Sudah jam 16.30, wajah tampan Bang Kay kusayang belum juga terlihat. Sedangkan aku sudah hampir satu jam duduk termenung, memikirkan jawaban mengapa Bang Kay tidak berani melakukan hal itu denganku istrinya sendiri. Dan menyayangkan nasib yang malang ini. Tidak sekali dua kali aku terfikir dan tergoda untuk memilih melakukan hal yang terlarang. Selingkuh misalnya, namun ku tahan sebisa mungkin, karena aku sendiri yang memilih bertahan.
"Assalamualaikum Maya, Abang pulang." Akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga.
"Waalaikumsalam." jawabku pelan tanpa beranjak menyambutnya.
"Loh ... Maya Abang kok cemberut?" tanya Bang Kay.
Hening, aku hanya ingin menatap lurus kedepan, memberi kode bahwa aku sedang bad mood kepada Bang Kay. Kemudian aku ngeloyor meninggalkanya beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Mungkin dengan menyirami kepalaku dengan air bisa membuat rilex diriku.
Setelah mandi, kulihat Bang Kay duduk di sofa empuk dengan satu kaki dinaikkan ke atas meja. Matanya merem melek menikmati sesuatu. Apalagi kalau bukan kebiasaannya. Mencungkil lubang telinga.
“Braaaaaaaak.” ku banting pintu kamar dengan sangat keras supaya Bang Kay sadar istrinya sedang merajuk.
"Maya kenapa? Ada masalah? cerita sama Abang!"Bang Kay langsung bertindak peduli. Seperti harapanku, dia datang bergegas setelah mendengar hantaman pintu.
"Maya mau cerai sama Abang!" ucapku setengah melengking.
Aku tidak tahan lagi jika harus memendam terlalu lama. Kali ini tidak akan kubiarkan Bang Kaylani semena-mena akan cintaku. Tidak akan kubiarkan dia bungkam. Jika Bang Kaylani mencintaiku, pasti dia tidak akan mau menceraikanku. Jika kuberi pilihan antara cerai dan menceritakan masalahnya. Pasti Bang Kay akan memilih menceritakan masalahnya. Itupun jika Bang Kay benar-benar cinta.
"Kenapa Maya? Kenapa kok tumben Maya Abang minta cerai?."
"Maya tak kuat lagi Bang, Maya di nikahi tapi nafkah bathin Maya diabaikan dan Abang tidak mau menceritakan masalah Abang kenapa sampai sekarang abang tidak mampu menyentuh Maya, Abang tidak mau mencintai Maya dengan sesungguhnya. Apakah ada yang kurang dari diri Maya sampai Abang tidak mau menghamili Maya? Pokoknya Maya mau cerai." ucapku yakin.
"Astagafirullah Maya, berdosa kamu minta cerai dan bicara dengan nada tinggi sama suami seperti itu."
"Lha, emangnya Abang nggak berdosa nganggurin Maya setelah menikah selama hampir satu tahun? Maya udah capek Bang ngerayu Abang setiap malam, tapi Abang ngehindar terus dari Maya. Apa Abang tidak tau kalau seringkali karena Abang yang tidak berterus terang membuat Maya sering menyalahkan diri Maya sendiri. Maya sering berfikir apakah Abang meragukan kesucian Maya sehingga enggan mencintai Maya sepenuhnya. Biar sajalah Bang jika Maya harus menanggung dosa karena keputusan ini. Maya tidak mau membiarkan Abang menanggung dosa sendirian."
"Bentar lagi ya Dek, yang sabar. Bentar lagi Abang hamilin Dek Maya. Tapi kasih Abang waktu sedikit lagi."
"Ngga mau pokoknya! Kalau Enggak Abang yang nyeraikan Maya, Maya yang akan gugat Abang di pengadilan agamaa." balasku penuh emosi sambil mengenakan pakaian.
"Dek .. Jangan ginilah sayang, Abang sangat mencintaimu. Kalau kita cerai, siapa lagi nanti yang akan menjadi penyemangat hidup Abang, teman Abang dalam suka dan duka? " ucap Bang Kay mengiba.
"Beli aja patung Bang, pandangin puas- puas! Toh Adek disini juga dianggap patung kok. Manekin aja disentuh sama pemiliknya. Kok aku manusia malah diabaikan. Ga sanggup Maya Bang. Maya butuh nafkah lahir dan bathin."
