Share

Berdebat

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2025-03-09 20:55:04

Davin menatap Sang mana dengan ekspresi penuh ketegasan. Sorot matanya tajam, mencerminkan kedewasaan dan tanggung jawab besar yang ia pikul selama ini. Ia bukan lagi anak kecil yang bisa didikte begitu saja, bukan pula seorang suami yang mudah goyah hanya karena kecemburuan pasangannya.

Ia adalah seorang pemimpin, seseorang yang telah membangun impiannya dari nol hingga menjadi sebuah kerajaan bisnis yang berdiri kokoh selama puluhan tahun.

"Mama ini bicara apa sih? Davin bukan pimpinan perusahaan yang baru berdiri kemarin sore. Davin sudah membangun perusahaan itu selama puluhan tahun, Ma!" suaranya terdengar dalam dan mantap, memenuhi seluruh ruangan.

Davin tidak main-main dengan ucapannya. Selama ini, ia telah bekerja keras siang dan malam demi memastikan bahwa perusahaan yang ia dirikan tidak hanya berkembang, tetapi juga tetap menjadi tempat bergantung bagi ribuan karyawan dan keluarganya. Ia paham betul bahwa keputusan yang diambilnya tidak bisa hanya berdasarkan emosi, apalagi
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meyakinkan Istrinya

    Naura duduk di kursi roda, menatap kosong ke arah taman belakang. Pandangannya jauh, seolah pikirannya melayang bersama angin yang berembus pelan dari celah balkon kamarnya. Sejak tadi, ia berada di sana, menyaksikan langsung perdebatan antara Davin dan Sang Mama di taman belakang. Setiap kata yang keluar dari mulut suaminya, setiap nada tegas yang ia gunakan untuk meyakinkan Laura, semuanya terdengar begitu jelas di telinganya.Naura sejujurnya merasa lega. Setidaknya, ada seseorang yang memahami perasaannya. Sang Mama yang dulu begitu dingin padanya, kini justru berdiri di pihaknya, mencoba membela kegundahan hatinya. Namun, di balik kebahagiaan kecil itu, ada luka yang menggores perasaannya.Davin tetap memilih mempertahankan kerja sama ini. Bahkan, ketika Laura menyinggung tentang kemungkinan Penelope memiliki niat tertentu terhadapnya, suaminya tetap berpegang pada logika bisnis. Seolah-olah, keputusan untuk tetap menjalin kerja sama dengan wanita itu lebih penting daripada menja

    Last Updated : 2025-03-09
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Segera Terwujud

    "Ada apa?" tanya Penelope pada salah satu sahabat baiknya."Aku mau kamu memberikan kabar baik untukku," ucapnya sekali lagi, penuh penekanan, menatap pria yang duduk di hadapannya."Tentu saja ini kabar baik! Kalau bukan kabar baik, mana mungkin aku mau menghubungimu? Aku tahu kau sekarang adalah perempuan yang sangat sibuk," jawab pria itu bergurau sambil tersenyum ke arah Penelope.Penelope mengangguk lalu bertanya, "Cepat katakan, informasi apa yang kau bawa?"Pria di hadapannya menghela napas sebelum akhirnya menjawab, "Jackson sudah mau bertemu denganmu nanti malam di hotel bintang lima. Dia akan mewujudkan impianmu, dan aku yakin sebentar lagi tempat hiburan malam yang kau impikan selama ini akan segera terwujud," ucapnya penuh keyakinan, seolah berita yang ia bawa adalah kabar paling membahagiakan untuk Penelope."Kamu serius? Dia sudah mau menemuiku?" tanyanya memastikan."Seriuslah! Dia sudah datang ke kota ini. Temui dia nanti malam, berpenampilanlah yang seksi. Kalau misal

    Last Updated : 2025-03-09
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Rindu Sentuhan

    Malam sudah larut. Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh ketika Davin akhirnya keluar dari kamar anak-anaknya setelah memastikan si kembar tidur dengan nyenyak. Ia menutup pintu kamar mereka dengan hati-hati, tidak ingin membangunkan buah hatinya yang baru saja terlelap.Dengan langkah tenang, ia berjalan menuju kamarnya sendiri, siap untuk beristirahat bersama Naura. Hari ini terasa panjang, dan tubuhnya mulai menuntut istirahat. Namun, sebelum sempat membuka pintu kamar, suara dering telepon menghentikan langkahnya.Davin merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar. Dahinya sedikit berkerut. Panggilan dari nomor asing di jam segini biasanya bukan kabar baik.Ia menjawab telepon dengan suara tenang, "Halo.""Pak Davin?" Suara berat dan tegas terdengar dari seberang."Ya, saya sendiri. Dengan siapa saya berbicara?""Ini Inspektur Mark, Pak. Saya menghubungi Anda mengenai kasus Bryan."Davin langsung tegak di tempatnya. Nama itu membawa kem

