"An- Anna.” Cicitnya melihat wanita yang berada di depanya dalam kondisi berantakan.
“Ka-kau … ” Anna juga terkejut karena melihat siapa yang berada disana, tepat di depan matanya.“Lepaskan dia!” perintah Alexander pada keempat anak buahnya yang sejak tadi berdiri di dekat pintu. Mereka cukup terkejut karena tidak tahu bos mereka mengenali tawanan mereka.Alexander meminta keempat suruhannya untuk keluar dan membiarkannya sendiri, Xander melangkah, menutup pintu dan dan melihat jendela yang sudah rusak. Anna yang melihat pria di depannya hanya menatap dengan tatapan tidak percaya, kepalanya terlalu pusing memikirkan semuanya.“Anna … ” Ucapnya semakin melangkah maju tetapi Anna mundur dengan tubuh bergetar.“Bagaimana kabarmu, kau masih mengingatku, kita berjanji akan bertemu lagi kan?” Alexander menatap ke wajah takut Anna, dia merindukan wanita di depannya, dia mencarinya kemana-mana tidak tahunya mereka sangat dekat, di kota yang sama dan sekarang sudah berhadapan.“Kau tidak merindu--,”“Kau yang membunuh kakakku?” tanyanya dengan nada dingin menatap tajam pada Alexander.“Tenang dulu oke! Aku bisa menjelaskannya.”“Kau pembunuh! Kau membunuh kakakku!” teriaknya melempar vas bunga yang berada di dekatnya.Jika saja Alexander tidak menghindar vas bunga yang Anna lempar sudah melukai wajah tampannya. Pria itu semakin maju membuat Anna semakin mundur dan terpojok di dinding.“Berhenti kataku, kau pembunuh!” pekiknya sedetik kemudian tubuhnya luruh ke bawah. Anna pingsan.Di tempat yang berbeda, Pria yang tidak kalah tampannya juga tengah berdiri di depan kedai milik Anna yang tertutup. Sudah sejak siang dia disana tetapi pemiliknya tidak juga terlihat.Karena terlalu lelah menunggu akhirnya dia membawa mobilnya ke arah rumah Anna, mungkin saja wanita itu sakit atau tengah melakukan sesuatu di rumahnya sehingga tidak membuka kedai. Pikirnya.Dia sudah berada didepan rumah Anna tetapi tidak menemukan siapa-siapa juga, melihat pintu yang sedikit terbuka membuatnya penasaran untuk masuk, bisa saja di dalam Anna tengah sakit. Pikirnya lagi.“Anna … Kau di dalam?” teriaknya “Maaf karena aku lancang masuk ke rumahmu, kau didalam?” masih berteriak agar Anna keluar melihatnya, posisinya saat ini sudah di dalam tetapi hanya di depan pintu saja.Tidak lama ponselnya berdering, dia merogoh kantong dan mengambil ponselnya, saat melihat nama kontak di layar ponselnya dia tersenyum kemudian keluar dari rumah Anna dengan ponsel masih berada di telinganya.“Baiklah tunggu aku, 15 menit aku sampai.” Menutup ponselnya dan kembali menyimpannya di kantong, pria itu melangkah lebar ke arah mobilnya melajukannya dan meninggalkan kediaman Anna dengan pintu yang masih terbuka.Orion turun dari mobil dan menghampiri kekasihnya dengan berlari kecil menuju taman belakang dimana mereka sudah membuat janji untuk bertemu. Setelah dia melihat punggung kecil kekasihnya ia lantas memeluknya dari belakang.“Aku merindukanmu.” Ucapnya lembut dan membalik Lyora.“Kau merindukanku tetapi lebih dahulu menemui Anna,” ketusnya melepaskan pegangan Orion padanya.“Oh sayang, bukankah aku harus berpura-pura mengutamakannya lebih dahulu?”“Yah, tapi kau bisa menemuiku lebih dulu.” Lyora duduk di bangku taman rumahnya, sudah ada dua cangkir teh hangat disana karena memang Lyora tahu Orion kekasihnya menyukai itu.Orion ikut duduk disamping kekasihnya, mereka memang sepasang kekasih tetapi Lyora sengaja membuat Orion mendekati Anna, karena dia ingin melihat kehancuran Anna saat tahu bahwa Orion adalah kekasihnya.