_____________"Ayah?""Mikhaila?" Ibu berteriak keras dan menarik tubuh putriku yang sudah berdiri di depan mobil. Sebelumnya, putriku nekad mengigit lengan neneknya untuk menyusul Mas Haris karena telah masuk mobil yang nampak mengkilap."Ayah, jangan tinggalkan Khaila!" Putriku memukul-mukul jendela kendaraan roda empat itu, dan terus memanggil nama ayahnya yang tak satupun mendapatkan sahutan."Ayah?"Bukan menjawab atau setidaknya keluar dulu dan menenangkan buah hatinya. Kendaraan yang membawa Mas Haris Justru melaju dengan kecepatan sedang. Tanpa peduli pada sosok gadis kecil yang meraung di bawah cahaya lampu temaram.Aku hanya bisa menatap nanar pada mobil yang mulai hilang dari pandangan. Tanpa tahu apa yang harus aku lakukan. Mulut ini terasa Kelu dan mata pun tak bisa dicegah untuk tak menitikkan air mata. Mas Haris, selama ini ia nampak cuek dan seperti tidak tahu apa-apa. Namun, det
________"Tidak,""Kamu pasti sedang bercanda kan, Yang?" Aku memukul dada bidangnya untuk menafikan. Ini pasti prank, Risma tidak mungkin hamil."Aline, aku sungguh-sungguh!" Mas Romli mengunci lenganku, sehingga gerakannya dipaksa berhenti."Kamu tahu kan aku pernah mengatakan kalau Risma tidak mau punya anak sebelum keinginannya mendirikan butik tercapai?""Dan kemarin, dia sudah bulat untuk mewujudkan impiannya!" Lanjutnya yang bagiku seperti hantaman palu godam yang menghancurkan semua mimpiku hingga tak ada sisa."Kenapa ini seperti direncanakan, Yang? Kamu sengaja kan?" Aku berusaha menganggap ini hanya mimpi buruk di waktu tidur. Menyangkal, bahwa Mas Romli bukan laki-laki pengecut.Mas Romli menggeleng mendengar intimidasiku yang bersuara serak dan berat ini. Menyadarkanku bahwa ini bukan mimpi, melainkan sebuah kenyataan yang tak pernah aku dugakan.Tak
___________"Aku dengar kamu sedang sakit, Ris!""Aku hanya sedikit kelelahan, Mbak Aline." Tuturnya merespon basa basiku."Sekarang, mungkin harus banyak istirahat total demi menjaga calon buah hatiku,"Risma mengelus perutnya yang masih rata, wajahnya nampak pucat bahkan bibirnya pecah-pecah. Ia terbaring di atas ranjangnya yang mungkin tidak murah ini. Sedangkan aku, masih duduk dikursi sofa yang diletakan khusus di kamarnya yang luas nan mewah ini sambil terus memomong Syahdan. Meskipun pundak ini sudah pegal, tapi aku tidak bisa menunda Syahdan di rumah. Tidak ada asisten yang bisa kumintai bantuannya, bahkan sosok suami pun aku tak punya.Ya, aku sendirian sekarang. Benar-benar sengsara duniaku."Apa kau tidak mencurigai sesuatu, Risma?" tanyaku memberanikan diri setelah beberapa menit mengumpulkan kekuatan."Sesuatu apa maksudmu, Aline?" Ia menatapku dengan intens.
__________"Bagaimana, Mas? Apa menurutmu sudah bagus dekorasinya?" Sosok wanita berpenampilan seksi, duduk di sisiku."Mas, Hey!"Aku yang tengah menekan-nekan tutup pulpen tersadar saat ada lambaian tangan didepan wajahku. Segera kuusap wajah dan menoleh ke arah sosok yang mungkin sedari tadi memanggil-manggil namaku. Meletakkan kembali, pulpen yang semua kugunakan untuk corat-coret anggaran.Kutatap sekeliling yang keadaannya kini telah berubah. Wallpaper bergambar yang menempel di dinding menambah kesan hangat di ruangan ini. Bunga-bunga buatan yang diletakan di setiap penjuru, semakin memanjakan Indra penglihatan. Belum lagi, daun-daun beruntun yang dipasang di langit-langit tempat makan, semakin menyegarkan pemandangan."Bagaimana, Mas? Cocok kan dekorasinya!" Yumna memperagakan kedua tangannya seperti sales yang tengah mempromosikan produk."Cukup," Jawabku sambil mengacungkan kedua
POV HARIS 2_____________[ Aku hamil dan belum bisa bercerai dengan Mas Romli, Mas. ]Pesan masuk yang diiringi tiga emoticon sedih, membuatku tertegun. Jika Risma hamil anaknya Romli, kemungkinan kecil mereka bercerai. Meskipun, tidak sulit bagi Risma jika ingin mengugatnya. Wanita itu selain cantik terawat, juga berkarir yang membuat laki-laki mana pun akan tunduk padanya. Kecuali Romli, laki-laki itu terlalu bo-doh, lebih tergoda oleh istri tetangga mentang-mentang Aline di rumah sendirian. Jadi, bukan perkara sulit bagi Risma jika berpisah. Karena, dari yang kulihat laki-laki itu hanya ongkang-ongkang kaki, bahkan untuk uang pun kadang minjam sama istrinya. Risma selalu mengatakan, bahkan Romli jarang masuk ke tempat dimana ia bekerja. Dengan kata lain, pria pemalas dan tidak bertanggung jawab.Itu berati, laki-laki itu tidak mungkin menikahi Aline. Padahal, itu yang diharapkan aku dan Risma. Jika memang tidak bercerai dengan istrinya. Lantas, bagaimana perasaan Aline sekarang?
