“Kembalilah Tuan!” Rianne melangkah masuk ke dalam ruangannya, terlalu lama betatap muka dengan pria yang masih duduk disana membuatnya semakin muak.Alexander berdiri dan meninggalkan kedai kopi Rianne, percuma juga menunggu wanita itu keluar karena selama setengah jam Alexander disana Rianne tidak juga datang memunculkan dirinya.Setelah dari kedai Rianne pria dengan wajah tampan itu melanjutkan perjalannya, besok hari dia akan kembali melakukan perjalanan dalam beberapa hari ke depan, tetapi sebelum itu dia harus menemui Caroline terebih dahulu, wanita manja itu harus diberi peringatan agar tidak melakukan hal buruk ke depannya.“Dimana Caroline?” tanya Alexander pada para pelayan yang menyambutnya.“Nona berada dikamarnya Tuan,” ucap salah satunya.Langkah kakinya semakin lebar menaiki tangga, dan setelah sampai didalam kamar, Alexander jelas melihat bagaimana Caroline yang sudah menunggunya dengan penampilan yang sangat menggoda keimanannya.“Sayang kau sudah kembali?” Caroline b
Renata sudah membayangkan apa yang akan terjadi saat tangan kekar itu sudah menyusup ke dalam dress tipisnya. Tubuhnya meremang saat merasakan tangan kekar itu sudah sampai di area yang paling sensit*f dari tubuhnya.Bibir bawahnya di gigit karena tidak bisa berpikir dengan waras. Matanya juga sudah tertutup, Alexander sudah menyunggingkan senyumnya, dengan gerakan sens*al dia membuat Renata semakin mengigil dengan hanya belaian diatas kain berendanya.“Tu-tuan ….” Lirihnya.Alexander bangkit dari atas tubuh Renata dan mengucapkan kata maaf karena hampir saja kelepasan, dia membantu Renata untuk bangun, didalam hati Renata merutuki dirinya karena berbicara.“Bodoh kau Nata!!” umpatnya.Renata menunduk, dia menginginkan hal lebih tetapi kenapa bibirnya harus bersuara tadi, dia ingin sekali menyumpahi kebodohannya. Sampai dia mendengar suara Alexander yang membuat gendang telinganya berdengung.“Kau mengingikan lebih?” tanya pria yang sekarang itu sudah minum dan memperlihatkan jakunny
Anita sedikit goyah, dia ingin bekerja lebih lama bersama Rianne tetapi mengatakan kebenaran apakah itu pilihan yang tepat? Rianne menyadari kegelisan wanita di depannya.“Bagaimana?” Rianne masih memaksa, semakin di lihatnya Anita tertekan semakin dia mencoba mempengaruhi, “Aku hanya ingin tahu bagaimana dia, aku hanya ingin kau jujur, aku janji setelah kau katakan kau bisa disini,”“Nona, saya hanya bisa mengatakan kalau Tuan Xander orang yang baik, dia memang sering meminjam kan uang kepada yang membutuhkan tanpa syarat apapun, asal bisa mengembalikan sebelum jatuh tempo,” Anita menjelaskan dengan meremas jari-jarinya.“Lalu jika tidak bisa mengembalikan diwaktu yang mereka sepakati bagaimana?” Rianne sedikit ngeri sekarang, pasalnya dia juga memiliki hutang pada pria berwajah malaikat itu.“Maka kami wanita nya juga mendapatkan hukuman, ah mungkin bukan hukuman bagi yang menyukai dan menikmati banyaknya uang yang didapat,” jawab Anita ambigu.“Bisa kau jelaskan dengan jelas?” Rian
