Share

Bab 209

Penulis: Atieckha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-30 21:09:54

Byuuuuuuur

Bila orang tuanya sedang bercinta di kantor, maka kedua anak kembar ini memilih untuk berenang.

Tak butuh waktu lama membuat mereka paham teknik berenang yang sesungguhnya. Hal ini membuat Laura teringat Davin di masa lalu. Kedua cucunya seperti flashback ke masa lalunya. Karena tak ada sedikitpun keahlian atau kebiasaan sang papa dibuang oleh Twin’s. Minusnya hanya mereka sering bertengkar saja kalau Bram tak ada.

“Enak ya mbem, belenang jam segini,” ucap Raka.

“Iya ndut, seling-seling aja batal belajal, jadi kita bisa lenang,” sahut Rania, dan keduanya terkikik geli.

“Neeeeek,” panggil Raka.

Laura yang sedang main hp pun menoleh ke arah sang cucu.

“Ya, sayang? Udahan?” tanyanya.

Twin”s tergelak, “mau minum, nek. Balu juga mulai,” kata Raka.

Laura terkekeh, “oke baiklah bos, sebentar ya,” kata Laura. Dia menghubungi kedua pengasuh Raka dan Rania, lalu mereka datang membawa nampan. Raka dan Rania tersenyum. Sang pengasuh meletakan minumannya di pinggir kolam, tampak Raka
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 210

    “Rakaaaaaaaa, Raniaaaaaaa,” jerit sang nenek.Kedua cucunya berenang bersama ikan koi yang dibeli sang daddy dengan harga fantastis.Laura hanya meninggalkan keduanya sekitar 10 menit, merasa kalau kedua cucunya sudah pintar berenang dan tak mungkin tenggelam. Namun saat dia kembali, dia justru melihat ikan koi itu sudah pada mengapung di dalam kolam.Laura memijat kepalanya yang julai sakit.“Pak Udiiiiiiiin!” teriaknya lagi. Sopir pribadi Davin segera mendekati Laura.“Saya, nyonya?” “Lihat itu, Pak!” Mata Pak Udin membulat melihat tujuh ikan koi mengambang di dalam kolam. Di pinggir kolam ada jaring yang dipakai memindahkan ikan saat baru sampai di rumah itu.“Raka, Rania, naik!” perintah sang nenek. “Ayo naik, kita main lagi besok,” kata Raka pada ikan yang sudah mati karena air kaporit kolam renang.“Nenek gak tahu ya, kalau Daddy marah ikannya mati,” ujar Laura. Suaranya lembut tak seperti tadi.“Meleka gak mati, cuma bobok. Sebental tak tanya dulu pasti meleka gelak,” ucap R

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 211

    “Nenek ngapain tadi nangis? Nenek takut sama Daddy?” tanya Rania polos.Laura mengangguk pelan. “Makanya jangan nakal. Takut kan Daddy malah,” Raka menimpali.Naura dan Davin yang baru menuruni anak tangga, setelah membersihkan diri, terkekeh.“Playing victim banget, mereka,” kata Naura. Davin hanya tertawa kecil.“Aku bersyukur mereka baik-baik saja. Tapi entah di mana punya ide ngajak ikan lomba renang,” ucapnya.“Ini pasti efek, Bram yang tak memenuhi tantangan, mereka,” sahut Naura. Keduanya kembali tergelak.Davin pun mengajak keluarga kecilnya serta sang Mama untuk makan malam bersama. Situasinya sudah tidak tegang lagi, mereka semua sudah kembali tertawa bahagia. Meski para pengasuh yang melihat Davin tertawa tetap saja mereka takut membuat kesalahan lagi karena saat Davin marah benar-benar sangat menyeramkan bagi keempat pengasuhnya.Setelah selesai makan malam Davin dan Naura menemani kedua anaknya menonton kartun kesayangan mereka. Sementara Laura memilih menuju ke kamarnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 112

