Senyum mengembang di wajah Ruth bersama Elkana-anak dalam gendongannya-saat memasuki kantor Hizkia Perkasa Alamsyah, sang suami. Ia melangkah dengan semangat untuk memberi kejutan kunjungan pada suaminya. Ruth berencana mengajak Hizkia makan siang bersama. Beberapa bulan menikah mereka belum saling terbuka satu sama lain. Kali ini Ruth mengambil inisiatif.
"Kita ketemu Papa ya El", ujar Ruth pada anaknya. Elkana tersenyum, bertepuk tangan dan menyebut pa...papa...pa... berulang kali.
Ruth dan Elkana tiba di depan ruangan sekretaris, "Bapak ada?" tanya Ruth.
"Selamat siang Bu Ruth. Ya Bu, Bapak ada. Sedang ada tamu. Ibu mau masuk atau menunggu sebentar?" jelas Melina-sekretaris Hizkia.
"Aaah ya... Saya tunggu saja Mel, mungkin sebentar lagi selesai. Tamu dari mana, Mel?" tanya Ruth lagi.
"Dari perusahaan rekanan, Bu Ruth. Namanya Ibu Naomi," terang Melina.
Ruth dan Melina terlibat dalam percakapan ringan. Sekretaris suaminya ini menyukai Elkana sebab ia mudah dekat dengan siapa saja. Elkana termasuk anak yang ceria.
Tiga puluh menit Ruth menunggu tamu suaminya tak kunjung keluar, padahal ini telah masuk jam istirahat siang. Ruth pun mengatakan pada Melina untuk masuk dan menunggu di sofa ruangan suaminya saja.
Ruth dan Elkana masuk ke dalam ruangan dengan perlahan agar tidak membuat perhatian. Tak dinyana Hizkia melakukan hal yang kurang pantas, Ruth terkejut sepersekian detik jantungnya seolah berhenti berdetak. Ruth melihat suaminya sedang menyender di meja berhadapan dengan seorang perempuan memakai pakaian kerja mini yang tersenyum padanya dengan jarak begitu dekat. Bukan hanya itu, tangan mereka bertautan di pinggang perempuan-diketahui bernama Naomi.
Ruth menutup mata Elkana dan membalik badan. Karena terburu-buru, vas bunga dekat pintu tersenggol sampai jatuh dan pecah. Rencananya ingin segera keluar dari ruangan itu. Ruth yang panik terlalu ceroboh. Suara pecahan vas membubarkan posisi Hizkia dan Naomi.
"Ruth... Ruth!" terdengar suara Hizkia menyebut nama istrinya beberapa kali. Hizkia tergesa-gesa berjalan menuju ke tempat Ruth berdiri.
Ruth segera membuka pintu dan pergi meninggalkan ruangan itu. Ia tidak meminta penjelasan atas apa yang disaksikannya barusan.
Melina tidak tampak di meja kerja, mungkin ia ke toilet atau telah menuju kantin. Ini waktu makan siang memang. Jantung Ruth berdebar kencang menyaksikan drama romantis Hizkia mantan kekasihnya.
Sampai di depan lift, Ruth masih harus menunggu pintu terbuka sementara Hizkia masih memanggil-manggil namanya dari jarak beberapa meter. Cepatlah terbuka... rapal Ruth dalam hati tanpa menoleh ke arah Hizkia.
Sesaat pintu terbuka, Ruth segera melangkah masuk. Ternyata suaminya lebih cepat menahan pintu, berhasil masuk dalam lift yang sama.
Mereka bertiga dalam lift, suasana hening. Hanya terdengar suara nafas ngos-ngosan dari pasangan suami istri itu karena kejar-kejaran. Tidak ada yang memulai percakapan hingga Elkana menyadari ada papanya, "Pa... papapa... pa..," ujar Elkana mencondongkan badan meminta digendong Hizkia. Ruth menarik tubuh Elkana untuk lebih dekat ke dadanya dan bergeser ke sudut lift.
