Share

Bab 208

Penulis: Atieckha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-30 17:48:58

“Apa mungkin kita terlalu dini merayakan kemenangan? Dan sekarang lihatlah, semua hancur. Aku masih belum percaya mereka membatalkan kerjasamanya.”

“Aku juga masih tak percaya dengan alasan mereka,” balas Selena.

Niat kembali ke hotel, namun langkah keduanya terasa berat. Akhirnya mereka masih duduk di tempat yang sama.

Panggilan telepon yang terputus tadi terasa menggantung membuat keduanya serba salah akan melangkah hingga membawa suasana tegang yang semakin memuncak.

Selena meletakkan ponselnya dengan kasar di atas meja, suara klik kecil dari tombol ponsel yang jatuh kembali ke dalam kesunyian ruangan.

Victor menatapnya, ragu. Hanya beberapa detik yang lalu, mereka baru saja mendengar kemarahan Bryan yang membuat bulu kuduk merinding. Kini, mereka harus menanggung konsekuensi dari kegagalan yang ada di depan mata mereka. Tentu saja, itu bukanlah kegagalan mereka sendiri, tetapi mereka yang harus menyelesaikan masalah ini.

"Selena," Victor mulai, suara yang lebih rendah dari biasa
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 209

    ByuuuuuuurBila orang tuanya sedang bercinta di kantor, maka kedua anak kembar ini memilih untuk berenang.Tak butuh waktu lama membuat mereka paham teknik berenang yang sesungguhnya. Hal ini membuat Laura teringat Davin di masa lalu. Kedua cucunya seperti flashback ke masa lalunya. Karena tak ada sedikitpun keahlian atau kebiasaan sang papa dibuang oleh Twin’s. Minusnya hanya mereka sering bertengkar saja kalau Bram tak ada.“Enak ya mbem, belenang jam segini,” ucap Raka.“Iya ndut, seling-seling aja batal belajal, jadi kita bisa lenang,” sahut Rania, dan keduanya terkikik geli. “Neeeeek,” panggil Raka. Laura yang sedang main hp pun menoleh ke arah sang cucu.“Ya, sayang? Udahan?” tanyanya.Twin”s tergelak, “mau minum, nek. Balu juga mulai,” kata Raka.Laura terkekeh, “oke baiklah bos, sebentar ya,” kata Laura. Dia menghubungi kedua pengasuh Raka dan Rania, lalu mereka datang membawa nampan. Raka dan Rania tersenyum. Sang pengasuh meletakan minumannya di pinggir kolam, tampak Raka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 210

    “Rakaaaaaaaa, Raniaaaaaaa,” jerit sang nenek.Kedua cucunya berenang bersama ikan koi yang dibeli sang daddy dengan harga fantastis.Laura hanya meninggalkan keduanya sekitar 10 menit, merasa kalau kedua cucunya sudah pintar berenang dan tak mungkin tenggelam. Namun saat dia kembali, dia justru melihat ikan koi itu sudah pada mengapung di dalam kolam.Laura memijat kepalanya yang julai sakit.“Pak Udiiiiiiiin!” teriaknya lagi. Sopir pribadi Davin segera mendekati Laura.“Saya, nyonya?” “Lihat itu, Pak!” Mata Pak Udin membulat melihat tujuh ikan koi mengambang di dalam kolam. Di pinggir kolam ada jaring yang dipakai memindahkan ikan saat baru sampai di rumah itu.“Raka, Rania, naik!” perintah sang nenek. “Ayo naik, kita main lagi besok,” kata Raka pada ikan yang sudah mati karena air kaporit kolam renang.“Nenek gak tahu ya, kalau Daddy marah ikannya mati,” ujar Laura. Suaranya lembut tak seperti tadi.“Meleka gak mati, cuma bobok. Sebental tak tanya dulu pasti meleka gelak,” ucap R

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 211

    “Nenek ngapain tadi nangis? Nenek takut sama Daddy?” tanya Rania polos.Laura mengangguk pelan. “Makanya jangan nakal. Takut kan Daddy malah,” Raka menimpali.Naura dan Davin yang baru menuruni anak tangga, setelah membersihkan diri, terkekeh.“Playing victim banget, mereka,” kata Naura. Davin hanya tertawa kecil.“Aku bersyukur mereka baik-baik saja. Tapi entah di mana punya ide ngajak ikan lomba renang,” ucapnya.“Ini pasti efek, Bram yang tak memenuhi tantangan, mereka,” sahut Naura. Keduanya kembali tergelak.Davin pun mengajak keluarga kecilnya serta sang Mama untuk makan malam bersama. Situasinya sudah tidak tegang lagi, mereka semua sudah kembali tertawa bahagia. Meski para pengasuh yang melihat Davin tertawa tetap saja mereka takut membuat kesalahan lagi karena saat Davin marah benar-benar sangat menyeramkan bagi keempat pengasuhnya.Setelah selesai makan malam Davin dan Naura menemani kedua anaknya menonton kartun kesayangan mereka. Sementara Laura memilih menuju ke kamarnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 112

