SENTUHAN HARAM SUAMIKU
Sudah seminggu lebih, mas Fajar tidak ngojek. Alhasil tidak ada pemasukan sama sekali. Sementara pengeluaran tentu sangat membengkak. Karena BPJS-ku sudah tidak aktif, jadinya lahiran kemarin harus bayar sendiri. Beruntung bisa melahirkan secara normal yang biayanya tidak sebesar operasi Caesar. Belum lagi kebutuhan bayi yang lumayan banyak. Acara aqiqah kemarin juga cukup menguras tabungan.
Seperti biasa, setelah solat subuh mas Fajar langsung berkutat dengan segala pekerjaan rumah terutama mencuci. Ya, sejak punya bayi cucian selalu saja menumpuk, karena aku belum berani memakaikannya popok sekali pakai. Sementara aku memilih untuk menyiapkan sarapan. Nasi goreng telur mata sapi jadi menu sarapan pagi ini. Simpel tapi bergizi. Kondisiku sepertinya sudah membaik. Tidak ada salahnya membantu mas Fajar walau hanya menyiapkan sarapan.
Mas Fajar terlihat sudah menyelesaikan cuciannya. Sementara aku sedang membantu Putra memakai seragam
SENTUHAN HARAM SUAMIKU"Putri ... terjatuh dari ayunan!""Apaaaa?!" Mas Fajar terdengar sangat terkejut."Mas, cepetan pulang. Kita bawa Putri ke dokter. Aku takut terjadi apa-apa." Suaraku masih bergetar. Badanku pun masih gemetar."I-iya Dek. Mas pulang sekarang!"Sambungan pun terputus. Hatiku masih deg-degan. Jangan sampai sesuatu yang buruk terjadi pada Putri karena keteledoranku. Putri pun masih dalam pangkuanku. Tak ingin walau sebentar pun aku melepaskannya."Dede kenapa, Bun?" Putra datang menghampiri."Putri jatuh. Ini juga gara-gara kamu!" Karena hatiku sedang begitu kalut, tanpa sadar aku membentak Putra.Putra kembali berjalan pelan menuju kamarnya sambil menunduk. Seketika perasaan bersalah muncul dalam hati. Tapi aku abaikan karena kini fokusku hanya pada keadaan Putri.Setelah kurang lebih tiga puluh menit menunggu, akhirnya mas Fajar datang. Dengan terpogoh-pogoh dia masuk ke ru
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarSedih rasanya sudah berbulan-bulan lamanya aku tidak bisa menafkahi keluarga dengan baik. Aku yakin ini hukuman atas dosa-dosaku. Tapi seharusnya, akulah seorang diri yang mendapatkan hukuman ini. Keluargaku jangan sampai ikut merasakannya. Apalagi istriku. Dia sudah begitu sakit dan kecewa dengan pengkhianatan yang kulakukan. Kini harus kembali merasakan derita karena ekonomi yang hampir terpuruk.Apalagi sekarang anggota keluargaku bertambah satu. Putri kecil yang selalu terbayang-bayang di pelupuk mata kemanapun aku pergi. Otomatis bertambah pula biaya hidup keluargaku.Diam-diam aku selalu menitikkan air mata ketika berdoa. Berharap agar aku kembali diberikan kesempatan untuk kembali membahagiakan keluarga. Bekerja sebagai driver online sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi di masa-masa sulit seperti ini. Tak jarang hanya sedikit yang bisa
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov Fajar"Bun ... Dede Putri nangis!" teriak Putra.Ayu berlari kecil menuju kamar, diikuti olehku dari belakang."Aduhhh ... kacian anak cantik, kenapa nangis?" Ayu segera menggendong Putri, menimang-nimangnya."Kok, bau acem, sih?" Ayu mengendus-endus pantat bayi yang kini sudah berbobot lebih dari enam kilo itu."Owalahhh ... pantas saja nangis. Anak cantik ee, ya? Gatel ya pantatnya? Ganti dulu, yuk, diaper-nya!" Ayu meletakkan Putri kembali di atas ranjang yang sudah diberi alas. Dia berlalu keluar kamar, kemudian datang lagi dengan membawa baskom kecil berisi air hangat. Dengan cekatan Ayu membersihkan pantat Putri dengan kapas yang dicelupkan terlebih dahulu ke dalam baskom tadi. Kemudian memasang diaper baru. Sementara aku, masih terus memperhatikannya. Sesekali tertawa dengan Putra melihat menggemaskannya adik perempuannya itu.***Hari ini aku sambut pagi dengan semangat
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarMenempuh hampir satu jam perjalanan, akhirnya aku sampai di depan rumah. Turun dari motor lalu mengucapkan salam pada Ayu yang kebetulan memang sedang berada di halaman rumah, membolak-balik jemuran biar cepat kering."Kok, sebentar, Mas?" tanya Ayu tanpa menoleh. Tangannya masih sibuk membolak-balik jemuran baju."Iya, Dek. Kata Pak Iwan, besok mulai kerjanya.""Memang, Mas disuruh ngisi posisi apa di perusahaan Pak Iwan?" tanya Ayu lagi."Masuk, dulu, yuk. Nanti, Mas cerita di dalam." Aku masuk ke dalam rumah diikuti oleh Ayu dari belakang.Kuempaskan tubuhku ke atas sofa. Membuka kancing kemeja sebagian agar tak terlalu panas. Ayu datang memberikan segelas air putih, lalu ikut duduk di sampingku."Terima kasih," ucapku sambil menyimpan gelas yang menyisakan air tinggal setengah ke atas meja.Ayu hanya tersenyum kecil."Putra belum, pulang, Dek?" tanyaku."Belum, seb
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarHari berganti, minggu telah berlalu berlalu. Tidak terasa aku sudah bekerja di kantor ini selama sebulan. Sejauh ini ... belum ada perubahan yang signifikan.Hari ini hari pertama kali aku gajian, setelah sebulan terlewati. Kucek ATM sebelum pulang ke rumah. Alhamdulillah, batinku melihat deretan angka yang tertera di layar ATM. Nominalnya sama dengan struk gaji yang diberikan staf keuangan. Kuambil sebagian uang itu. Aku keluar dari ruang ATM dengan mata berbinar.Aku berhenti di sebuah minimarket. Masuk kemudian membeli beberapa macam camilan dan roti untuk Putra. Setelah itu, aku kembali melanjutkan perjalanan pulang."Assalamu'alaikum." Aku berlalu masuk rumah dengan menenteng keresek putih."Wa'alaikum salam. Ayahhh ... !" Putra langsung menyambutku kemudian bergelayut manja. Segera kusodorkan keresek putih itu
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPov FajarAyu memutuskan memilih pantai untuk tempat liburan kami sejenak. Hal itupun didukung penuh oleh Putra.Jam delapan pagi, setelah semua selesai sarapan, kami berangkat. Putra duduk di depan, sementara Ayu duduk di belakang menemani Putri yang di dudukkan di car set. Putri kecil yang dalam proses belajar berjalan ini terlihat duduk anteng memainkan boneka beruang kecil berwarna coklat. Sesekali dia mengoceh dengan kata-kata yang masih susah untuk di tebak. Sesekali juga di ajak bernyanyi oleh ibunya. Mengurangi kejenuhannya di perjalanan yang akan memakan waktu lumayan lama.Putra sendiri lebih asyik dengan cemilannya. Ya, Putra termasuk anak yang hobi ngemil. Apalagi semacam makanan ringan dan coklat.Setelah satu jam perjalanan, Putri mulai merengek, sesaat kemudian menangis kencang. Sepertinya dia mulai bosan berada di dalam mobil. Tak heran, karena dia memang sedang aktif-aktifnya. Rambatan ke sa