    Bram memarkir mobilnya dengan tergesa-gesa di halaman kediaman Abimanyu. Keheningan malam menyelimuti kawasan rumah besar itu, hanya diterangi oleh beberapa lampu jalan yang tampak redup. Semua penghuni rumah pasti sudah terlelap, kecuali Davin. Ia tahu, adik tirinya itu sering begadang, terutama ketika ada urusan penting yang harus dipikirkan. Bram menatap jam di pergelangan tangannya—jam menunjukkan pukul 23.15. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Rasa sakit di lengannya semakin terasa, namun ia menahan semuanya. Fokusnya kini hanya pada satu hal—bercerita kepada Davin."Bram? Apa yang terjadi?" Davin langsung bertanya, suaranya penuh kekhawatiran.Bram hanya mengangguk dan masuk ke dalam rumah, diikuti oleh adiknya yang tampak bingung. "Aku baru saja diserang, Davin. Di kantor."Davin mengerutkan dahi, mendekat dan melihat luka-luka di lengan Bram yang sudah mulai membengkak. "Tunggu. Duduk dulu, biar aku lihat lukanya." Davin segera menarik kursi dan menyuruh Bram duduk. "Ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 213

    Davin melumat bibir sang istri. Lalu berlutut di depan bagian intim wanita itu. Davin menjilat penuh nafsu. Kegiatan yang sama dan berulang yang tak akan pernah membuatnya bosan. Lalu dia melakukan penyatuan. Pinggulnya mulai bergerak, matanya tertuju ke bagian intimnya, jarinya menyentuh milik Naura. Tangan Naura menyentuh puncak dada Davin, membuat pria itu seketika mendesah.“Ngantuuuk,” ucap Naura.“Tapi kamu suka kan, sayang?” Naura mengangguk dengan mata terpejam.Davin menghentikan gerakan pinggulnya, Dia sedikit membungkuk lalu melahap dua gunung kembar sang istri yang selalu menggoda hasratnya. Naura terus mendesah karena berhubungan dengan Davin adalah hal yang paling menyenangkan dan paling tak ingin Ia lewatkan. Pria satu-satunya yang menyentuh Naura seumur hidupnya. Meski hubungan mereka berawal dari hal yang tidak baik, namun takdir sudah memutuskan mereka untuk berjodoh.Naura kembali mendesah saat sang suami kembali menggerakkan pinggulnya untuk menghentak wanita itu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 214

    “Itu punya, Daddy!” Raka tetap yakin itu ramuan punya sang Daddy.“Punya Daddy, sudah habis, sayang. Itu punya Mommy,” jawab Laura lalu tergelak. Ucapan Laura dibenarkan oleh pelayan di rumah itu.“Pokoknya itu punya Daddy. Huaaaaaaaa huaaaaaaa.” Keduanya malah tantrum, membuat sang nenek kesusahan menenangkan kedua cucunya.“Iya, iya. Itu punya Daddy. Bentar lagi Uncle sembuh kok. Nenek cuma bercanda,” jawab Laura menenangkan Raka dan Rania.Dan benar saja dalam sekejap tangisan mereka menghilang. Bahkan keduanya sempat bertanya pada Bram, Apakah Bram sudah merasakan lebih baik setelah minum ramuan itu? Bram tak menjawab namun memutar bola mata malas.****Enam tahun kemudianEnam tahun ke belakang bukanlah waktu yang singkat untuk mereka lewati. Davin dan Bram benar-benar berjuang melawan para musuh yang ingin menghancurkan mereka. Namun, mereka percaya bahwa Tuhan tak sekalipun meninggalkan orang-orang yang selalu berhati baik. Karena itu, mereka selalu keluar sebagai pemenang da

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 215

    Rania dan Raka, meskipun terlahir sebagai anak miliarder, tetap memiliki kepedulian yang besar terhadap keluarga mereka. Mereka juga peduli kepada setiap orang di sekitarnya, termasuk para pengasuh dan pelayan. Keduanya benar-benar dididik dengan baik oleh Naura dan Davin, meskipun kedua orang tua mereka harus menghabiskan setengah hari di kantor.Mereka menyayangi Bram seperti menyayangi kedua orang tua dan nenek mereka. Itulah sebabnya, sejak kepergian Dinda, mereka lebih sering menghabiskan waktu di rumah ini. Bahkan ketika akhir pekan tiba, mereka seharian penuh berada di rumah Bram untuk menemani Angelica yang malang.Seperti hari ini, begitu tiba di rumah Bram, hal pertama yang mereka tanyakan kepada pelayan adalah apakah sang Uncle sudah makan atau belum. Ketika pelayan mengatakan bahwa Bram belum menyentuh makanannya, mereka pun berinisiatif membawakan makanan ke dalam kamar sang Uncle."Uncle, makan dulu ya, biar bisa gendong adik Angelica. Kasihan, dia menangis terus sehari