    Bram memarkir mobilnya dengan tergesa-gesa di halaman kediaman Abimanyu. Keheningan malam menyelimuti kawasan rumah besar itu, hanya diterangi oleh beberapa lampu jalan yang tampak redup. Semua penghuni rumah pasti sudah terlelap, kecuali Davin. Ia tahu, adik tirinya itu sering begadang, terutama ketika ada urusan penting yang harus dipikirkan. Bram menatap jam di pergelangan tangannya—jam menunjukkan pukul 23.15. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Rasa sakit di lengannya semakin terasa, namun ia menahan semuanya. Fokusnya kini hanya pada satu hal—bercerita kepada Davin."Bram? Apa yang terjadi?" Davin langsung bertanya, suaranya penuh kekhawatiran.Bram hanya mengangguk dan masuk ke dalam rumah, diikuti oleh adiknya yang tampak bingung. "Aku baru saja diserang, Davin. Di kantor."Davin mengerutkan dahi, mendekat dan melihat luka-luka di lengan Bram yang sudah mulai membengkak. "Tunggu. Duduk dulu, biar aku lihat lukanya." Davin segera menarik kursi dan menyuruh Bram duduk. "Ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 213

    Davin melumat bibir sang istri. Lalu berlutut di depan bagian intim wanita itu. Davin menjilat penuh nafsu. Kegiatan yang sama dan berulang yang tak akan pernah membuatnya bosan. Lalu dia melakukan penyatuan. Pinggulnya mulai bergerak, matanya tertuju ke bagian intimnya, jarinya menyentuh milik Naura. Tangan Naura menyentuh puncak dada Davin, membuat pria itu seketika mendesah.“Ngantuuuk,” ucap Naura.“Tapi kamu suka kan, sayang?” Naura mengangguk dengan mata terpejam.Davin menghentikan gerakan pinggulnya, Dia sedikit membungkuk lalu melahap dua gunung kembar sang istri yang selalu menggoda hasratnya. Naura terus mendesah karena berhubungan dengan Davin adalah hal yang paling menyenangkan dan paling tak ingin Ia lewatkan. Pria satu-satunya yang menyentuh Naura seumur hidupnya. Meski hubungan mereka berawal dari hal yang tidak baik, namun takdir sudah memutuskan mereka untuk berjodoh.Naura kembali mendesah saat sang suami kembali menggerakkan pinggulnya untuk menghentak wanita itu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 214

    “Itu punya, Daddy!” Raka tetap yakin itu ramuan punya sang Daddy.“Punya Daddy, sudah habis, sayang. Itu punya Mommy,” jawab Laura lalu tergelak. Ucapan Laura dibenarkan oleh pelayan di rumah itu.“Pokoknya itu punya Daddy. Huaaaaaaaa huaaaaaaa.” Keduanya malah tantrum, membuat sang nenek kesusahan menenangkan kedua cucunya.“Iya, iya. Itu punya Daddy. Bentar lagi Uncle sembuh kok. Nenek cuma bercanda,” jawab Laura menenangkan Raka dan Rania.Dan benar saja dalam sekejap tangisan mereka menghilang. Bahkan keduanya sempat bertanya pada Bram, Apakah Bram sudah merasakan lebih baik setelah minum ramuan itu? Bram tak menjawab namun memutar bola mata malas.****Enam tahun kemudianEnam tahun ke belakang bukanlah waktu yang singkat untuk mereka lewati. Davin dan Bram benar-benar berjuang melawan para musuh yang ingin menghancurkan mereka. Namun, mereka percaya bahwa Tuhan tak sekalipun meninggalkan orang-orang yang selalu berhati baik. Karena itu, mereka selalu keluar sebagai pemenang da

