Wajah kami berhadapan begitu dekat, lagi-lagi aku bisa menghirup aroma segar tubuhnya. Matanya ... indah sekali. Jantungku bukankah seharusnya dia berdetak sangat kencang dalam keadaan seperti ini? Kenapa kali ini dia malah berhenti berdetak?Apa aku akan mati? Kenapa tiba-tiba jantungku berhenti?"Minggirlah! Kau berat!" bentak Dante membuat jantungku kembali berdetak dengan normal.Aku segera bergeser dan berusaha berdiri dengan cepat."Berhentilah bersikap ceroboh dan berhati-hatilah. Jangan membuat kakek membuang-buang uang untuk kelas pelatihan wanita kelas atasmu!" omelnya sambil keluar dari kamarku.Aku bahkan tidak memedulikan kata-katanya. Satu-satunya hal yang membuatku bingung adalah ada apa denganku? Mengapa aku merasakan hal-hal yang belum pernah aku rasakan? Kenapa rasanya seakan-akan dia mengambil napasku.Aku memegang dadaku dan menghela napas dalam. Tiba-tiba jantung ku berdetak dengan cepat ketika bayangan tubuhku berada di atas tubuh Dante kembali muncul. Perasaan ap
"Nona, apakah anda sudah kuat untuk melanjutkan pelatihan? Kalau sudah nanti sore akan ada pelatihan menggunakan perias wajah," cerocos Pedro setelah mengunyah makanannya."Ya, aku rasa aku cukup kuat," jawabku sambil melirik Dante yang tampak tidak peduli."Baiklah, kalau begitu. Makanlah, Nona," sahut Pedro sambil melanjutkan sarapannya.Dante selesai sarapan duluan dan langsung berdiri."Aku akan menunggumu di ruang tamu. Keluarlah kalau kau sudah selesai sarapan," ucapnya lagi-lagi tanpa menatapku.Apa dia membenciku? Kenapa dia sama sekali tidak menatapku hari ini? Apa kejadian kemarin membuatnya semakin membenciku? Apa dia merasa aku melewati batas? Tapi kemarin sama sekali tidak disengaja, aku terjatuh menimpanya karena tersandung. Kenapa pikirannya begitu sempit?"Apa kau akan ikut?" tanyaku sambil berdiri pada Pedro yang masih makan."Tidak Nona, hari ini saya harus melakukan sesuatu. Jadi Tuan Dante akan berangkat ke kantor sendirian," jawabnya terus menikmati makanannya.Apa
Aku segera melepaskan genggamannya dan tertawa dengan kaku."Ka, gurauanmu benar-benar berlebihan," sahutku sambil mengibaskan tangan."Ayo, cepat kita kejar mereka. Nanti kita ketinggalan," lanjutku sambil membalikkan badan dan mengejar Dora dan Rahul dengan langkah cepat, sebelum Joshua sempat melanjutkan perkataannya."Kalian jalan cepat sekali," seruku sambil merangkul bahu Dora dan Rahul bersamaan, sementara Joshua berjalan di belakangku."Kenapa kau disini? Sana berjalanlah bersama Joshua," bisik Dora sambil berusaha melepaskan rangkulanku.Aku tetap bertahan dan tidak melepaskan rangkulanku sampai kami tiba di restoran langganan kami.Dora segera menduduki kursi di samping Rahul sebelum aku meraihnya. Sehingga aku terpaksa harus duduk di samping Joshua, meski sebenarnya aku tidak nyaman.Ada apa denganku? Bukankah aku sangat menyukai Joshua? Mengapa ketika dia bilang merindukanku tadi, aku malah merasa terganggu. Tidak ada perasaan berbunga-bunga seperti dugaanku selama ini. Ak
