"Apa?" tanyaku terkejut."Beristirahatlah," jawab perawat itu sambil tersenyum.Aku memejamkan mata, tapi sama sekali tidak tidur. Apa benar Dante mengkhawatirkan aku? Tapi, kenapa? Selama ini dia sangat tidak peduli kepadaku. Lalu kenapa sekarang khawatir? Aneh.***"Hari ini beristirahatlah di rumah, jangan pergi kemanapun," ucap Dante begitu kami masuk ke dalam mobil.Aku diam saja. Tidak tahu harus berkata apa."Dan ingat jangan lewatkan waktu makanmu. Apa kau bayi yang harus disuapi? Tidurlah yang cukup, agar tidak merepotkan orang lain," lanjutnya dengan ketus."Kalau kau tidak mau repot, untuk apa mengurusku?" balasku kesal.Kenapa pria ini gampang sekali memancing amarahku. Dia membuatku sangat kesal hanya dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya.Padahal selama ini aku adalah orang yang sangat ahli menahan diri. Aku bisa dengan mudah mengacuhkan kata-kata pedas dari orang-orang yang membenciku. Tapi Dante benar-benar seperti saklar yang mematikan pertahanan diriku setiap kal
Wajah kami berhadapan begitu dekat, lagi-lagi aku bisa menghirup aroma segar tubuhnya. Matanya ... indah sekali. Jantungku bukankah seharusnya dia berdetak sangat kencang dalam keadaan seperti ini? Kenapa kali ini dia malah berhenti berdetak?Apa aku akan mati? Kenapa tiba-tiba jantungku berhenti?"Minggirlah! Kau berat!" bentak Dante membuat jantungku kembali berdetak dengan normal.Aku segera bergeser dan berusaha berdiri dengan cepat."Berhentilah bersikap ceroboh dan berhati-hatilah. Jangan membuat kakek membuang-buang uang untuk kelas pelatihan wanita kelas atasmu!" omelnya sambil keluar dari kamarku.Aku bahkan tidak memedulikan kata-katanya. Satu-satunya hal yang membuatku bingung adalah ada apa denganku? Mengapa aku merasakan hal-hal yang belum pernah aku rasakan? Kenapa rasanya seakan-akan dia mengambil napasku.Aku memegang dadaku dan menghela napas dalam. Tiba-tiba jantung ku berdetak dengan cepat ketika bayangan tubuhku berada di atas tubuh Dante kembali muncul. Perasaan ap
"Nona, apakah anda sudah kuat untuk melanjutkan pelatihan? Kalau sudah nanti sore akan ada pelatihan menggunakan perias wajah," cerocos Pedro setelah mengunyah makanannya."Ya, aku rasa aku cukup kuat," jawabku sambil melirik Dante yang tampak tidak peduli."Baiklah, kalau begitu. Makanlah, Nona," sahut Pedro sambil melanjutkan sarapannya.Dante selesai sarapan duluan dan langsung berdiri."Aku akan menunggumu di ruang tamu. Keluarlah kalau kau sudah selesai sarapan," ucapnya lagi-lagi tanpa menatapku.Apa dia membenciku? Kenapa dia sama sekali tidak menatapku hari ini? Apa kejadian kemarin membuatnya semakin membenciku? Apa dia merasa aku melewati batas? Tapi kemarin sama sekali tidak disengaja, aku terjatuh menimpanya karena tersandung. Kenapa pikirannya begitu sempit?"Apa kau akan ikut?" tanyaku sambil berdiri pada Pedro yang masih makan."Tidak Nona, hari ini saya harus melakukan sesuatu. Jadi Tuan Dante akan berangkat ke kantor sendirian," jawabnya terus menikmati makanannya.Apa