“Kau setuju?” tanya wanita dengan rambut sedikit curly itu, dia berharap apa yant dia usahakan kali ini berhasil. “Terserah kau saja kalau ragu, apa kau tahu wanita yang bekerja di rumahmu sekarang?” Rianne masih diam, apakah dia harus percaya pada wanita di depannya sedangkan dia tahu bahwa wanita itu tidak menyukainya.“Apa tujuanmu membantuku? Apakah karena kau takut aku akan merebutnya darimu?” sindir Rianne membuat Caroline mengepalkan tangan.“Nona … jangan khawatirkan itu, saya bahkan tidak pernah tertarik dengannya lalu kenapa nona terlihat sangat bersemangat membantu saya?”“Rianne … aku mencintai Alexander, kau mungkin tidak tertarik padanya tetapi bagaimana dengannya?”Rianne menghela napas, dia juga jengah dengan hidup ini, dia juga ingin pergi jauh, meninggalkan semua kenangan pahit yang di alaminya, “Baiklah, aku akan pergi, Nona jangan khawatir,” Setelah mengatakan itu Rianne bangkit dari duduknya dan meninggalkan Caroline yang tersenyum dengan lebar.“Gadis bodoh!”H
Sampai di ruang kerjanya, Alexander melihat sebuah kotak berukuran sedang disana, dan dengan langkah lebar Alexander mendekati meja tersebut dan meraih benda yang kemungkinan Rianne bawa.Perasaannya sudah tidak enak tetapi dengan tidak sabar dia membuka, wajahnya memerah karena seperti tahu apa yang ada di dalam, dan benar saja seperti apa yang dia pikirkan.“Anna!!” geramnya dan melempar kotak yang ditangannya, isi yang penuh berhamburan di dalam ruangan yang didominasi oleh warna hitam tersebut.Saat akan keluar dia melirik sebuah kertas lain di antara kertas-kertas lain yang berserakan.“Tuan, saya kembalikan sisa hutang kakak saya, setelah ini kita tidak ada urusan apapun, tapi yakinlah kita akan bertemu kembali,” RianneKalimat singkat yang Rianne ungkap di atas kertas putih itu diremas kuat oleh Alexander, dia merasa ada yang tidak beres selama dia pergi. Dengan langkah yang sangat cepat naik.Setelah mandi dan mengganti pakaian dia langsung saja bergegas bersama Rafh, dia haru
Setelah jam makan siang selesai, dengan senyum mengembang Renata masuk ke dalam ruangan sang Tuan. Rok hitam spannya yang terkesan sangat ketat membuat bagian belakang sangat menonjol. “Duduklah!” Alexander yang sudah duduk di sofa single meminta Renata duduk. Mereka tidak hanya berdua ada Rafh juga disana. Dan itu membuat Renata sedikit kecewa. Renata duduk. Sedikit canggung karena ada Rafh disana, dan untungnya tuan yang rupawan ini mengerti, “Rafh tinggalkan kami berdua,” pria tinggi dan bermata coklat itu berdiri lalu membungkuk sedikit. Sekarang tinggallah dua orang lawab jenis yang baru beberapa hari melakukan hal panas. Wajah Renata memerah karena malu karena mengingat semuanya. “Tu-tuan. Tugas apa yang akan saya kerjakan?” tanya nya sedikit tergagap. Entahlah biasanya Renata sangat lancer dan fasih. “Kemarilah!” Alexander memanggil Renata agar lebih dekat dengannya, sungguh tawaran yang tidak boleh di lewatkan begitu saja. “Duduk di bawah!” Alexander memerintahkan Renata
Rafh menikmati setiap sentuhan yang Caroline berikan, matanya tertutup merasakan tangan lembut itu menjelajah pada tubuhnya yang sudah bergetar karena tidak bisa menahan gejolak yang semakin membuncah.“Hentikan nona!” Rafh menangkap tangan Caroline dan menjauh meninggalkan wanita yang hampir saja membuatnya mendapatkan malapetaka jika tidak cepat menghindar.Tetapi betapa terkejutnya dia saat melihat siapa yang sudah masuk dalam kamarnya dengan senyuman yang memabukkan. Caroline menutup pintu dan membuang kunci dengan sembarang.“Nona, apa yang anda lakukan?” bohong jika Rafh tidak tergoda melihat penampilan menggoda dari kekasih tuannya, tubuh sintal dan wajah bak bidadari, Rafh menelan ludah susah payah, mencoba menghindar.“Kenapa menghindar? Apakah kau tidak suka dengan sentuhanku?” suara Caroline sangat lembut membuat bulu kuduk Rafh semakin meremang. Jiwa kelelakiannya bangkit namun masih berusaha ditahan.“Nona. tuan Alexander tidak akan suka jika anda melakukan ini. Tolong ke
