Jangankan Dinda dan yang lainnya, Dewa juga ikutan kaget dibuat Helen. Pria itu jadi merasa serba salah, terlebih pada Rizal. Bayangan saja, apa yang akan dipikirkan sahabatnya itu?Dewa juga tidak habis pikir, bagaimana mungkin Helen menginginkan dirinya yang memberikan nama pada anak mereka? Bukankah Dewa adalah orang lain? Seharusnya yang memberikan nama adalah keluarga inti, kalau bukan orang tua dari mereka berdua, ya dari Rizal."Suatu kehormatan kalau kamu memintaku memberikan nama pada bayi ini, tapi maaf, Helen, aku juga gak tahu mau kasih nama siapa. Harusnya Rizal atau Om dan Tante," jawab Dewa melihat satu persatu orang yang ada di di ruangan itu. Dewa bisa menangkap raut wajah kecewa dan tidak suka dari Rizal. Tentu saja harga dirinya tercoreng melihat sikap Helen yang sama sekali tidak menghargai dirinya di depan keluarga."Biar Tante yang gendong," Suci mengambil bayi mungil dari dekapan Dewa. Anak itu tertidur nyenyak, setelah perutnya terisi ASI.Dewa mengambil tempat
"Aku benar-benar gak ada hubungan apa-apa dengan Helen. Kenapa kamu bisa berpikir aku menjalin hubungan dengannya, sementara aku memilih bercerai dengannya karena sudah tidak punya perasaan lagi padanya!"Dinda diam. Penjelasan Dewa masuk akal juga, tapi semua yang dia lihat? Pertemuan rahasia dan kenapa Dewa bela-belain mendatangi Helen malam-malam dan saat hujan turun?Dinda duduk di tepi ranjang. Dia masih ogah bicara dengan Dewa. Kenapa rasanya sakit, ya? Dia pikir alasan Dewa bercerai dengan Helen dan menikahinya karena mencintainya."Din, percaya padaku. Sampai kapanpun, aku gak mungkin main gila dengan wanita lain!""Terus kenapa harus bohong? Kenapa gak langsung bilang, kalau sempat singgah ke rumah Helen?" Nada suara Dinda naik. Semakin dalam dia menimbang kalau Dewa tidak mencintainya, semakin kesal dan sakit hatinya pada pria itu.Kenapa dia harus jatuh cinta pada pria itu sementara Dewa tidak sebaliknya. Apa sedikitpun tidak ada cinta di hati Dewa untuknya?"Saat aku di J
Pertengkaran itu berhasil ditenangkan oleh kepala sekolah, meski dia hampir saja kehilangan kendali diri. Rey terus memburu Dinda dengan kata-kata yang buruk, dan Dinda juga tidak mau tinggal diam, melawan perkataan Rey.Keduanya akhirnya diam, ketika kepala sekolah meminta anak-anak mereka dibawa dari kantor guru BP."Biar anak-anak Bapak dan Ibu tahu gimana etika orang tuanya!" tegas kepala sekolah mengusap keringat di keningnya dengan sapu tangan yang dia simpan di kantong celananya.Keduanya anak itu duduk di samping orang tua masing-masing. Wajah Leon tidak ada bekas pukulan, hanya ada cakaran di lengan dan sedikit dekat pelipis. Beda cerita dengan Alex, wajah anak itu tampak babak belur dan di sudut bibirnya terlihat pecah dan berdarah. