Plak!Satu tamparan mendarat sempurna di wajah lebam Orion. Baru saja semalam dia mendapatkan luka-luka dari orang tidak dikenal sekarang wajahnya yang masih terasa sakit harus merasakan kembali panasnya tangan lembut Rianne.Lyora mundur menutup mulutnya dengan kedua tangannya karena tidak pernah menyangka Anna bisa melakukan itu pada Orion.“Kau brengsek!!” pekik Anna diwajah Orion yang sudah terlihat tidak berbentuk sejak semalam.Karena sudah terlalu emosi dan tidak siap karena Anna mengetahui kebenaran terlalu cepat, refleks Orion mengarahkan tangannya ke leher Rianne membuat Lyora melotot tidak percaya.Sementara Anna terus memukul tangan Orion agar melepaskannya, semakin kuat Anna memukulnya semakin kuat juga cengkraman Orion di lehernya, “le- le- pas, lepas- lepaskan a-aku,” Rianne terbata-bata.Cih!Orion meludah kesamping. “Kau kira aku akan melepaskanmu setelah kau menamparku!!” katanya tajam menatap Anna benci.Lyora yang melihat wajah Anna sudah memucat segera menghampir
Melihat tidak ada pergerakan dari musuh Tuannya, anak buah yang lain menghajar Orion sampai pria itu kembali mengerang kesakitan karena tidak diberi celah untuk membela diri.Alexander yang melihat Anna meringkuk menutupi dirinya semakin menjauh karena langkah pelan Alexander. “Jangan mendekat!” Rianne masih tetap waspada. Dia takut apa yang dialaminya tadi kembali terulang.Namun dengan cepat Alexander menutup tubuh Rianne dengan jas yang tadi di lepasnya. Mengangkat tubuh kecil itu ala bridal style mengabaikan teriakan kesakitan Orion dan jeritan permohonan Lyora memohon agar Orion di bebaskan.“Anna … tolong minta dia jangan memukul Orion lagi. Aku hamil,” Orion yang tengah di pukul mendegar dengan samar apa yang Lyora katakan tetapi selebihnya dia lebih tidak terima melihat Anna dibawa pergi oleh orang lain.“Anna … jangan pergi dengannya ….” Lirih Orion sebelum menutup mata karena lelahnya mendapatkan pukulan.Sementara itu di dalam mobil Anna hanya diam dengan air mata yang teru
Pagi harinya di kediaman Alexander. Rianne sudah terbangun pagi-pagi sekali, tubuhnya masih terasa sakit karena perlakuan Orion padanya. Bahkan wajahnya pun masih terasa sedikit nyeri.Pintu dibuka menampakkan seorang pria tampan berbadan tinggi dengan kulit cerah dan terdapat lesung pipi di sana. Sangat manis bahkan Rianne baru menyadari itu pagi ini.“Selamat pagi Nona, bagaimana yang anda rasakan pagi ini?" sapa Richard dengan senyum manisnya yang menular juga pada Rianne.“Saya baik Dokter,” jawabnya lembut. Richard merasa ada sesuatu di hatinya saat mendengar jelas suara pasiennya. Semalam karena terlalu lirih Richard tidak terlalu memperhatikan suara indah ini.“Kalau begitu biar saya periksa sekali lagi. Saya harus yakin kalau Nona memang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya,” Rianne mengangguk. Dia mempersilahkan sang Dokter memeriksanya.“Syukurlah, Nona memang sudah baik-baik saja,” Richard berdiri dan akan meninggalkan kamar Anna karena Alexander sudah berpesan dengan tega
Rianne membuka mata. Dia lihat sekelilingnya. Tatapannya tertuju pada satu orang di sampingnya. Wajah yang tersenyum saat melihatnya membuka mata. Rianne ingin bangun tetapi Alexander menghentikannya karena merasa Rianne belumlah terlalu kuat.Setelahnya dokter datang dengan beberapa perawat dibelakangnya. Alexander mundur dan memberikan ruang “Nona sudah jauh lebih baik, Tuan,” ucap sang dokter yang sudah siap akan keluar dar ruangan Rianne.Sang dokter menjelaskan bahwa jika kondisi Rianne terus meningkat dalam beberapa hari maka sudah bisa dibawa pulang dan itu membuat binar bahagia di hati Alexander.“Baiklah, saya permisi Tuan,” sang dokter pamit undur diri dan meninggalkan Alexander yang sekarang tengah tersenyum lembut pada Rianne yang memalingkan wajah padanya.“Kau butuh sesuatu?” tanya Alexander.“Kenapa Tuan menyelamatkan saya?” suara lemah Rianne tetapi Alexander masih bisa mendengarnya dengan jelas. Kulit putih itu sudah tidak sepucat biasanya. Namun tubuh Rianne masih t
Kedua nya menoleh kearah suara yang jelas Rianne kenal. Lyora yang melihat pria itu mundur sambil menjaga perutnya. Bayangan bagaimana pria itu melukai Orion semakin membuatnya takut.“Tu-tuan maafkan saya,” Lyora belutut melindungi perutnya. Alexander mundur karena Lyora melakukan hal yang tidak penting“Berdirilah!”“Tidak Tuan. Maafkan saya lebih dulu,” katanya masih menunduk. Bagaimana jika pria tampan ini melukai satu-satunya kenangannya bersama Orion kekasihnya.“Berdiri dan pergilah dari sini,” Lyora yang merasa takut langsung berdiri dan meninggalkan rumah Rianne. Sekilas tangannya terlihat mengepal setelahnya dia berlalu membawa kekesalan pada Rianne.“Anna aku berjanji akan menghancurkan kehidupanmu setelah ini,” janji Lyora.“Anita. Tolong kau buatkan Tuan Xander minuman,” ucap Rianne melenggang meninggalkan Alexander yang kembali entah karena apa.Alexander hanya diam saja, jika terus memaksa takut nya Rianne akan semakin menjaga jarak padanya.Tengah malam. Setelah kedata
Richard hanya diam dan memperhatikan wajah Rianne yang memang terlihat sangat cantik, lebih dari itu dia penasaran bantuan seperti apa yang ingin Rianne minta..“Begini. Heum saya memiliki mobil tua, menurut dokter jika dijual apakah akan laku?” Richard hanya diam dengan dahi mengekrut.“Maafkan aku, aku sudah menawari kepada beberapa orang yang ku kenal tetapi mereka tidak membutuhkannya.“Kau mau menjualnya berapa?” tanya Richard akhirnya. Pria berwajah tampan itu tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya tetapi melihat kesungguhan Rianne dengan pertanyaannya, Richard tahu bahwa wanita dihadapannya ini memang membutuhkan sesuatu.Richard hanya mengangguk. Setelah mendengar nominal yang Rianne butuhkan. Richard tidak tahu masalah seperti apa yang Rianne alami sampai harus melakukan ini. “Tapi berjanjilah jangan menjual mobil itu,” lirihnya.Melihat wajah bingung sang dokter Rianne menjelaskan, “Itu mobil mendiang kakak saya dokter. Tetapi karena sangat mendesak saya terpaksa menjualnya,
“Kembalilah Tuan!” Rianne melangkah masuk ke dalam ruangannya, terlalu lama betatap muka dengan pria yang masih duduk disana membuatnya semakin muak.Alexander berdiri dan meninggalkan kedai kopi Rianne, percuma juga menunggu wanita itu keluar karena selama setengah jam Alexander disana Rianne tidak juga datang memunculkan dirinya.Setelah dari kedai Rianne pria dengan wajah tampan itu melanjutkan perjalannya, besok hari dia akan kembali melakukan perjalanan dalam beberapa hari ke depan, tetapi sebelum itu dia harus menemui Caroline terebih dahulu, wanita manja itu harus diberi peringatan agar tidak melakukan hal buruk ke depannya.“Dimana Caroline?” tanya Alexander pada para pelayan yang menyambutnya.“Nona berada dikamarnya Tuan,” ucap salah satunya.Langkah kakinya semakin lebar menaiki tangga, dan setelah sampai didalam kamar, Alexander jelas melihat bagaimana Caroline yang sudah menunggunya dengan penampilan yang sangat menggoda keimanannya.“Sayang kau sudah kembali?” Caroline b
Renata sudah membayangkan apa yang akan terjadi saat tangan kekar itu sudah menyusup ke dalam dress tipisnya. Tubuhnya meremang saat merasakan tangan kekar itu sudah sampai di area yang paling sensit*f dari tubuhnya.Bibir bawahnya di gigit karena tidak bisa berpikir dengan waras. Matanya juga sudah tertutup, Alexander sudah menyunggingkan senyumnya, dengan gerakan sens*al dia membuat Renata semakin mengigil dengan hanya belaian diatas kain berendanya.“Tu-tuan ….” Lirihnya.Alexander bangkit dari atas tubuh Renata dan mengucapkan kata maaf karena hampir saja kelepasan, dia membantu Renata untuk bangun, didalam hati Renata merutuki dirinya karena berbicara.“Bodoh kau Nata!!” umpatnya.Renata menunduk, dia menginginkan hal lebih tetapi kenapa bibirnya harus bersuara tadi, dia ingin sekali menyumpahi kebodohannya. Sampai dia mendengar suara Alexander yang membuat gendang telinganya berdengung.“Kau mengingikan lebih?” tanya pria yang sekarang itu sudah minum dan memperlihatkan jakunny
"Tuan, Rafh ... tolong maafkan kami." Frea menangis. Baru saja ayahnya menjelaskan semuanya. Ketidak sengajaannya menembak keluarga Rafh serta bagaimana Rafh kecil yang dibawa kabur oleh orang suruhan ayahnya. Rencana hanya untuk mengancam, tetapi takdir berkata lain. Tuan Frasino menembak habis keluarga Alexander.Karena rasa bersalahnya, tuan Frasino akan merawat kedua anak rivalnya. Alexander dan anak yang diculiknya--Rafhael. Namun, nyatanya seseorang sudah membawa anak itu lebih dulu.Mengetahui bahwa Frea menyukai Alexander dan berakhir dengan penolakan, kemarahan tuan Frasino kembali meledak. Dia mengusir Alexander dan mencibirnya sebagai anak tidak tahu terima kasih."Nona Frea, ayahmu melenyapkan orang tuaku coba jelaskan padaku, bagaimana cara memaafkanmu?" Suara Rafh terdengar semakin dingin."Kau tidak dengar? Ayahku tidak sengaja melepas pelurunya," "Seperti ini?" Satu tembakan tepat di jantung tuan Frasino yang Rafh lepaskan. Frea menjerit karena melihat ayahnya semaki
Rianne tidak akan melepas suaminya, perasaannya mendadak tidak enak sama sekali. Bukankah perasaan orang hamil itu sensitif?Alexander memegang wajah istri, mencium seluruh bagian di wajahnya."Hanya beberapa hari saja, hmm." "Memangnya kau mau kemana? Jangan berbohong dengan mengatakan kau akan bekerja. Alexander, aku tahu dirimu."Menghela napas panjang, Alexander memasang senyum secerah mungkin, tidak bisa dia katakan kepergiannya karena kondisi Rianne yang mengandung. "Rafh. Dia harus melihat tempat kerjanya sayang. Perusahaan itu adalah milik orang tuaku yang terbengkalai dan aku berencana menyerahkan pada Rafh. Dia akan membesarkannya," kilahnya tidak sepenuhnya salahAlis Rianne menyatu, masih tidak mengerti, "Rafh adalah keluargaku yang masih tersisa, dia harus bertanggung jawab untuk masa depannya."Mata Rianne membola, lagi-lagi dia dikejutkan dengan berita besar.Alexander mengangguk saat Rianne kembali mengulang kata keluarga. "Aku juga belum mengatakan ini padanya. Dan