Rianne mematung, jelas dia melihat darah mengalir dari lengan Orlando, tetapi pria itu hanya menampakkan wajah biasa saja seolah dia hanya terkena suntikan kecil. Sementara itu, para pengawal yang bersama Orlando semua mengarahkan senjata pada Rafh dan Alexander yang memang datang hanya berdua. Mungkin.“Minta anak buahmu turunkan senjata mereka atau ku pastikan kau tidak akan melihat dunia lagi,” suara Alexander pelan tetap tersirat rasa kesal karena tangan berdarah itu masih tetap menggenggam tangan Rianne yang terlihat bergetar.“Tu-tuan, jangan lakukan apapun padanya, aku akan melunasi bunga hutang kakakku,” Rianne terbata tetapi tetap berusaha kuat, tetesan darah dari tangan Orlando semakin membuatnya takut.“Hutang? Apa maksudmu dengan hutang?” Orlando menoleh tetapi dia sudah melihat Rianne yang berlari dengan terburu ke dalam rumah. Seperginya Rianne Orlando memerintahkan anak buahnya menurunkan senjata.“Berapa sisa hutang Arche padamu?” Orlando tanpa basa basi, karena semaki
"Tuan, Rafh ... tolong maafkan kami." Frea menangis. Baru saja ayahnya menjelaskan semuanya. Ketidak sengajaannya menembak keluarga Rafh serta bagaimana Rafh kecil yang dibawa kabur oleh orang suruhan ayahnya. Rencana hanya untuk mengancam, tetapi takdir berkata lain. Tuan Frasino menembak habis keluarga Alexander.Karena rasa bersalahnya, tuan Frasino akan merawat kedua anak rivalnya. Alexander dan anak yang diculiknya--Rafhael. Namun, nyatanya seseorang sudah membawa anak itu lebih dulu.Mengetahui bahwa Frea menyukai Alexander dan berakhir dengan penolakan, kemarahan tuan Frasino kembali meledak. Dia mengusir Alexander dan mencibirnya sebagai anak tidak tahu terima kasih."Nona Frea, ayahmu melenyapkan orang tuaku coba jelaskan padaku, bagaimana cara memaafkanmu?" Suara Rafh terdengar semakin dingin."Kau tidak dengar? Ayahku tidak sengaja melepas pelurunya," "Seperti ini?" Satu tembakan tepat di jantung tuan Frasino yang Rafh lepaskan. Frea menjerit karena melihat ayahnya semaki
Rianne tidak akan melepas suaminya, perasaannya mendadak tidak enak sama sekali. Bukankah perasaan orang hamil itu sensitif?Alexander memegang wajah istri, mencium seluruh bagian di wajahnya."Hanya beberapa hari saja, hmm." "Memangnya kau mau kemana? Jangan berbohong dengan mengatakan kau akan bekerja. Alexander, aku tahu dirimu."Menghela napas panjang, Alexander memasang senyum secerah mungkin, tidak bisa dia katakan kepergiannya karena kondisi Rianne yang mengandung. "Rafh. Dia harus melihat tempat kerjanya sayang. Perusahaan itu adalah milik orang tuaku yang terbengkalai dan aku berencana menyerahkan pada Rafh. Dia akan membesarkannya," kilahnya tidak sepenuhnya salahAlis Rianne menyatu, masih tidak mengerti, "Rafh adalah keluargaku yang masih tersisa, dia harus bertanggung jawab untuk masa depannya."Mata Rianne membola, lagi-lagi dia dikejutkan dengan berita besar.Alexander mengangguk saat Rianne kembali mengulang kata keluarga. "Aku juga belum mengatakan ini padanya. Dan
