kata Mas Herlambang yang memperhatikan Mbak Nia dari

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   107. Masuk Pesantren

    “Maksud Budhe apa ya?” Riska sekarang malah terlihat ragu.“Apa kamu memiliki perasaan yang sama dengan Danar?” Aku kembali mendesak.“Budhe, aku tidak bisa memastikan apapun. Untuk sementara aku tak memikirkan semua itu, aku hanya berpikir untuk memperbaiki diriku dulu, seperti yang sudah aku katakan aku ingin masuk pesantren dan belajar ilmu agama, meski sepertinya aku sudah sangat terlambat untuk memulainya Budhe.”“Tidak, jangan pernah berpikir seperti itu.”Aku mulai menggenggam tangan Riska.“Kalau kamu sudah membulatkan tekad kamu seperti itu, budhe akan membantumu. Budhe juga berencana akan memasukkan Akbar ke pesantren dan setelah budhe bisa membujuk Akbar, baru kita akan sama-sama ke sana. Karena kebetulan budhe memiliki adik angkat yang sekarang sudah memiliki sebuah pondok pesantren yang cukup besar.”Aku mulai mengulas senyumku di depan Riska yang masih menampakkan keresahannya itu.“Nanti kita akan sama-sama datang ke sana.”Aku berusaha meyakinkan Riska lagi.“Te

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   106. Perasaan Riska

    Sontak aku dan Mas Mirza menjawab salam itu bersamaan, sembari aku menggiring kursi roda yang diduduki Mas Mirza untuk bergerak ke ruang tamu.Aku dan Mas Mirza langsung mengunggah kekagetan saat mendapati sosok Arman sedang berdiri di ambang pintu memandang kami dengan ragu dengan keadaannya yang jauh berbeda, tak lagi seperti dulu yang selalu memakai pakaian rapi dan gayanya yang cenderung angkuh.Bahkan saat terakhir datang dulu adik suamiku itu masih menampakkan sikapnya yang suka memaksa saat meminta untuk bisa tinggal di rumah kami.Tapi kini pria itu terlihat sangat sederhana bahkan gestur tubuhnya terlihat canggung dan ragu saat kami mulai mempersilakan masuk.“Arman, masuklah,” ucapku ramah.Sementara Mas Mirza hanya diam dengan tatapan yang sejak tadi memindai pada diri adiknya yang pastinya membuat suamiku itu bertanya-tanya.“Lama kita tidak bertemu ya,” ungkapku memulai percakapan ketika pria yang sekarang terlihat kurus dan jauh lebih tua itu sudah duduk di hadapan kami.

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   105. Keinginan Suamiku

    Saat aku datang, aku melihat wajah sendu Mas Mirza. Tatapannya menjadi nanar ketika aku memandangnya.“Ada apa Mas?” tanyaku penasaran sembari aku duduk di dekatnya yang saat ini Mas Mirza sedang duduk termangu di kursi rodanya.“Tidak ....”Mas Mirza malah memandangku semakin lekat.“Apa ada yang ingin kamu sampaikan Mas?” tanyaku agak mendesak karena aku menjadi sangat penasaran.Mas Mirza kemudian malah menggeleng.“Tidak, tidak ada,” gumam Mas Mirza.Tapi ketika melihat ekspresi wajahnya yang penuh kegundahan aku tetap tak bisa menghalau rasa ingin tahuku.Aku masih tak yakin jika Mas Mirza jujur saat ini.“Katakanlah Mas, apa yang sedang Mas pikirkan saat ini?”Mas Mirza masih termangu sesaat meski kemudian ia mulai menarik nafas panjang.“Aku hanya merasa bosan,” gumam Mas Mirza kemudian sembari memandangi kedua kakinya yang sudah nyaris tiga tahun ini tak bisa digerakkan lagi.Tapi setelah itu Mas Mirza malah tersenyum lebar.“Sudahlah lupakan semua itu, bagaimana keadaan pabri

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   104. Sikap Ganjil Herlambang