"Sabar ya Dek, bentar lagi Abang tunaikan kewajiban Abang."
"Kurang sabar apa Maya Bang? Sampai kapan? setidaknya Abang beri Maya kepastian."
"Sayang, ga baik gini. Jangan terlalu emosional ya ... Abang janji akan hamilin Dek Maya."
"Maya emosional begini karena Abang Bang. Maya perlu dikasih nafkah lahir bathin supaya tetap bisa normal. Setidaknya Abang beritau dulu ke Maya, apa alasan Abang tidak mau menghamili Maya! Kalau alasan Abang bisa Maya terima, kita ga jadi cerai. Tapi, kalau Abang tetap ga mau ngasih tau Maya apa masalah Abang, Maya memilih cerai aja. Maya mau nikah sama orang yang betul-betul mencintai Maya sepenuh jiwa dan raga! Maya mau punya Bayi Bang! Pengen kembar lagi. Tapi kalau Abang tidak pernah mau menghamili Maya, keinginan itu mustahil Bang." ucapku, sambil berpura-pura mengusap air mata.
"Baik Dek, mungkin memang sudah waktunya Abang katakan padamu. Abang kira Abang bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Karena mencintaimulah Dek Abang tahan diri Abang untuk tidak menyentuhmu. Karena ... Maharmu belum Abang bayar."
"Apa Bang?" mataku membulat, mulutku menganga, aku tidak percaya bahwa tembok penghalang antara aku dan Bang Kay adalah mahar yang belum dibayar.
"B ... b bagaimana ceritanya mahar Maya belum dibayar Bang? Terus, Kalung 5 emas , peralatan rumah, pakaian, dan kosmetik itu?"
"Selain kalung 5 emas itu semuanya bukan mahar tapi hantaran Dek."
"Kalung 5 emas itu maharkan Bang? Udah kebayar itu maharnya."
"Masih ada Dek yang belum dibayar. Pernikahan kita sebenarnya sudah sah, cuma sebelum maharmu di bayar sepenuhnya, Abang merasa belum berhak mereguk indahnya surga darimu. Abang teringat suri tauladan kita, Beliau belum membayar maharnya. Jangankan tidur bersama, tinggal serumah saja Beliau tidak mau. Abang tidak ingin berada dalam keraguan, abang ingin mengikuti sunnahNya."ucap Bang Kay menjelaskan.
Penjelasannya bagaikan tetes air yang perlahan-lahan meredupkan hati yang marah menyala. Luluh, aku luluh dengan penjelasannya. hanya saja aku penasaran apa mahar yang belum terbayar. Karena yang kutau mahar Bang Kay hanyalah 5 emas. Aku butuh penjelasan yang lebih .
"Oh, itu alasannya. Baik kalau begitu aku akan berfikir lagi untuk bercerai darimu Bang. Ternyata alasanmu so sweet sekali. Kalau itu alasanmu tidak apa-apa Bang, malah Maya senang, Abang pengen ngajak Maya taat bareng-bareng." ucapku sembari menyusul Bang Kay. Semua rasa kesal itu telah menguap pergi.
Kulingkarkan tanganku di pundaknya. Ku kerjap-kerjapkan mataku supaya nampak imut. Bang Kay tersenyum padaku. Bibir Bang Kay tampak sexy, merah dan basah seperti memakai lipstik, ingin rasanya ku pelintir dengan bibirku. Tapi aku khawatir jika geloraku ditolak Bang Kay lagi.
"Syukurlah kalau Maya mengerti." Bang Kay menatap mataku dengan tatapan penuh arti, tatapannya kubalas dengan kerlingan. Kami saling tersenyum.
"Tapi, apa mahar yang belum Abang Bayar? Bagaimana ceritanya mahar Maya belum dibayar."tanyaku penasaran.
"Karena maharmu sulit di dapatkan Dek, harganya juga sangat mahal. Abang sudah menabung sampai 1 tahun tapi belum juga terbeli, sedikit lagi Sayang, begitu uangnya cukup segera akan abang beli mahar, dan Abang berikan padamu." ucap Bang Kay membelai rambutku. Pelukan suamiku terasa menenangkan dan menghanyutkan. Aku sampai lupa bahwa Bang Kay belum mengatakan mahar apa yang belum dia bayar.
