Share

Buka Pahamu

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-02-25 21:25:56

Besar sekali ucapnya di dalam hati saat tangan Lidya menyentuh benda besar dan panjang yang sudah berdiri tegak itu. Bagas tersenyum, wanita ini ternyata benar-benar sesuai feeling-nya, boleh dipakai kapan saja, pikir pria itu.

"Kau menyukainya?" tanya Bagas lagi sambil menggesekkan pusakanya di tubuh Lidya.

"Suka sih, suka, tapi tidak ada yang gratis, Pak," jawabnya sambil meremas pusaka Bagas. Lalu Lidya berbalik menatap pria tersebut.

"Cup, cup."

Tidak hanya sekali, tapi dua kali, wanita itu memberi ciuman di bibir Bagas, meski hanya sekilas. Lidya harus berjinjit guna bisa membalas perbuatan Bagas tadi.

"Ini balasan karena Anda tadi lancang mencium saya," kata Lidya sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Bagas.

Wanita yang seperti inilah Bagas sangat sukai—liar dan menggemaskan. Dia pikir dia tidak akan tertantang dengan ucapannya, ternyata Bagas salah.

"Sana sebaiknya, Pak Bagas, duduk dulu, jangan diambil hati ucapan saya barusan," kata Lidya mendorong tubuh Bagas untuk dudu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dessy Maya Shanty
ku kira lidya perempuan baik baik, ternyata baru satu kali bertemu sudah langsung mau buka paha,,,,, payah bangat ibu susu angelica tidak ada kehormatan'y...
goodnovel comment avatar
Rani Rifquid
emmmh jdi ngaco gini thor..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Malam-malam Bercucuran Keringat

    “Paaak, jangan nekat,” ucap Lidya.Tapi Bagas tidak peduli ucapan Lidya. Pria itu justru berusaha menarik celana dalam Lidya, membuat sang pemilik berusaha menahannya.“Paaaaaaak,” desahnya, padahal dia ingin sekali menolak sentuhan Bagas, sebab Lidya takut kalau Bram tiba-tiba muncul.“Kau yang menggodaku, kau membalas ciumanku. Sebagai lelaki yang sudah terbiasa bermain dengan banyak perempuan tentu itu sebuah kode untukku,” bisik Bagas, “lebarkan pahamu,” ujarnya lagi.Saat ini Lidya masih duduk di atas kursi, sementara Bagas berlutut di bawahnya. Entah kenapa Bagas ingin mencicipi tubuh pengasuh sang keponakan. Bagas tahu kalau wanita ini merespon permintaannya. Sudut bibirnya ditarik, saat melihat Lidya dengan sukarela semakin melebarkan kakinya.“Angkat kakimu, Lidya,” kata Bagas lagi.“Kita di kamar saja, ya Pak. Saya takut ada Pak Bram,” jawabnya.“Tapi aku ingin di sini, sebagai salam perkenalan kita, nanti kita pindah ke kamar,” jawabnya menyebalkan.“Tapi-”“Naikkan kakimu,

    Last Updated : 2025-02-26
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tiba-tiba Menikah

    "Bagaaaaaas!" pekik Bram, membuat Bagas dan Lidya terlonjak kaget. Padahal mereka belum mencapai puncak kepuasan mereka hari ini."Apa-apaan kalian ini?!" teriak Bram lagi. "Dan kamu, Lidya! Dasar perempuan tidak punya harga diri!" Hinanya lagi, tatapannya nyalang ke arah Lidya.Bagas dan Lidya buru-buru mengenakan pakaian mereka. Mereka tak ingin melihat Bram yang penuh dengan kemarahan."Aku nggak mau tahu! Besok pagi kalian harus menikah! Aku nggak mau rumahku kotor gara-gara tindakan kalian! Dan kamu, Bagas! Kalau kamu menolak menikahinya, maka aku akan membatalkan niatku untuk menjadikanmu pimpinan di perusahaan Abimanyu Group cabang pertama! Aku benar-benar tidak menyangka, bisa-bisanya kalian melakukan ini di tempat terbuka seperti ini!" serunya lagi, penuh amarah."Tapi, Bram! Aku nggak mungkin menikahi wanita yang tidak aku cintai!" ucap Bagas, menolak keinginan saudara angkatnya."Tapi kamu sudah mengotori rumahku! Kamu baru sampai di sini! Di mana otakmu? Di mana akal sehat

    Last Updated : 2025-02-26
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kesepakatan

    Bagas berdiri di depan pintu kamar Lidya. Setelah mendengar keputusan Bram yang tidak bisa diganggu gugat, hanya ada satu pilihan untuk mereka—menikah. Namun, Bagas masih ingin mendengar langsung dari Lidya. Apakah dia benar-benar menerima pernikahan ini?Ia mengetuk pintu beberapa kali. Tidak ada jawaban. Bagas menghela napas panjang dan mengetuk lagi, kali ini lebih keras."Lidya, buka pintunya. Aku ingin bicara," katanya dengan nada lebih lembut.Beberapa detik berlalu tanpa jawaban. Bagas mulai kehilangan kesabaran dan kembali mengetuk dengan lebih kuat."Lidya, aku tahu kamu di dalam. Kita harus bicara. Aku nggak akan pergi sebelum kamu buka pintunya."Akhirnya, suara kunci berputar terdengar. Pintu kamar terbuka sedikit, memperlihatkan wajah Lidya yang tampak lelah dan lesu. Matanya sedikit bengkak, mungkin karena menangis."Apa lagi yang mau dibahas? Bukankah semuanya sudah jelas?" Lidya bertanya dengan nada datar, lalu membiarkan pintu terbuka lebih lebar.Bagas masuk ke dalam

    Last Updated : 2025-02-26
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Mau di Hotel, Apa di Rumah?

    “Halo.” Davin menyapa dari seberang telepon setelah ada panggilan masuk dari Bram.“Halo, Davin. Aku mau memberi kabar kalau besok Bagas dan Lidya akan menikah,” ucap Bram.Davin sangat yakin pasti terkejut mendengar ini.“Apa?! Mereka menikah? Kok bisa?” tanya Davin tak percaya.“Aku memergoki mereka sedang berhubungan badan di ruang makan para pelayan, makanya aku memaksa mereka dengan sedikit mengancam,” ucap Bram, menjelaskan pada Davin.Pria itu menjelaskan secara detail semua yang terjadi. Tak ada yang ia tutup-tutupi dari saudara tirinya tersebut, bahkan termasuk ancamannya pada Bagas dan Lidya juga sudah ia ceritakan. Meski terdengar tidak masuk akal, Davin hanya bisa mengurut dada mendapatkan kabar bahwa Lidya akan menikah dengan Bagas.“Apa mereka pernah kenal sebelumnya?” tanya Davin, masih penasaran.“Tidak. Mereka tidak pernah saling mengenal. Cuma Bagas memang begitu, sama perempuan mana pun dia mau, asal bernyawa. Dia tampan, bentuk tubuhnya bagus. Jangankan Lidya, siap

    Last Updated : 2025-02-26
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Satu Miliar

    Tepat pukul 08.00 waktu Kota Sun City, ruang rapat kantor pusat Abimanyu Group sudah dipenuhi oleh para pimpinan utama. Bram dan Bagas duduk berdampingan di kursi yang telah disiapkan, sementara layar besar di ujung ruangan menampilkan wajah Davin yang mengikuti rapat secara virtual. Ia sedang berada di luar negeri, mendampingi Naura menjalani pengobatan, namun tetap memastikan segala urusan perusahaan berjalan sesuai rencana.Selain Davin, puluhan pimpinan anak cabang dari berbagai daerah juga hadir dalam rapat melalui fitur online. Momen ini menjadi pertemuan penting, mengingat adanya perubahan besar dalam struktur kepemimpinan perusahaan.Setelah semua peserta rapat memastikan koneksi mereka stabil, Davin membuka pertemuan dengan suara tegas dan berwibawa."Selamat pagi, semuanya. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk mengikuti rapat ini. Hari ini, saya ingin mengumumkan beberapa perubahan penting dalam struktur kepemimpinan perusahaan yang akan segera berlaku efektif."Semua p

    Last Updated : 2025-02-27
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bertemu Adik Ipar

    Saat Bram masih berbicara dengan Lidya, tiba-tiba seorang pelayan masuk ke kamar Angelica untuk mencari Bram. Wajahnya tampak ragu seolah khawatir mengganggu, tetapi tugas tetaplah tugas."Selamat siang, Pak Bram. Ada tamu yang ingin menemui Anda," ucap pelayan itu dengan sopan.Bram mengerutkan kening. Seingatnya, tidak ada janji dengan siapa pun hari ini, apalagi di rumah ini."Siapa?" tanyanya penasaran, meletakkan gelas kopi yang sedari tadi digenggamnya."Saya kurang tahu, Pak Bram. Yang jelas, seorang wanita cantik, masih muda. Dia bilang mau bertemu dengan Anda, tetapi pengawal tidak mengizinkannya masuk," jelasnya lagi.Bram menghela napas pelan. Wanita muda? Siapa yang berani datang ke rumah ini tanpa pemberitahuan? Pikiran Bram langsung berputar, mencoba mengingat apakah ada seseorang dari masa lalunya yang mungkin mencarinya."Siapa ya?" Ia bertanya pada dirinya sendiri, lalu segera bangkit dari duduknya.Lidya yang ada di sana pun mengernyitkan kening. Selama dua tahun bek