SENTUHAN HARAM SUAMIKUFov FajarDi depan jendela, Nina sedang mematung. Matanya menatap lurus hamparan sawah yang mulai menguning di luar sana. Ya, persis di belakang puskesmas ini terdapat area persawahan yang luas.Aku ikut berdiri di sampingnya. Mataku tertuju pada langit yang mulai berubah senja."Nin, emang ga apa-apa Risa ditinggalin? Takutnya dia nangis nyariin kamu," ucapku pada Nina setelah kembali ke dalam ruang rawat."Ga apa-apa, Bang. Risa kan sudah besar. Dia emang suka anteng di rumah Bibi. Malahan dia suka nangis kalau di ajak pulang," jawab Nina." Oh, sukur kalau gitu. Jadi kamu bisa fokus di sini merawat Ibu. Oh, iya, tadi Ayu titip salam buat kamu. Tadinya Ayu mau ke sini, tapi aku larang.""Iya, Bang. Mbak Ayu mending di rumah aja. Kasian Putri juga kan masih ASI.""Fajar ... Nina ...."Terdengar rintihan ibu memanggil namaku dan Nina. Aku dan Nina langsung menoleh ke arah Ibu se
SENTUHAN HARAM SUAMIKUPOV Fajar"Ibu, sudah tidak ada."Perkataan Nina bak petir di siang bolong. Hatiku serasa dihantam palu godam. Sakit tak terperi. Badanku gemetar hebat, hingga menyebabkan ponsel yang masih dalam genggaman terjatuh. Tubuhku terasa lunglai seketika. Menepikan mobil, aku menangis sesenggukan. Berkali-kali kupukul stir mobil. Merutuki kebodohan yang telah aku lakukan. Pergi bekerja meninggalkan ibu yang sedang sakit tak berdaya. Andaikan aku tadi tetap bersama ibu, menemaninya di saat-saat terakhirnya. Maafkan aku, Ibu.Segera kuhapus jejak air mata di pipi. Aku harus kuat. Aku harus segera sampai di puskesmas. Kasian Nina, dia pasti sangat terpukul dengan kepergian Ibu.Bergegas aku kembali memacu mobilku. Membelah jalanan dengan air mata yang masih mengaliri pipi.Langit bak ikut berduka. Mendung makin pekat di atas sana. Titik-titik air mulai turun, kemudian berubah deras dalam sekejap.Aku b
Sentuhan Haram SuamikuExtra part"Bagaimana para saksi? Sah?""Sah."Riuh terdengar kata 'sah' dari semua orang yang berada di ruangan besar bercat nuansa putih tersebut.Di depan sana, Mas Fajar terlihat masih gagah dan tampan dengan balutan jas hitam senada dengan celana yang dikenakan. Tangannya terlihat berkali-kali mengusap sudut matanya yang mulai basah. Ketegangan yang tadi begitu tergambar jelas dari wajahnya, kini berangsur hilang berganti kelegaan dan keharuan.Gadis 20 tahun yang duduk di sampingku, meremas pelan tanganku, lalu menggenggamnya erat. Aku menoleh, dia tersenyum simpul sambil mengusap jejak air mata yang tadi sempat jatuh di pipi.Ya, gadis itu bernama Fitri. Anak ketiga dariku dan Mas Fajar. Dua bulan setelah liburan berdua bersama Mas Fajar, aku dinyatakan hamil. Sungguh anugrah yang luar biasa. Menambah keharmonisan keluarga kami yang sebelumnya memang telah kembali harmonis.Di sisi yang lain,