Tidak tahan lagi, Alexander langsung menyerang sang istri dengan cepat tetapi masih dengan hati-hati.Siang itu, tidak hanya cuaca diluar saja yang panas, tetapi di dalam kamar dengan pendingin juga sudah terasa panasSuami istri yang sudah terpisah beberapa bulan itu, sama-sama melepas rindu di dalam kamar dengan segala macam gaya. Erangan desahan mengalun indah bersama dengan gerakan pasti si pria. "Sayang ... aku ...." Rianne tersengal, napasnya memburu, ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana rasanya."Bersama sayang. Tolong tunggu aku." Alexander menggerakkan pinggangnya semakin cepat, keduanya menegang karena sebentar lagi akan ada ledakan yang dahsyat."Aaaahhhh." Keduanya mendesah panjang bersama, Alexander mendongak begitupun juga dengan Rianne yang berada dibawahnya yang bergetar karena mendapatkan pelepasan bersama.Napas keduanya memburu, senyum cerah keduanya terlihat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menikmati semuanya."Aku mencintaimu." Alexander menjatuhkan
Orlando berdecak, dia tidak memikirkan Rianne, dia hanya menyakinkan dirinya kalau Frea memang tidak ada lagi di hatinya."Anna tahu kalau kau yang menabrak keluarganya?" Tanya Richard."Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama itu." Alexander melanjutkan, "Anna tahu, tetapi tidak tahu kalau dalang dari semua ini adalah keluarga Frea."Sejak tadi Rafh hanya diam saja. Berita besar ini baru saja di dengarnya dan dia tidak menyangka akan serumit ini ceritanya, terlalu berkelok dan berliku."Rafh. Antar Orlando bertemu dengan Frea. Kita akan mengikutinya dari belakang. Selama ini pria tua itu terlalu pandai untuk bersembunyi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya."Rafh mengangguk. Sementara itu, Richard yang tidak tahu harus melakukan apa, berencana ikut dengan mereka tetapi Alexander mencegah dengan Alasan para wanita tidak ada yang menjaga.Saat itu juga Alexander menempatkan mereka di tempat yang memang seharusnya mereka tinggali.Rafh akan tetap menjalankan bisnis sang tuan.
Richard mendengus kesal, artinya selama ini hanya dia saja yang merasa menjadi sahabat kedua pria bengis ini. Jadi tidak heran kalau Alexander menerjangnya sampai babak belur saat itu, dan Orlando? Jangan tanyakan pria di sebelahnya ini. Di otaknya hanya ada nama Rianne. Sialnya lagi, mereka bertiga menyukai wanita yang sama. Dan selalu Alexander yang mendapatkan hasilnya."Rafh menelepon dan menceritakan semuanya padaku. Sebagai teman Anna, jelas saja aku ikut prihatin karena seseorang tidak menghargai perasaannya dan aku mengurus semuanya." Sindir Richard."Kalian berdua," tunjuk Orlando pada kedua penjaga yang melaksanakan perintah Rafh tanpa sepengetahuannya."Besok datang ke ruanganku, aku akan memberikan imbalan pada kalian karena sudah menjaga istriku malam itu." Kedua penjaga itu saling pandang, semebtara Rafh membola."Terima kasih Tuan." Jawab mereka bersamaan dengan wajah cerah. Apa yang Alexander katakan selanjutnya mampu membuat mereka menghela napas pelan dan mengangguk
Saat kembali ke rumah, Orlando dikejutkan oleh banyaknya mobil mewah berwarna hitam terparkir tepat di depan rumahnya.Bukan hanya itu, beberapa orang berbadan besar sudah menodongkan senjata api di kepalanya dan Lyora. Gadis itu tentu saja pucat, memegang kuat lengan kakaknya dengan badan bergetar."Jangan takut." Bisik Orlando.Lyora mengangguk dan tetap berpegangan teguh di lengan kakaknya, kakinya sudah lemas melihat senjata-senjata itu mengarah tepat di pelipisnya.Orlando berjalan pelan, begitupun dengan mereka yang tetap tidak melepasnya."Turunkan senjata kalian. Kalian tidak melihat adikku ketakutan." Jengah Orlando. Tahu siapa yang bertamu di rumahnya tato kecil berlambang kelabang di leher mereka sudah menunjukkan dari mana asalnya."Ikut saja. Kami tidak akan melakukan apapun selama Tuan tidak melawan." Orlando mendengus, sejak tadi dia diam, tidak melawan tetapi orang-orang ini yang keterlaluan. Sampai di dalam rumahnya. Orlando sudah disambut oleh pria dengan mata tajam