“Kau tahu, pagi tadi aku sangat puas karena melihat Anna kekasih palsumu itu di tampar oleh pria berbadan besar, aku rasa mereka mencari Arche, tidak tahunya pria yang mereka cari sudah tidak ada.” Lyora tersenyum puas menceritakan bagaimana terpuruknya Anna disaat kepergian kakaknya belum genap dua hari dia sudah mendapatkan tamparan dari orang lain. Sangat malang tetapi Lyora menyukainya.Sementara itu Orion yang mendengar itu membeku, dia tidak tahu bahwa pria yang selalu mengancamnya untuk meninggalkan Anna sudah tiada, sebenarnya perasaannya terganggu karena mengetahui Anna semenderita itu.“Sayang, kau melamunkan apa? Jangan katakan sekarang kau benar-benar menyukai Anna?” selidiknya, dia tidak akan memaafkan Anna jika benar itu terjadi.Orion langsung menetralkan diri mengenyampingkan perasaannya yang tiba-tiba berubah. Dia tidak pernah menyukai Anna, apa yang dia lakukan setahun ini adalah karena permintaan kekasihnya Lyora, entah ada masalah apa sebelumnya. Tetapi, Orion tidak pernah bertanya selama Lyora bahagia maka dia akan melakukannya sukarela. Tetapi hari ini saat dia tahu Anna sangat rapuh hatinya terusik.“Mana mungkin, kau tahu selama apapun hubungan kami, aku tidak akan pernah menyukainya karena hatiku hanya padamu.” Tegasnya tetapi sekarang dia mulai ragu dengan kata-katanya.“Aku akan melihat bagaimana hancurnya dia saat dia tahu bahwa pria yang dia banggakan selama ini adalah kekasihku.” Lyora terbahak. Menyaksikan Anna menderita adalah harapannya.Dua pasang kekasih yang baru saja bertemu itu menghabiskan hari dengan melepas rasa yang sudah tertahan selama beberapa bulan, mereka tidak pernah bertemu karena pekerjaan yang Orion lakukan dan Orion tentu harus membuat Anna percaya bahwa dia kekasih yang baik.Keesokan harinya, Anna sudah terbangun, mata bulat itu terbuka perlahan, jendela yang tidak tertutup rapat membuat udara pagi bisa masuk membuat Anna bergidik karena kedinginan.“Kau sudah bangun?” suara berat itu mengagetkannya, Anna yang belum sepenuhnya tersadar ada dimana langsung mendudukkan diri melihat pria tampan di depannya.Andaikan pria yang dia lihat ini adalah pria 2 tahun lalu yang diam-diam dicintainya sudah pasti Anna akan senang hati menyambutnya, menyalurkan rindu karena sudah lama tidak bertemu, tetapi karena pria di depannya adalah dalang dari pembunuhan kakaknya membuat rasa cintanya hilang karena sangat membencinya.Anna melihat sekeliling, bukan kamar yang ditempati kemarin, dimana dia sekarang, kaki jenjangnya menuruni ranjang namun dia kembali terkejut saat melihat bahwa dia sudah berganti pakaian. Matanya melotot dan menatap tajam Alexander.“Apa yang kau lakukan? Kau memanfaatkan kondisiku yang tidak sadarkan diri!?” pekiknya membuat Alexander hanya menghembuskan napas panjang tetapi dia tidak akan menjelaskan sekarang.Anna melihat pintu terbuka, dengan gerakan cepat dia turun dari ranjang dan berniat akan kabur. Alexander membiarkannya, dia akan melihat sampai dimana wanitanya akan bisa keluar dari mansion mewahnya.Anna terus saja berlari, menuruni tangga dengan tergesa, anak buah Alexander yang melihat itu jelas ikut panik dan berusaha menahan Anna tetapi saat melihat bos nya seolah mengatakan ‘biarkan’ mereka semua undur diri dan membebaskan Anna berlari.“Anna tenanglah, kita bisa bicara dengan tenang!” nada suara Alexander yang dingin membuat Anna semakin takut. Sudah tepat dia menghilang waktu itu. Tetapi sialnya sekarang dia berada di tangan pria jahat berwajah tampan itu.“Lepaskan aku, aku mohon, aku akan membayar hutang kakakku tapi biarkan aku keluar.” Anna mendapatkan jalan buntu. Dia tidak menemukan pintu di rumah besar ini. Tidak ada cara lain selain merendahkan diri.“Anna tolong tenanglah”“Katakan dulu! kau lepaskan aku, aku berjanji akan melunasi hutang kakakku.”“Oke, saat kau sudah tenang aku berjanji akan melepaskanmu sore nanti, bagaimana?” Mendapatkan angin segar, Anna mendongak memastikan tidak ada kebohongan di mata Alexander. Dan setelah dia benar-benar menemukan kejujuran disana, dia mengangguk. “Berapa hutang kakakku?” Anna sudah berada di kamar dimana dia terbangun tadi.