“Maafkan kesalahan Abang yang tidak berterus terang. Yang Abang yakini pondasi rumah tangga adalah kepercayaan. Kamu hebat sayang, bisa bertahan dan percaya selama 1 tahun belakangan walau mungkin hari ini hatimu goyah.” ucap Bang Kaylani dengan suara lemah lembut. Begitu layak Bang Kay dikagumi, diluar sana, mana ada laki-laki yang mau meminta maaf duluan. Padahal sudah jelas kesalahannya. Berbeda dengan Bang Kay ku sayang, Dia mau meminta maaf dan mau membujukku hingga hatiku luluh lantah.“Bang, maafkan Maya juga ya, kalau tadi Adek ngomongnya kasar, marah-marah, sampai banting pintu. Maya tidak tahan Bang, tiap hari Maya ke warung ada aja orang yang nanya, kenapa Maya belum hamil. Teman-teman Maya juga gitu, selalu nanyain Maya kapan Hamil. Kata mereka, ga sabar gendong ponakan.” ucapku lembut. Aku ingin mencari simpati suamiku lagi, karena kenyataannya, dia tidak bisa melakukan kewajibannya adalah semata-mata karena alasan taat. Tidak seperti apa yang kuduga selama ini. Homo, pun
“Maafkan kesalahan Abang yang tidak berterus terang. Yang Abang yakini pondasi rumah tangga adalah kepercayaan. Kamu hebat sayang, bisa bertahan dan percaya selama 1 tahun belakangan walau mungkin hari ini hatimu goyah.” ucap Bang Kaylani dengan suara lemah lembut. Begitu layak Bang Kay dikagumi, diluar sana, mana ada laki-laki yang mau meminta maaf duluan. Padahal sudah jelas kesalahannya. Berbeda dengan Bang Kay ku sayang, Dia mau meminta maaf dan mau membujukku hingga hatiku luluh lantah.“Bang, maafkan Maya juga ya, kalau tadi Adek ngomongnya kasar, marah-marah, sampai banting pintu. Maya tidak tahan Bang, tiap hari Maya ke warung ada aja orang yang nanya, kenapa Maya belum hamil. Teman-teman Maya juga gitu, selalu nanyain Maya kapan Hamil. Kata mereka, ga sabar gendong ponakan.” ucapku lembut. Aku ingin mencari simpati suamiku lagi, karena kenyataannya, dia tidak bisa melakukan kewajibannya adalah semata-mata karena alasan taat. Tidak seperti apa yang kuduga selama ini. Homo, pun
“Ini Bang, ambil emasnya dan jual besok ya Sayang.” ucapku menawarkan kotak perhiasanku.“Itu emasmu Sayang, biar sajalah Abang usahakan sendiri. Kalau bisa Abang minjam sama Bapak.”“No, no, no. Pokoknya emas ini udah Adek kasih ke Abang. Terserah mau Abang gunakan buat apa. Mau nutupin kekurangan uang buat beli kucingpun Engga apa-apa deh Bang. Bagiku, Mas sesungguhnya itu ya kamu.” ucapku memaksa namun dengan nada manja.“Tapi kan Yang … ga usah Sayang.” ucap Bang Kay bersih keras menolak. Aku jadi curiga apa ada hal lain yang mungkin dia tutupi. Harusnya kan Suami senang kalau istrinya menolong perjuangan suaminya. Tapi ini kok seolah-olah Bang Kay ingin mengulur waktu 5 bulan lagi.”“Ga ada tapi- tapi ya Sayang, pokoknya jual aja besok emas itu terus kita ke kota cari kucing Persia, terus Abang harus segera hamilin Maya!”ucapku menegaskan."Sayang ... jangan keras kepala. Nanti setelah beli kucing Persia kamunya nangis, sedih kehilangan emasnya." Bang Kay masih bersih keras."Ban
