SENTUHAN HARAM SUAMIKU
"Putri ... terjatuh dari ayunan!"
"Apaaaa?!" Mas Fajar terdengar sangat terkejut.
"Mas, cepetan pulang. Kita bawa Putri ke dokter. Aku takut terjadi apa-apa." Suaraku masih bergetar. Badanku pun masih gemetar.
"I-iya Dek. Mas pulang sekarang!"
Sambungan pun terputus. Hatiku masih deg-degan. Jangan sampai sesuatu yang buruk terjadi pada Putri karena keteledoranku. Putri pun masih dalam pangkuanku. Tak ingin walau sebentar pun aku melepaskannya.
"Dede kenapa, Bun?" Putra datang menghampiri.
"Putri jatuh. Ini juga gara-gara kamu!" Karena hatiku sedang begitu kalut, tanpa sadar aku membentak Putra.
Putra kembali berjalan pelan menuju kamarnya sambil menunduk. Seketika perasaan bersalah muncul dalam hati. Tapi aku abaikan karena kini fokusku hanya pada keadaan Putri.
Setelah kurang lebih tiga puluh menit menunggu, akhirnya mas Fajar datang. Dengan terpogoh-pogoh dia masuk ke ruSENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarSedih rasanya sudah berbulan-bulan lamanya aku tidak bisa menafkahi keluarga dengan baik. Aku yakin ini hukuman atas dosa-dosaku. Tapi seharusnya, akulah seorang diri yang mendapatkan hukuman ini. Keluargaku jangan sampai ikut merasakannya. Apalagi istriku. Dia sudah begitu sakit dan kecewa dengan pengkhianatan yang kulakukan. Kini harus kembali merasakan derita karena ekonomi yang hampir terpuruk.Apalagi sekarang anggota keluargaku bertambah satu. Putri kecil yang selalu terbayang-bayang di pelupuk mata kemanapun aku pergi. Otomatis bertambah pula biaya hidup keluargaku.Diam-diam aku selalu menitikkan air mata ketika berdoa. Berharap agar aku kembali diberikan kesempatan untuk kembali membahagiakan keluarga. Bekerja sebagai driver online sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi di masa-masa sulit seperti ini. Tak jarang hanya sedikit yang bisa
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov Fajar"Bun ... Dede Putri nangis!" teriak Putra.Ayu berlari kecil menuju kamar, diikuti olehku dari belakang."Aduhhh ... kacian anak cantik, kenapa nangis?" Ayu segera menggendong Putri, menimang-nimangnya."Kok, bau acem, sih?" Ayu mengendus-endus pantat bayi yang kini sudah berbobot lebih dari enam kilo itu."Owalahhh ... pantas saja nangis. Anak cantik ee, ya? Gatel ya pantatnya? Ganti dulu, yuk, diaper-nya!" Ayu meletakkan Putri kembali di atas ranjang yang sudah diberi alas. Dia berlalu keluar kamar, kemudian datang lagi dengan membawa baskom kecil berisi air hangat. Dengan cekatan Ayu membersihkan pantat Putri dengan kapas yang dicelupkan terlebih dahulu ke dalam baskom tadi. Kemudian memasang diaper baru. Sementara aku, masih terus memperhatikannya. Sesekali tertawa dengan Putra melihat menggemaskannya adik perempuannya itu.***Hari ini aku sambut pagi dengan semangat
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarMenempuh hampir satu jam perjalanan, akhirnya aku sampai di depan rumah. Turun dari motor lalu mengucapkan salam pada Ayu yang kebetulan memang sedang berada di halaman rumah, membolak-balik jemuran biar cepat kering."Kok, sebentar, Mas?" tanya Ayu tanpa menoleh. Tangannya masih sibuk membolak-balik jemuran baju."Iya, Dek. Kata Pak Iwan, besok mulai kerjanya.""Memang, Mas disuruh ngisi posisi apa di perusahaan Pak Iwan?" tanya Ayu lagi."Masuk, dulu, yuk. Nanti, Mas cerita di dalam." Aku masuk ke dalam rumah diikuti oleh Ayu dari belakang.Kuempaskan tubuhku ke atas sofa. Membuka kancing kemeja sebagian agar tak terlalu panas. Ayu datang memberikan segelas air putih, lalu ikut duduk di sampingku."Terima kasih," ucapku sambil menyimpan gelas yang menyisakan air tinggal setengah ke atas meja.Ayu hanya tersenyum kecil."Putra belum, pulang, Dek?" tanyaku."Belum, seb