Aku segera melepaskan genggamannya dan tertawa dengan kaku."Ka, gurauanmu benar-benar berlebihan," sahutku sambil mengibaskan tangan."Ayo, cepat kita kejar mereka. Nanti kita ketinggalan," lanjutku sambil membalikkan badan dan mengejar Dora dan Rahul dengan langkah cepat, sebelum Joshua sempat melanjutkan perkataannya."Kalian jalan cepat sekali," seruku sambil merangkul bahu Dora dan Rahul bersamaan, sementara Joshua berjalan di belakangku."Kenapa kau disini? Sana berjalanlah bersama Joshua," bisik Dora sambil berusaha melepaskan rangkulanku.Aku tetap bertahan dan tidak melepaskan rangkulanku sampai kami tiba di restoran langganan kami.Dora segera menduduki kursi di samping Rahul sebelum aku meraihnya. Sehingga aku terpaksa harus duduk di samping Joshua, meski sebenarnya aku tidak nyaman.Ada apa denganku? Bukankah aku sangat menyukai Joshua? Mengapa ketika dia bilang merindukanku tadi, aku malah merasa terganggu. Tidak ada perasaan berbunga-bunga seperti dugaanku selama ini. Ak
Aku mengangkat kepalaku perlahan dan memberanikan diri menatap mata Joshua."Aku? Kita?" tanyaku gugup.Bagaimana ini? Otakku benar-benar kosong, aku tidak tahu harus berkata apa."Tenanglah, jangan tegang. Kau tidak harus buru-buru menjawabnya. Pikirkanlah dulu dengan tenang dan beritahu aku jawabannya kalau kau sudah siap," potong Joshua membuatku bisa bernapas sedikit lega."Baiklah, aku akan memikirkannya dulu," jawabku pelan.Aku senang mendengar Joshua juga menyukaiku, tapi kenapa tidak ada ledakan kembang api seperti yang aku lihat di film-film. Tidak ada perasaan menggebu-gebu yang membuatku melayang. Aku hanya ... senang. "Ayo, aku akan mengantarmu pulang," ucapnya sambil berdiri dan menjulurkan tangannya.Aku baru akan meraih tangan Joshua ketika telepon genggamku berbunyi."Tunggu sebentar," ucapku begitu melihat nama Dante muncul di layar teleponku."Halo.""Aku berada di sisi kanan. Masuklah ke mobil sekarang!" Aku menoleh ke sisi kananku dan melihat mobil Dante berhenti
Aku tiba di kampus setelah berlari di bawah gerimis dari halte bus, sambil menutupi kepalaku dengan jaket. Aku mematung di depan taman kampus, menatap hujan yang kembali deras, sambil bertanya-tanya dalam hati.'Mengapa dia tampak begitu berbeda tadi? Yang manakah Dante yang asli? Yang tadi atau yang selalu muncul di hadapanku?' Aku menghela napas dalam, menyadari kalau aku sama sekali tidak mengenal pria itu. Dante benar-benar orang asing bagiku."Hei, kau datang pagi sekali. Apa kau ada kelas tambahan?" Rahul tiba-tiba muncul sambil menepuk bahuku."Tidak, aku hanya ingin datang lebih pagi saja," jawabku terus menatap hujan."Apa yang kau lihat?""Hujan," jawabku singkat."Kenapa menatap hujan? Apa kau sedang ada masalah? Atau kau sedang bosan?" tanyanya lagi.Aku menggelengkan kepala, lalu menoleh ke arahnya sambil menjawab singkat."Ingin saja.""Benar-benar aneh!" gumamnya tapi ikut menatap hujan bersamaku."Bagaimana kemarin? Apa Joshua mengantarmu dengan selamat?" "Dia tidak
"Terima ... kasih," jawabku bingung.Ada apa ini? Kenapa dia tiba-tiba perhatian. Aku membuka plastik yang dia berikan, di dalamnya ada roti lapis, air minum dan beberapa batang coklat mahal.Aku segera membuka bungkus roti lapis itu dan menyantapnya. Dante sudah membelikannya jadi sebaiknya aku memakannya, lagipula sayang membuang-buang makanan."Kita akan naik kereta cepat ke sana, untuk menghemat waktu. Kita bisa tiba disana 3 jam lebih cepat daripada membawa mobil." "Baik," jawabku setelah menelan rotiku.Aku menghabiskan semua yang dibelikan yang dibelikan Dante tepat sebelum kami tiba di stasiun kereta cepat.Dante membeli tiket sementara aku menunggu di dekat pintu masuk sambil mengamatinya dari jauh. Beberapa wanita menatap Dante dengan tatapan kagum, terpesona bahkan sebagian lagi terang-terangan menatapnya dengan tatapan penuh birahi. 'Akhir-akhir ini makin banyak wanita yang tidak punya harga diri,' makiku menatap para wanita itu dengan kesal.Dante sedang berjalan mengham