Bangun tidur aku masuk ke kamar mandi. Kamar mandinya cukup lengkap, didalamnya ada 2 buah handuk dan peralatan mandi lain juga tersedia. Seperti, pasta gigi dengan 2 sikat gigi yang masih segel tergantung ditempat khusus, sampo dan sabun cair aroma mawar. juga sabun mandi sekuran jempol. Ku letakkan handuk yang ku bawa dari kampung ketempat gantungan, aku tidak mau memakai handuk hotel, walau warnanya seputih salju dan sewangi kesturi, aku tidak yakin handuk itu benar-benar bersih, entah sudah berapa ribu orang yang telah memakainya, dan aku tidak akan mau jadi orang yang memakai pakaian bekas ribuan orang.Pandangan mataku kembali tertuju ke sabun kecil putih yang tergeletak disamping peralatan mandi. Aku tertarik dengan bentuknya yang kecil dari sabun itu, kuambil sabun tersebut dan mendekatkannya ke wajahku. Ada merk asing tertulis disabun itu,ku hirup aromanya, lumayan wangi, aku tertarik memakainya untuk mandi.Kusirami rambutku dengan air. Aku sengaja keramas agar rambutku bers
Dikamar, jam 20.30 ….“Terimakasih udah beliin Maya semua yang Maya inginkan Bang. Kucing persianya, emasnya, cemilannya, bajunya, semuanya deh. Makasih ya Sayang, Maya doain Abang banyak rezeki.” ucapku kepada Bang Kay sambil memasang perhiasan.“Sama-sama Dek Maya, kebahagiaanmu adalah kebahagiaan Abang.” ucap Bang Kay tersenyum sambil menyandar ke tempat tidur.“Malam ini ‘kan Bang?” tanyaku sembari mendekat kearah Bang Kaylani.“Apanya malam ini Dek?” tanya Bang Kaylani.Kesal! Bang Kay seolah-olah tidak mengerti kemana maksud ucapanku.“Bulan madunya.” ucapku dengan senyum memaksa.“Emm, capek loh Dek seharian jalan- jalan terus.” ucap Bang Kay, menghindar.“Aaa, Abang lemah deh. Masa Maya lebih kuat daripada Abang.” sungutku.“Besok aja ya Dek!” ucap Bang Kay.“Engga mau! Pokoknya Malam ini! Lihat Maya Bang, Maya udah pakai baju dinas ini loh Bang!” ucapku memaksa sambil mencengkram bahu Bang Kaylani.“Engga bisa malam ini Dek …” ucap Bang Kaylani mengernyitkan dah.“Pasti ada s
“Ya Allah Bang, gara-gara trauma kejepit resleting Abang sampai tidak mau di sunat?" ucapku menahan tawa. Aku tidak habis fikir. Terlalu banyak masalah Bang Kay ku sayang. Untung aku sangat mencintainya sampai keteteran. Kalau tidak ...."Sakit banget loh Dek kejepit resleting itu, lebih sakit daripada melahirkan. Kejepit aja sakit apalagi dipotong."“Ih, ga samalah Bang,di sunatkan dibius dulu. Engga di sunat bukan berarti ga bisa 'kan Bang? gimana kalau tetap di lanjutkan aja malam ini.” ajakku pada Bang Kay, mumpung masih berpakaian dinas lengkap.“Ga bisa Dek …kata orang di kampung, sunat itu wajib hukumnya bagi laki-laki. Tidak boleh mencampuri istri kalau belum sunat. Di kampung Abang, orang-orang yang muallaf sebelum menikah disunat terlebih dahulu. ““Udah tau sebelum menikah wajib disunat, kenapa ngga sunat dulu?” tanyaku menahan kesal.“Kan udah Abang bilang, Abang takut disunat. Membayangkan saja ga sanggup Dek, itu yang dipotong barang yang vital, bukan motong kuku atau ra
Sudah sore, aku tidak sadar sudah berapa lama aku ketiduran. Kulihat Bang Kay diruang tamu, duduk menyilangkan kaki sambil membaca Koran. Ada segelas kopi dihadapannya. Ah … dia suami yang selain baik juga begitu pengertian. Dia tau aku lelah sehingga dia tidak membangunkanku untuk membuatkan kopi untuknya.“Sayang, sudah bangun?” ucap Bang Kay, terkejut melihatku didepan pintu kamar dengan rambut acak-acakan.“Masih capek? Kucingmu sudah datang tuh Dek.” ucap Bang Kay menunjuk keteras rumah.“Jam berapa datangnya Bang?” tanyaku senang.“Belum lama Dek, barusan sampai diantar travel.” jawab Bang Kay.‘Meong … meoong … meoong ….’ Terdengar suara merdu kucing Persia yang semalam kami beli di kota. Segera ku kucucir rambutku dan berlari kearah teras rumah.“Duh … sayang, lucunya kamu. Bulu mu indah sekali.” ucapku mengelus kucing Persiaku.“Siapa ya namamu, Gimana kalau aku panggil Lani mau? biar mirip sama Bang Kaylani.” sambungku, mengajak kucing bicara seolah-olah dia akan mengerti ka