Tapi namanya Elkana yang senang ada papanya, berusaha menggapai badan Hizkia. Elkana mulai rewel, papanya pun bersikap siap menyambut untuk menggendong Elkana.
Mengingat kejadian tadi dalam ruangan kerja, hati Ruth tidak sudi anaknya dipegang oleh Hizkia. Tapi Elkana semakin rewel dan malahan menangis. Akhirnya mau tidak mau, Ruth memberikan Elkana pada suaminya karena anak itu tidak salah dan belum memahami apa yang terjadi tadi.
Hingga denting lift berbunyi, mereka keluar dalam keheningan. Hizkia memulai pembicaraan, "Kalian sudah makan? Mau makan bareng aku?" Kalau saja tidak ada kejadian tadi, tentu Ruth dengan senang hati akan menerima ajakan suaminya karena itulah tujuan mereka untuk datang ke kantor.
"Kami langsung pulang saja!" jawab Ruth seperti seorang istri yang cemburuan.
"Aku antar ya," tawar Hizkia lembut pada Ruth.
"Kamu kan masih punya urusan," jawab Ruth pada suaminya meski dadanya terasa sesak mengatakannya. Ruth menjulurkan tangan meminta kembali Elkana untuk digendong. Untungnya Elkana bersedia kembali didekap mamanya.
Tanpa banyak kata Ruth berjalan menuju pintu keluar gedung perkantoran. Suaminya masih beriringan, ia berpesan akan pulang lebih cepat hari ini. Ruth diam saja hingga menuju taksi yang baru saja menurunkan penumpang di gedung itu. Ruth naik tanpa berpamitan dengan suaminya.
Hizkia masih berdiri sampai kendaraan berbelok keluar gerbang. Dirinya mengartikan sesuatu dari respon istrinya barusan.
Di dalam mobil, Ruth menyebut daerah rumah pada driver taksi. Masuk dalam kendaraan tanpa menoleh ke suaminya. Taksi berjalan meninggalkan Hizkia yang berdiri mematung.
Ingatan Ruth kembali ke masa lalu. Ia teringat pada mendiang suaminya terdahulu, ayah kandung Elkana. Sosok pria yang baik yang kini telah kembali menghadap Sang Khalik.
Bersama Hizkia merupakan pernikahan kedua Ruth. Pernikahan yang terjadi karena wasiat mendiang suaminya.
Sepanjang pernikahan pertama, tak pernah mendiang punya skandal dengan perempuan entah itu teman kerja atau dengan mantannya.
Ruth berbisik pelan, "Aku merindukannya. Dia pasti tidak akan melakukan hal yang menyakitiku." Seketika matanya terasa panas, dada sesak, buliran air mata jatuh membasahi pipinya.
Sadar masih dalam taksi segera Ruth menghapus air mata dan menyugesti diri untuk tetap kuat. Ia menghela napas panjang yang bergetar membuang pandangan keluar mobil.
Setibanya di rumah, Ruth menidurkan Elkana di ranjang, mencium kening anaknya, dan mengamankan sekeliling agar Elkana tidak terjatuh. Melangkah ke toilet, Ruth menumpahkan gemuruh di dada dengan menangis.
Setengah jam menangis. Hati perempuan itu masih berusaha menyangkal bahwa ia telah jatuh cinta pada pesona suaminya sementara air mata malahan menyiratkan kesakitan.
Dibasuhnya wajah sejurus kemudian melihat ke cermin. Mata bengkak dan hidung merah, layaknya seperti anak gadis yang diputus pacar.
Ruth ingin menenangkan diri, berkeinginan tidak berjumpa sementara dengan suami. Sebut saja bapernya ini berlebihan, tetapi memang Ruth sedih sekali mengingat kejadian di kantor suaminya tadi.
