Entah jenis jampi-jampi apa yang diberikan Sisil pada Hansa, pria itu terlihat percaya pada ucapan Sisil. Dia menunjukkan foto ketika Laura sedang tidur dengan pria lain di salah satu hotel yang ada di London.Foto itu dia simpan di ponsel sebagai bukti kalau suatu hari nanti dia difitnah dan diserang balik oleh Laura.Naka yang duduk tak jauh dari Hansa ikut mengamati foto itu. Jelas itu wajah Laura, tapi apakah memang Laura atau hanya editan, dia belum bisa memastikan.Hansa tertunduk, tampak malu dan juga kecewa. Laura yang berulang kali menjelaskan kalau semua tuduhan Sisil adalah kebohongan, tak juga mampu membuat ayahnya bisa percaya padanya. Hansa masih membisu, dan itu membuat Laura terluka."Kepala ku sakit, bawa aku ke tempat tidurku," pinta Hansa. Sigap, Sisil segera memapah Hansa meninggalkan semua yang ada di ruangan itu.Laura mengangkat kepala, melihat ke arah Naka. Ingin melihat apakah pria itu juga ikut percaya atas ucapan Sisil."Dokter... soal..."Laura mengurungkan
Dugaan Naka tampaknya salah. Mobil bergerak masuk ke sebuah rumah. Tidak terlalu besar, tapi terlihat nyaman. Seorang wanita tergopoh-gopoh datang membuka pintu pagar agar mobil bisa masuk.Naka masih mengamati dari dalam mobilnya, sengaja parkir tidak jauh dari mobil, memastikan jarak pandangnya tidak tertutupi. Kemungkinan mereka ingin bertemu kenalan.Naka membuang kecurigaannya, lalu memajukan mobil menuju rute semula. Leon terlihat sudah gelisah karena Naka terlalu lama menunda rencana mereka. Jadi, Naka akan melupakan apa yang dia lihat hari ini karena tidak pantas untuk dicurigai, toh, seperti kata Dewa, Rey sudah menjadi orang kepercayaan Sisil.Sepanjang hari itu Naka menemani Leon bermain dengan ketiga temannya. Farid, Fadli, dan Didi. Keempat anak itu bergembira hingga tak henti bermain. Naka hanya mengamati sembari tersenyum. Senangnya jadi anak-anak, tidak punya beban apapun. Setelah menjadi dewasa, masalah akan datang silih berganti, yang kadang buat frustrasi.Namun, it
"Brengsek!" umpat Dewa meremas surat yang baru saja dia baca. Sungguh memancing emosinya pagi ini. Padahal sebisa mungkin dia menjaga moodnya agar Dinda tetap nyaman di dekatnya, tapi begitu masuk ruang kerja dan melihat ada surat yang diletakkan di atas meja, mood Dewa berubah seketika."Surat apa, Pak?" tanya Dinda. Tetap saja wanita itu memegang teguh aturan yang dibuatnya sendiri. Meski hanya berdua, dia tetap memanggil 'Pak' pada Dewa kalau mereka sedang di kantor."Delusi grup sudah mengirimkan surat resmi kalau mereka ingin banding kembali soal hasil kerja sama itu. Tampaknya pengaruh Rey masih kuat meski Tuan Hansa sudah mulai kembali ke perusahaan.""Tuan Hansa? Bukannya masih sakit?""Naka bilang dia sudah sehat."Dinda tahu kegelisahan Dewa. Pria itu sudah bercerita soal Rey yang sudah keluar dari penjara. Dulu, istrinya memang pernah mendatangi Dinda, minta maaf dan memohon agar suaminya dibebaskan. Memikirkan nasib Alex, anak mereka, Dinda membujuk Dewa untuk mencabut lap