“Bang, Maya ke klinik ya.” Aku pamit kepada Bang Kay.“Abang antar ya Dek?”tawar Bang Kay.“Adek pergi sendiri saja, Abang jagain Lani aja dirumah, nanti kalau ikut Abang malu.”“Loh mau kemana? Malu kenapa?”“Maya mau cari dokter yang bisa nyunat Abang.”“Abang bisa cari sendiri Dek, besok Abang cari.”“Emang abang nggak malu? Sudah menikah aja Abang belum berani cari tukang sunat.”ucapku, Bang Kay terdiam dengan jawabanku, dia tak bisa menghindar lagi, sampai sekarang dia masih belum berani disunat.“Cari dokter yang laki-laki ya Dek.” Akhirnya Bang Kay bersuara juga.“Ya iyalah Bang …. masa’ iya Maya carikan dokter cewek untuk melihat dan mengobrak-abrik perabotan Abang? Maya saja yang istri Abang belum pernah lihat perabotan Abang, mana mungkin Maya ikhlas ada wanita lain yang melihatnya.”“Oke Dek, carilah! ucap Bang Kay memberi izin kepadaku.Aku mencium tangan Bang Kay dan melangkah keluar rumah kemudian menaiki motor dan menstaternya, angin menerpa wajahku, sejuk dan nyaman. F
Kata-kata Mbak Wulan membuatku ngeri. Benar kata Mbak Wulan. Wanita hanya mengandalkan kepercayaan saat menikah. Perempuan tidak tahu pasti sama sekali status laki-laki sebenarnya, apakah dia belum pernah melakukan aktifitas suami istri atau sudah berulang kali melakukannya, wanita dan orang tuanya hanya mengandalkan kepercayaan atas kesaksian sebuah KTP. Jika di KTP tertulis “Belum Kawin” maka dia dianggap perjaka. Seharusnya para laki-laki di sumpah sebelum menikah, di sumpah apakah dia sudah pernah melakukan hubungan suami istri dengan wanita atau laki-laki atau tidak. dengan demikian wanita tidak akan menjadi korban para perjaka palsu. Berbeda dengan laki-laki. Status wanita bisa diketahui dengan cepat, suami bisa mengetahui apakah istrinya masih perawan atau tidak saat malam pertama. Bentuk dan kondisi “itunya” bisa diketahui dengan mudah, rasanya juga akan sangat berbeda. Apabila suami merasakan malam pertamanya terasa mudah dan tanpa bercak darah, maka sudah bisa di
“Hahaha ... Mbak Maya ini ada-ada saja. Begini Mbak, Papa yang lagi main sama Devi itu bukan Ayahnya. Tapi temanku, karena dia sering datang kerumah, dia juga akrab denganku dan suamiku, dia sangat menyayangi Devi. Jadi kami mengizinkan Devi memanggilnya Papa. Kebetulan dia juga sangat senang di panggil Papa sama Dewi. Secara biologis dia bukan Ayah Devi, tapi secara perhatian dia lebih perhatian kepada Devi ketimbang Ayah kandungnya.” Mbak Wulan bercerita panjang lebar.Alhamdulillah, lega hatiku mengetahui Bang Kaylani bukan suami Mbak Wulan. Bang Kaylani hanya teman Mbak Wulan dan suaminya. Tapi itu tidak berarti mereka tidak ada hubungan, keakraban Devi dengan Bang Kaylani bisa saja menyatukan Mbak Wulan dan Bang Kaylani.“Apa ada niat di hati Mbak untuk menikah dengannya setelah Mbak bercerai nanti?” aku semakin berani bertanya masalah yang sangat pribadi.“Tidak, itu tidak mungkin. Dia itu sudah seperti Abang kandungku sendiri. Kami berteman dari kecil, kami d