๐๐
"Oh, itu istri kamu. Ngga kelihatan lebih tua ya." Naomi menyindir istri Hizkia, saat pria itu kembali masuk ruang kerjanya. "Mantan kakak ipar kamu, bukan? Terus, yang digendongannya anak abang kamu. Oh I see," Naomi melontarkan dugaan tentang Ruth, namun ia jawab sendiri. Dan kesemuanya itu adalah benar. "Tadi, kenapa dia lari? Padahal aku ingin berkenalan lebih dekat, mana tahu kita bertiga bisa jadi partner... dalam rumah misalnya." Senyum manis Naomi ditanggapi datar oleh Hizkia. "Berhenti, Naomi. Bisa-bisa, ini akan membuat hubungan aku jadi renggang, Naomi." Akhirnya Hizkia menanggapi semua perkataan yang disampaikan Naomi. "Memangnya sudah sedekat apa? Siapa itu nama istri kamu? Pernah kenalan tapi sudah tak ingat nama," Naomi berlagak lupa. "Ruth. Namanya Ruth Tribuana Tunggadewi," jawab Hizkia. ๐๐ Kembali ke masa beberap
Hizkia diam dan menurunkan pandangannya ke meja makan seperti sedang merenungkan sesuatu. Barangkali, hatinya mulai tergugah sebab perkataan Ruth. "Abang sudah memberi banyak hal kepadaku. Bukan hanya bantuan uang, tapi juga tempat tinggal saat itu. Mendiang Abang sungguh baik. Bagi Abang, Kakak dan Elkana paling berharga. Maka, aku akan menjaga dengan baik," jelas Hizkia kembali menatap perempuan yang juga calon istrinya. Kening Ruth mengernyit. Hizkia bersedia mengorbankan diri untuk menghabiskan seluruh hidup bersamanya dan Elkana. Menurut Ruth, tidak masuk akal rasional kelakuan Hizkia saat ini. "Kami seperti barang buatmu," kata Ruth seraya mengalihkan pandangan. Hizkia terkekeh lagi, "Kalau itu barang, aku pasti akan menolaknya, Kak. Tidak sebanding." Selalu saja ada jawaban Hizkia.Tidak diragukan sebab ia sama seperti mendiang suami Ruth yang seorang pengusaha, lihai memilih kalimat demi kalimat.
Dari kejauhan, Hizkia dapat melihat bahwa Ruth mulai lebih tenang dibandingkan awal kedatangannya. Ia berjalan mendekati makam abangnya.Hizkia ikut duduk di pinggiran makam. Kemudian, Ruth mengambil Elkana dari gendongan Hizkia. Pria itu bercakap dalam hatinya dan memanjatkan doa."Ayah... ini Elkana datang. Elkana mendoakan Ayah tenang di sana. Elkana di sini baik-baik Ayah." Ruth menirukan suara anak kecil sebagai ganti Elkana."Kapan-kapan Elkana datang lagi, ya, Ayah."Sewaktu Ruth berdiri dan akan beranjak dari makam. Hizkia berbicara di hadapan makam abangnya, "Abang, terimakasih untuk semua kebaikan Abang padaku. Aku telah melamar Mama El, tinggal menunggu jawaban iya. Aku juga telah berjanji untuk menjaga Elkana dan mamanya." Hizkia berdiri menoleh pada Ruth. Perempuan itu melongo mendengar penuturan mantan adik iparnya itu. Dihadapan makam itu ia berani mengatakan hal seperti itu.