    Last Updated : 2025-03-09
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Jual Diri

    "Jadi, berapa uang yang kamu butuhkan?" tanya Davin pada sekretarisnya. Naura menunduk, bingung harus menjawab karena nominalnya sangat tidak masuk akal. "Sa—satu-" Naura belum sempat menyelesaikannya, namun suara Davin memotong ucapannya. "Satu juta?" Naura menghela napas berat. Ia bingung harus menjawab apa. Demi apapun, Naura sangat malu. "Cepat katakan!" desak Davin. Sambil memejamkan mata, sang sekretaris kembali menjawab, "Satu miliar, Pak Davin." Alis Davin sontak berkerut. Bisa-bisanya sekretaris yang baru bekerja satu bulan dengannya berani meminjam uang sebesar itu. "Mau dipakai untuk apa uang itu, Naura?" Suara berat Davin membuat Naura semakin gugup dan menunduk. "Lihat lawan bicaramu!" ucap Davin lagi. Naura mengangkat wajahnya, menatap CEO Abimanyu Group, perusahaan nomor satu di Sun City, yang mempunyai ketampanan nyaris sempurna. Kulit putih, tinggi badan 185 cm, kekar, mata abu-abu, hidung mancung, dan rambut yang selalu disisir rapi ke atas. "Sa—saya harus m

    Last Updated : 2024-10-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Masih Perawan

    "Siapa sih ini? Belum juga mulai!" Davin menggerutu, lalu kembali mengenakan pakaiannya sembarangan. Setelah itu, ia membuka pintu kamar hotel tersebut, hanya memberi sedikit celah bagi orang yang ada di depan kamar. "Kamu ini mengganggu saja," kata Davin, kesal pada Bram, wakilnya di kantor yang mengetahui perihal Naura akan meminjam uang sebesar 1 miliar. "Saya hanya ingin memberikan surat ini untuk Anda, Pak Davin," ucapnya sambil menyerahkan map berwarna merah kepada Davin. "Oke, terima kasih. Sekarang kamu boleh pergi. Dan ingat, jangan sampai ada yang tahu soal ini," kata Davin dengan penuh penekanan. "Tenang saja, Pak. Saya sudah bekerja dengan Anda puluhan tahun, dan tak sekalipun saya pernah membocorkan rahasia Anda. Saya tidak mungkin melakukan itu, mengkhianati orang yang sudah memberi saya tempat untuk mencari nafkah," ucap Bram. "Ya sudah, pergilah, dan tolong tangani dulu urusan kantor. Aku masih ingin mencoba rasanya perawan seperti apa," bisiknya kepada Bram, yang

    Last Updated : 2024-10-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Puas

    Setelah kegiatan panas mereka, Naura dan Davin membersihkan diri secara bergantian. Setelah penampilannya rapi, mereka kembali duduk di sofa yang ada di dalam kamar hotel itu secara berhadap-hadapan. "Kamu tahu, kan, kalau aku adalah laki-laki yang mengidap penyakit hiperseksual, dan aku baru bisa tidur setelah melakukan pelampiasan dengan lawan jenis," ucap Davin sambil menatap ke arah sang sekretaris yang saat ini menunduk dan tidak berani menatap ke arahnya. "Aku ingin kamu menandatangani surat perjanjian ini, bahwa kamu siap menjadi pelampiasan hasrat saya sampai nanti menjelang hari pernikahanmu dengan Aldo," tambah Davin, yang berhasil membuat Naura melotot ke arahnya. "Tapi, Pak, bagaimana kalau saya dengan Aldo menikahnya masih lama?" tanya Naura polos. Davin kembali tersenyum. "Selama kamu belum menikah, maka selama itu juga kamu harus menjadi pelampiasan hasratku, kecuali aku pulang ke kota kelahiranku, baru saat itu kamu bisa bebas," tutur Davin tanpa memberi kelonggara

    Last Updated : 2024-10-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Pacar Pelit