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 215

    Rania dan Raka, meskipun terlahir sebagai anak miliarder, tetap memiliki kepedulian yang besar terhadap keluarga mereka. Mereka juga peduli kepada setiap orang di sekitarnya, termasuk para pengasuh dan pelayan. Keduanya benar-benar dididik dengan baik oleh Naura dan Davin, meskipun kedua orang tua mereka harus menghabiskan setengah hari di kantor.Mereka menyayangi Bram seperti menyayangi kedua orang tua dan nenek mereka. Itulah sebabnya, sejak kepergian Dinda, mereka lebih sering menghabiskan waktu di rumah ini. Bahkan ketika akhir pekan tiba, mereka seharian penuh berada di rumah Bram untuk menemani Angelica yang malang.Seperti hari ini, begitu tiba di rumah Bram, hal pertama yang mereka tanyakan kepada pelayan adalah apakah sang Uncle sudah makan atau belum. Ketika pelayan mengatakan bahwa Bram belum menyentuh makanannya, mereka pun berinisiatif membawakan makanan ke dalam kamar sang Uncle."Uncle, makan dulu ya, biar bisa gendong adik Angelica. Kasihan, dia menangis terus sehari

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 216

    Saat mereka masih duduk di ruang tamu, tiba-tiba suara tangisan bayi Angelica kembali terdengar jelas. Bram menarik napas berat, lalu berdiri. Dengan suara yang sarat emosi, ia berkata,"Aku serahkan semuanya padamu, Naura. Aku yakin apa yang kalian lakukan untukku dan Angelica adalah yang terbaik. Setidaknya, anakku bisa kuat dan bertahan," ucap Bram.Tanpa menunggu jawaban dari adik iparnya, ia langsung melangkah menuju lantai dua, masuk ke kamar sang buah hati.Naura menatap nanar kepergian kakak iparnya. Ia tahu betul betapa besar cinta Bram pada Dinda. Bahkan, rasa itu jauh lebih dalam dibandingkan cintanya pada Maria, mantan kekasihnya dulu."Kasihan sekali melihat Bram seperti ini. Dia benar-benar terpukul," lirih Naura."Semua akan segera berlalu, Sayang. Dia pasti akan pulih, aku jamin," sahut Davin, yang duduk di samping istrinya. Tangannya mengusap lembut rambut Naura, berusaha menenangkan."Iya, Sayang. Mudah-mudahan hari itu segera tiba. Kasihan Angelica," balas Naura, su

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 224

    “Jangan bercanda Pak,” ucap Lidya.Dia berharap Bram hanya menggodanya bukan benar-benar menginginkan ASI yang sama seperti Angelica, sungguh tak bisa dia bayangkan kalau dia harus memberikan ASI pada ayahnya Angelica.“Aku serius, aku tidak pernah bercanda! Sekarang terserah kamu mau memberikanku ASI juga atau kamu harus berpisah dari Angelica,” jawab Bram sedikit mengancam.“Pak saya mohon jangan seperti ini, kenapa Angelica dijadikan alasan untuk pelampiasan hasrat anda? Seharusnya Anda bisa mencari perempuan lain Pak, bukan saya. Mungkin anda bisa pergi ke tempat hiburan malam untuk melampiaskan hasrat anda di sana,” jawab Lidya.Jantungnya berdetak dengan kencang ketika Bram duduk di sampingnya, sangat dekat. Pria itu mulai menyentuh dada Lidya, sementara Angelica masih asik menikmati ASI dari sang Ibu susu.“Kau tidak mungkin mau berpisah dari Angelica kan?” tanya Bram.Sebagai seorang pria dewasa tentu dia ingin melampiaskan hasratnya setiap hari, tapi untuk menikah lagi seper

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bapaknya Mau ASI Juga

    “Iya, nyonya sangat cantik. Pantas Angelica cantik banget, ternyata ibunya seperti bidadari. Semoga saja sifat Angelica nurun dari Ibunya.” Lidya melangkah menaiki anak tangga dan berhenti di samping Bram. “Kalau mirip ayahnya, pasti tidak akan punya banyak teman!”Lidya buru-buru naik ke lantai atas setelah membalas Bram. Jalannya masih sakit naik turun tangga, dan dia mendengar Bram memanggilnya, tapi Lidya mengabaikannya. Tangisan Angelica memenuhi kamarnya, saat Lidya hampir sampai di kamar bidadari cantik itu. Lidya mencuci tangannya di wastafel di depan kamar Angelica, lalu mengeringkannya sebelum masuk ke dalam kamar.“Cup… cup… cup. Anak cantik dan baik tak boleh rewel,” ujarnya. Lidya mengangkat tubuh mungil itu, dan membawanya dalam dekapan. Ia segera membuka kancing bajunya, untuk memberi ASI pada Angelica. Bayi mungil dan menggemaskan itu tampak sangat kehausan, padahal baru satu jam yang lalu minum sangat banyak.Setelah Angelica tenang, Lidya mengusap lembut pipinya.