"Apa Dinda belum kembali?" tanya Dewa menghampiri meja Nania begitu dia keluar dari lift. Saat jam makan siang tadi, Dewa pergi bersama Naka menemui Tuan Hansa. Ajakan Dewa untuk makan siang disambut pria itu dengan senang hati. Dewa tidak mengatakan kalau sebenarnya dia akan membahas masalah Naka dengan Laura.Saat diperjalanan menuju restoran tempat mereka janjian, Dinda menghubunginya, meminta izin untuk pergi ke swalayan terdekat dari kantor untuk membeli beberapa keperluan rumah. Susu Leon dan juga susu pra hamil yang dianjurkan dokter untuk dia konsumsi juga sudah habis. Dewa pun memberi izin dengan catatan dia segera kembali dan harus dengan sopir."Belum, Pak," jawab Nania berdiri gugup. Tidak menyadari kalau bosnya sudah tiba, sementara dia sibuk tik-tokan, entah Dewa sempat lihat aksinya atau tidak, yang pasti Nania malu sekali.Dua jam berlalu sejak Dinda menghubunginya, tapi kenapa wanita itu belum kembali, membuatnya khawatir saja.Dewa berusaha menenangkan diri, menekan
Tubuh Dewa lemas, bahkan pegang tangannya di tepi ranjang tidak mampu menopang tubuhnya hingga sempat goyang."Apa dokter? Keguguran?"Dewa mencoba mencerna ucapan dokter dengan perlahan. Keguguran, artinya Dinda sedang hamil sebelumnya?"Iya, Pak. Istri Anda sedang hamil 10 Minggu, kami turut berduka atas apa yang menimpa istri Bapak. Semoga Bapak Ibu tabah dan segera mendapatkan momongan kembali," ucap dokter itu menguatkan.Dokter dan suster sudah berlalu, meninggalkan Dewa dengan beragam perasaan yang berkecamuk dalam hatinya. Sedih, kecewa, marah dan hancur. Dia menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Dinda."Kenapa Dinda tidak memberitahuku kalau dia sedang hamil?" desis Dewa mengamati wajah istrinya. Tangannya terus menggenggam tangan Dinda. Membelai puncak kepala wanita yang masih belum sadar dari pingsannya.Sejam kemudian, Dinda sadar. Dia terbangun dengan kepala terasa berat. Benturan yang sempat dia rasakan di aspal membuat pandangannya masih berkunang-kunang. Samar
Keadaan Dinda membuat Dewa untuk tidak pergi ke kantor. Dia menghandle semua dari depan laptop atau pun ponselnya. Sintya sempat protes, dia ingin mendiskusikan sesuatu tapi tidak menemui Dewa di kantornya."Kirim 'kan saja keluhanmu lewat email, aku akan membacanya!" tukas Dewa menjawab telepon gadis itu dengan nada malas, lalu mematikan panggilan sepihak.Dinda hanya bertahan dua hari satu malam di rumah sakit. Gadis itu terus menangis meminta pulang. Alasannya, semakin lama dia di rumah sakit, maka dia akan semakin sedih mengingat bayinya yang tidak bisa tertolong.Dewa tidak bisa memaksa kehendaknya. Dia memenuhi keinginan Dinda, tapi dengan syarat, wanita itu harus mau bedrest di rumah dan fokus pada kesehatannya. Tak akan ada drama ingin kerja dan kembali ke kantor.Setelah Dinda setuju dan berjanji menurut, Dewa membawa Dinda pulang dan meminta dokter dari rumah sakit itu untuk datang memeriksa Dinda secara berkala.Bagi Dewa, keselamatan dan kesehatan Dinda di atas segalanya.