“Ayah lihat kamu sedih terus dari kemaren. Kamu ada masalah sama suamimu?” tiba-tiba Ayah bertanya.“Eh iya Yah, Maya memang lagi banyak masalah.” jawabku.“Cerita sama Ayah. biar Ayah yang selesaikan semua permasalahan itu.” Ayah mendesakku.Aku diam. Aku mau cerita sama Ayah, tapi takut Ayah jadi tambah sakit mendengar ceritaku. Namun aku juga belum menemukan alasan untuk tidak menceritakan semuanya kepada Ayah.“Biar Maya sendiri yang akan menyelesaikannya Yah.” Aku berusaha merahasiakannya dari Ayah.“Begini Nak, suatu pekerjaan akan cepat selesai jika banyak yang mengerjakannya. Begitu juga dengan masalah. jika banyak yang bantu menyesaikannya maka masalah itu akan cepat selesai.” Ayah masih berusaha mengorek informasi.Akhirnya ku putuskan untuk menceritakan semuanya kepada Ayah. ku sampaikan semua kekurangan Bang Kay. ku sampaikan juga kemungkinan Bang Kay selingkuh seperti yang ku lihat kemarin.“Ini memang masa
“Tapi ini beda Ma. meraka makan berdua, di mobil berdua, berjalan berdua, nah sekarang dia bertamu kerumah cewek itu, dan dirumah itu hanya ada mereka berdua. Mau ngapain coba?” aku semakin suudzon.“Sudah. Jangan membayangkan yang tidak-tidak, kalau kamu curiga pergi saja temui dia disana!” teriak Mama. Mama akhirnya terbawa emosi juga.“Ini lokasinya. Pergi sana biar hatimu puas.” tantang Mama.Untung aku punya Mama pintar, saat Bang Kay menerima telepon Mama mengaktifkan pencarian lokasi. Bahkan ternyata Mama merekam panggilan video call tadi.“Itu sudah Mama kirim lokasi dan rekaman panggilan tadi. Sana pergi! Jangan menangis disini, Ayah sedang sakit, nanti Mama marah.” Mama mengultimatum.Aku bangkit memeluk Mama, ku ucapkan terimakasih atas kejeniusan Mama. ku cium pipi Mama berulang-ulang.“Terimakasih Ma. Maya berangkat sekarang Ma.” Aku bersemangat. Sudah terbayang dibenakku bagaimana nanti aku akan menghajar gadis
“Ayo ikut!" Aku mengajak Mas Hanafi mengikutiku.“Kemana?” tanya Mas Hanafi.“Katanya mau kenalan sama suamiku? Itu dia yang duduk diwarung sana. Ayo Maya kenalkan sekarang.” Aku kembali mengajak Mas Hanafi yang terlihat ragu.Aku terus berdoa dalam hati di setiap langkahku, memohon kepada Allah agar Mas Hanafi dan Bang Kay tidak bertarung nanti. Aku melangkah dengan dada berdebar. Kakiku juga gemetar. Ini hal tersulit dalam hidupku, belum pernah aku melalui situasi yang sesulit ini. Semakin dekat dengan posisi Bang Kaylani ombak didalam dadaku semakin menggelora. Kurang dari 20 meter lagi akan sampai ketempat Bang Kay. Kakiku goyah, aku tak sanggup lagi lanjutkan langkah. Ku lirik Mas Hanafi, wajahnya juga memias, sepertinya dia didera ketakutan yang teramat sangat.Didepan sana. Bang Kaylani tampak berdiri dari bangku kayu yang di dudukinya. Gadis cantik dengan masker menutupi mulut dan hidungnya yang tadi duduk di depan Bang Kaylani juga berdi
“Iya. Kangen pake banget. bagaimana shalat istikharahnya? Sudah dapat jawaban?” tanya Mas Hanafi.“Belum. Kan belum 7 hari 7 malam.” Aku mengingatkan.“Mas mau bantu jawab, biar cepat dijawabnya.”ucap Mas Hanafi“Maksud Mas?” aku tidak paham.“Sekarang Mas lagi otw. Mas mau ketemu Ayah dan Ibu Maya sekarang.” jawab Mas Hanafi.“Ayah dan Ibu lagi sibuk kerja. Nggak bisa diganggu.”ucapku, memberi alasan.“Mas akan tunggu sampai mereka selesai melakukan kesibukannya.” Mas Hanafi memaksa.“Terserah Mas saja. Asal jangan bawa-bawa nama Maya jika terjadi sesuatu.” selorohku.“Setuju, deal.” Sahut Mas Hanafi bersemangat.“Maaf, udah dulu ya Mas, Maya sudah ngantuk. Maya mau tidur sekarang.” Aku mau memutuskan pembicaraan.“Baiklah. Selamat tidur siang.” seloroh Mas Hanafi.Aku menutup telponnya. Mataku sudah tidak mampu lagi untuk dibawa kompromi. Ku rebahkan tubuhku dikasur. Sangat nyaman,