Mereka berpisah di parkiran kantor. Sebelum Hizkia masuk ke dalam mobilnya, Naomi berbisik, "Mimpikan aku ya." Senyum merekah di wajahnya yang cantik. Tidak ada respon berarti dari Hizkia. Tubuh yang lelah memengaruhi ekspresinya malam ini. Hizkia melesat menuju rumahnya. Tiba di rumah, ia tidak mendengar suara istri dan anaknya. Pasti mereka telah tidur. Pria itu berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air di dalam kulkas. Didapatinya makanan yang dibuat oleh istrinya telah dingin. Ia tidak menepati janji untuk pulang lebih cepat. Hizkia ingin memakan masakan itu, tapi sayang perutnya telah kenyang. Tadi dirinya diajak makan malam oleh Naomi. Perutnya tak sanggup lagi menampung nasi dan lauk pauk. Hizkia menuju kamarnya. Saat ia masuk lampu telah remang. Ia melihat istrinya tidur meringkuk dalam selimut. Ia melangkah menuju kamar kecil, membasuh diri sebelum istirahat malam. Begitu melangkah keluar terasa se
Jelang sore hari Ruth telah menyiapkan barang bawaan untuk menjumpai bundanya, oma Elkana, di Palembang.Dia sempat sedikit kecewa karena Hizkia tidak menjelaskan kejadian tempo hari di kantor seperti apa. Padahal ia akan bersedia mendengarkan.Ruth juga enggan menanyakan langsung. Ini termasuk janji mereka sebelum menikah untuk tidak ikut campur dalam urusan pribadi pasangan.Ruth tersenyum melihat Elkana yang gembira bermain tanpa beban sedikit pun. Ia harus bertahan dalam pernikahan ini, sebab telah memilih maju sampai di titik ini.Hanya saja, ia perlu menepi untuk tahu sejauh mana hati telah terpengaruh oleh pesona suaminya. Dan bagaimana akan melanjutkan pernikahan ke depan."Sudah bersiap?" Tanpa disadari Ruth, Hizkia telah pulang saat ini berdiri di belakang tubuhnya."Sudah," jawab Ruth."Hari Sabtu aku akan menyusul kalian." Itu
"Ruth ya..." Mama Elkana memindai wajah pria di hadapannya ternyata teman lamanya sewaktu SMA di Palembang.Bunda yang mengenali sosok Kris membalas sapaan."Nak Kris... iya ini Ruth. Nak Kris, ketepatan jumpa di sini," sambut Magdalena."Iya Tante, saya sedang cari hadiah untuk kelahiran ponakan saya. Pas setelah jam meeting tadi saya ke sini," jawab Kris ramah sesekali melirik Ruth.Mama Elkana tidak banyak bicara hanya tersenyum samar. Dirinya tiba-tiba teringat pada masa lalu banyak peristiwa konyol sewaktu SMA yang mereka lakukan, seperti mengerjai teman sekelas yang berulang tahun atau yang terlambat masuk kelas."Kapan-kapan saya boleh main ke rumah, Tante?" tanya Kris dengan berani tanpa basa-basi.Tidak menunggu jawaban Kris melanjutkan, "Bos kecil ini anak kamu, Ruth?"Ah, hampir saja Elkana terabaikan dalam pembicaraan mereka. Setelah beberapa menit bercakap-cakap, mereka bertukar nomor ponsel dan melanjutkan langkah
Entah telah sejauh apa hubungan antara Hizkia dan Naomi. Kerja sama antarperusahaan akan membuat mereka hampir setiap hari bertemu. Menerka-nerka hal itu tidak baik bagi pikiran mama Elkana, rasa tidak percaya diri pun kian mendominasi Ruth.Ruth kembali ke kamarnya sekitar pukul dua puluh dua setelah menidurkan Elkana. Sempat ingin beristirahat bersama Elkana saja namun ia ingat ini bukan di rumah mereka. Tentu saja tidak tepat bersikap egois dan kekanakan saat ini.Ternyata Hizkia belum tidur dan sedang duduk melipat kaki dengan tangan terangkat di sandaran sofa kamar menunggu istrinya. Mama Elkana masuk lalu menutup pintu. Ia mengerling cepat dan menemukan suaminya tengah menatapnya.Ruth berjalan melewati suaminya menuju ranjang tanpa sapaan sedikit pun. Hizkia yang menunggu istrinya tapi dicuekin benar-benar habis kesabaran. Perlakuan mama Elkana semenjak di Jakarta sampai tiba di Palembang bikin Hizkia geram.Beranjak dari duduknya, Hizkia men
Kembali ke Jakarta membuat Ruth berpikir keras untuk menyusun rencana terkait pernikahannya. Ruth perlu mempertimbangkan perkataan bunda, ia telah memutuskan sesuatu hal dalam benaknya.Ruth kembali dalam aktivitas hariannya sebagai istri dan ibu. Ia mempersiapkan segala keperluan suami dan anaknya. Tetap irit bicara. Sementara perasaan Hizkia lebih tenang bila istrinya berada di rumah dalam pantauannya.Teringat tentang masakan, ternyata Hizkia telah melewati banyak hari untuk tidak mencicipi masakan istrinya yang lezat. Alasan kesibukan dipakainya dengan maksud supaya istrinya tidak perlu repot-repot memasak.Padahal Ruth tak pernah merasa kerepotan, ia memang senang memasak. Kali ke depan Hizkia tidak mau melewatkan kesempatan menikmati hidangan yang disajikan istrinya."Boleh siapin bekal makan siang buat aku, ngga?"Itu permintaan Hizkia telah beberapa minggu setelah kembali dari Palembang."Boleh." Ruth mengangguk.