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 222

    "Mommy, panggil Raka," terdengar suara lembut dari Raka yang sedang duduk di meja makan."Ya, sayang?" jawab Naura, sambil membawa piring-piring makan malam untuk disajikan kepada suaminya, Davin, dan kedua anak kembarnya. Mereka duduk dengan rapi di meja makan, menunggu hidangan disajikan. Naura meletakkan piring-piring itu dengan hati-hati, lalu mengangkat wajahnya dan tersenyum kepada keluarga kecilnya."Minggu depan itu ada kemah di sekolah, Mommy. Kami boleh ikut atau tidak?" tanya Raka dengan mata berbinar, penuh harap.Naura tersenyum lembut dan menjawab, "Tanya Daddy, dong, sayang." Ia menyeka tangan dengan serbet dan duduk di samping suaminya. Pandangannya beralih ke Davin, yang sedang fokus membaca koran bisnis yang belum sempat ia baca tadi pagi.“Daddy,” panggil keduanya menatap Davin.“Apa, sayang?” tanya Davin."Daddy, kami boleh ikut?" tanya Raka dan Rania kompak, seraya menatap ayah mereka dengan ekspresi penuh harap.Davin menurunkan koran dan menatap anak-anaknya de

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 221

    “Lakukanlah, Andi. Aku sudah tidak tahan,” desah Laura.“Baik, nyonya.”Andi menggiring Laura dengan lembut menuju ke tempat tidur di villa tempat mereka menghabiskan waktu bersama. Pria itu sudah benar-benar lihai memanjakan sang majikan, dia mencium bibir Laura dengan penuh hasrat. Tangannya meremas dada Laura hingga membuat desahan kecil terus keluar dari mulut Laura. Setelah mereka kehabisan nafas, Andi pun mulai ciumannya. Dia mulai melakukan penyatuan. Pria itu menghentak tubuh Laura, namun setiap kali miliknya dijepit oleh milik Laura, Andi terus mendesah hingga suara desahan mereka saling bersahutan di dalam kamar Villa tersebut.“Aaah, kau benar-benar membuatku semakin tergila-gila dengan permainanmu, Andi!” “Saya pun ketagihan untuk menyentuh anda, nyonya. Anda mengajari saya menjadi lelaki seutuhnya,” jawab Andi.Laura tersenyum, namun matanya terpejam. Remasan tangan Andi di dadanya membuat Laura semakin panas. Pria itu menghentak Laura penuh hasrat.“Ooooh, saya mau kelu

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 220

    Bi Inem, baju aku dibawa ke mana?" tanya Dinda terkejut."Maaf, Lidya. Pak Bram barusan nelpon, Bibi disuruh buang semua bajumu, tapi Bibi sudah belikan pengganti untukmu. Apalagi, selama kamu bekerja dari pagi sampai sore, kamu menggunakan seragam," jawab Inem sambil menghentikan pekerjaannya untuk mengeluarkan pakaian Lidya dari lemari di kamar yang ia gunakan untuk menaruh pakaian dan membersihkan diri.Lidya menarik napas berat. "Ya sudah, Bi, nggak papa. Aku ikut aturan di sini saja," jawabnya pasrah.Pelayan itu pun mengangguk, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya dan benar-benar membuang semua pakaian Lidya ke dalam tong sampah."Oh ya, Lidya, mumpung Angelica masih tidur, sebaiknya kamu makan dulu. Ahli gizi yang dikirim oleh Pak Bram sudah buatkan makanan bergizi untukmu. Pak Bram ingin Angelica mendapatkan asupan gizi yang baik dari asimu," kata pelayan itu lagi.Sebagai seorang ibu susu, tentu Lidya tak punya pilihan lain selain mengikuti semua aturan yang sudah ditetapkan