    Naura segera bangkit karena ia tidak mungkin berlama-lama di sana. Ia melajukan motornya yang sudah lecet akibat terjatuh, menuju ke kantor. Hari ini, Davin ada meeting, dan Naura harus menunggu pria itu sampai selesai rapat dengan Kepala Divisi di kantor Abimanyu Group. Saat Naura tiba di kantor, Aldo melihat kekasihnya mengalami luka lecet dan segera menghampiri. “Kamu kenapa, sayang?” tanya Aldo. Sebetulnya, Naura sedang marahan dengan kekasihnya. Ketika ia meminta tolong pada Aldo untuk memberinya pinjaman melunasi utangnya pada rentenir, bukannya uang yang didapatkan, Naura justru menerima caci maki dari kekasihnya. “Jatuh,” jawab Naura dengan suara serak. “Jatuh di mana? Kenapa bisa jatuh? Kamu ini setiap kali bawa motor selalu tidak pernah hati-hati,” kata Aldo dengan nada ketus. Ia melihat ke arah sepeda motor yang ia hadiahkan untuk Naura, kini lecet, dan kemarahannya pun memuncak. “Kamu ini memang tidak pernah telaten! Dikasih apa pun, tidak pernah dijaga dengan baik.

    Last Updated : 2024-10-10
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Istri Kesayangan

    Setelah keluar dari ruangan Davin dengan hati yang hancur, Naura tak tahu harus pergi ke mana. Ia merasa tak punya siapa-siapa yang bisa mendengarkan keluhannya. Tiba-tiba, terlintas bayangan ibunya yang sedang terbaring di rumah sakit. Tubuhnya seolah bergerak tanpa arahan, langkahnya langsung menuju parkiran untuk segera pergi ke sana. Rasa takut dan cemas bercampur jadi satu, terutama mengingat ibunya masih di ruang ICU, tak sadarkan diri.Sesampainya di rumah sakit, Naura dengan cepat melangkah menuju ICU. Di depan pintu ruang ICU, ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu. Pemandangan ibunya yang terbaring lemah dengan berbagai alat medis yang terhubung ke tubuhnya membuat hati Naura semakin teriris. Matanya memanas, dan tanpa bisa dicegah, air mata pun mengalir deras. Ia duduk di samping tempat tidur, menggenggam tangan ibunya yang dingin dan kaku.“Ibu...” bisiknya, suaranya serak. “Naura nggak tahu harus gimana lagi. Naura bener-bener nggak sanggup

    Last Updated : 2024-10-10

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Rindu Sentuhan

    Malam sudah larut. Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh ketika Davin akhirnya keluar dari kamar anak-anaknya setelah memastikan si kembar tidur dengan nyenyak. Ia menutup pintu kamar mereka dengan hati-hati, tidak ingin membangunkan buah hatinya yang baru saja terlelap.Dengan langkah tenang, ia berjalan menuju kamarnya sendiri, siap untuk beristirahat bersama Naura. Hari ini terasa panjang, dan tubuhnya mulai menuntut istirahat. Namun, sebelum sempat membuka pintu kamar, suara dering telepon menghentikan langkahnya.Davin merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar. Dahinya sedikit berkerut. Panggilan dari nomor asing di jam segini biasanya bukan kabar baik.Ia menjawab telepon dengan suara tenang, "Halo.""Pak Davin?" Suara berat dan tegas terdengar dari seberang."Ya, saya sendiri. Dengan siapa saya berbicara?""Ini Inspektur Mark, Pak. Saya menghubungi Anda mengenai kasus Bryan."Davin langsung tegak di tempatnya. Nama itu membawa kem

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Segera Terwujud

    "Ada apa?" tanya Penelope pada salah satu sahabat baiknya."Aku mau kamu memberikan kabar baik untukku," ucapnya sekali lagi, penuh penekanan, menatap pria yang duduk di hadapannya."Tentu saja ini kabar baik! Kalau bukan kabar baik, mana mungkin aku mau menghubungimu? Aku tahu kau sekarang adalah perempuan yang sangat sibuk," jawab pria itu bergurau sambil tersenyum ke arah Penelope.Penelope mengangguk lalu bertanya, "Cepat katakan, informasi apa yang kau bawa?"Pria di hadapannya menghela napas sebelum akhirnya menjawab, "Jackson sudah mau bertemu denganmu nanti malam di hotel bintang lima. Dia akan mewujudkan impianmu, dan aku yakin sebentar lagi tempat hiburan malam yang kau impikan selama ini akan segera terwujud," ucapnya penuh keyakinan, seolah berita yang ia bawa adalah kabar paling membahagiakan untuk Penelope."Kamu serius? Dia sudah mau menemuiku?" tanyanya memastikan."Seriuslah! Dia sudah datang ke kota ini. Temui dia nanti malam, berpenampilanlah yang seksi. Kalau misal