“Makan dulu, sejak kemarin kau belum makan sedikitpun!” ucapnya masih lembut menatap wanita yang di rindukannya.“Apa pedulimu, bukankah aku hanya tawanan karena kakakku tidak bisa membayar hutangnya?” desisnya menatap tajam Alexander.“700 juta, Arche berhutang sebesar itu padaku, dan aku tidak tahu bahwa kalian saudara, percayalah!” Alexander berkata jujur dia memang tidak tahu bahwa Arche adalah kakak dari Rianne wanita yang dicarinya selama ini.“Beri aku waktu, aku akan membayar hutang-hutangnya, aku berjanji.” Pintanya sungguh-sungguh, entah sampai kapan dia akan mencari uang seban
Lama Anna berdiri disana, tetapi tidak juga melihat batang hidung Alexander yang masuk ke kamarnya. Bahkan pelayan yang masuk mengantar makanan dan pakaian untuknya tidak juga mengatakan apa-apa. Mereka semua mengatakan bahwa tuan mereka akan segera kembali. Begitu seterusnya sampai Anna lelah bertanya. Percuma juga kabur karena usahanya akan sia-sia seperti biasanya. Sudah seminggu tetapi pria itu tidak juga datang menampakkan dirinya. Anna sudah dibiarkan keluar dari kamar, para pelayan bahkan orang-orang suruhan Alexander tidak ada yang waspada karena ini perintah. Membiarkan Anna merasa nyaman di mansion.“Dimana tuan kalian?” tanyanya kepada salah seorang pelayan setelah dia lelah mengelilingi mansion mencari jalan keluar tetapi tidak menemukannya.“Tuan mengatakan akan pulang dua hari lagi nona, nona membutuhkan sesuatu?” balasnya dengan ramah.“Tidak, aku akan kembali ke atas.” Putusnya melangkah menaiki tangga dengan langkah gontai. Tetapi baru saja menaiki undakan kedua dia
Dengan berat hati Anna masuk kembali ke kamarnya. Tangannya mengepal karena sulit sekali keluar dari penjara besar ini. Tetapi dia tidak memiliki pilihan lain selain kembali menuruti permintaan pria itu. Caroline menatap tidak suka pada kekasihnya, “apa hubunganmu dengannya?” tanyanya dengan wajah yang tidak bisa dia sembunyikan kemarahannya. “Bukan urusanmu.” Alexander pergi begitu saja meninggalkan Caroline dengan kekesalan yang teramat besar. “Xander!” teriak Caroline tidak terima diabaikan begitu saja. Tetapi setelahnya dia kembali tersenyum karena tahu bahwa wanita itu akan pergi esok pagi. Lalu apa yang dia khawatirkan? “Jangan khawatir Caroline karena dia tidak sebanding denganmu,” ucapnya membanggakan dirinya sendiri. Sepanjang malam Rianne tidak bisa memejamkan matanya. Dia ingin pagi segera menyapanya dan meninggalkan kediaman yang membuatnya sesak. Dirumah ini pembunuh kakaknya tinggal. Dia tidak bisa melakukan apapun sekarang karena dia tidak memiliki kemampuan. Tetap
Alexander kembali ke mansion dengan wajah tidak terbaca. Dia langsung naik ke kamarnya karena merasa sangat lelah dan penat.“Kekasih? Cih! Aku tidak akan membiarkanmu memilikinya,” ucapnya untuk karena tidak terima ada pria lain yang mengaku menjadi bagian hidup dari Rianne.Alexander masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri dalam beberapa menit lamanya. Dia ingin menghilangkan semua pikiran negatif di dalam otaknya terhadap hubungan Rianne dan pria yang mengaku sebagai kekasihnya.Dia tidak akan pernah terima jika wanitanya. Wanita yang selama ini dia nantikan akan melewati malam dengan pria lain selain dirinya.“Sial! Apa yang sudah kupikirkan?” umpatnya pada diri sendiri di dalam kamar mandi. Niatnya berendam karena ingin menghilangkan pikiran kotor dalam otaknya tetapi semakin lama dia menyangkalnya semakin yakin dia dengan pikirannya.Dia bergegas mengganti pakaian. Masih sangat siang dia harus sudah mendengar laporan apa yang bisa Rafh dapatkan untuknya.“Dimana Caroline?”
