"Kau masih marah, Anna?" Alexander mengikuti Rianne dari dalam kamar sampai ruang makan, wanita ini ternyata sangat pemarah, dan Alexander baru mengetahuinya."Tidak. Untuk apa aku marah." Rianne duduk, minum susu coklat miliknya dan mengoleskan roti dengan olesan coklat juga."Kalau begitu kenapa mendiami ku? Bukankah setiap pagi kau tersenyum dan mengucapkan selamat pagi yang romantis?"Rianne membulatkan mata karena Alexander mengatakan itu di depan pelayan. Apakah pria ini tidak malu?"Apa yang kau katakan, kau tidak melihat ada yang mendengar?" Bisik Rianne, Sementara pelayan yang sementara menyiapkan makanan tidak tahu harus bagaimana karena jika meninggalkan pekerjaannya, sudah pasti tuannya akan semakin marah."Aku tidak peduli, kau mendiami ku sepanjang malam, dan--,""Oke, maafkan aku, aku tidak marah padamu, aku hanya masih sangat terkejut dengan apa yang aku alami." Tidak sepenuhnya bohong karena Rianne memang masih trauma dengan apa yang Viola lakukan padanya, tetapi dia j
"Kau baik-baik saja?" Tanya Alexander, wajah Rianne semakin pucat saja. Dia memapah Rianne dan membantunya duduk."Hem. Aku baik-baik saja." Rianne memegang perutnya, otaknya tengah bekerja memikirkan apa yang sebenarnya terjadi, tiba-tiba saja dia melihat ke arah Alexander yang masih terlihat sangat khawatir."Aku harus kembali." Ucapnya langsung berdiri."Kau kenapa? Kita sudah disini, lebih baik langsung menemui Dokter saja." Rianne menggeleng, dia tidak ingin bertemu dengan Dokter siapapun sekarang. Dia ingin pulang tanpa atau dengan Alexander pun."Aku baik-baik saja, percayalah! Aku hanya masuk angin. Lagi, aku sangat membenci bau rumah sakit." Rianne tetap memohon agar Alexander mau menurutinya. Tadinya dia ingin pulang sendiri tetapi merasakan kondisinya yang tidak stabil sepertinya akan sangat berbahaya."Aku mohon." Ucapnya kembali dengan wajah memelas.Alexander yang melihat itu menghela napas lelah, terapi juga curiga pada Rianne yang tiba-tiba saja ingin kembali."Baiklah
Alexander mencium kening Rianne, lembut, setelah itu mengusap kepalanya sayang, "Aku akan usahakan pulang lebih cepat. Ingin di belikan apa?""Manisan mangga, ada?" Membayangkan itu liur Rianne seperti akan menetes, dia membulatkan mata, mengingat sesuatu, bagaimana kalau Alexander curiga padanya?"Manisan?" Alis Alexander tertaut."Hem, kalau ada, aku melihatnya di sosial media beberapa hari yang lalu, tapi tidak ingat siapa pengunggahnya."Tidak mencurigai apapun Alexander mengangguk, "Aku minta Rafh mencarikannya dan langsung diantar."Rianne menggeleng, "Kau yang lakukan. Selesai rapat tolong carikan. Hem." Alexander berdehem.Dia yang sudah terlambat mencium kembali kening Rianne dan langsung meninggalkan Rianne tanpa curiga sedikitpun. Dia hanya ingat akan bergegas ke kantor kemudian rapat."Bagaimana ini?" Rianne, mengusap perutnya yang masih rata.Membayangkan dirinya hamil saja sudah membuatnya sangat takut. Yang tidak dia mengerti, bagaimana bisa dia hamil, setelah rajin men
Sampai di mansion, Alexander langsung naik ke lantai atas, dia harus memastikan apa yang Rafh katakan benar. Sejak keluar dari kantor wajahnya terus berbinar, dia bahagia. Ya jelas saja dia harus bahagia karena usahanya mengganti obat Rianne berhasil.Di dalam kamar Alexander masih melihat Rianne yang tidur meringkuk dengan memeluk guling, dan yang membuat Alexander sampai mengernyit karena Rianne mengenakan kemejanya.Alexander masuk ke kamar mandi dengan langkah sepelan mungkin, dia tidak ingin Rianne bangun sebelum dia memastikan apa yang Rafh laporkan.Ruangan berdinding gelap itu terlihat sangat bersih, tetapi mata elang Alexander masih terus mencari sesuatu sampai dia berdiri di depan tempat sampah yang berada disana.Dengan memejamkan mata, berharap langsung menemukan, Alexander membuka bak sampah dan membola saat menemukan benda yang memang seharusnya dilihatnya.Dia mengambil dan memperhatikan dengan baik, mengambil ponsel di saku celana dan mengabadikan benda tersebut."Anna