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meyakinkan Istrinya

    Naura duduk di kursi roda, menatap kosong ke arah taman belakang. Pandangannya jauh, seolah pikirannya melayang bersama angin yang berembus pelan dari celah balkon kamarnya. Sejak tadi, ia berada di sana, menyaksikan langsung perdebatan antara Davin dan Sang Mama di taman belakang. Setiap kata yang keluar dari mulut suaminya, setiap nada tegas yang ia gunakan untuk meyakinkan Laura, semuanya terdengar begitu jelas di telinganya.Naura sejujurnya merasa lega. Setidaknya, ada seseorang yang memahami perasaannya. Sang Mama yang dulu begitu dingin padanya, kini justru berdiri di pihaknya, mencoba membela kegundahan hatinya. Namun, di balik kebahagiaan kecil itu, ada luka yang menggores perasaannya.Davin tetap memilih mempertahankan kerja sama ini. Bahkan, ketika Laura menyinggung tentang kemungkinan Penelope memiliki niat tertentu terhadapnya, suaminya tetap berpegang pada logika bisnis. Seolah-olah, keputusan untuk tetap menjalin kerja sama dengan wanita itu lebih penting daripada menja

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Berdebat

    Davin menatap Sang mana dengan ekspresi penuh ketegasan. Sorot matanya tajam, mencerminkan kedewasaan dan tanggung jawab besar yang ia pikul selama ini. Ia bukan lagi anak kecil yang bisa didikte begitu saja, bukan pula seorang suami yang mudah goyah hanya karena kecemburuan pasangannya.Ia adalah seorang pemimpin, seseorang yang telah membangun impiannya dari nol hingga menjadi sebuah kerajaan bisnis yang berdiri kokoh selama puluhan tahun."Mama ini bicara apa sih? Davin bukan pimpinan perusahaan yang baru berdiri kemarin sore. Davin sudah membangun perusahaan itu selama puluhan tahun, Ma!" suaranya terdengar dalam dan mantap, memenuhi seluruh ruangan.Davin tidak main-main dengan ucapannya. Selama ini, ia telah bekerja keras siang dan malam demi memastikan bahwa perusahaan yang ia dirikan tidak hanya berkembang, tetapi juga tetap menjadi tempat bergantung bagi ribuan karyawan dan keluarganya. Ia paham betul bahwa keputusan yang diambilnya tidak bisa hanya berdasarkan emosi, apalagi

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Peka

    Laura duduk dengan tenang di sofa ruang tamu. Matanya menatap Penelope yang duduk di seberangnya dengan senyum cerah. Wanita muda itu tampak begitu nyaman di rumah ini, seolah tempat ini adalah bagian dari dunianya."Tante, bagaimana kalau kita shopping sekarang? Biar Penelope yang traktir Tante hari ini," ucapnya riang setelah mereka duduk santai.Laura hanya tersenyum tipis. Sekilas, tawaran itu terdengar tulus, tetapi setelah kejadian makan siang tadi, pikirannya mulai dipenuhi dengan pertanyaan. Ini pertama kalinya dia melihat Penelope bersikap terlalu ‘perhatian’ pada keluarganya, terutama pada Davin dan anak-anaknya.Sementara itu, suara tawa samar terdengar dari ruang belajar. Laura tahu Davin sedang menemani kedua anaknya di sana, mungkin membantu mereka dengan tugas sekolah atau sekadar bercanda melepas penat.Laura mengalihkan pandangannya kembali pada Penelope. Ia harus segera mengambil sikap sebelum semuanya semakin tidak terkendali."Maaf ya, Penelope, sepertinya Tante t