Bab 12________Suara riuh tepuk tangan, menggema. memenuhi ruangan yang cukup luas ini. Banyak para pengunjung yang datang silih berganti, bahkan tak luput saling bertabrakan karena saking penuhnya. Bukan untuk membeli makanan di tempat ini, melainkan mengambil satu porsi makanan untuk dilahap saat buka puasa. Ya, sebagai hadiah atas launching rumah makan khas ayam kampung bakar, juga peringatan anniversary pernikahan yang telah kandas, bahkan aku gabungkan dengan persembahan untuk hari ulang tahun Aline yang kini tak lagi bersamaku, ku anggarkan detik ini gratis makan untuk siapapun yang mau.Selain itu, sebagai ajang promosi akan rumah makan ini untuk mereka cicipi. Dan beruntung, sudah berapa mulut yang mengatakan bahwa porsi makanannya sangat memuaskan. Tak sedikit dari mereka yang minta tambah, karena sebelum mencicipi pun aromanya sudah mengugah, tapi pelayan menyetop sebab harus sesuai dengan ketentuan.Aku sendiri
_______"Itu tidak mungkin Aline, kan?""Ya, coba samperin saja, Bang!" Jojo menjawab disela terus menguap dan beberapa kali mengucek-ngucek matanya.Perlahan, kulajukan roda empat ini menuju sosok yang tengah duduk dengan memangku anak yang mungkin masih bayi. Sebab, terlihat kecil dan di bungkus kain bedong. Sedangkan ibunya, nampak berpenampilan awut-awutan dengan membiarkan hijabnya tak karuan.Semakin dekat, semakin kencang detak jantung ini berpacu. Sosok itu masih duduk membelakangi dengan terus mengeong-ngeong bayi dalam pangkuannya. Sampai-sampai tidak sadar bahwa ada kendaraan yang mendekati, bahkan sorot lampu mobil ini yang mungkin akan menyadarkannya. Namun, sosok itu tak kunjung menoleh."Bang, mau kemana?" Jojo menarik tangan ini. Ia menengadah dan sorot matanya menajam."Aku mau temui dia," Jawabku seraya menarik lengan dengan pelan. "Kau mau ikut?""Engg
_______"Teh, beli cibay dua!""Aku cimol beli satu ribu, Teh!""Aku mau gehu juga, Teh!""Aku teh Gula batunya satu, Mbak!"Gadis-gadis yang berkeroyok cukup menyita tenagaku. Belum lagi sambil memomong Syahdan yang terus rewel. Namun, tak ada jalan lain selain memangkunya. Atau mau nangis kejer sehingga para pembeli yang semula berdesakan, perlahan-lahan berhamburan. Itu terjadi beberapa hari ke belakang, dan membuat penghasilanku menurun."Sabar ya adik-adik!" Aku mengacungkan jari tangan dan menunjuk satu persatu dari mereka. Waktu menjelang maghrib memang butuh tenaga yang ekstra."Siapa saja yang pesan Cibay?" "Aku dua, Teh!" Teriak perempuan yang menggunakan sarung corak batik."Aku beli satu saja, Teh." Timpal yang lainnya tak luput dari perhatianku dan segera kuhitung."Kalau aku beli empat, Teh!" Wanita berhijab Khimar menga
______Aline menunduk untuk menetralkan gelombang yang saling tabrak dibenaknya. Sesekali ia mengangkat wajah, menatap sosok Mikhaila yang terus memeluk Syahdan, juga Mutmainnah yang menatapnya tajam secara silih berganti. Sungguh, jika selama ini sering mendapatkan pilihan, pilihan sekaranglah yang paling sulit. Patuh demi buah hati, atau bertahan demi harga diri."Aku bisa membencimu hingga mengakar, tapi tidak untuk memutuskan tali darah antara anak dan ibu. "Ketus Mutmainah nyaris hilang kesabarannya yang memang tipis. "Maka dari itu, masih menahan diri aku mintai satu keputusan darimu, Aline!"Mata Mutmainnah yang tak lagi bening itu terus menatap sang menantu dengan penuh kobaran api di netranya. Sesekali ia meraup udara sebanyak-banyaknya serta membuang sangat kasar."Baiklah," Tutur Aline sambil menarik napas."Aku memilih Khailanya yang tinggal bersamaku!" Dengan satu tarikan napas, kalimat itu
______"Ada