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 219

    Lidya memandang Angelica, yang terbaring di pelukannya. Meskipun wajahnya masih terlihat begitu kecil dan rapuh, bibir mungil Angelica tampak mencari-cari sesuatu. Lidya merasakan getaran halus di dalam hatinya. Waktu terasa melambat, seakan segala sesuatu di sekitarnya hilang. Semua yang ada hanyalah suara detak jantungnya sendiri dan napas ringan bayi yang masih mencari kehangatan dan kasih sayang.Sambil mengatur pernapasannya, Lidya perlahan-lahan mengangkat Angelica lebih dekat ke tubuhnya. Tangan Lidya menggenggam kepala bayi itu dengan lembut, memberi sedikit dorongan agar bibir mungil itu bisa menyentuh puting susu yang sudah penuh dengan air susu yang melimpah. Lidya menahan air mata yang sudah sejak lama terpendam. Ia merasa ada yang menyesakkan di dadanya. Tangannya gemetar, tapi ia tahu ini adalah kesempatan yang tak bisa ia sia-siakan.Sebuah isak tangis lirih terdengar dari bibir Lidya. Air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan. Keputusan ini, keputusan untuk menjadi ibu s

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 118

    Naura duduk di ruang tunggu rumah sakit, matanya berkaca-kaca menatap layar ponsel. Ia baru saja menyelesaikan beberapa panggilan telepon untuk memastikan bahwa semua urusan keuangan terkait dengan Lidya akan selesai hari itu juga. Ia tidak ingin ada yang tertunda, tidak ada lagi beban yang harus dipikirkan oleh sahabat lamanya.Davin duduk di sampingnya, menatapnya dengan penuh perhatian. "Kamu sudah membayar semuanya, sayang?" tanya Davin, suaranya lembut, namun mengandung rasa khawatir yang ia tak bisa sembunyikan.Naura mengangguk, matanya tak lepas dari layar ponsel. "Ya, semuanya sudah dibayar, sayang. Biaya operasi Lidya, biaya rumah sakit, semuanya. Aku juga sudah melunasi biaya pemakaman suaminya, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendiang anaknya." Ia menarik napas panjang, seakan melepaskan segala beban. Davin menghela napas lega. "Kamu sudah melakukan hal yang benar, Sayang. Terima kasih, Dinda pasti bahagia punya ipar sepertimu."“Semoga dia bahagia di surga,” lirih Nau

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 217

    Naura terpaku di ambang pintu kamar rumah sakit. Napasnya tercekat saat melihat wanita yang terbaring lemah di ranjang pasien. Mata mereka bertemu, dan seketika itu juga air mata menggenang di pelupuk matanya.“Na—Naura?” Lidya kembali berbisik dengan suara serak, nyaris tak percaya dengan penglihatannya.Tanpa berpikir panjang, Naura melangkah cepat ke sisi ranjang. Tangannya gemetar saat meraih tangan Lidya yang terasa dingin. Seketika, air matanya jatuh, membasahi pipinya.“Lidya…” suaranya bergetar hebat. “Ya Tuhan, ini benar-benar kamu…”Lidya yang masih terbaring menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Bibirnya bergerak, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi isak tangis lebih dulu memenuhi ruang itu. Tanpa bisa ditahan, Naura langsung memeluk tubuh sahabatnya erat-erat.Davin yang berdiri di samping mereka hanya bisa menyaksikan pemandangan itu dengan tatapan sendu. Dia memahami bahwa ini bukan sekadar pertemuan antara dua orang yang lama tak bertemu, tapi sebuah pertemuan pen

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 216

    Saat mereka masih duduk di ruang tamu, tiba-tiba suara tangisan bayi Angelica kembali terdengar jelas. Bram menarik napas berat, lalu berdiri. Dengan suara yang sarat emosi, ia berkata,"Aku serahkan semuanya padamu, Naura. Aku yakin apa yang kalian lakukan untukku dan Angelica adalah yang terbaik. Setidaknya, anakku bisa kuat dan bertahan," ucap Bram.Tanpa menunggu jawaban dari adik iparnya, ia langsung melangkah menuju lantai dua, masuk ke kamar sang buah hati.Naura menatap nanar kepergian kakak iparnya. Ia tahu betul betapa besar cinta Bram pada Dinda. Bahkan, rasa itu jauh lebih dalam dibandingkan cintanya pada Maria, mantan kekasihnya dulu."Kasihan sekali melihat Bram seperti ini. Dia benar-benar terpukul," lirih Naura."Semua akan segera berlalu, Sayang. Dia pasti akan pulih, aku jamin," sahut Davin, yang duduk di samping istrinya. Tangannya mengusap lembut rambut Naura, berusaha menenangkan."Iya, Sayang. Mudah-mudahan hari itu segera tiba. Kasihan Angelica," balas Naura, su

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status