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Pantas Marah

    Dua jam berikutnya, makanan pun sudah siap tersaji di atas meja. Aroma masakan yang sedari tadi menguar dari dapur kini memenuhi seluruh ruangan, menciptakan suasana hangat di tengah rumah itu. Laura menepuk tangannya pelan, memastikan semua sudah tertata rapi sebelum akhirnya melangkah ke taman belakang, tempat putranya masih berada."Davin, Sayang, makan siangnya sudah siap. Coba kamu panggil Naura, biar Mama ke atas memberitahu Raka dan Rania," ucapnya lembut.Davin yang sejak tadi duduk termenung di bangku taman hanya mengangguk pelan. Wajahnya tampak letih, pikirannya masih terbayang perdebatan dengan sang istri beberapa waktu lalu."Iya, Ma," sahutnya singkat, mencoba menyembunyikan kegelisahan dalam hatinya.Laura tidak bertanya lebih lanjut. Ia hanya menepuk bahu putranya dengan lembut sebelum berbalik menuju lantai atas. Setibanya di lantai dua, ia mengetuk pintu kamar Raka dan Rania, lalu membukanya pelan.Di dalam, kedua cucunya sedang duduk di tempat tidur masing-masing, a

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Enak

    "Apa Naura cemburu dengan Penelope? Apa mungkin Penelope seperti itu?" tanya Laura dalam hati. Ia mencoba mengingat-ingat bagaimana sikap Penelope selama ini. Setahunya, Penelope adalah anak baik, tidak mungkin berniat merusak hubungan orang lain, apalagi hubungan suami istri.Namun, ucapan Naura tadi terlihat kalau dia begitu terganggu dengan kehadiran Penelope. Jika benar ada sesuatu yang membuatnya cemburu, Laura ingin mengetahuinya sendiri. Ia ingin memastikan apakah perasaan Naura beralasan atau hanya sekadar kecurigaan tak berdasar."Aku harus membuktikannya," gumamnya dalam hati. Ia mengurungkan niatnya membawakan buah untuk Naura dan memilih kembali ke dapur bersama Penelope. Ia akan mengamati lebih dekat, mencari tahu apakah ada hal yang selama ini luput dari perhatiannya.Sementara itu, di taman belakang, Davin masih berusaha menenangkan Naura. Mereka berdiri di dekat bangku kayu panjang yang biasa digunakan untuk bersantai. Cahaya matahari yang mulai meredup tidak cukup unt

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Permintaan Tak Masuk Akal

    Laura dan Penelope melangkah masuk ke dalam supermarket yang cukup besar, hanya beberapa blok dari rumah sementara keluarga Abimanyu. Udara dingin dari pendingin ruangan langsung menyambut mereka, memberikan kesegaran setelah berjalan di bawah terik matahari."Kita beli apa saja, Tante?" tanya Penelope dengan senyum ramah. Wajahnya tampak antusias, seolah benar-benar ingin belajar memasak.Laura melirik daftar belanja yang telah ia buat sebelum berangkat. "Tante akan memasak beberapa menu spesial hari ini. Kita butuh daging sapi, ayam, beberapa jenis sayuran, dan tentu saja bumbu-bumbu dapur," jawabnya sembari mendorong troli.Penelope mengangguk sambil menyesuaikan langkahnya dengan Laura. Dalam hati, ia tersenyum penuh kemenangan. Kesempatan ini adalah jalan terbaik untuk lebih dekat dengan keluarga Davin. Jika ia bisa mengambil hati Laura, maka ia akan punya alasan untuk datang kapan saja ke rumah mereka.Mereka mulai berkeliling supermarket, memilih bahan-bahan dengan teliti. Lau

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tamu Tak Diundang

    Davin membawa keluarganya ke sebuah butik eksklusif yang menyediakan berbagai koleksi pakaian anak-anak. Sejak awal memasuki butik, Raka dan Rania terlihat sangat bersemangat, mata mereka berbinar melihat berbagai pilihan pakaian yang tersusun rapi."Wow, Daddy, lihat! Bajunya bagus-bagus banget! Ini keluaran terbaru deh, Nia belum punya!" seru Rania sambil menunjuk salah satu dress berwarna pastel dengan aksen renda yang elegan.Raka yang berdiri di sampingnya juga tak kalah antusias. "Daddy, Aka mau yang ini!" katanya sambil menarik tangan Davin ke arah sebuah jaket keren yang dipajang di etalase.Davin tersenyum, mengusap kepala keduanya dengan penuh kasih sayang. "Tentu saja, Sayang. Tapi kita harus pilih yang cocok untuk kalian berdua. Meskipun kalian berbeda jenis kelamin, Daddy tetap ingin kalian punya baju yang serasi. Bagaimana kalau kita cari couple outfit?""Keren! Raka mau baju kembaran sama Rania!" sahut Raka penuh semangat.Naura yang berdiri di samping Davin tertawa kec

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status