Yang namanya disebut hanya diam mematung. Tangannya menggenggam erat nampan yang masih berada ditangannya. Dadanya sesak setiap kali mendengar suara pria di belakangnya.“Hai Nona, kau baik-baik saja? Tuan itu memesan kopi yang sama denganku,” celetuk pria gempal yang tadi Rianne antarkan kopi.Anna jelas mendengar suara sepatu melangkah ke arahnya, dadanya semakin sesak. Jujur dia juga takut tetapi mengingat wajah kesakitan Arche membuat darahnya kembali mendidih. Seketika membuat kepalanya sakit dan pendangannya mengabur.“Anna … kau baik-baik saja?” jelas terdengar sangat halus tetapi entah kenapa bersamaan itu juga rasa sakit yang timbul di hatinya.“Rianne … bagaimana keadaanmu?” wanita berparas cantik itu menatap sekelilingnya.Keningnya mengkerut karena menyadari bahwa dia berada di dalam kamar. Seketika matanya melotot kala menyadari keanehan yang terjadi.Ia menoleh pada sumber suara, disana sudah ada duduk seorang pria tampan rupawan dengan senyum memikat tetapi kenapa ketam
Anna sangat kesal. Karena Orion suka sekali memaksa kehendaknya, dia akan bangkit dari tempatnya tetapi tangannya sudah dicekal kuat oleh Orion membuat Rianne meringis karena kuatnya cekalan yang Orion berikan.“Lepaskan tangan kotormu darinya,”Pria yang baru saja datang itu mendekat dan melepaskan cekalan tangannya dari pergelangan Anna yang sudah tampak merah karena ulahnya.“Kau!?”Alexander tidak memperdulikan tatapan tajam Anna padanya, karena pemandagan sebelumnya membuatnya sangat marah. Pria di depannya dengan berani menyakiti Rianne nya, dan dia tidak akan mebiarkan itu.Tanpa aba-aba Xander mengarahan tangannya ke leher Orion membuat pria itu terkejut karena kuatnya cengkraman pria yang tidak dia tahu namanya siapa, tangan nya memukul tangan Xander agar terlepas tetapi tidak juga membuat cengkaraman itu melemah tetapi semakin menguat.“Kau berani menyentuhnya lagi ku pastikan kau tidak akan melihat matahari besoknya,” ancamnya dengan mata memerah.Orion semakin terdesak,
Rianne hanya tersenyum dan tidak menjawab. “Selamat pagi Paman, mau memesan seperti biasa?” sapa Rianne mengalihkan pembicaraan.“Tolong buatkan seperti yang biasa,” jawab si Paman yang berbadan gempal tersebut.Anna mulai membuat kopi pesanan si Paman dengan telaten. Para pengunjung juga sudah mulai berdatangan, sebagian besar meraka adalah para pemuda dan beberapa pria paruh baya seperti paman Jos.“Silahkan Paman,” Rianne meletakkan kopi pesanan paman Jos serta beberpa potong roti yang sudah diolesi dengan coklat.“Terima kasih. Kau tahu Nona, kekasihmu itu sangat mencintaimu, aku bisa melihat dari tatapan matanya yang begitu sangat khawatir,” ucap paman Jos sekali lagi membahas tentang Xander.“Paman salah. Dia hanya orang asing yang kebetulan saja mampir.” Anna ingin pembahasan ini segera berakhir.Gadis itu meninggalkan meja Paman Jos dan mulai membuatkan pesanan pengunjung yang lain. Rianne memang sendiri karena belum mampu jika harus membayar bawahan. Hasil dari penjualannya