"Papa ingin tanya, apa benar kamu terpaksa menikah dan tidak mencintai pria itu?"Hansa sudah duduk di hadapan Laura. Meski tidak percaya atas apa yang dikatakan Naka, tapi melihat gelagat Laura, membuat rasa percaya Hansa sedikit goyah. Setahunya, kebanyakan calon pengantin itu pasti gembira menyambut pernikahannya. Sangat berbeda dengan Laura. Putrinya itu selalu mengurung diri di dalam kamar. Bahkan, Hansa terkejut melihat mata Laura yang bengkak pertanda gadis itu baru saja menghabiskan waktunya dengan menangis.Laura masih tertunduk, tidak bersuara. Hansa yang tepat di depannya terus mengamati dan menunggu jawaban putrinya. Betapa bodohnya dia sebagai seorang ayah jika benar pernikahan ini terpaksa diterima Laura. Bagaimanapun, dia ingin Laura bahagia.Apa yang terjadi pada putrinya, seperti cerita buruk dari Sisil yang mengatakan Laura lari dengan pria asing saat di Inggris, membuat Hansa malu, dan kini saat ada seorang pengusaha, meski bukan pengusaha besar, melamar putrinya, t
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Sisil merasa ketakutan. Seseorang mengirim fotonya yang sedang bermesraan dengan Rey di bar. juga video yang memperlihatkan mereka masuk ke dalam hotel."Sial! Ini pasti ulah Dewa! Lihat saja, aku akan balas!" umpat Rey menimpali. Pagi ini Sisil mendatangi Rey di ruangannya begitu dia menerima gambar dan video itu. Ketakutan menghantui dirinya. Bergegas dia menemui Rey dan meminta pria itu mencari solusinya."Rey, jadi gimana ini?""Kamu tenang aja. Jangan panik. Aku akan selesaikan masalah ini. Dia mengirim bukti ini pasti hanya untuk menakuti kita. Aku yakin kalau Hansa belum melihat ini semua," jawab Rey menenangkan hati Sisil. Jangan lagi, karena ketakutan, Sisil meninggalkannya. Dia tidak mau kembali menjadi gembel. Anak istrinya sudah dia buang, berharap dirinya akan hidup enak bersama Sisil.Rey mengepal tinju. Dendamnya pada Dewa semakin memuncak. "Harusnya saat itu aku menabrak mati istrinya, demi menghancurkan Dewa. Sial, kenapa hanya k
Dewa hampir saja melompat, tapi yang bisa dilakukan hanya mengusap wajahnya. Dia menatap Dinda yang masih berbaring atas ranjang."Sayang, kita akan punya anak lagi?" Mata Dewa bahkan hampir berkaca-kaca. Masih seperti mimpi.Dinda tidak kalau terharunya dengan Dewa. dia bahkan memeluk suaminya dengan sangat erat membiarkan kemeja Dewa bahasa oleh air matanya.Baik dokter dan juga perawat yang ada di ruangan itu ikut tersenyum bisa merasakan kebahagiaan mereka.Setelah pulang dari rumah sakit, Dia memutuskan untuk tidak pergi ke kantor hari itu. Dia ingin menjaga cinta menghabiskan waktu bersama istrinya."Kamu ke kantor aja. Masa iya, jadi gak kerja," ucap Dinda yang masih geli melihat sikap overprotektif suaminya."Besok. kerjaan gampang ada John yang mengurusnya." Dinda tak lagi berani mendebat, mengikuti apa yang dikatakan Dewa.Sesampainya di rumah, Dewa tidak ingin segera memberikan kabar itu kepada Reni. Jangan karena histeria dan rasa gembira mereka membuat Dinda kelelahan. C
Laura masih merasakan debar jantungnya yang berdegup semakin cepat. Tubuhnya masih bersandar di balik pintu kamarnya.Setelah mendengar perbincangan para asisten rumah tangga itu, dia merasa tidak kuat untuk berdiri lebih lama di sana. Laura memutuskan untuk meninggalkan pintu dapur berjalan menuju kamarnya."Jadi, Mas Naka dan Mbak Dinda dulu pernah bertunangan dan Mas Naka sangat mencintainya?" batin Laura menghapus air matanya yang mulai deras menetes di pipi. Tubuhnya perlahan merosot dan terduduk di pintu.Laura begitu minder jadinya. Dibandingkan Dinda, dia hanya bocah yang sedang dimabuk cinta. Tidak punya pengalaman, dan terlihat seperti gadis kampung yang tidak bisa berdandan. Naka pasti malu jika membawanya nanti ke pertemuan."Oh, Tuhan. Apa yang harus aku lakukan? Kenapa begitu sakit mengetahui kenyataan ini?" cicitnya menunduk dan meletakkan kepala di dengkulnya yang dilipat menyatu ke dada.Sampai Naka pulang, Laura hanya diam. Naka sudah bertanya, ada apa, tapi Laura ha