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 216

    Saat mereka masih duduk di ruang tamu, tiba-tiba suara tangisan bayi Angelica kembali terdengar jelas. Bram menarik napas berat, lalu berdiri. Dengan suara yang sarat emosi, ia berkata,"Aku serahkan semuanya padamu, Naura. Aku yakin apa yang kalian lakukan untukku dan Angelica adalah yang terbaik. Setidaknya, anakku bisa kuat dan bertahan," ucap Bram.Tanpa menunggu jawaban dari adik iparnya, ia langsung melangkah menuju lantai dua, masuk ke kamar sang buah hati.Naura menatap nanar kepergian kakak iparnya. Ia tahu betul betapa besar cinta Bram pada Dinda. Bahkan, rasa itu jauh lebih dalam dibandingkan cintanya pada Maria, mantan kekasihnya dulu."Kasihan sekali melihat Bram seperti ini. Dia benar-benar terpukul," lirih Naura."Semua akan segera berlalu, Sayang. Dia pasti akan pulih, aku jamin," sahut Davin, yang duduk di samping istrinya. Tangannya mengusap lembut rambut Naura, berusaha menenangkan."Iya, Sayang. Mudah-mudahan hari itu segera tiba. Kasihan Angelica," balas Naura, su

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bab 217

    Naura terpaku di ambang pintu kamar rumah sakit. Napasnya tercekat saat melihat wanita yang terbaring lemah di ranjang pasien. Mata mereka bertemu, dan seketika itu juga air mata menggenang di pelupuk matanya.“Na—Naura?” Lidya kembali berbisik dengan suara serak, nyaris tak percaya dengan penglihatannya.Tanpa berpikir panjang, Naura melangkah cepat ke sisi ranjang. Tangannya gemetar saat meraih tangan Lidya yang terasa dingin. Seketika, air matanya jatuh, membasahi pipinya.“Lidya…” suaranya bergetar hebat. “Ya Tuhan, ini benar-benar kamu…”Lidya yang masih terbaring menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Bibirnya bergerak, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi isak tangis lebih dulu memenuhi ruang itu. Tanpa bisa ditahan, Naura langsung memeluk tubuh sahabatnya erat-erat.Davin yang berdiri di samping mereka hanya bisa menyaksikan pemandangan itu dengan tatapan sendu. Dia memahami bahwa ini bukan sekadar pertemuan antara dua orang yang lama tak bertemu, tapi sebuah pertemuan pen

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Permintaan Tak Masuk Akal

    Laura dan Penelope melangkah masuk ke dalam supermarket yang cukup besar, hanya beberapa blok dari rumah sementara keluarga Abimanyu. Udara dingin dari pendingin ruangan langsung menyambut mereka, memberikan kesegaran setelah berjalan di bawah terik matahari."Kita beli apa saja, Tante?" tanya Penelope dengan senyum ramah. Wajahnya tampak antusias, seolah benar-benar ingin belajar memasak.Laura melirik daftar belanja yang telah ia buat sebelum berangkat. "Tante akan memasak beberapa menu spesial hari ini. Kita butuh daging sapi, ayam, beberapa jenis sayuran, dan tentu saja bumbu-bumbu dapur," jawabnya sembari mendorong troli.Penelope mengangguk sambil menyesuaikan langkahnya dengan Laura. Dalam hati, ia tersenyum penuh kemenangan. Kesempatan ini adalah jalan terbaik untuk lebih dekat dengan keluarga Davin. Jika ia bisa mengambil hati Laura, maka ia akan punya alasan untuk datang kapan saja ke rumah mereka.Mereka mulai berkeliling supermarket, memilih bahan-bahan dengan teliti. Lau

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tamu Tak Diundang

    Davin membawa keluarganya ke sebuah butik eksklusif yang menyediakan berbagai koleksi pakaian anak-anak. Sejak awal memasuki butik, Raka dan Rania terlihat sangat bersemangat, mata mereka berbinar melihat berbagai pilihan pakaian yang tersusun rapi."Wow, Daddy, lihat! Bajunya bagus-bagus banget! Ini keluaran terbaru deh, Nia belum punya!" seru Rania sambil menunjuk salah satu dress berwarna pastel dengan aksen renda yang elegan.Raka yang berdiri di sampingnya juga tak kalah antusias. "Daddy, Aka mau yang ini!" katanya sambil menarik tangan Davin ke arah sebuah jaket keren yang dipajang di etalase.Davin tersenyum, mengusap kepala keduanya dengan penuh kasih sayang. "Tentu saja, Sayang. Tapi kita harus pilih yang cocok untuk kalian berdua. Meskipun kalian berbeda jenis kelamin, Daddy tetap ingin kalian punya baju yang serasi. Bagaimana kalau kita cari couple outfit?""Keren! Raka mau baju kembaran sama Rania!" sahut Raka penuh semangat.Naura yang berdiri di samping Davin tertawa kec