apa, Ris? Kenapa Risma pindah?" Mutmainah yang sedari tadi samar-samar menangkap pembicaraan Haris dan Risma di via telepon, menarik bokongnya dan mendekati sang putra. "Dan kenapa pula mesti mendadak?""Katanya, kedua orang tua Justin ingin ditemani putranya di akhir usia. Jadi, dia minta mereka tinggal di rumah yang berdekatan!" Sahut Haris memberikan penjelasan."Lo, terus rumah yang itu bagaimana?""Semula dia titipkan padaku, Bu. Setelahnya mungkin akan dijual, atau dijadikan rumah sewaan!"Mendengar penjelasan dari sang putra, Mutmainah menggedikan bahunya. "Ya, itu lebih baik sih. Kalau pemiliknya rukun!"" Daripada rumah kamu yang dibiarkan kosong molompong!" Mutmainah mencabik, kembali memalingkan wajahnya pada layar televisi tepat menayangkan film legend suara hati seorang istri."Kan itu rumah sejarah antara aku dan Aline, Bu. Jadi, canggung dijual jika
______"Ada apa, Ris? Kenapa Risma pindah?" Mutmainah yang sedari tadi samar-samar menangkap pembicaraan Haris dan Risma di via telepon, menarik bokongnya dan mendekati sang putra. "Dan kenapa pula mesti mendadak?""Katanya, kedua orang tua Justin ingin ditemani putranya di akhir usia. Jadi, dia minta mereka tinggal di rumah yang berdekatan!" Sahut Haris memberikan penjelasan."Lo, terus rumah yang itu bagaimana?""Semula dia titipkan padaku, Bu. Setelahnya mungkin akan dijual, atau dijadikan rumah sewaan!"Mendengar penjelasan dari sang putra, Mutmainah menggedikan bahunya. "Ya, itu lebih baik sih. Kalau pemiliknya rukun!"" Daripada rumah kamu yang dibiarkan kosong molompong!" Mutmainah mencabik, kembali memalingkan wajahnya pada layar televisi tepat menayangkan film legend suara hati seorang istri."Kan itu rumah sejarah antara aku dan Aline, Bu. Jadi, canggung dijual jika
______"Mana jatah rokoknya?" Sebuah tangan menampan tepat di depan wajah yang sudah kuyu bersimbah keringat."Tahan dulu, Mas. Ini baru laku sepuluh ribu!""Alah, Kerja begitu saja tidak be-cus!"Pray!Meja tempat meletakkan kompor digebrak. Sehingga, wajan yang terletak di atasnya terlempar yang berakibat minyak panasnya berceceran kemana-mana."Mas, kamu itu bagaimana sih? Aku mati-matian untuk tidak membeli secuil pun makanan guna mengisi perut demi modal. Dengan pongahnya kamu tumpahkan?" Aline menatap nyalang suaminya uang sudah kesekian kali melakukan hal serupa. "O, kamu berani menyalahkan suamimu, Hah?" Bentak Romli yanh tidak terima dengan tak kalah sengit. "Seharusnya kamu yang benar menata barang-barang ini,""Dasar Oon!"Mendengar kalimat yang seumpama sebilah belati yang menusuk ulu hati. Aline memilih untuk diam dan melangk
_______"Ibu?"Haris me-me-kik kala usai berbincang dengan perawat, malah mendapatkan Iis sudah berdiri di belakangnya. Laki-laki beralis tebal itu memiringkan tubuh dan mendongak ke belakang ibu mertuanya dan mendapatkan Yusra berdiri diujung lorong dengan menampakan senyuman hangat disertai anggukan kepala. Dengan ragu-ragu, sudut bibir Haris mengulas senyum membalas laki-laki bercambang tebal itu."Ibu kenapa ada disini? Siapa yang sakit?" Haris memberondong pertanyaan disela ia meraih tangan berbalut kain milik ibu mertuanya, mengecupnya penuh takdzim.Iis mengulas senyum disela wajahnya beraura mendung serta pelupuk mata yang tiada berhenti mengeluarkan air bening. "Kamu sendiri sedang apa disini, Haris?""Ibu sedang menunggu suami yang sedang ditangani!" Lanjutnya menjawab pertanyaan sang menantu yang sempat terjeda."Ayah Riswanto mengidap penyakit apa, Bu?" Bukan menjawab, Haris mal
________"Pak, Jang-""Jangan halangi papa, Ma!" Pinta Riswanto mengangkat