Lyora mengerutkan kening karena masih belum percaya dengan apa yang di dengarnya, “kau salah lihat, kakakku tidak mungkin ada di Indonesia,” Lyora tertawa karena memang tahu bagaimana kakaknya.“Kau tidak percaya padaku?” tanya Orion tidak suka.“Tidak, tidak, maksudku aku sangat mengenal kakakku, mana mungkin dia datang ke Indonesia, kau benar saja,” Lyora meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.Alexander yang sejak tadi melihat intarksi mereka merasa sia-sia menguping karena tidak mendapatkan apapun, tetapi dia cukup kesal karena melihat pria yang mengaku kekasih wanita nya memang memiliki kekasih.Tetapi wajah wanita yang itu seperti mirip dengan seseorang yang dia kenal. Alexander mencoba mengabaikan dan akan meninggalkan tempat persembunyiannya karena merasa sangat percuma menguping pembicaraan mereka.Sampai langkahnya berhenti saat mendengar nama Anna kembali di sebut, Alexander kembali mendekat ketempat persembunyiannya tadi.Sementara itu di jalan Alexand
"Tuan, Rafh ... tolong maafkan kami." Frea menangis. Baru saja ayahnya menjelaskan semuanya. Ketidak sengajaannya menembak keluarga Rafh serta bagaimana Rafh kecil yang dibawa kabur oleh orang suruhan ayahnya. Rencana hanya untuk mengancam, tetapi takdir berkata lain. Tuan Frasino menembak habis keluarga Alexander.Karena rasa bersalahnya, tuan Frasino akan merawat kedua anak rivalnya. Alexander dan anak yang diculiknya--Rafhael. Namun, nyatanya seseorang sudah membawa anak itu lebih dulu.Mengetahui bahwa Frea menyukai Alexander dan berakhir dengan penolakan, kemarahan tuan Frasino kembali meledak. Dia mengusir Alexander dan mencibirnya sebagai anak tidak tahu terima kasih."Nona Frea, ayahmu melenyapkan orang tuaku coba jelaskan padaku, bagaimana cara memaafkanmu?" Suara Rafh terdengar semakin dingin."Kau tidak dengar? Ayahku tidak sengaja melepas pelurunya," "Seperti ini?" Satu tembakan tepat di jantung tuan Frasino yang Rafh lepaskan. Frea menjerit karena melihat ayahnya semaki
Rianne tidak akan melepas suaminya, perasaannya mendadak tidak enak sama sekali. Bukankah perasaan orang hamil itu sensitif?Alexander memegang wajah istri, mencium seluruh bagian di wajahnya."Hanya beberapa hari saja, hmm." "Memangnya kau mau kemana? Jangan berbohong dengan mengatakan kau akan bekerja. Alexander, aku tahu dirimu."Menghela napas panjang, Alexander memasang senyum secerah mungkin, tidak bisa dia katakan kepergiannya karena kondisi Rianne yang mengandung. "Rafh. Dia harus melihat tempat kerjanya sayang. Perusahaan itu adalah milik orang tuaku yang terbengkalai dan aku berencana menyerahkan pada Rafh. Dia akan membesarkannya," kilahnya tidak sepenuhnya salahAlis Rianne menyatu, masih tidak mengerti, "Rafh adalah keluargaku yang masih tersisa, dia harus bertanggung jawab untuk masa depannya."Mata Rianne membola, lagi-lagi dia dikejutkan dengan berita besar.Alexander mengangguk saat Rianne kembali mengulang kata keluarga. "Aku juga belum mengatakan ini padanya. Dan
Tidak tahan lagi, Alexander langsung menyerang sang istri dengan cepat tetapi masih dengan hati-hati.Siang itu, tidak hanya cuaca diluar saja yang panas, tetapi di dalam kamar dengan pendingin juga sudah terasa panasSuami istri yang sudah terpisah beberapa bulan itu, sama-sama melepas rindu di dalam kamar dengan segala macam gaya. Erangan desahan mengalun indah bersama dengan gerakan pasti si pria. "Sayang ... aku ...." Rianne tersengal, napasnya memburu, ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana rasanya."Bersama