Aku mengangkat kepalaku perlahan dan memberanikan diri menatap mata Joshua."Aku? Kita?" tanyaku gugup.Bagaimana ini? Otakku benar-benar kosong, aku tidak tahu harus berkata apa."Tenanglah, jangan tegang. Kau tidak harus buru-buru menjawabnya. Pikirkanlah dulu dengan tenang dan beritahu aku jawabannya kalau kau sudah siap," potong Joshua membuatku bisa bernapas sedikit lega."Baiklah, aku akan memikirkannya dulu," jawabku pelan.Aku senang mendengar Joshua juga menyukaiku, tapi kenapa tidak ada ledakan kembang api seperti yang aku lihat di film-film. Tidak ada perasaan menggebu-gebu yang membuatku melayang. Aku hanya ... senang. "Ayo, aku akan mengantarmu pulang," ucapnya sambil berdiri dan menjulurkan tangannya.Aku baru akan meraih tangan Joshua ketika telepon genggamku berbunyi."Tunggu sebentar," ucapku begitu melihat nama Dante muncul di layar teleponku."Halo.""Aku berada di sisi kanan. Masuklah ke mobil sekarang!" Aku menoleh ke sisi kananku dan melihat mobil Dante berhenti
Aku tiba di kampus setelah berlari di bawah gerimis dari halte bus, sambil menutupi kepalaku dengan jaket. Aku mematung di depan taman kampus, menatap hujan yang kembali deras, sambil bertanya-tanya dalam hati.'Mengapa dia tampak begitu berbeda tadi? Yang manakah Dante yang asli? Yang tadi atau yang selalu muncul di hadapanku?' Aku menghela napas dalam, menyadari kalau aku sama sekali tidak mengenal pria itu. Dante benar-benar orang asing bagiku."Hei, kau datang pagi sekali. Apa kau ada kelas tambahan?" Rahul tiba-tiba muncul sambil menepuk bahuku."Tidak, aku hanya ingin datang lebih pagi saja," jawabku terus menatap hujan."Apa yang kau lihat?""Hujan," jawabku singkat."Kenapa menatap hujan? Apa kau sedang ada masalah? Atau kau sedang bosan?" tanyanya lagi.Aku menggelengkan kepala, lalu menoleh ke arahnya sambil menjawab singkat."Ingin saja.""Benar-benar aneh!" gumamnya tapi ikut menatap hujan bersamaku."Bagaimana kemarin? Apa Joshua mengantarmu dengan selamat?" "Dia tidak
"Terima ... kasih," jawabku bingung.Ada apa ini? Kenapa dia tiba-tiba perhatian. Aku membuka plastik yang dia berikan, di dalamnya ada roti lapis, air minum dan beberapa batang coklat mahal.Aku segera membuka bungkus roti lapis itu dan menyantapnya. Dante sudah membelikannya jadi sebaiknya aku memakannya, lagipula sayang membuang-buang makanan."Kita akan naik kereta cepat ke sana, untuk menghemat waktu. Kita bisa tiba disana 3 jam lebih cepat daripada membawa mobil." "Baik," jawabku setelah menelan rotiku.Aku menghabiskan semua yang dibelikan yang dibelikan Dante tepat sebelum kami tiba di stasiun kereta cepat.Dante membeli tiket sementara aku menunggu di dekat pintu masuk sambil mengamatinya dari jauh. Beberapa wanita menatap Dante dengan tatapan kagum, terpesona bahkan sebagian lagi terang-terangan menatapnya dengan tatapan penuh birahi. 'Akhir-akhir ini makin banyak wanita yang tidak punya harga diri,' makiku menatap para wanita itu dengan kesal.Dante sedang berjalan mengham
Aku menatap Dante dengan marah. Apa maksudnya?"Itu bukan urusanmu! Kau tidak berhak mengatur perasaanku!" bentakku marah."Ya, kau benar. Aku tidak berhak mengatur perasaanmu. Hanya saja kau harus ingat satu syarat penting dari perjanjian kita yang tidak akan pernah aku ubah. Kau tidak boleh jatuh cinta kepadaku!" tegasnya tanpa menatapku."Jadi kau pikir aku jatuh cinta kepadamu? Karena aku ingin melindungimu saat kau mengalami serangan panik? Kau benar-benar besar kepala! Aku melakukannya demi kemanusiaan! Dari awal sudah aku katakan, aku tidak akan pernah jatuh cinta kepada pria sepertimu! Jadi jangan melewati batas dan mengatur dengan siapa aku harus berhubungan!" semburku ... berbohong.Dante tidak menjawab dan langsung menghidupkan mobil lalu mengendarainya keluar dari stasiun kereta cepat.Aku menatap keluar jendela dengan hati perih. Pria ini benar-benar membuat batasan yang sangat jelas dan terus membuatku sadar kalau dia tidak menginginkanku.Sebuah pesan masuk ke teleponku.