    “Budhe Nia!”Sontak aku menoleh dan memandang dari kejauhan melihat sosok Danar mendekat ke arah kami.Sekarang perhatian kami tertuju pada Danar yang semakin memacu langkahnya.“Apa persoalan kamu di kampus sudah selesai?” tanyaku memastikan karena tadi Danar memang harus datang ke kampus untuk mengurus beberapa hal yang membuatnya tak bisa mengikuti jalannya persidangan yang sudah memasuki fase akhirnya.“Sudah Budhe, semuanya sudah selesai.”Danar mengatur sejenak nafasnya yang tampak tersengal.“Bagaimana sidangnya? Keputusan hakim bagaimana?” tanya Danar menjadi sangat penasaran.“Sudah, Roby kena 10 tahun dan Dina juga ikut dijadikan tersangka meski saat ini dia masih buron.”Sejak di pemakaman nyatanya Dina benar-benar mengikuti apa yang dikatakan oleh

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   103. Fakta Lain Tentang Didit

    “Kenapa kamu berkata seperti itu?”Aku menjadi penasaran dengan apa yang dikatakan Danar. Aku merasa dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku saat ini.Pria muda yang juga mewarisi kesempurnaan wajah ibunya itu meski kakaknya memiliki wajah yang lebih mirip sang ibu itu malah mendesah panjang.“Mas Didit mungkin tidak akan berubah karena di dalam penjara dia masih saja menjadi pemadat, karena benda haram itu semakin mudah didapat di dalam sana.”Aku terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Danar. Keponakanku itu mengunggah wajah sedihnya yang menunjukkan rasa prihatin atas keadaan sang kakak.“Apa benar yang kamu katakan ini?”“Kurasa Budhe sudah banyak mendengar berita seperti ini di berbagai media,”gumam Danar.Ganti aku yang menarik nafas panjang menjadi tak bisa berk

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   102. Rencana Masa Depan

    “Katakan saja apa permintaan kamu Nak?” Aku menunggu Riska mengatakan apa yang sedang diinginkannya saat ini. Tapi sekarang gadis yang sebenarnya masih terlalu muda untuk menghadapi segala kepedihan hidup itu malah terlihat ragu saat melihatku. “Bantu aku untuk memisahkan diri dari Ibu,” tegas Riska kemudian. Aku terperangah sejenak, tapi kemudian bisa dengan segera memaklumi keinginannya yang barangkali wajar karena memang Riska hancur seperti ini karena ulah ibunya sendiri. Melihat aku diam tak langsung memberikan jawaban Riska kemudian malah memandangku dengan gelisah. “Budhe, aku tak mau hidupku hancur lagi jika Ibu sampai menemukan keberadaanku.” “Jadi ini juga menjadi alasan kamu untuk masuk ke pesantren?” “Tapi aku benar-benar ingin memperdalam ilmu agama Budhe,” tegas Riska pada akhirnya.

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   101. Ketakutan Riska

    “Ayo Bu Nia, tunggu apalagi silakan masuk ....” Tatapan pria itu kian menegas seakan ingin memaksaku untuk segera masuk ke dalam mobilnya. Aku merasa tak memiliki pilihan lain yang membuatku akhirnya tetap menerima tumpangan pria itu hingga akhirnya aku sampai ke pabrik tempat usahaku selama ini berjalan. “Terima kasih banyak Pak untuk semua bantuannya,” ucapku sebelum aku keluar dari dalam mobilnya. Lagi-lagi Herlambang mengulas senyumnya. “Tak usah terlalu dipikirkan Bu Nia, oh iya soal pengacara buat mengawal kasusnya Riska, aku sudah melakukan koordinasi dengan beberapa pengacara langgananku, mereka bahkan sudah melakukan tugasnya untuk mengumpulkan semua bukti dengan mengajak dokter yang menangani Riska bekerjasama. Insya Allah kita bisa menyeret pelaku kekejaman pada Riska ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.” Herlambang berucap d

DMCA.com Protection Status