Lima bulan berlalu. Sepanjang periode itu ada kabar mengejutkan dari Lidya. Perempuan itu membuat pengakuan melalui video yang dipublikasi pada media sosial miliknya.Sembari menangis perempuan itu berkata, "Saya Lidya Prameswardjo memohon maaf telah membuat masalah, keributan dengan pengusaha muda Hizkia Perkasa Alamsyah. Saya telah menuduhnya melakukan kejahatan penganiayaan dan asusila yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Adapun motivasi saya tidak lain karena memiliki kekaguman pada yang bersangkutan. Tidak ada pihak lain di belakang saya, seperti yang diberitakan beberapa media. Besar harapan saya, Hizkia berkenan memaafkan saya."Video itu telah sampai pada Hizkia, dikirim oleh Hidayat. Penasihat hukum Hizkia tahu bahwa kliennya tidak begitu aktif mengikuti pemberitaan di media sosial."Dasar Lidya! Malah melindungi orang-orang yang di belakangnya!" seru Hizkia tidak habis pikir. Pengakuan itu tidak mendapat maaf dari Hizkia, sebab bukan seperti itu yang dimaksud oleh Hizkia.
"Mama Elkana...," bisik Hizkia.Tidak ada sahutan dari Ruth, tadi dirinya langsung bertudung selimut dengan posisi membelakangi Hizkia. Perempuan itu tidak bersedia bicara padanya, maka Hizkia berusaha merayu dengan ucapan penjelasan."Aku bukannya tidak percaya sama kamu. Hanya antisipasi kalau-kalau ada yang masuk rumah tanpa izin," ucapnya perlahan sembari sedikit mengguncang tubuh Ruth. "Aku memang sudah menyediakan tenaga pengamanan untuk di rumah, tetapi aku tetap perlu waspada dengan CCTV tersembunyi itu, Ma," terangnya detail.Ruth masih bergeming, tidak menyahut sama sekali. Hizkia menyusun kembali kalimatnya. "Kamu jangan ngambek. Ini tandanya aku sayang kamu dan anak-anak. Tidak ingin terjadi hal buruk pada kalian," imbuhnya lagi. "Sini loh, bicara sama aku," tambahnya.Mama Elkana masih tidak bersedia membuka selimut yang membungkusnya. Lantas, Hizkia perlahan menyingkap dari arah kepala Ruth. Sebenarnya, ia agak ragu melakukannya, khawatir Ruth akan mengamuk.Saat Hizkia
Sorenya, Hizkia pulang ke rumah setelah berdiskusi di kantor bersama tim kuasa hukum yang dikoordinatori oleh Hidayat. Sementara, Ruth dan Elkana telah menanti kedatangan dirinya."Sepertinya kamu lelah sekali," ujar Ruth di depan teras."Sangat," sahutnya pendek. Hizkia berjongkok menyapa Elkana yang sangat senang melihat papanya pulang dari kantor."Papa punya hadiah buat kamu, El," ucap Hizkia menyerahkan bungkusan dalam tas jinjing."Hore...," respon Elkana. Ia melonjak senang mendapat bingkisan dari papanya. "Apa ini, Papa?" tanyanya."Yang waktu itu pernah kamu bisikin ke Papa," sahut Hizkia, "buka di dalam ya, Nak," imbuhnya."Siap, Papa." Lantas, Elkana masuk ke dalam rumah menuju ruang keluarga untuk membuka hadiah dari papanya.Kini, tinggal Ruth dan Hizkia di teras. "Aku senang kasus kamu tidak terbukti, tadi aku sempet nonton berita," jelas Ruth.Mereka bergerak masuk ke dalam rumah. "Ya, pihak berwajib menghentikan kasus ini karena tidak ada unsur tindak pidana. Dan... ya