Sentuhan Haram SuamikuSelalu ada harapan ketika kita masih mengingat Alloh. Aku selalu yakin, Rob-ku akan selalu memberikan jalan yang terbaik untuk hamba-Nya.Aku dan Neni terus menjaga Mas Fajar bergantian. Neni sempat pulang dulu tadi siang untuk membawa baju ganti untuknya sekaligus untukku. Juga keperluan lainnya selama kami berada di RS. Sesekali aku melakukan video call dengan ibu dan anak-anak. Melepaskan kerinduan yang menggelayut dalam dada.Tak lupa aku selalu berbisik tepat di telinga Mas Fajar yang sedang melawan maut, untuk berjuang agar bisa kembali bersama di tengah-tengah keluarga kecil kami. Selalu kubisikkan kata-kata penyemangat untuknya. Berharap meskipun dia belum sadar, tapi mampu mendengar apa yang kukatakan.Setiap selesai salat 5 waktu di masjid RS yang letaknya tak begitu jauh dari ruang ICU, tak henti-hentinya aku mengiba, tak hentinya aku merayu pada sa
Sentuhan Haram SuamikuAroma kayu putih samar terendus penciumanku. Perlahan aku membuka mata. Kepala masih sedikit terasa pusing."Yu, kamu kenapa?" Ibu terlihat cemas. Tangan beliau terus saja menggosok kakiku.Pertanyaan ibu membuatku mengingat telepon yang baru saja aku terima."Mas Fajar, Bu." Aku menangis meraung-raung."Fajar, kenapa?" tanya ibu panik."Mas Fajar kecelakaan."Aku terus saja menangis, tak mempedulikan adanya anak-anak yang memperhatikan dengan mimik tak mengerti."Astaghfirullah, Yu. Terus sekarang gimana? Di mana?" tanya ibu lagi."Tadi polisi bilang, Mas Fajar sudah dibawa ke RS Mitra Husada.""Kamu tenang. Tarik napas dalam-dalam, istighfar. Kamu harus ke sana sekarang. Tapi kami harus tenangkan diri dulu," ujar Ibu.Aku pun menurut. Aku mengucap istighfar berkali-kali. Menghirup napas dalam-dalam kemudian mengembuskan perlahan."Ini sudah malam, Bu
Sentuhan Haram Suamiku"Kamu tidak tau, betapa kesepiannya aku setiap hari sendirian di rumah. Apalagi kalau anak-anak sudah tidur. Sementara kamu juga belum pulang. Harus sama siapa aku bercerita, Mas? Coba lihat kembali ponselmu, apa kamu sering mengirimkan pesan untukku? Jarang bukan? Kalau bukan aku duluan yang mengirimkan pesan, sekedar untuk bertanya, apa Mas sudah makan siang atau belum." Aku berbicara dengan nada lumayan tinggi, meluapkan emosi yang selama ini terpendam.Air mata terus saja berjatuhan. Membasahi pipi yang tadi sempat dipoles bedak.Mas Fajar memegang kedua bahuku, merengkuh tubuhku dalam pelukannya."Maafkan aku, ya, Dek. Semua ini memang salahku. Aku belum bisa membahagiakanmu. Hanya luka dan air mata yang selalu aku berikan padamu. Maafkan aku, jika perhatianku padamu berkurang akhir-akhir ini," ucap Mas Fajar dengan suara parau. Tubuhnya masih memeluk tubuhku. Kurasakan guncangan dari tubuhnya. Ternyata dia ikut m
Sentuhan Haram Suamiku"Kamu nggak usah khawatir, aku baik-baik saja. Semua itu hanya masa lalu. Suamiku hanya sedang khilaf waktu itu. Tapi bukan berarti dia suami yang tidak baik. Toh tidak ada manusia yang benar-benar sempurna." Akhirnya aku menjawab setelah aku bisa mengontrol hatiku menjadi lebih stabil."Syukurlah kalau begitu. Semoga suamimu tidak lagi menyakiti wanita baik sepertimu. Kalau kamu merasa tersakiti lagi, jangan ragu untuk pergi. Ingat, di luar sana masih banyak yang mengidamkan wanita baik dan setia sepertimu, termasuk aku." Ucapan Bambang membuatku merasa sedikit tak nyaman. Aku jadi salah tingkah. Takut kalau ternyata Bambang benar-benar masih mengharapkanku."Aku pulang dulu, ya. Sudah lewat waktu duhur ini." Aku melirik jam tangan kecil yang melingkar di pergelangan tangan. "Anak-anak juga sebentar lagi sudah waktunya tidur siang," lanjutku lagi.Bambang mengangguk ragu. Dari wajahnya masih tergambar jelas kecemasan.