    Last Updated : 2025-03-01
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Besar dan Panjang

    Setelah kepergian Bram ke kantor, suasana di rumah itu terasa lebih santai. Lidya dan Niken masih duduk di ruang tamu, berbincang dengan akrab seolah mereka sudah lama mengenal satu sama lain."Sejak tadi aku mencium aroma masakan yang enak dari dapur," kata Niken tiba-tiba. "Apa Kak Lidya suka memasak?"Lidya tersenyum. "Aku memang suka memasak, terutama untuk Angelica. Kalau kau lapar, aku bisa membuatkan sesuatu untukmu."Mata Niken berbinar. "Wah, kalau begitu aku tidak akan menolak! Aku penasaran dengan masakan buatan Kak Lidya."Tanpa menunggu lama, Lidya mengajak Niken ke dapur. Ia mulai menyiapkan bahan-bahan, sementara Niken duduk di meja dapur, mengamati dengan penuh antusias."Apa kau punya makanan favorit?" tanya Lidya sambil mulai mengiris bahan.Niken berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Aku suka makanan rumahan yang sederhana, seperti sup ayam atau nasi goreng."Lidya mengangguk. "Kalau begitu, aku akan membuatkan nasi goreng spesial untukmu."Niken bertepuk tangan dengan

    Last Updated : 2025-03-01
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Enak Banget

    Lidya mulai memasukkan benda panjang itu ke dalam mulut. Dengan gerakan naik turun dia menikmati permen kulit tersebut dengan penuh nafsu. Sementara suaminya terus mendesah merasakan kenikmatan yang tak terperi oleh sentuhan Lidya. Pria itu bahkan sampai memejamkan mata saat lampu lalu lintas berwarna merah, beruntung mobil ini ditutup oleh kaca hitam sehingga tidak akan ada orang yang tahu kegiatan panas di dalam mobil yang dikendarai Bagas. “Lebih dalam lagi, istriku,” rancaunya.Lidya pun melakukan permintaan sang suami dengan senang hati tanpa paksaan sama sekali. Bagas juga meremas dada besar milik Lidya yang senjata di malam begitu menggodanya. “Cium aku, istriku,” kata Bagas dengan mata berkabut. Lidya menjauhkan bibirnya dari permen kulit panjang itu, lalu mencium suaminya dengan penuh hasrat. Tangannya masuk ke dalam kemeja kerja yang masih digunakan oleh Bagas. Iya memainkan jari-jarinya di puncak dada pria tersebut membuat Bagas berkali-kali mendesis kenikmatan. Setelah

    Last Updated : 2025-03-01

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Happy Ending

    Daniel Dominic Montgomery dan Darren Damian Montgomery adalah nama yang dipilih oleh kedua orang tua mereka dan sudah disepakati oleh keluarga untuk si kembar. Kedua bayi itu kini berada di ruang perawatan sang Mama. Setelah dilahirkan kemarin, mereka sempat dibawa ke ruang perawatan bayi, tetapi pagi ini mereka sudah dipindahkan ke ruang perawatan Rania. "Selamat ya, Nia! Aku senang banget akhirnya punya keponakan," ucap Raka. "Untung saja wajahnya kayak kamu," tambahnya lagi sambil melirik ke arah sang adik ipar yang usianya jauh di atasnya. Edward hanya tersenyum mendengar ucapan iparnya. "Kamu kapan menyusul, Raka?" tanyanya. "Menyusul? Bisa-bisa aku digantung sama Mommy dan Daddy. Pacaran saja nggak boleh, apalagi nyusul kalian nikah dan punya anak. Mommy bisa mati berdiri," kata Raka sambil melirik ke arah sang Mommy. "Bener kan, Mom?" tanyanya lagi. "Bukan cuma digantung, tapi Mommy akan ikat seluruh tubuh Raka biar nggak bisa bergerak," jawab Naura, membuat seluruh or