Orlando menggeleng, dia tidak akan membiarkan adiknya melakukan apapun yang tidak baik, termaksud dengan membalas dendam pada Viola karena itu adalah tugasnya."Lyora, aku sudah berjanji pada paman dan bibi, aku berjanji akan menjagamu dari hal-hal buruk, yang artinya tugas membalas wanita itu adalah tugasku. Mengerti?""Tapi kak?""Kalau ingin membantu, tolong jaga dirimu saja, jauhi Viola."Mau tidak mau Lyora mengangguk, memang lebih tepat saat ini adalah menjauhi Viola, dia akan meminta maaf pada Rianne setelah dia merasa baik-baik saja.Malam harinya, Frea datang dengan Orlando yang menjemputnya langsung ke hotel. Gadis cantik itu sejak siang tidak henti memikirkan bagaimana cara bertemu lagi dengan Alexander lagi."Ini kamarmu, aku harap kamu betah." Orlando membuka pintu untuk Frea dan membawa masuk semua koper milik sekretarisnya."Terima kasih Tuan, saya akan bekerja dengan baik mengurus nona Lyora.""Maafkan aku karena harus memintamu bekerja diluar tugasmu yang sebenarnya,
"Sayang, aku bersalah, aku membuatmu kehilangan kakakmu," Alexander memiringkan tubuhnya menghadap Rianne, mengusap wajah mulus kekasihnya."Jangan dibahas lagi."Menghela napas pelan Alexander mengangguk, dia baru saja akan memejamkan mata, pintunya diketuk seseorang, Alexander yang ingin mengabaikan merasa terganggu karena ketukan itu tidak juga berhenti. "Tunggu disini, aku akan melihat siapa yang sudah berani mengganggu kita."Rianne hanya berdehem, dia memperhatikan Alexander yang melangkah ke arah pintu kemudian menghilang dibaliknya. Rianne memejamkan mata, dia lelah.Tetapi matanya kembali terbuka saat melihat Alexander yang terlihat terburu menggunakan kembali kemejanya."Kau mau kemana?"Alexander berbalik, dengan senyum tulusnya dia mendekati Rianne dan mencium keningnya, "Aku akan memeriksa sesuatu sebentar, mungkin akan kembali terlambat."Tianne mengerutkan kening, "Kemana? Bukankah kau bilang besok kita akan menikah?" Rianne duduk, dia jelas melihat wajah gusar Alexande
Alexander mengerutkan kening karena tidak biasanya ada yang mencarinya sampai dia sendiri yang meminta.Alexander melihat ke arab Rafh yang langsung diangguki oleh tangan kanannya tersebut."Tuan." Suara lembut dan sangat halus milik Erika, Alexander mengangkat wajah dan menatap lamat wanita yang pernah memuaskan nya saat itu. Beberapa orang yang tadi berjaga sudah keluar semua, termaksud Rafh. Alexander menugaskan nya dengan pekerjaan yang lebih penting.Membuat Framos merasakan akibat karena sudah berani mencari masalah dengan sang tuan."Tuan, Kau terlihat semakin tampan dan panas." Suara Erika mendayu ditelinga Alexander.Wanita itu mengenakan rok merah ketat diatas lutut, bahkan jika duduk isi dalam roknya akan terlihat sangat jelas, belum lagi, pakaian yang digunakannya, wanita itu mengenakan kemben yang juga berwarna merah menyala yang hanya menutupi bagian yang menonjol dan bulat sempurna."Duduklah!" Alexander adalah pria normal, disuguhi dengan hidangan lezat sudah pasti aka
"Anna ... tolong dengarkan aku." Alexander sudah membujuk sejak tadi tetapi Rianne tetap juga tidak tergoyahkan. Dia ingin tidur dan berharap rasa nyeri di perutnya mengurang.Rianne hanya meminum seteguk tetapi kenapa reaksinya harus segera? Sekarang dia menyesal. Sungguh menyesal."Bersihkan dirimu lalu tidur. Aku tidak mau mencium bau wanita lain di tubuhmu." Setelahnya Rianne benar-benar memejamkan mata sambil meringkuk.Melihat itu Alexander hanya menghela napas, dia berjalan memutari ranjang dan menghadap Rianne yang sudah memejamkan mata.Alexander membungkuk sedikit dan mengecup kening Rianne, setelah itu berjalan ke arah kamar mandi, membersihkan diri dalam jangka waktu yang cukup lama.Sementara di tempat yang berbeda, Rafh sudah melakukan tugasnya dengan baik, membawa Erika ketempat yang sudah tuannya perintahkan."Tuan Rafh, lepaskan saya." Erika memberontak karena kaki dan tangannya terikat di tiang ranjang.Rafh hanya diam saja, menghembuskan asap rokok ke sembarang arah