Aku menatap Dante dengan marah. Apa maksudnya?"Itu bukan urusanmu! Kau tidak berhak mengatur perasaanku!" bentakku marah."Ya, kau benar. Aku tidak berhak mengatur perasaanmu. Hanya saja kau harus ingat satu syarat penting dari perjanjian kita yang tidak akan pernah aku ubah. Kau tidak boleh jatuh cinta kepadaku!" tegasnya tanpa menatapku."Jadi kau pikir aku jatuh cinta kepadamu? Karena aku ingin melindungimu saat kau mengalami serangan panik? Kau benar-benar besar kepala! Aku melakukannya demi kemanusiaan! Dari awal sudah aku katakan, aku tidak akan pernah jatuh cinta kepada pria sepertimu! Jadi jangan melewati batas dan mengatur dengan siapa aku harus berhubungan!" semburku ... berbohong.Dante tidak menjawab dan langsung menghidupkan mobil lalu mengendarainya keluar dari stasiun kereta cepat.Aku menatap keluar jendela dengan hati perih. Pria ini benar-benar membuat batasan yang sangat jelas dan terus membuatku sadar kalau dia tidak menginginkanku.Sebuah pesan masuk ke teleponku.
Aku langsung mengalihkan pandanganku ke Joshua, dan lanjut bernyanyi hingga lagunya selesai. Para partner dan pengacara senior bertepuk tangan dengan keras. Sementara para pegawai terlihat enggan tapi terpaksa bertepuk tangan untuk menghormati atasan mereka."Bagus, aku sampai terharu mendengar suara kalian," komentar Kitty sambil bertepuk tangan."Nona, apakah aku boleh kembali ke kamarku? Aku ingin beristrahat," ucapku dengan wajah lelah."Tentu, beristirahatlah," jawabnya lalu langsung maju ke depan dan melanjutkan acara.Aku permisi kepada Joshua lalu keluar dari aula pertemuan itu, sambil memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh Dante dan Naomi saat ini.Sepertinya Dante tidak menyukai suaraku, padahal aku berharap dia terpesona dengan suaraku seperti yang dirasakan Joshua. Tapi kenyataannya berbeda, dia bahkan tidak mau mendengarku bernyanyi sampai selesai."Ruby!" Aku menoleh. Dante menatapku lalu berjalan mendekatiku."Kau mau kemana?""Kembali ke kamarku.""Ikut aku," ajakn
"Nona Kitty, anda masih disini?" tanyaku terkejut."Aku kembali karena ada yang tertinggal. Jadi, bisa kau jelaskan? Apa benar kau sudah bersuami?" tanyanya dengan wajah serius.Aku tertawa canggung."Tidak, itu hanya candaan sahabat-sahabatku, memanggil kekasihku sebagai suamiku," elakku dengan wajah bingung."Kau sudah punya kekasih?" tanyanya lagi. Aku mengangguk."Anak muda sekarang memang luar biasa. Diantara kuliah dan magang masih sempat berpacaran. Ya sudah, istirahatlah!" sahutnya lalu segera keluar dari kamar.Aku mengembuskan napas lega. Untunglah dia tidak memperpanjang masalah suami ini. Selanjutnya aku harus sangat berhati-hati.***Aku terbangun, karena Kitty membangunkanku."Apa kakimu masih sakit?""Sepertinya sudah jauh lebih baik," jawabku masih dengan mata yang berat."Kalau begitu bersiaplah, lalu turun untuk makan malam.""Baik," jawabku sopan.Aku mandi dengan cepat lalu segera turun sebelum Kitty kembali menjemputku."Itu dia anak magang yang kemampuan aktingny