tangan. "Tapi Mama takut terjadi sesuatu pada Papa!""Papa akan lebih sakit jika Aline tidak ditemukan, Ma. Jikapun mati, Papa akan merasa sangatlah bersalah dan tidak tenang di alam sana!" Ungkap Riswanto dengan suara serak disela ia harus menekan dada karena terbatuk-batuk."Papa jangan berfikir demikian. Papa pasti sehat, Papa pasti panjang umur." Bantah Iis dengan suara yang tak kalah serak serta air mata yang berderai. "Biar Mama yang cari Aline, Pa!""Mama lebih baik masak banyak untuk mempersiapkan kedatangan putri kita, Ma. Aline pasti sangatlah lapar, suaminya seorang pengangguran yang banyak hutang dan menuntut!"Kalimat pemungkas itu cukup membuat Iis terhenyak. Tangannya yang tengah menahan dada sang suami, ditarik paksa oleh Riswanto sehingga terlepas. Ia terkesima hingga tak sanggup untuk memb
______"Nek?""Iya, Sayang!" Mutmainah segera mengusap wajah dengan kasar serta menarik napas dalam-dalam. Detik sebelumnya, mulut bergincu merah itu telah refleks mengkhawatirkan sosok Aline. Yang, tentunya memang berasal dari hati kecilnya yang tak ia sadari."Maksud nenek tadi, bunda Khaila?" Gadis berusia delapan tahun itu menengadah disela tangannya menarik-narik sisi gamis yang Mutmainah kenakan. "Kalau begitu, antarkan Khaila ketemu Bunda, Nek!""Khaila rindu Bunda, Khaila ingin memeluk Bunda, Khaila juga ingin melihat Adek bayinya bunda!""Khai-""Sayang, Kan hari ulang tahun Khaila masih lama. Jadi, sekarang Khaila fokus saja belajar ya!" Tutur Mutmainah menenangkan. Wanita berusia paruh baya itu sedikit membungkuk serta tangannya mengusap pipi gembil Mikhaila. "Kenapa setiap Khaila ingin bertemu bunda, Nenek selalu bilang nanti pas ulang tahun. Ayah bilang nanti pas
"Mas Romli?" Pekik Aline lantas bangun saat mendengar suara rintihan dari luar. Diiringi suara bugeman dan sumpah serapah seseorang. Ia membenarkan sesaat hijab yang acak-acakan usai menyingkapnya sebab Syahdan, serta mengancingkan atasan dasternya yang sudah Kumal dan robek di beberapa bagian. Melangkah cepat tanpa peduli putranya yang kembali merengek.Kriet!Pintu kayu yang sudah usang dibuka paksa, Aline mendongak untuk melihat apa yang telah menjadi sebab kericuhan."Mas Romli!"Kali ini tak hanya me-me-kik, tapi juga berlari tanpa menggunakan alas kaki. Ia biarkan kaki telanjangnya menerjang tanah kering saat melihat sosok suaminya telah terhuyung sebab kena amukan dua laki-laki yang tak asing lagi."Mas Yusra, Mas Yandi?""Apa yang kalian lakukan?" Aline menarik tangan suaminya untuk bangkit."Kenapa kalian siksa suamiku?""Dia tidak pantas dapat pembelaan, Aline!"
_______"Aku,""Aku hanya tak ingin kau tahu penderitaanku, Kak!" Tutur Maheera serak seraya menatap suaminya nanar. "Aku mengidap penyakit ini sejak berumur lima tahun,""Lantas, kenapa kau sembunyikan ini, Maheera. Justru tindakanmu yang seperti ini membuat aku harus menanggung derita dua kali lipat!""Aku hanya ingin menikmati sisa hidupku untuk mengabdi pada sosok yang bernama suami, Kak. Setelah tidak mungkin pada kedua orang tua sebab mereka telah tiada," Maheera berucap lirih dengan tetap menatap suaminya nanar."Itu alasan selanjutnya kenapa aku ingin dinikahi kakak!" Tuturnya lagi dengan suara yang hampir tidak terdengar.Mendengar kalimat yang cukup menyayat, tak bisa Haris untuk tidak tersedu. Air matanya menitik kembali bersamaan dengan tangan yang merangkul tubuh Maheera. Padanya Haris memang belum ada cinta, sebab tak juga berhasil menggantikan sosok Aline. Hanya iba, serta rasa tanggung jawab yang membuat selama ini ia bersikap teramat lembut dan memperlakukan Maheera s