Dinda mengabaikan keberadaan Dewa yang menunggunya keluar dari kamar mandi. Tidak hanya pengantin baru, semua keluarga ikut menginap di hotel tempat Naka dan Laura beristirahat sekaligus malam pertama."Sayang," panggil Dewa lembut. Dinda melirik, di tangan suaminya sudah ada sisir dan juga hair dryer. Dia menebak Dinda pasti keramas, jadi demi mendapatkan perhatian wanita itu, Dewa segera mengambil alat-alat itu."Apa?""Sini aku keringkan rambutmu," ucapnya sembari mengangkat kedua tangan. Dinda mendekat ke arah Dewa tapi bukan untuk menerima tawaran pria itu, melainkan mengambil alat itu dan mengerjakannya sendiri.Tidak akan mudah untuk mendapatkan maaf dari Dinda, terlebih Dewa sudah sengaja mendiamkan masalah itu hingga pesta selesai. Kalau memang tidak ada apa-apa antara dirinya dan Helen kenapa tidak langsung dijelaskan saja pada saat itu.Dia tentu tahu bahwa diamnya Dinda adalah karena kesal dengan sikap Dewa yang merangkul Helen."Sayang, udah, dong. Jangan diamin aku terus
Syukurlah, acara pernikahan Laura dan Naka berjalan dengan lancar. Baik acara akad ataupun saat ini resepsi berjalan.Semakin banyak para tamu undangan yang menghadiri pernikahan keduanya, hingga Dewa memasang pengamanan berlapis. Dia tidak mau ambil resiko ada penyusup yang mengacak-acak pesta adiknya.Jhon sudah memberi kabar kalau Rey tidak tertangkap, berhasil kabur dari kejaran polisi lagi meski keadaan fisiknya sudah parah."Kamu cantik sekali," bisik Naka di telinga Laura. Keduanya duduk di pelaminan, jadi raja dan ratu sehari."Kamu juga tampan, Mas" jawab Laura malu-malu. Membuat Naka jadi gemas."Hari ini kita sudah jadi satu. Husband and wife selamanya," bisik Naka membawa tangan Laura ke bibirnya, mencium penuh cinta."Kenapa masih cemberut, sih? Sayang banget wajah cantiknya. Udah dari subuh dandan, masak manyun, sih?" rayu Dewa kesekian kali.Dinda masih diam, masih marah. Kalau bukan karena Reni memaksa Dinda untuk berdansa dengan Dewa, saat ini pasti wanita itu memilih
"Kamu cantik sekali," ucap Dinda ikut menatap wajah Laura di cermin. Perias pengantin sudah selesai merias Laura hingga gadis cantik itu semakin tambah cantik.Hari ini adalah hari besar bagi Laura dan Naka. Mereka akan menikah. Setelah melewatkan beberapa Minggu masa pemulihan Naka, kini pria itu siap mempersunting wanita idamannya."Terima kasih, Kak," jawab Laura menggenggam tangan Dinda yang bertengger di atas pundaknya. Beruntung bisa memiliki ipar seperti Dinda, yang baik hatinya serta selalu bisa menjadi tempatnya bertanya.Laura masih belum percaya, seakan mimpi kalau pada akhirnya dia jadi menikah dengan pria yang dulu tanpa sengaja dia kenal karena bersembunyi di kamarnya.Takdir memang tidak ada yang tahu, dan dia bersyukur dengan takdir yang dilalui sekarang ini.Belum waktunya Laura keluar, jadi Dinda menemani di dalam kamar Naka yang nantinya akan menjadi kamar mereka berdua. Sementara Reni dan Dewa menyambut para tamu yang sudah mulai berdatangan.Acara digelar di rumah