"Hei! Anak magang, apa yang kau lakukan? Untung kakiku tidak kena serpihan. Bersihkan cepat!" bentak pegawai yang tadi bicara denganku."Iya, maaf," jawabku panik lalu segera mengumpulkan pecahan gelas tidak sengaja kujatuhkan itu."Apa yang terjadi?" tanya Kitty yang duduk tidak begitu jauh dari tempatku."Tanganku licin, jadi gelasnya jatuh," jawabku berbohong."Biarkan saja, biar petugas kebersihan yang membereskannya," ucapnya sambil menarik tanganku."Kau tidak apa-apa?" tanya Dante yang tiba-tiba muncul di hadapanku."Dia tidak apa-apa, Tuan," jawab Kitty sopan, lalu memanggil petugas kebersihan untuk membersihkan serpihan kaca.Dante menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan wajah khawatir."Apa itu?" tanyanya sambil berjongkok dan mengangkat celana panjangku perlahan."Kakimu berdarah, ada pecahan kaca yang menusuk kakimu!" seru Dante panik. Aku tadinya bahkan tidak merasakan apapun tapi setelah Dante mengatakannya, kakiku mulai terasa perih."Apa kau bisa berjalan
"Pindahlah ke tempat lain. Aku harus duduk di depan," ucap Dante, membuat Joshua langsung berdiri dan mundur ke belakang.Aku mencoba menyembunyikan senyumanku. Aku rasa dugaanku kali ini benar. Dia memang sengaja mengajak para pegawai magang karena aku. Seperti saat ini di sengaja naik bus, karena aku.Aku sangat senang hingga bisa mencium aroma angin, yang berhembus masuk dari pintu bus. Aromanya sangat wangi.Bus akhirnya mulai bergerak maju, sementara suasana yang tadinya gaduh kini sangat sunyi."Apa kau sudah sarapan? Tadi kau keluar dari rumah tanpa makan apapun," bisik Dante kepadaku."Belum," jawabku juga berbisik."Apakah kalian membawa sesuatu untuk dimakan sebagai sarapan?" tanya Dante kebelakang."Ada, Tuan," seru para pegawai cepat.Lalu beberapa orang datang, ada yang membawa roti lapis, roti manis, pasta dan beberapa camilan asin serta minuman kemasan.Dante mengambil roti dan pasta serta sebotol air mineral. Lalu meminta para pegawai kembali ke kursinya."Kau mau yang
"Kau magang disini? Bukankah kau baru masuk kuliah? Untuk apa kau magang disini? Apa Dante yang menyuruhmu?" tanya Naomi bingung."Sebenarnya dia baru tahu setelah aku diterima. Seniorku mengajakku magang untuk mengisi liburan dan menambah ilmu," jelasku, lalu masuk ke dalam lift yang sudah terbuka."Ilmu apa? Magang di tahun pertama, hanya akan menjadi pesuruh," cibir Naomi sambil menekan tombol ke lantai tujuan kami.Aku diam saja karena dia benar. Sejauh ini aku hanya menjadi pesuruh."Aku tidak menyangka kau sanggup melakukan apapun untuk mendekati Dante. Dalam hal itu, aku akui kau memang gigih. Tapi untuk menaklukkan hati pria, gigih saja tidak cukup!" tegas Naomi lalu keluar dari lift yang sudah terbuka dan meninggalkanku."Siapa yang mau mendekati Dante?" gumamku cemberut karena kata-kata Naomi.Aku baru masuk ketika Kitty berteriak memanggilku."Anak magang, cepat!"Aku langsung berlari dan menyerahkan pesanannya. Lalu kembali ke mejaku dan mengerjakan tugas yang membosankan
"Kenapa aku harus meninggalkan Dante hanya karena ancaman monster itu?" tanyaku bersikeras."Kau tidak tahu sejahat apa dia. Dia bahkan sanggup membunuh kakaknya sendiri! Jadi, dia pasti bisa melakukan hal yang lebih buruk lagi!""Aku tidak takut!""Tapi-""Aku dan Dante sudah bertekad kalau kami akan mengalahkan dan menghancurkannya. Jadi aku tidak akan mau menurutinya!' tegasku, meski sedikit ketakutan muncul di dalam hatiku."Mama khawatir kalian sudah hancur sebelum membalas dendam. Dia bisa melakukan apapun dan mama yakin bahkan setelah kalian bersatu pun, kalian akan kesulitan melawannya.""Aku tidak peduli. Aku akan tetap melawannya, jadi tidak usah halangi kami. Dan aku minta, jangan katakan ini kepada Dante. Aku tidak mau dia khawatir," sahutku mencoba untuk tetap tenang."Ruby, mama mohon. Mama tidak sanggup membayangkan sesuatu yang buruk terjadi kepadamu," isak ibuku sambil menggenggam tanganku.Hatiku begitu sakit melihatnya menangis ketakutan dan tanpa sadar tubuhku lang