Hal pertama yang aku lakukan saat sampai kerumah adalah mengecek tas yang tergantung didekat televisi. Bang Kaylani mengatakan bahwa dia menaroh uang belanja didalam tas dekat televisi. Aku harus mengecek keberadaannya. Ku buka tas, ku temukan didalamnya seikat uang. Ku taksir jumlahnya sekitar Rp. 5.000.000. entah darimana Bang Kay mendapatkan uang sebanyak itu, sekarang bukan waktu gajian, juga bukan hari besar yang ada tunjangan dari tempat kerja.Ku bawa seikat uang itu kekamar. Dikamar kuhitung semuanya. Jumlahnya lebih dari Rp. 5.000.000. kurang yakin ku hitung ulang, hasilnya tetap sama. Ku hitung lagi sampai empat kali hitung, khawatir salah hitung, namun hasil perhitunganku tetap Rp. 7.000.000. Hebat, baru kali ini Bang Kay memberiku uang belanja satu juta untuk satu hari, biasanya Bang Kay memberiku uang belanja satu juta untuk satu minggu. Mungkin Bang Kay mau menyogokku dengan uang ini, Bang Kay sengaja memberi banyak uang belanja agar aku tersentuh dan membatal
“Jangan sampailah, saya yakin masih ada laki-laki perjaka yang mau denganku.” jawabku. Aku tersenyum membayangkan wajah Mas Hanafi, namun aku tidak yakin dia akan mau jika tau bahwa aku seorang janda. akan segera ku beritahu Mas Hanafi.“Wah kayaknya sudah ada calon nih?” Mbak Wulan menebak.“Ada seorang pemuda yang menyatakan ingin melamarku, aku belum memberi tahu dia statusku. Aku khawatir dia akan berubah pikiran setelah tau statusku.” jawabku sedih.“Waduh … waduh … waduh … ini kejam!Sumpah ini kejam! Kasihan suamimu. Seharusnya Mbak selesaikan dulu urusan Mbak dengan suami, seharusnya Mbak jujur dari awal. Mbak bisa menghancurkan kedua laki-laki malang itu.” Mbak Wulan terlihat prihatin dengan nasib Bang Kaylani dan Mas Hanafi.“Maya akan segera memberi tahukan status Maya, Maya janji.” ucapku.“Bagus. Semoga semua berjalan lancar.” sahut Mbak Wulan.“Aamiin.”Hampir dua jam aku dirumah Mbak Wulan. Aku pa
Mobil Mbak Wulan berhenti didepan sebuah rumah makan yang cukup besar dan mewah. Aku memarkirkan motorku ditempat parkir motor dan menunggu. Mungkin Mbak Wulan akan membeli makanan untuk makan siang kami nanti. aku duduk menunggu di atas motorku. Aku tak mau membayar uang parkir hanya karena menunggu seseorang. Mbak Wulan yang keluar dari mobil melambaikan tangan kearahku. Terpaksa aku turun dari motor dan berjalan kearahnya.“Iya Mbak?” ujarku saat berada didekat Mbak Wulan.“Kita makan siang disini ya. nanti kalau masak dirumah bisa mengurangi waktu kebersamaan kita.” Mbak Wulan menjelaskan.“Ini restoran saya, sudah 5 tahun saya mengelola restoran ini sendiri. Orang tua saya meninggal saat saya masih gadis. Jadi saya yang melanjutkan usaha ini. Sekitar 4 tahun yang lalu saya menikah dengan salah seorang karyawan saya, dia lelaki yang baik saat itu, dia pintar dan cekatan. Selama menikah aku tidak pernah menuntut nafkah kepadanya, karena aku tau aku lebi