sayang. Tolong tunggu aku." Alexander menggerakkan pinggangnya semakin cepat, keduanya menegang karena sebentar lagi akan ada ledakan yang dahsyat."Aaaahhhh." Keduanya mendesah panjang bersama, Alexander mendongak begitupun juga dengan Rianne yang berada dibawahnya yang bergetar karena mendapatkan pelepasan bersama.Napas keduanya memburu, senyum cerah keduanya terlihat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menikmati semuanya."Aku mencintaimu." Alexander menjatuhkan
Orlando berdecak, dia tidak memikirkan Rianne, dia hanya menyakinkan dirinya kalau Frea memang tidak ada lagi di hatinya."Anna tahu kalau kau yang menabrak keluarganya?" Tanya Richard."Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama itu." Alexander melanjutkan, "Anna tahu, tetapi tidak tahu kalau dalang dari semua ini adalah keluarga Frea."Sejak tadi Rafh hanya diam saja. Berita besar ini baru saja di dengarnya dan dia tidak menyangka akan serumit ini ceritanya, terlalu berkelok dan berliku."Rafh. Antar Orlando bertemu dengan Frea. Kita akan mengikutinya dari belakang. Selama ini pria tua itu terlalu pandai untuk bersembunyi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya."Rafh mengangguk. Sementara itu, Richard yang tidak tahu harus melakukan apa, berencana ikut dengan mereka tetapi Alexander mencegah dengan Alasan para wanita tidak ada yang menjaga.Saat itu juga Alexander menempatkan mereka di tempat yang memang seharusnya mereka tinggali.Rafh akan tetap menjalankan bisnis sang tuan.
Richard mendengus kesal, artinya selama ini hanya dia saja yang merasa menjadi sahabat kedua pria bengis ini. Jadi tidak heran kalau Alexander menerjangnya sampai babak belur saat itu, dan Orlando? Jangan tanyakan pria di sebelahnya ini. Di otaknya hanya ada nama Rianne. Sialnya lagi, mereka bertiga menyukai wanita yang sama. Dan selalu Alexander yang mendapatkan hasilnya."Rafh menelepon dan menceritakan semuanya padaku. Sebagai teman Anna, jelas saja aku ikut prihatin karena seseorang tidak menghargai perasaannya dan aku mengurus semuanya." Sindir Richard."Kalian berdua," tunjuk Orlando pada kedua penjaga yang melaksanakan perintah Rafh tanpa sepengetahuannya."Besok datang ke ruanganku, aku akan memberikan imbalan pada kalian karena sudah menjaga istriku malam itu." Kedua penjaga itu saling pandang, semebtara Rafh membola."Terima kasih Tuan." Jawab mereka bersamaan dengan wajah cerah. Apa yang Alexander katakan selanjutnya mampu membuat mereka menghela napas pelan dan mengangguk
Saat kembali ke rumah, Orlando dikejutkan oleh banyaknya mobil mewah berwarna hitam terparkir tepat di depan rumahnya.Bukan hanya itu, beberapa orang berbadan besar sudah menodongkan senjata api di kepalanya dan Lyora. Gadis itu tentu saja pucat, memegang kuat lengan kakaknya dengan badan bergetar."Jangan takut." Bisik Orlando.Lyora mengangguk dan tetap berpegangan teguh di lengan kakaknya, kakinya sudah lemas melihat senjata-senjata itu mengarah tepat di pelipisnya.Orlando berjalan pelan, begitupun dengan mereka yang tetap tidak melepasnya."Turunkan senjata kalian. Kalian tidak melihat adikku ketakutan." Jengah Orlando. Tahu siapa yang bertamu di rumahnya tato kecil berlambang kelabang di leher mereka sudah menunjukkan dari mana asalnya."Ikut saja. Kami tidak akan melakukan apapun selama Tuan tidak melawan." Orlando mendengus, sejak tadi dia diam, tidak melawan tetapi orang-orang ini yang keterlaluan. Sampai di dalam rumahnya. Orlando sudah disambut oleh pria dengan mata tajam