Setelah menunggu proses yang cukup alot dari pihak berwajib, hari ini ditetapkan bahwa dugaan penganiayaan dan kekerasan seksual yang dialami oleh Lidya tidak terbukti dilakukan oleh Hizkia."Kita telah memeriksa saksi dan bukti CCTV tidak ada bukti pendukung ke arah sana." Begitu berita yang diliput oleh salah satu media televisi. Ruth sedang duduk menonton berita di televisi setelah suaminya pergi ke kantor. Ia mengelus dada menandakan kelegaan.Ruth sebenarnya tidak diperbolehkan oleh Hizkia untuk mengonsumsi berita terkait dirinya yang berkonflik dengan Lidya. Pria itu tidak menginginkan sang istri banyak pikiran dan berimbas pada kehamilannya."Syukurlah, kebenaran yang menang," ujar Ruth mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Ia pun merasa lebih lega karena apa yang dilihatnya di apartemen bukanlah seperti yang dipikirkannya saat memergoki Lidya dan Hizkia.Nama Hizkia telah kadung buruk di tengah masyarakat, pria itu pernah menyatakan rencana pada Ruth untuk melaporkan Lidya.
Ruth mendengar suara kendaraan suaminya memasuki halaman rumah. Ia sedang duduk di ruang tamu sambil mengecek ponsel, ada banyak berita terkait suaminya.Perempuan itu menyambut kepulangan suaminya. Dengan wajah kurang semangat, Hizkia memasuki rumah."Papa El, sudah pulang. Tidak jadi ke kantor?" tanya Ruth heran.Hizkia mendesah sembari menjatuhkan bokongnya di sofa ruang tamu. "Aku dikejar-kejar pemburu berita. Nama baikku jatuh, susah payah aku membangunnya," sesalnya.Ruth hanya diam menatap suaminya. "Mau bagaimana... harus kamu hadapi," sahut Ruth.Hizkia menoleh pada istrinya, "Ini salah aku sama kamu... dari awal harusnya aku dengerin kamu untuk waspada terhadap suster itu," sesalnya lagi. Ia menyentuh tangan istrinya. "Menyesal aku tidak gubris intuisi kamu, Mama El," tambahnya lagi.Ruth tersenyum mendengar penuturan suaminya. Belum pernah ia mendengar suaminya mengakui kebenaran nalurinya sebagai istri. Perkataan itu membuat satu rasa yang istimewa dalam diri Ruth. Darahny
Pagi ini Ruth telah berada di dapur untuk menyiapkan sarapan. Setelah semua beres, ia kembali ke dalam kamar untuk membangunkan suaminya.Hizkia semalam berpesan untuk dibangunkan pagi hari, ia ada janji bertemu dengan kuasa hukumnya setelah beberapa hari lalu mengalami kondisi badan yang kurang fit. Saat Ruth akan membangunkan suaminya, mendadak perut perempuan itu bergejolak hebat. Lantas, ia beralih ke kamar kecil untuk menuntaskannya.Hizkia terbangun saat mendengar suara Ruth yang asing dari kamar kecil. Segera saja ia menyingkap selimut dan gegas menuju sumber suara."Heh, kamu kenapa?" tanya Hizkia khawatir, ia hanya bisa menyentuh punggung istrinya tanpa tahu harus berbuat apa. Ruth tidak menjawab karena tenggorokannya terasa penuh dan harus dikeluarkan.Huek...Ruth kembali memuntahkan isi perutnya yang kosong. "Ya ampun, apakah mualku tempo hari menular?" ucap Hizkia begitu saja, menatap ke cermin menatap istrinya.Ruth membersihkan sisa cairan muntah di bibirnya."Atau k