Tidak tahan lagi, Alexander langsung menyerang sang istri dengan cepat tetapi masih dengan hati-hati.Siang itu, tidak hanya cuaca diluar saja yang panas, tetapi di dalam kamar dengan pendingin juga sudah terasa panasSuami istri yang sudah terpisah beberapa bulan itu, sama-sama melepas rindu di dalam kamar dengan segala macam gaya. Erangan desahan mengalun indah bersama dengan gerakan pasti si pria. "Sayang ... aku ...." Rianne tersengal, napasnya memburu, ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana rasanya."Bersama sayang. Tolong tunggu aku." Alexander menggerakkan pinggangnya semakin cepat, keduanya menegang karena sebentar lagi akan ada ledakan yang dahsyat."Aaaahhhh." Keduanya mendesah panjang bersama, Alexander mendongak begitupun juga dengan Rianne yang berada dibawahnya yang bergetar karena mendapatkan pelepasan bersama.Napas keduanya memburu, senyum cerah keduanya terlihat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menikmati semuanya."Aku mencintaimu." Alexander menjatuhkan
Orlando berdecak, dia tidak memikirkan Rianne, dia hanya menyakinkan dirinya kalau Frea memang tidak ada lagi di hatinya."Anna tahu kalau kau yang menabrak keluarganya?" Tanya Richard."Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama itu." Alexander melanjutkan, "Anna tahu, tetapi tidak tahu kalau dalang dari semua ini adalah keluarga Frea."Sejak tadi Rafh hanya diam saja. Berita besar ini baru saja di dengarnya dan dia tidak menyangka akan serumit ini ceritanya, terlalu berkelok dan berliku."Rafh. Antar Orlando bertemu dengan Frea. Kita akan mengikutinya dari belakang. Selama ini pria tua itu terlalu pandai untuk bersembunyi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya."Rafh mengangguk. Sementara itu, Richard yang tidak tahu harus melakukan apa, berencana ikut dengan mereka tetapi Alexander mencegah dengan Alasan para wanita tidak ada yang menjaga.Saat itu juga Alexander menempatkan mereka di tempat yang memang seharusnya mereka tinggali.Rafh akan tetap menjalankan bisnis sang tuan.
Richard mendengus kesal, artinya selama ini hanya dia saja yang merasa menjadi sahabat kedua pria bengis ini. Jadi tidak heran kalau Alexander menerjangnya sampai babak belur saat itu, dan Orlando? Jangan tanyakan pria di sebelahnya ini. Di otaknya hanya ada nama Rianne. Sialnya lagi, mereka bertiga menyukai wanita yang sama. Dan selalu Alexander yang mendapatkan hasilnya."Rafh menelepon dan menceritakan semuanya padaku. Sebagai teman Anna, jelas saja aku ikut prihatin karena seseorang tidak menghargai perasaannya dan aku mengurus semuanya." Sindir Richard."Kalian berdua," tunjuk Orlando pada kedua penjaga yang melaksanakan perintah Rafh tanpa sepengetahuannya."Besok datang ke ruanganku, aku akan memberikan imbalan pada kalian karena sudah menjaga istriku malam itu." Kedua penjaga itu saling pandang, semebtara Rafh membola."Terima kasih Tuan." Jawab mereka bersamaan dengan wajah cerah. Apa yang Alexander katakan selanjutnya mampu membuat mereka menghela napas pelan dan mengangguk
Saat kembali ke rumah, Orlando dikejutkan oleh banyaknya mobil mewah berwarna hitam terparkir tepat di depan rumahnya.Bukan hanya itu, beberapa orang berbadan besar sudah menodongkan senjata api di kepalanya dan Lyora. Gadis itu tentu saja pucat, memegang kuat lengan kakaknya dengan badan bergetar."Jangan takut." Bisik Orlando.Lyora mengangguk dan tetap berpegangan teguh di lengan kakaknya, kakinya sudah lemas melihat senjata-senjata itu mengarah tepat di pelipisnya.Orlando berjalan pelan, begitupun dengan mereka yang tetap tidak melepasnya."Turunkan senjata kalian. Kalian tidak melihat adikku ketakutan." Jengah Orlando. Tahu siapa yang bertamu di rumahnya tato kecil berlambang kelabang di leher mereka sudah menunjukkan dari mana asalnya."Ikut saja. Kami tidak akan melakukan apapun selama Tuan tidak melawan." Orlando mendengus, sejak tadi dia diam, tidak melawan tetapi orang-orang ini yang keterlaluan. Sampai di dalam rumahnya. Orlando sudah disambut oleh pria dengan mata tajam