"Aku akan mengantar Dora dulu, karena rumahnya lebih dekat dari sini," ujar Rahul sambil menyalakan mesin mobil."Tumben, biasanya biarpun harus memutar kau pasti akan mengantarkan Dora belakangan," godaku sambil masuk ke dalam mobil."Akhirnya! Aku bisa duduk di kursi belakang!" seru Dora setelah menutup pintu mobil."Jangan sedih Dora, ini hanya untuk sekarang, karena hari ini aku terlalu lelah untuk memutar," goda Rahul membuat aku tertawa."Aku senang bukan sedih! Aku malah berharap baiknya begini saja terus!" balas Dora dengan wajah kesal.Aku kembali tertawa dan terus tertawa dalam perjalanan menuju ke rumah Dora. Rahul terus menggoda Dora yang terlihat kesal tapi aku yakin menyukai gombalan dan rayuan Rahul."Tunggu sebentar aku akan mengantar Dora masuk," ucap Rahul sambil melepaskan sabuk pengaman."Tidak usah! Kenapa kau harus selalu mengantarku ke depan pintu?" gerutu Dora."Nenekmu harus tahu siapa yang mengantarmu agar dia tidak khawatir," jawab Rahul segera keluar dari mo
"Berani sekali kau berkata seperti itu. Dasar kurang ajar!" bentak kakek sambil berdiri dan menunjuk wajahku dengan marah."Siapa kau berani mengancam akan membunuh putraku di hadapanku? Apa kau tahu kalau aku bisa membunuhmu sekarang juga?" Wajah kakek terlihat sangat menakutkan. Jantungku berdetak sangat kencang dan tanganku mulai merasa dingin, lututku lemas tiba-tiba. Tapi entah mengapa mulut dan otakku sama sekali tidak selaras dengan bagian tubuhku yang lain."Dan membiarkan Dante kembali terpuruk? Silakan bunuh aku dan saksikan Dante yang kembali menjadi pria aneh yang ketakutan terhadap wanita!" balasku dengan keberanian yang entah muncul dari mana."Kau benar-benar merasa besar kepala hanya karena bisa menyentuh Dante! Kau tahu kau bukan satu-satunya! Ada Naomi, wanita yang lebih pantas menjadi masa depan Dante dari pada kau!""Apa kakek tahu, sekarang bukan cuma kami berdua tapi Dante sudah bisa mengendalikan serangan paniknya terhadap wanita manapun. Dan itu karena aku, ka
"Tuan, saya minta maaf karena tidak mengenali anda. Tolong maafkan saya, Tuan," ucapnya memohon sambil berlutut ketakutan.Aku terkejut melihatnya menjatuhkan lututnya ke lantai tanpa ragu. Baguslah dia tahu siapa Dante, agar tidak macam-macam seperti tadi. Aku harap Dante tidak hanya memberikan peringatan tapi juga hukuman yang setimpal."Ada apa ini?" bisik sang manajer kepada pegawai yang sedang berlutut itu."Berdirilah, dan bekerjalah dengan baik," ucap Dante santai."Terima kasih, Tuan!" seru pegawai itu lalu segera berdiri dengan air muka ketakutan."Ya sudah, aku harap kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Aku salut kau sangat tegas tentang peraturan. Tapi selain makanan, restoran juga menjual jasa. Jadi sebaiknya berhati-hatilah, panggil manajermu bila ada kejadian seperti tadi dan jangan keras kepala.""Baik, Tuan. Saya pasti akan memperbaiki diri," ucapnya dengan wajah penuh terima kasih.Dante lalu berjalan mengikuti sang manajer. Aku dibelakangnya dan menatap punggungn