Sentuhan Haram Suamiku[ Jangannnn][ Memangnya kenapa kalo aku ke rumahmu?][ Ya ... ga apa-apa sih, nggak enak aja sama tetangga. Kecuali lagi ada suamiku di rumah.][ Ogah, ah. Suamimu kan ga suka sama aku.]Ya, memang benar. Mas Fajar memang ga suka sama Bambang. Teringat kejadian beberapa belas tahun lalu, saat aku masih kuliah. Bambang yang sedang pulang ke kota ini, memintaku menemaninya mencari buku di mall dekat kampusku kuliah. Sore, sekitar pukul empat sore setelah habis mata kuliah, aku pun menemani Bambang sesuai permintaannya. Setelah buku yang dicari Bambang ditemukan, dia mengajakku untuk makan terlebih dahulu di food court yang ada di lantai tiga mall terbesar di kotaku itu. Entah dapat informasi dari mana, ternyata Mas Fajar mengetahuinya. Malam itu malam Minggu. Mas Fajar menemuiku dan menanyakan langsung padaku. Aku menjawabnya dengan jujur, toh aku dan Bambang hanya teman, dan kami tidak melakukan apapun. Tapi Mas
Sentuhan Haram Suamiku[ Bambang, ya?]Kuketik balasan mencoba menanyakan langsung. Takutnya salah menebak. Meskipun sebenarnya aku yakin dia.[Alhamdulillah sekarang sudah ingat]Ternyata memang benar ini nomor Bambang.[ He, iya ][ Kok, cuma gitu jawabannya][ Emang harusnya gimana?][ Aku, kan, tadi tanya, sudah tidur belum?][ Kalau aku sudah tidur, terus siapa yang balas chat ini.][ Eh, iya. Bener juga. Tapi ... bisa jadi suami kamu kan.][ Suamiku belum pulang. Lembur dia. Kerjaannya lagi lumayan banyak. ][ Oh, kasihan dong. Kesepian. Boleh aku temenin?][ Iihhh ... enak aja.][ Temenin chatingan maksudnya. Kamu mikirnya apa, hayooo?][ Ga mikir apa-apa ][ Anak-anak kamu udah tidur belum?][ Udah. Baru saja pada tidur.][ Berarti kamu sendirian dong. Aku masih kangen sama kamu. Udah lama banget ga ketemu. Sekalinya ketemu t
Sentuhan Haram SuamikuSenyum terkembang di bibirku saat motor yang dikendarai melaju santai. Ya, aku terbiasa membawa motor dengan pelan. Pernah dulu terburu-buru mengendarai motor karena ada urusan penting, malah jatuh terperosok ke pinggir selokan. Hal itu menyebabkan badanku terasa remuk, kakiku terluka dan tidak bisa berjalan selama beberapa hari. Sejak saat itu, Mas Fajar melarangku untuk kembali membawa motor. Tapi aku protes, keberatan. Akhirnya Mas Fajar mengijinkan kembali membawa sepeda motor dengan syarat pelan-pelan dan hanya jarak dekat.Dari kaca spion, terlihat mobil Faj*ro hitam persis seperti milik Bambang membuntutiku. Tadi, aku sempat melihat plat nomornya, jadi bisa dipastikan itu memang benar mobil Bambang. Tapi untuk apa dia mengikutiku? Ah, mungkin hanya kebetulan dia akan pergi ke arah yang sama denganku.Aku pun kembali fokus pada jalanan di depanku. Tak ingin kembal
Sentuhan Haram SuamikuDuh ... gimana ya? Mau nolak, tapi ga enak. Lagipula, cuma ngobrol sambil minum, apa salahnya? Benar yang dikatakan Bambang, ini pertemuan pertama kami setelah belasan tahun yang lalu.Bambang adalah temanku waktu SMA. Bahkan, aku mengenal Bambang terlebih dahulu sebelum mengenal Mas Fajar. Kami dulu cukup dekat. Meski hanya sebatas teman, tapi Bambang selalu memperlakukanku dengan istimewa. Karena perhatiannya, dulu aku pun sempat naksir sama dia. Tapi karena dia tak pernah sekalipun mengungkapkan perasaannya, aku mundur pelan-pelan sampai aku bertemu Mas Fajar dan jatuh hati padanya.Bambang memang tidak pernah mengatakan langsung 'aku mencintaimu', tapi dia selalu bilang padaku dan semua teman-temannya bahwa suatu saat, jika dia sudah sukses akan datang melamar-ku. Bahkan saat Bambang tahu aku jadian sama Mas Fajar, karena sering melihatku di antar jemput, Bambang pernah bilang, 'sekarang kamu boleh pacaran sama siapa saja