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Semesta Berpihak Padaku

    "Penelope!" balas Laura, memanggil wanita yang menyapanya.Tampak Penelope melangkah mendekati Laura yang sedang duduk di salah satu meja di restoran cepat saji tersebut. Wajahnya terlihat sumringah, senyum lebarnya menghangatkan suasana. Begitu sampai di hadapan Laura, mereka langsung berpelukan erat, seolah-olah melepas rindu yang sudah lama tertahan.Sementara itu, Naura dan Davin yang duduk di sisi lain meja hanya bisa saling berpandangan. Keduanya sama sekali tak menyangka bahwa Laura mengenal Penelope. Naura terutama, masih mengingat dengan jelas bagaimana pertemuan pertamanya dengan wanita itu yang terkesan meremehkannya."Kamu apa kabar, sayang? Makin cantik aja," ucap Laura dengan nada akrab, menyapa anak dari sahabatnya tersebut."Baik, Tante. Tante sendiri gimana? Tante awet muda banget, loh!" balas Penelope dengan nada ceria, matanya berbinar menatap Laura. "Kalau nggak salah, kita bertemu sekitar sepuluh tahun yang lalu ya, Tan? Untung saja Penelope mampir ke restoran ini

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Salah Sangka

    Fernando terus menatap ke arah Bram dan Davin yang saat ini sedang berbicara dengan Bruno, pemilik tempat hiburan malam tersebut yang juga merupakan teman baik Fernando. Dari sudut ruangan, Fernando memperhatikan dengan saksama, memperkirakan apa yang sebenarnya mereka bicarakan."Aku tak menyangka mereka suka juga ke tempat yang seperti ini. Aku pikir Davin benar-benar lelaki terbaik. Ternyata semua lelaki sama saja, mana betah kami hanya dengan satu pasangan," ucapnya pada diri sendiri, mendesah pelan sambil mengamati mereka dari kejauhan.Fernando menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengaduk minuman di tangannya dengan gerakan lambat. Matanya tidak lepas dari mereka bertiga, terutama Davin. Ada sedikit perasaan tidak percaya dalam benaknya. Selama ini, Davin dikenal sebagai pria yang setia dan tidak tertarik dengan tempat hiburan. Namun, kenyataan di depan matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda.Sementara itu, di sudut tempat hiburan tersebut, Davin dan Bram sedang berbicara serius

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bergerak Normal

    "Apa semuanya sudah sesuai dengan yang kamu rencanakan?" tanya Penelope pada Fernando, sambil meliriknya dari sofa mewah berlapis beludru merah yang sedang didudukinya.Tangannya yang ramping menggenggam gelas anggur, menggoyangkan cairan merah di dalamnya dengan gerakan anggun. Cahaya lampu kristal di ruang tamunya yang luas memantulkan kilauan di permukaan gelas, menciptakan bayangan berkilau di meja kaca di depannya.Fernando berdiri tegap di dekat rak buku yang dipenuhi koleksi bacaan mahal dan beberapa lukisan klasik yang sengaja dipajang sebagai simbol kemewahan. Mata pria itu menatap tajam pada atasannya, memastikan tidak ada keraguan dalam Suaranya saat ia menjawab."Sudah, Bu. Anda tenang saja, semuanya sudah saya atur," jawab Fernando tanpa ragu sedikit pun.Penelope menyandarkan tubuhnya, menyilangkan kakinya dengan gerakan lambat dan sensual. Senyuman tipis tersungging di bibir merahnya yang sempurna. Dia menikmati permainan ini, sebuah permainan yang dirancangnya sendiri