"Dante? Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku terkejut sekaligus lega."Aku sedang ada urusan. Kau sendiri?""Aku ditugaskan untuk meminta izin kunjungan tahanan.""Sendirian? Kenapa tidak ada yang menemanimu?" tanya Dante sambil melihat ke belakang."Entahlah! Pegawai-pegawaimu sangat menyebalkan. Apa mereka tidak tahu kalau aku sama sekali tidak punya pengalaman! Bisa-bisanya menyuruh anak magang, mahasiswa tingkat satu pergi sendirian seperti ini," keluhku hampir menangis."Kalau begitu berhenti saja," sahut Dante sambil tersenyum."Tidak! Aku akan bertahan! Tapi ... bisakah kau membantuku?""Aku? Kau bilang aku tidak boleh mempergunakan posisiku. Kenapa sekarang kau meminta bantuanku?" "Ayolah, bukan itu maksudku. Lagipula, aku hanya minta tolong diberitahu kemana aku harus pergi," pintaku dengan wajah memelas."Tidak!" tegasnya sambil berjalan masuk. Aku langsung berlari dan menghalanginya."Aku mohon. Tolong beritahu aku, kemana aku harus pergi. Itu saja."Aku kembali memohon d
"Dante," ucapku gugup sambil melihat sekelilingku.Untunglah ruangan ini sudah kosong, sepertinya semua pegawai sudah pulang kecuali aku."Apa yang kau lakukan disini? Semalam ini!" tanyanya dengan wajah serius."Aku ... aku sedang magang," jawabku dengan suara bergetar."Kau magang disini? Siapa yang mengizinkanmu magang?" "Aku ingin mengisi liburanku dengan hal yang berguna.""Kenapa tidak melakukan hal lain? Ambil kelas tambahan atau apapun itu. Untuk apa kau magang padahal kau hanya mahasiswa tahun pertama?" tanyanya dengan wajah kesal."Aku akan menjadi mahasiswa tahun kedua bulan depan. Dan kau tidak berhak mengatur bagaimana aku mengisi liburanku. Lagipula aku diterima magang karena kemampuanku. Buktinya mereka menerimaku meski tanpa bantuanmu!" bentakku ikut kesal.Kenapa dia tidak suka aku magang disini? Apa dia malu kalau orang-orang tahu aku istrinya?"Tentu saja mereka akan menerimamu! Apa kau tahu kalau firma hukum akan dengan senang hati menerima mahasiswa sepertimu? Ka
"Pedro!" seruku terkejut."Siapa dia?" tanya Joshua menatap aku dan Pedro bergantian."Dia kenalanku," jawabku cepat."Pedro, aku tidak tahu kalau kau bekerja disini. Ayo kita berbincang sebentar," ucapku sambil menarik lengan Pedro dan mengajaknya menjauhi Joshua.Pedro mengikutiku dengan wajah bingung."Nona, ada apa ini? Apa yang sedang anda lakukan disini?" tanya Pedro begitu kami sampai pantri yang kosong."Aku akan magang selama liburan di kantor ini. Dengar! Jangan katakan apapun kepada Dante!""Tapi, kenapa?" "Aku hanya akan magang selama sebulan, jadi dia tidak perlu tahu. Selain itu cobalah untuk menyapaku dengan biasa saja kalau kita bertemu, jangan bereaksi berlebihan seperti tadi. Aku tidak mau ada yang mengetahui hubunganku dengan Dante!" tegasku sambil menatapnya dengan tajam."Ba ... baik, Nona," jawabnya gugup.Aku segera meninggalkannya dan kembali ke ruang foto copy. Joshua sudah tidak ada, begitu juga dokumen yang harus aku perbanyak. Aku segera kembali ke ruangan