"Selamat pagi, hari ini aku juga akan berangkat pagi. Jadi mari berangkat bersama," sapa Dante begitu aku tiba di ruang makan.Pantas saja, ketika aku bangun tadi dia sudah tidak ada di kamar. Ternyata hari ini dia berangkat lebih pagi."Tapi nanti-""Tenang saja, aku akan turun duluan karena ada urusan yang harus aku selesaikan di luar kantor. Jadi supir yang akan mengantarmu ke kantor," potongnya membaca pikiranku."Tapi mobil-""Aku membeli mobil baru untukmu, jadi tidak akan ada yang tahu kalau itu mobilku," sahutnya sebelum aku selesai bicara. Ada dia dukun? Kenapa dia bisa membaca pikiranku."Lalu bagai-""Tidak usah memikirkan mobil lamamu. Pakai saja yang kusediakan. Sekarang, duduklah. Kita sarapan dulu sebelum berangkat."Aku menghela napas sambil menggelengkan kepala. Apa kecelakaan kemarin membuatnya bisa membaca pikiran?***Aku masuk ke kantor dengan ragu-ragu. Aku menyadari tingkahku kemarin pasti agak berlebihan. Karena khawatir terjadi sesuatu dengan Dante, aku berlar
"Dari mana mama tahu?""Dia menemui mama langsung. Dia meminta kita tidak menghalangi jalannya untuk mendapatkan semua kekayaan Randall. Karena apapun yang kalian lakukan dia pasti bisa menghancurkan kalian. Ruby, mama mohon beritahu Dante dan bercerailah. Kalau kalian bercerai, Dante masih bisa mengelola firma hukumnya dan kau melanjutkan hidup bersama mama.""Mungkin saja dia cuma mengancam? Dante memiliki kekuatan yang tidak mama ketahui, jadi tidak usah khawatir," jawabku meski ragu."Apa kau tidak tahu kalau ayahnya juga memiliki kekuatan dan kekuasaan? Tapi kau lihat apa yang terjadi dengan ayahnya? Ruby, lupakan saja dendam itu. Orang tuamu juga pasti ingin kau hidup bahagia, bukannya menghancurkan dirimu sendiri.""Mama, aku harus bekerja, nanti kita bicara lagi."Aku segera menutup telepon sambil menghela napas dengan keras. Tiba-tiba terdengar suara ledakan, dan orang-orang menjadi sangat ribut. Jantungku langsung berdetak dengan cepat. Aku lari keluar dan melihat sebagian o
Aku tersenyum sinis, bukan pada mereka berdua, tapi pada diriku sendiri. Lagi-lagi aku bersikap besar kepala. Benar-benar menyedihkan!***"Nona, anda sudah pulang?" sapa Myrna begitu aku tiba di rumah."Ya. Apakah Dante sudah pulang?" tanyaku sambil melihat sekeliling rumah."Sudah, Nona. Tuan muda sudah pulang dari tadi," jawabnya sambil tersenyum sopan."Mari Nona, saya akan membawakan tas anda ke kamar.""Tidak usah, aku bisa sendiri," tolakku lalu segera berjalan ke kamar.Dante sedang membaca buku di taman belakang. Dia terlihat sangat serius dan tampan. Tapi entah mengapa melihatnya malah membuatku merasa kesal.Aku masuk ke dalam kamar dan membongkar tasku. Setelah selesai aku segera mandi dan berencana untuk langsung tidur. Aku sedang tidak ingin bertemu atau berbicara dengan Dante."Kenapa lama sekali sampai di rumah?" tanya Dante begitu aku keluar dari kamar mandi."Ha! Kau membuatku terkejut!" seruku kesal.Dante hanya menatapku dengan datar, sepertinya dia menunggu jawaba
"Tuan Dante, anda disini? Maaf saya tidak melihat anda," jawab Joshua kaget dan langsung berdiri dengan sopan. Membuatku dengan terpaksa ikut berdiri."Selamat pagi, Tuan," sapaku berpura-pura sopan."Apa kau sedang mengungkapkan perasaanmu sepagi ini?" tanya Dante sambil menepuk pundak Joshua."Oh tidak begitu, Tuan. Kami hanya membicarakan-""Kami adalah teman sekampus, Tuan. Dan hubungan kami sangat dekat, jadi membicarakan perasaan kami, adalah hal yang sering kami lakukan tanpa memandang waktu," potongku cepat.Siapa dia berani mengatur kapan waktu yang tepat untuk kami membicarakan perasaan kami. Kalau dia tidak memiliki perasaan kepadaku, sebaiknya dia tidak menggangguku!"Nona, bisakah anda bicara dengan saya diluar?" tanya Dante dengan wajah serius."Maaf, Tuan. Bukannya saya tidak sopan. Tapi semua pegawai sudah membicarakan banyak hal buruk tentang saya di belakang anda, karena Tuan menggendong saya kemarin. Mereka juga menyindir dan menghina saya, meski saya tidak melakuka