"Papa pulang," teriak Leon berlari kecil menyongsong langkah Dewa masuk ke dalam rumah. Dari balkon kamarnya dia mendengar suara mobil Dewa memasuki halaman rumah.Dari tadi Leon menunggu kedatangan Dewa, ayahnya berjanji untuk menemaninya bermain game online yang sedang viral karena besok Leon tidak sekolah karena murid kelas enam ujian, maka anak-anak kelas satu hingga kelas lima diliburkan selama tiga hari.Harusnya Dewa memang sudah sampai di rumah tiga jam lalu, tapi karena menjalankan misinya memberi pelajaran pada Rey, pria itu jadi terlambat sampai di rumah.Kabar terakhir dari Jhon, mereka sudah melemparkan Rey tidak jauh dari kantor polisi. Bisa dipastikan pihak berwajib akan dengan mudah menemukannya.Kaki sebelah kanan Rey sudah dipatahkan oleh Dewa. Lengkingan kesakitan keluar dari mulut Rey. Beruntung, lokasi penyekapan itu jauh dari pemukiman warga.Tangan kanan Rey juga dibuat cacat dengan mematahkan dua tulang jari Rey. Sebenarnya, Dewa ingin menyayat perut Rey guna m
"Kenapa jadi cemberut? Katanya tadi rindu." Naka menggoyangkan tangan Laura yang sejak pintu ditutup Dinda hanya diam.Padahal hanya ada mereka berdua, tapi gadis itu masih menjaga lidah."Hey, Cantik, kok, aku dicuekin?" Naka masih mencoba membujuk Laura dengan menggoyang tangannya, terus menerus sampai gadis itu pun mau buka suara."Aku gak suka kamu dirawat gadis itu," ucap Laura buka suara. Tapi sedetik kemudian, dia menyesali perkataannya. Kata-kata itu hanya ada dalam benaknya tadi tanpa berniat mengatakan segera langsung. Tapi tanpa sadar justru kata-kata itu terucap begitu saja."Siapa? Mira? Dia 'kan memang pelayan di sini, dan ditugaskan Mama untuk membantu ku," jawab Naka dengan kening berkerut, bingung kenapa Laura mempermasalahkan pelayan di rumahnya."Tapi kenapa firasat ku bilang dia suka sama kamu."Naka lantas tersenyum. Dia paham, ternyata Laura cemburu pada Mira. Naka padahal bersikap biasa saja pada pelayannya itu, tapi dia tidak mungkin mengatakan hal itu pada Lau
"Bagaimana, apa kau sudah menemukan bedebah itu?" Dewa menyingkirkan berkas dari pandangannya kala Jhon masuk menghadap. Sampai ke lobang semut pun Dewa harus menemukan Rey."Belum, Bos. Tampaknya Nona Sisil menyembunyikan Rey. Kami sempat mengikutinya ke sebuah kontrakan dan sangat yakin kalau Rey ada di sana, tapi begitu tiba, Rey sudah pergi, bahkan tidak memberitahukan pada Sisil. Terlihat wanita itu juga menanyakan pada tetangga sekitar," terang Jhon menyiapkan mentalnya untuk kena semprot Dewa. Sangat mengenal baik karakter pria itu.Dewa mengepal tinjunya, menahan amarah hingga gigi gemeretak. Dia tidak bisa berdiam diri saja, sementara pria yang sudah menyakiti istrinya masih berkeliaran di luar sana."Bagaimana dengan istrinya?""Nihil, Bos. Istrinya juga membencinya, jadi tidak mungkin bersembunyi di sana.""Lantas, apa rencanamu?""Kami masih terus mengikuti Sisil. Saya yakin, cepat atau lambat Rey akan menghubungi Sisil sebagai penyuplai dana."Dewa tidak berkata apapun la
"Gimana keadaan kamu?" Laura sedikit malu-malu bertanya. Sejak tadi dia hanya duduk di sofa, mendengar pembicaraan Naka, Dewa dan Hansa. Sesekali dia melirik ke arah Naka. Hatinya harap-harap cemas dengan keadaan pria itu.Setelah mendapat kabar dari Dewa, Laura dan Hansa memutuskan untuk melihat Naka di rumah sakit. Gelisah dalam hati Laura bisa dibaca oleh sang ayah hingga memutuskan mengajak putrinya ikut bersamanya.Bukan mudah, di tengah mereka akan keluar rumah, keduanya berpapasan dengan Sisil yang entah baru pulang dari mana. Ini Sabtu, tidak ada agenda ke kantor."Kalian mau kemana?" Tatapan menyelidik dilayangkan pada Laura, lalu berpindah pada Hansa. Dalam hati bertanya cemas, apa mereka berniat ke kantor polisi. Sisil belum bisa menyimpulkan apakah Hansa sudah tahu sepak terjangnya, atau belum. Beberapa hari terakhir ini, mereka jarang bertemu. Setelah jatuh sakit waktu itu, Hansa memang tidur di kamar yang berbeda dengan Sisil. Meninggalkan wanita itu di kamar pribadi me