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Baby Twins

    Sementara itu, di dalam mobil, Rania terus menangis. Tangannya mencengkeram erat kursi, napasnya terengah-engah menahan rasa sakit yang begitu menyiksa. Perutnya terasa melilit hebat, sakit yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Setiap gelombang kontraksi yang datang membuat tubuhnya menegang, dan air mata semakin deras mengalir di pipinya."Sabar ya, sayang… sabar… kita sebentar lagi sampai," ucap Edward, suaranya bergetar, namun ia berusaha tetap tenang untuk istrinya. Tangannya terulur, mengusap kening Rania yang penuh peluh. Ia ingin melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa sakit istrinya, tetapi ia tahu tidak ada yang bisa benar-benar membantu selain memastikan mereka segera tiba di rumah sakit.Rania menggigit bibirnya, tubuhnya sudah mulai gemetar. "Sakit, sayang… sakit banget…" ucapnya dengan suara lemah, hampir seperti bisikan. Air ketubannya sudah pecah sejak beberapa menit yang lalu, dan kini darah mulai keluar, membasahi pahanya hingga betisnya.Melihat kondisi itu, E

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Darurat

    "Bagaimana kalau kita menikah bulan depan saja?" tanya Bram tiba-tiba, menatap Monica dengan penuh harapan.Mereka sedang duduk di balkon kamar Monica. Awalnya, Bram berencana menemani Angelica di kamar ibunya karena gadis kecil itu ingin tidur bersama sang nenek. Namun, Laura tampaknya memahami situasinya dan justru menyuruh Bram untuk menemani Monica.Monica tersenyum lembut, tatapannya penuh kehangatan. "Aku ikut saja, sayang. Terserah kamu mau kapan, aku siap," jawabnya tulus. "Aku bahagia banget akhirnya Angelica mau menerima kehadiranku."Bram merasakan haru menyelimuti hatinya. Ia lalu meraih Monica ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, sayang. Terima kasih juga karena sudah mau menerima pernyataan cinta dari seorang duda beranak satu," ucapnya dengan suara lembut.Monica tersenyum dan membalas pelukan itu. "Aku mencintaimu, Bram. Statusmu tidak pernah menjadi masalah untukku," bisiknya.Bram mengusap pelan punggung calon istrinya. "Tapi aku

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Janji sang Nenek

    Naura menghela napas panjang, matanya masih terlihat menerawang, seolah pikirannya belum bisa benar-benar menerima kenyataan yang baru saja terjadi. “Aku nggak pernah menyangka kalau Angelica bisa langsung menerima Monica sebagai calon Mama barunya,” ucapnya lirih, suaranya terdengar masih dipenuhi rasa haru.Saat ini, dia sudah berada di kamar bersama suaminya, Davin. Malam di London terasa lebih dingin dari biasanya, tetapi suasana hati Naura jauh lebih hangat setelah melihat kebahagiaan di wajah keponakannya tadi.Davin yang tengah bersandar di kepala ranjang ikut tersenyum, meskipun ada sedikit keterkejutan di matanya. “Iya, sayang. Aku juga tidak menyangka kalau Angelica secepat itu menerima kehadiran Monica. Aku pikir tadi, saat dia mencium foto Mamanya, dia tidak akan mau Mamanya digantikan oleh siapa pun.”Naura mengangguk pelan, memahami perasaan yang mungkin sempat berkecamuk di hati Angelica. Ia tahu betul seberapa besar gadis kecil itu mencintai sosok ibunya, meskipun tak

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meminta Restu

    Angelica masih sibuk menyapa teman-temannya satu per satu dengan wajah ceria. Senyumnya terus mengembang, mencerminkan kebahagiaan yang begitu tulus. Sesekali, ia tertawa kecil saat berbincang dengan sahabat-sahabatnya, menikmati momen berharga yang baru pertama kali diberikan oleh sang Papa. Sejak kecil, Angelica memang tidak pernah merasakan pesta ulang tahun sebesar ini, dan melihat banyak orang yang datang hanya untuknya membuat gadis kecil itu merasa begitu istimewa. Bram berdiri bersama ibunya, Laura, serta Monica, sekretarisnya yang selama ini selalu berada di sisinya, mendukung setiap langkahnya dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadinya. Tidak ada banyak orang di sekitar mereka, memberikan kesempatan bagi mereka bertiga untuk berbicara lebih leluasa tanpa ada yang mendengar.Laura menatap putranya dengan penuh arti sebelum akhirnya membuka suara, "Bram, kau benar-benar akan meminta izin pada Angelica untuk menikahi Monica?" Suaranya terdengar tenang, tapi ada sedikit kekh