Aku terdiam. Dia tahu, pria ini tahu apa yang mau kukatakan tapi dia menghentikannya. Dia jelas tidak ingin mendengar kata-kataku. Dante tidak ingin aku merasakan dan mengatakan cintaku kepadanya."Kau benar. Tentu saja, aku ingat perjanjian itu," jawabku mencoba mempertahankan harga diriku."Sebaiknya aku kembali sekarang. Aku mau istirahat," ucapku segera berdiri, berbalik lalu berjalan dengan cepat.Air mata kembali menetes di pipiku. "Cengeng!" gumamku memaki diriku sendiri sambil berlari sekencang mungkin.Hatiku terasa begitu sakit, hingga aku bahkan tidak merasa takut, berlari sendirian di jalanan sesepi ini. Aku hanya ingin menjauh dari Dante.Entah bagaimana caranya tapi akhirnya aku tiba di penginapan cukup cepat. Dengan napas tersengal-sengal, aku masuk ke dalam penginapan. Aku masuk ke kamar yang masih kosong. Untunglah Kitty belum datang, jadi aku bisa menangis dengan keras, sepuasku. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan pancuran lalu menangis tersedu-sedu. Per
Aku langsung mengalihkan pandanganku ke Joshua, dan lanjut bernyanyi hingga lagunya selesai. Para partner dan pengacara senior bertepuk tangan dengan keras. Sementara para pegawai terlihat enggan tapi terpaksa bertepuk tangan untuk menghormati atasan mereka."Bagus, aku sampai terharu mendengar suara kalian," komentar Kitty sambil bertepuk tangan."Nona, apakah aku boleh kembali ke kamarku? Aku ingin beristrahat," ucapku dengan wajah lelah."Tentu, beristirahatlah," jawabnya lalu langsung maju ke depan dan melanjutkan acara.Aku permisi kepada Joshua lalu keluar dari aula pertemuan itu, sambil memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh Dante dan Naomi saat ini.Sepertinya Dante tidak menyukai suaraku, padahal aku berharap dia terpesona dengan suaraku seperti yang dirasakan Joshua. Tapi kenyataannya berbeda, dia bahkan tidak mau mendengarku bernyanyi sampai selesai."Ruby!" Aku menoleh. Dante menatapku lalu berjalan mendekatiku."Kau mau kemana?""Kembali ke kamarku.""Ikut aku," ajakn
"Nona Kitty, anda masih disini?" tanyaku terkejut."Aku kembali karena ada yang tertinggal. Jadi, bisa kau jelaskan? Apa benar kau sudah bersuami?" tanyanya dengan wajah serius.Aku tertawa canggung."Tidak, itu hanya candaan sahabat-sahabatku, memanggil kekasihku sebagai suamiku," elakku dengan wajah bingung."Kau sudah punya kekasih?" tanyanya lagi. Aku mengangguk."Anak muda sekarang memang luar biasa. Diantara kuliah dan magang masih sempat berpacaran. Ya sudah, istirahatlah!" sahutnya lalu segera keluar dari kamar.Aku mengembuskan napas lega. Untunglah dia tidak memperpanjang masalah suami ini. Selanjutnya aku harus sangat berhati-hati.***Aku terbangun, karena Kitty membangunkanku."Apa kakimu masih sakit?""Sepertinya sudah jauh lebih baik," jawabku masih dengan mata yang berat."Kalau begitu bersiaplah, lalu turun untuk makan malam.""Baik," jawabku sopan.Aku mandi dengan cepat lalu segera turun sebelum Kitty kembali menjemputku."Itu dia anak magang yang kemampuan aktingnya