"Untuk apa kalian datang? Dan kau Richard, kita sudah berjanji, kau akan rahasiakan ini dari siapapun. Aku kecewa." Richard menghela napas pelan, "Anna, kau tidak merindukannya? Tuan terlihat sangat khawatir."Richard kembali menambahkan, "Dia harus tahu kabar kehamilanmu."Rianne menggeleng, "Jangan beritahu dia, biarkan dia hidup sesukanya, sampai kapanpun Alexander akan tetap seperti itu."Caroline mendekati Rianne, duduk di sebelahnya, tangan halusnya langsung menyentuh perut Rianne, "Bagaimana rasanya hamil?" Tanya nya menatap Rianne, dia melanjutkan, "Sejak awal hubungan kita tidak baik. Tapi, aku akan meluruskan sedikit masalahmu."Sambil mengelus perut Rianne dia melanjutkan, "Beri dia kesempatan sekali lagi. Aku mendukungmu meninggalkannya dan menikah dengan pria lain kalau dia sampai mengkhianatimu lagi."Caroline melanjutkan, "Alexander sudah meninggalkan usaha di rumah pelacuran. Sudah menyerahkan tempat perjudian pada Roi juga. Dan ku dengar markasnya meledak." Caroline
"Bagaimana? Rafh mengakuinya?" Bukan Alexander yang bertanya tetapi Richard. Caroline masuk ke kamarnya dengan wajah lesu. Di dalam kamar sudah ada Richard, mantan Dokter Alexander ini belum bertemu langsung dengan mantan majikannya.Alasannya karena Alexander yang terus menghilang."Tidak. Dia juga tidak tahu katanya." "Kau yakin? Bisa saja Rafh berbohong."Caroline melepas pakaiannya begitu saja di hadapan Richard, juga mengganti dengan pakaian baru tanpa merasa malu. Richard hanya menggeleng karena kekasihnya ini sangat--berbeda."Tidak. Aku tahu kapan Rafh berbohong dan tidak."Richard berdiri dan memeluk Caroline dari belakang, "Aku cemburu. Sepertinya kau memang ada rasa padanya."Caroline berbalik dan mencubit kedua pipi liat Richard, "Jangan memancing. Kau juga mencintai Rianne kan? Jadi aku harus bagaimana?""Masa lalu. Sekarang masa depanku ada di hadapanku." Richard menaik turunkan alisnya dan Caroline tahu apa maksud kode itu."Tidak sekarang, aku harus menemui Alexander.
Sementara itu, Maya sudah melepas rangkulannya dari Rafh saat Caroline datang mendekatinya. Senyum wanita itu masih tetap sama seperti dulu manis dan juga--menawan.Maya berdehem, berniat akan meninggalkan keduanya tetapi Rafh menahan tangannya. Maya jelas merasa tidak enak, mereka bukan tokoh utama dalam cerita ini tetapi Rafh seolah mengambil peran lebih banyak. Itu yang Maya pikirkan."Bagaimana kabarmu?" Caroline menyapa lebih dulu, memperhatikan Rafh seperti biasanya, bahkan tatapannya juga masih sama seperti dulu."Baik, Nona." Caroline menyapa Maya juga, wanita yang bisa Richard bahas saat mereka senggang, "Anda Dokter Maya, bukan?" Maya mengangguk."Panggil Maya saja. Nona."Caroline terkekeh, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Richard selalu membahas dirimu." Maya hanya tersenyum kecil.Caroline menoleh ke kiri dan ke kanan, ada yang belum terlihat olehnya, "Dimana Rianne? Aku tidak melihatnya?" Tanyanya pada Rafh."Nyonya, tidak ikut."Alis Caroline naik setengah, "Kenapa?