"Untuk apa kalian datang? Dan kau Richard, kita sudah berjanji, kau akan rahasiakan ini dari siapapun. Aku kecewa." Richard menghela napas pelan, "Anna, kau tidak merindukannya? Tuan terlihat sangat khawatir."Richard kembali menambahkan, "Dia harus tahu kabar kehamilanmu."Rianne menggeleng, "Jangan beritahu dia, biarkan dia hidup sesukanya, sampai kapanpun Alexander akan tetap seperti itu."Caroline mendekati Rianne, duduk di sebelahnya, tangan halusnya langsung menyentuh perut Rianne, "Bagaimana rasanya hamil?" Tanya nya menatap Rianne, dia melanjutkan, "Sejak awal hubungan kita tidak baik. Tapi, aku akan meluruskan sedikit masalahmu."Sambil mengelus perut Rianne dia melanjutkan, "Beri dia kesempatan sekali lagi. Aku mendukungmu meninggalkannya dan menikah dengan pria lain kalau dia sampai mengkhianatimu lagi."Caroline melanjutkan, "Alexander sudah meninggalkan usaha di rumah pelacuran. Sudah menyerahkan tempat perjudian pada Roi juga. Dan ku dengar markasnya meledak." Caroline
"Bagaimana? Rafh mengakuinya?" Bukan Alexander yang bertanya tetapi Richard. Caroline masuk ke kamarnya dengan wajah lesu. Di dalam kamar sudah ada Richard, mantan Dokter Alexander ini belum bertemu langsung dengan mantan majikannya.Alasannya karena Alexander yang terus menghilang."Tidak. Dia juga tidak tahu katanya." "Kau yakin? Bisa saja Rafh berbohong."Caroline melepas pakaiannya begitu saja di hadapan Richard, juga mengganti dengan pakaian baru tanpa merasa malu. Richard hanya menggeleng karena kekasihnya ini sangat--berbeda."Tidak. Aku tahu kapan Rafh berbohong dan tidak."Richard berdiri dan memeluk Caroline dari belakang, "Aku cemburu. Sepertinya kau memang ada rasa padanya."Caroline berbalik dan mencubit kedua pipi liat Richard, "Jangan memancing. Kau juga mencintai Rianne kan? Jadi aku harus bagaimana?""Masa lalu. Sekarang masa depanku ada di hadapanku." Richard menaik turunkan alisnya dan Caroline tahu apa maksud kode itu."Tidak sekarang, aku harus menemui Alexander.
Sementara itu, Maya sudah melepas rangkulannya dari Rafh saat Caroline datang mendekatinya. Senyum wanita itu masih tetap sama seperti dulu manis dan juga--menawan.Maya berdehem, berniat akan meninggalkan keduanya tetapi Rafh menahan tangannya. Maya jelas merasa tidak enak, mereka bukan tokoh utama dalam cerita ini tetapi Rafh seolah mengambil peran lebih banyak. Itu yang Maya pikirkan."Bagaimana kabarmu?" Caroline menyapa lebih dulu, memperhatikan Rafh seperti biasanya, bahkan tatapannya juga masih sama seperti dulu."Baik, Nona." Caroline menyapa Maya juga, wanita yang bisa Richard bahas saat mereka senggang, "Anda Dokter Maya, bukan?" Maya mengangguk."Panggil Maya saja. Nona."Caroline terkekeh, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Richard selalu membahas dirimu." Maya hanya tersenyum kecil.Caroline menoleh ke kiri dan ke kanan, ada yang belum terlihat olehnya, "Dimana Rianne? Aku tidak melihatnya?" Tanyanya pada Rafh."Nyonya, tidak ikut."Alis Caroline naik setengah, "Kenapa?