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Birthday Angel

    Waktu terus berjalan, tanpa terasa minggu depan adalah jadwal kelahiran kedua anak Rania dan Edward. Perjalanan panjang yang mereka lalui bersama akhirnya membawa mereka ke titik ini—menanti hadirnya dua buah hati yang akan melengkapi keluarga kecil mereka.Sejak tiga bulan lalu, Rania telah resmi pindah ke Sun City, meninggalkan London untuk membangun kehidupan baru bersama Edward. Edward, yang sejak awal ingin memberikan kenyamanan terbaik bagi istrinya, sudah menyiapkan rumah mewah untuk Rania. Namun, meskipun Rania menerima rumah tersebut dengan penuh rasa syukur, menjelang persalinannya, dia lebih memilih tinggal di kediaman kedua orang tuanya. Bagi Rania, berada di dekat Mommy dan Daddy akan membuatnya lebih tenang.Bisnis butiknya yang kini berkembang pesat tetap berjalan dengan baik meskipun Rania sementara waktu harus istirahat dari dunia fashion. Dia mempercayakan pengelolaan butik itu kepada manajernya, tetapi setiap laporan tetap dikirimkan kepada William, asisten keper

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Butik

    Mereka baru saja turun dari mobil.Davin hanya bisa menghela napas panjang saat melihat Naura dengan cekatan mengambil black card miliknya, seolah kartu itu sudah menjadi milik pribadi istrinya. "Sayang, kamu kan udah punya kartu sendiri," protesnya, meski nada suaranya lebih terdengar seperti pasrah daripada keberatan.Naura hanya tersenyum manis, menggoyangkan kartu itu di depan wajah suaminya. "Tapi kan tetap saja uang suami adalah uang istri, sayang. Uang istri ya uang istri," sahutnya santai. "Apalagi aku mau belanjain anak-anak juga."Davin hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum. Dia tahu, pada akhirnya, apa pun yang ia miliki memang untuk istri dan anak-anaknya tercinta.Sementara itu, Angelica yang sedari tadi sibuk melihat-lihat koleksi sepatu mewah tiba-tiba menoleh pada pamannya. "Uncle, Angelica di-belanjain juga nggak?" tanyanya dengan mata berbinar.Davin menoleh ke arah gadis mungil itu, yang kini menatapnya dengan ekspresi menggemaskan. Wajah Angelica yang c

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Menang Taruhan

    Davin melangkah masuk ke ruang keluarga apartemen Edward dan Rania, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia baru saja tiba bersama Naura dan Angelica, membawa beberapa koper berisi makanan dan oleh-oleh untuk putri mereka. Belum sempat duduk, Edward sudah menyambutnya dengan senyum lebar.“Duduk dulu, Daddy,” ucap Edward sambil menunjuk sofa di hadapannya.Davin mendengus geli, menatap menantunya dengan ekspresi datar. “Geli kali aku dipanggil Daddy olehmu,” sahutnya, nada suaranya masih terasa tak bersahabat.Naura yang duduk di sampingnya hanya menghela napas, sementara Edward malah cengengesan. “Masak mau dipanggil Paman?” goda Edward.Naura ikut menimpali, “Lagian kamu ini, sayang. Memang sudah sepantasnya menantu memanggilmu dengan sebutan Daddy. Kenapa protes terus setiap sama Edward?”Davin menatap istrinya dengan alis terangkat. “Makin besar kepalanya Edward. Semua dibelain. Heran deh, sama kamu dan Mamaku. Doyan sekali membela laki-laki ini,” ujarnya bercanda.Edward hanya te

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kado Spesial

    Saat Rania dan Edward tiba di sebuah restoran, mereka bertemu dengan seseorang yang sudah lama tidak Rania jumpai."Hai, Andrew! Apa kabar?" sapa Rania dengan ramah, sambil mengulurkan tangan ke arah pria itu.Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh tangan Andrew, Edward dengan sigap menarik tangan istrinya, menjauhkannya dari jangkauan pria lain. Andrew, yang sudah hendak menyambut salam Rania, hanya bisa menarik tangannya kembali dengan ekspresi sedikit terkejut.Rania melirik suaminya dengan kesal. "Kamu apa-apaan sih?" tanyanya, tak habis pikir dengan tindakan Edward yang begitu protektif.Edward menatapnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. "Aku nggak suka ada yang nyentuh-nyentuh istriku, meskipun hanya sekadar salaman," ucapnya tegas.Andrew tertawa kecil melihat sikap Edward yang begitu posesif. "Nggak apa-apa, Rania. Semua pria pasti punya pemikiran seperti suamimu ini. Wajar kalau dia nggak mau istrinya yang cantik dimiliki orang lain," ujarnya santai.Edward langsung meloto

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status