"Untuk apa kalian datang? Dan kau Richard, kita sudah berjanji, kau akan rahasiakan ini dari siapapun. Aku kecewa." Richard menghela napas pelan, "Anna, kau tidak merindukannya? Tuan terlihat sangat khawatir."Richard kembali menambahkan, "Dia harus tahu kabar kehamilanmu."Rianne menggeleng, "Jangan beritahu dia, biarkan dia hidup sesukanya, sampai kapanpun Alexander akan tetap seperti itu."Caroline mendekati Rianne, duduk di sebelahnya, tangan halusnya langsung menyentuh perut Rianne, "Bagaimana rasanya hamil?" Tanya nya menatap Rianne, dia melanjutkan, "Sejak awal hubungan kita tidak baik. Tapi, aku akan meluruskan sedikit masalahmu."Sambil mengelus perut Rianne dia melanjutkan, "Beri dia kesempatan sekali lagi. Aku mendukungmu meninggalkannya dan menikah dengan pria lain kalau dia sampai mengkhianatimu lagi."Caroline melanjutkan, "Alexander sudah meninggalkan usaha di rumah pelacuran. Sudah menyerahkan tempat perjudian pada Roi juga. Dan ku dengar markasnya meledak." Caroline
"Bagaimana? Rafh mengakuinya?" Bukan Alexander yang bertanya tetapi Richard. Caroline masuk ke kamarnya dengan wajah lesu. Di dalam kamar sudah ada Richard, mantan Dokter Alexander ini belum bertemu langsung dengan mantan majikannya.Alasannya karena Alexander yang terus menghilang."Tidak. Dia juga tidak tahu katanya." "Kau yakin? Bisa saja Rafh berbohong."Caroline melepas pakaiannya begitu saja di hadapan Richard, juga mengganti dengan pakaian baru tanpa merasa malu. Richard hanya menggeleng karena kekasihnya ini sangat--berbeda."Tidak. Aku tahu kapan Rafh berbohong dan tidak."Richard berdiri dan memeluk Caroline dari belakang, "Aku cemburu. Sepertinya kau memang ada rasa padanya."Caroline berbalik dan mencubit kedua pipi liat Richard, "Jangan memancing. Kau juga mencintai Rianne kan? Jadi aku harus bagaimana?""Masa lalu. Sekarang masa depanku ada di hadapanku." Richard menaik turunkan alisnya dan Caroline tahu apa maksud kode itu."Tidak sekarang, aku harus menemui Alexander.
Sementara itu, Maya sudah melepas rangkulannya dari Rafh saat Caroline datang mendekatinya. Senyum wanita itu masih tetap sama seperti dulu manis dan juga--menawan.Maya berdehem, berniat akan meninggalkan keduanya tetapi Rafh menahan tangannya. Maya jelas merasa tidak enak, mereka bukan tokoh utama dalam cerita ini tetapi Rafh seolah mengambil peran lebih banyak. Itu yang Maya pikirkan."Bagaimana kabarmu?" Caroline menyapa lebih dulu, memperhatikan Rafh seperti biasanya, bahkan tatapannya juga masih sama seperti dulu."Baik, Nona." Caroline menyapa Maya juga, wanita yang bisa Richard bahas saat mereka senggang, "Anda Dokter Maya, bukan?" Maya mengangguk."Panggil Maya saja. Nona."Caroline terkekeh, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Richard selalu membahas dirimu." Maya hanya tersenyum kecil.Caroline menoleh ke kiri dan ke kanan, ada yang belum terlihat olehnya, "Dimana Rianne? Aku tidak melihatnya?" Tanyanya pada Rafh."Nyonya, tidak ikut."Alis Caroline naik setengah, "Kenapa?