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarHari berganti, minggu telah berlalu berlalu. Tidak terasa aku sudah bekerja di kantor ini selama sebulan. Sejauh ini ... belum ada perubahan yang signifikan.Hari ini hari pertama kali aku gajian, setelah sebulan terlewati. Kucek ATM sebelum pulang ke rumah. Alhamdulillah, batinku melihat deretan angka yang tertera di layar ATM. Nominalnya sama dengan struk gaji yang diberikan staf keuangan. Kuambil sebagian uang itu. Aku keluar dari ruang ATM dengan mata berbinar.Aku berhenti di sebuah minimarket. Masuk kemudian membeli beberapa macam camilan dan roti untuk Putra. Setelah itu, aku kembali melanjutkan perjalanan pulang."Assalamu'alaikum." Aku berlalu masuk rumah dengan menenteng keresek putih."Wa'alaikum salam. Ayahhh ... !" Putra langsung menyambutku kemudian bergelayut manja. Segera kusodorkan keresek putih itu
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarAyu memutuskan memilih pantai untuk tempat liburan kami sejenak. Hal itupun didukung penuh oleh Putra.Jam delapan pagi, setelah semua selesai sarapan, kami berangkat. Putra duduk di depan, sementara Ayu duduk di belakang menemani Putri yang di dudukkan di car set. Putri kecil yang dalam proses belajar berjalan ini terlihat duduk anteng memainkan boneka beruang kecil berwarna coklat. Sesekali dia mengoceh dengan kata-kata yang masih susah untuk di tebak. Sesekali juga di ajak bernyanyi oleh ibunya. Mengurangi kejenuhannya di perjalanan yang akan memakan waktu lumayan lama.Putra sendiri lebih asyik dengan cemilannya. Ya, Putra termasuk anak yang hobi ngemil. Apalagi semacam makanan ringan dan coklat.Setelah satu jam perjalanan, Putri mulai merengek, sesaat kemudian menangis kencang. Sepertinya dia mulai bosan berada di dalam mobil. Tak heran, karena dia memang sedang aktif-aktifnya. Rambatan ke sa
SENTUHAN HARAM SUAMIKUFov FajarDi depan jendela, Nina sedang mematung. Matanya menatap lurus hamparan sawah yang mulai menguning di luar sana. Ya, persis di belakang puskesmas ini terdapat area persawahan yang luas.Aku ikut berdiri di sampingnya. Mataku tertuju pada langit yang mulai berubah senja."Nin, emang ga apa-apa Risa ditinggalin? Takutnya dia nangis nyariin kamu," ucapku pada Nina setelah kembali ke dalam ruang rawat."Ga apa-apa, Bang. Risa kan sudah besar. Dia emang suka anteng di rumah Bibi. Malahan dia suka nangis kalau di ajak pulang," jawab Nina." Oh, sukur kalau gitu. Jadi kamu bisa fokus di sini merawat Ibu. Oh, iya, tadi Ayu titip salam buat kamu. Tadinya Ayu mau ke sini, tapi aku larang.""Iya, Bang. Mbak Ayu mending di rumah aja. Kasian Putri juga kan masih ASI.""Fajar ... Nina ...."Terdengar rintihan ibu memanggil namaku dan Nina. Aku dan Nina langsung menoleh ke arah Ibu se
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPOV Fajar"Ibu, sudah tidak ada."Perkataan Nina bak petir di siang bolong. Hatiku serasa dihantam palu godam. Sakit tak terperi. Badanku gemetar hebat, hingga menyebabkan ponsel yang masih dalam genggaman terjatuh. Tubuhku terasa lunglai seketika. Menepikan mobil, aku menangis sesenggukan. Berkali-kali kupukul stir mobil. Merutuki kebodohan yang telah aku lakukan. Pergi bekerja meninggalkan ibu yang sedang sakit tak berdaya. Andaikan aku tadi tetap bersama ibu, menemaninya di saat-saat terakhirnya. Maafkan aku, Ibu.Segera kuhapus jejak air mata di pipi. Aku harus kuat. Aku harus segera sampai di puskesmas. Kasian Nina, dia pasti sangat terpukul dengan kepergian Ibu.Bergegas aku kembali memacu mobilku. Membelah jalanan dengan air mata yang masih mengaliri pipi.Langit bak ikut berduka. Mendung makin pekat di atas sana. Titik-titik air mulai turun, kemudian berubah deras dalam sekejap.Aku b
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov AyuMalam ini, Mas Fajar memintaku untuk menemaninya tidur di kamar ibu mertua. Katanya, dia masih ingin mengenang ibu. Menghirup aroma minyak angin yang masih menguar tajam di tempat ibu biasa beristirahat.Namun sayang , sampai larut mataku tak kunjung mau terpejam. Aku yang tidur menyamping, memunggungi Mas Fajar, merasakan ada pergerakan di ranjang ini. Setelah aku berbalik, ternyata, Mas Fajar yang turun."Mau ke mana, Mas?" tanyaku pada Mas Fajar."Mau ke dapur, Dek, ambil minum," jawab Mas Fajar seraya menoleh ke arahku."Biar aku yang ambilkan, Mas. Kamu tunggu aja, di sini." Aku beringsut untuk segera bangkit."Ga usah, Dek. Kamu temani Putri saja, takutnya bangun mau nenen." Aku mengangguk seraya kembali merebahkan tubuhku.Jujur aku penakut. Bulu kudukku menegang seketika saat M