Gegas Hizkia turun dari ranjang menuju kamar kecil. Pria itu kembali memuntahkan isi perutnya, tetapi yang keluar cairan sedikit saja. Hanya saja, ia perlu mengerahkan tenaga yang besar agar puas untuk tidak mual lagi. Rasa kaki Hizkia seperti jeli yang kenyal dan lemas. Kepalanya bahkan sampai menyentuh pinggiran wastafel agar tidak menumpu pada tubuhnya yang terasa goyah. "Aduh... mual terus, kapan berhentinya ini," gerutu Hizkia merasa tidak nyaman. Beberapa saat menunggu, mualnya terasa mulai mereda. Hizkia mendudukkan diri di lantai kamar mandi. Punggungnya menyender ke dinding, kepalanya ditumpu di lutut. Terasa oleh Hizkia, seseorang menyentuh punggungnya, lebih tepatnya mengusap-usap. Dengan sisa tenaga, diangkatnya kepala untuk mengetahui siapa gerangan pelakunya. "Mama El...," lirihnya. "Kamu nasih mual terus ya," ucap Ruth khawatir. "Coba lebih rileks nafasnya," saran Ruth. Perempuan itu masih setia mengusap tengkuk suaminya. "Tidak lagi," ucap Hizkia. Lagi-lagi Ruth
Makan siang telah disediakan oleh Ruth. Elkana dan Magdalena di meja makan, sementara hidangan untuk Hizkia dibawa Ruth ke kamar.Bersamaan Ruth masuk, Hizkia terlihat sedang bangun dari tidurnya. "Kamu sudah bangun," ujar Ruth basa-basi. Hanya deheman dari Hizkia yang terdengar. "Aku bawakan makan siang kamu," tunjuk Ruth di nakas. "Setelah ini, kamu minum obat sesuai saran dokter," imbuhnya.Hizkia menerima nampan yang diambil Ruth dari nakas. Ia tidak banyak bicara. Saat Ruth menawarkan diri menyuapi makanan untuknya, Hizkia menolak."Tidak perlu, aku sendiri saja," sanggahnya.Ruth membiarkan suaminya untuk menyuapkan sendok demi sendok makanan. "Sudah cukup," ucapnya setelah enam sendok hitungan Ruth."Kenapa? Makanannya tidak enak? Ini makanan kesukaan kamu," kata Ruth menunjukkan rasa heran."Entahlah... kurang nafsu makan," sahut Hizkia."Ya sudah, kalau begitu obatnya diminum." Ruth meletakkan kembali nampan dan mengambil obat yang dibelinya dari apotek tadi.Pria itu meneri
Hizkia dan Ruth tertegun mendengar pertanyaan dokter Ridwan. Ruth menjawab, "Tidak, Dokter.""Oh... maaf Ibu untuk pertanyaan saya," ucap Ridwan. Setelahnya dokter berpamitan, Ruth mengantarkan hingga keluar pintu.Perempuan itu kembali ke ruangan, dilihatnya Hizkia sedang berusaha duduk dari posisi rebah. Gegas ia membantu suaminya.Saat duduk kembali pusing melanda, pria itu memejamkan matanya sembari punggungnya menyender di sofa."Masih pusing ya," ucap Ruth menyimpulkan. Hizkia hanya mengangguk dan berdehem."Tolong ambilkan handphone-ku," pintanya menjulurkan tangan.Ruth mengambil dan menyerahkan ponsel milik Hizkia. Pria itu mencari nomor kontak seseorang, lalu menghubunginya. "Halo Pak Danu, tolong ke ruangan ya, bantu saya. Saya mau pulang," suruh Hizkia. Pria itu kembali memejamkan matanya dan menarik nafas panjang."Kenapa harus Pak Danu, aku bisa bantu kamu turun ke mobil," resah Ruth merasa seperti tidak dianggap kehadirannya.Hizkia menoleh dengan kepalanya menyender d