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meyakinkan sang Istri

    "Kamu kenapa, Sayang? Masih khawatir aku ketemu dengan Penelope? Makanya ayo ikut," ajak Davin saat wajah istrinya terlihat sendu, menatapnya yang sedang bersiap pergi untuk penandatanganan proyek besar Abimanyu Group di kota ini.Naura menggeleng. Untuk datang? Tentu dia tidak mungkin punya mental yang kuat, apalagi setelah Penelope menatapnya dengan tatapan seakan mengejek kondisinya yang seperti ini. Naura menjadi insecure."Nggak apa-apa kok," jawabnya, tapi sorot matanya tentu tidak membuat Davin percaya begitu saja pada sang istri.Pria itu mendekati Naura, lalu berjongkok di depan kursi roda sang istri. Dengan lembut, ia mengecup punggung tangan wanita yang sangat dia cintai. Bahkan, rasa cintanya sejak dulu hingga kini tidak berubah sama sekali."Aku tahu, di luar sana banyak sekali perempuan jahat. Tapi tidak semua laki-laki menyambut dengan baik wanita yang seperti itu. Laki-laki yang baik akan memilih perempuan yang baik pula. Laki-laki yang tidak baik mungkin akan tergoda

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Strategi

    "Kenapa sih, Mama nggak pernah berubah? Semua keputusan harus kemauan Mama! Kenapa seperti ini? Kalau memang Bram tidak mau menikah lagi, ya sudah, Bram nggak akan menikah!"Bram menatap sang Mama dengan rahang mengeras. Hatinya semakin sesak karena merasa tidak pernah diberi kebebasan menentukan hidupnya sendiri."Bram janji, Angelica tidak akan pernah kekurangan kasih sayang. Lagian, Lidya masih jadi pengasuhnya. Nanti, lama-lama Angelica juga akan tahu kalau Lidya itu hanya seorang pengasuh, hanya seorang ibu susu, bukan ibu kandungnya. Bram nggak mau ada orang yang menggantikan posisi Dinda di hati Angelica dan di hati Bram."Bram menghela napas berat. Matanya yang tajam menatap Laura dengan sorot penuh keteguhan."Sekarang terserah Mama. Yang jelas, sekuat apa pun Mama membujuk Bram untuk menikah lagi dan mencarikan jodoh, itu tidak akan pernah terjadi! Bram tidak ingin menikah lagi!" ucapnya tegas.Hening sejenak. Laura masih ingin membantah, tetapi Bram tidak memberinya kesempa

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Jodoh dari Mama

    Bram melangkah santai menuju ruang keluarga Davin. Begitu sampai, ia mendapati kedua keponakannya, Raka dan Rania, tengah duduk di meja belajar kecil mereka. Buku-buku terbuka di hadapan mereka, sementara pensil warna-warni berserakan di atas meja. Sesekali, mereka tampak berdiskusi satu sama lain, wajah mereka serius, tetapi tetap menggemaskan di mata Bram.Senyuman kecil terukir di wajah pria itu. Meskipun jauh dari rumah mereka yang sebenarnya, Raka dan Rania tetap terlihat bahagia. Bram bangga melihat mereka tumbuh menjadi anak-anak yang mandiri dan ceria.Tanpa menunggu lebih lama, ia pun berjalan mendekat, lalu menjatuhkan diri di sofa dekat mereka. "Lagi sibuk apa nih, dua anak pintar Uncle?" tanyanya dengan nada hangat.Rania menoleh lebih dulu, lalu tersenyum lebar. "Lagi ngerjain PR, Uncle!" jawabnya bersemangat."Iya, PR Matematika," tambah Raka, mengangguk antusias.Bram mengangguk-angguk paham. "Wah, Matematika ya? Dulu waktu Uncle seumuran kalian, Matematika itu pelajar

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tak Akan Terganti

    Davin tiba di rumahnya bersama Bram. Begitu memasuki rumah, aroma khas kayu dan wewangian lembut yang selalu digunakan Naura menyambutnya. Rumah itu terasa hangat, tetapi juga sunyi, seakan ada sesuatu yang kurang.Tatapannya langsung tertuju ke ruang keluarga, tempat Raka dan Rania duduk bersisian di meja belajar kecil mereka. Kedua buah hatinya tampak serius mencoret-coret buku mereka, sesekali berdiskusi dengan suara pelan. Biasanya, di antara mereka ada Naura yang menemani—memberikan bimbingan atau sekadar duduk sambil membaca buku. Tapi kali ini, Naura tidak ada di sana."Loh, Mommy di mana, sayang?" tanya Davin, suaranya penuh keheranan.Rania dan Raka sontak menoleh ke arah sang ayah. Mereka saling berpandangan sebelum akhirnya menjawab dengan kompak. "Di kamar, Daddy."Davin mengernyit. "Kok tumben nggak nemenin kalian belajar? Apa Mommy sakit?" tanyanya lagi, kekhawatiran mulai muncul di benaknya.Sambil menunggu jawaban dari anak-anaknya, ia melambaikan tangan pada pengasuh

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status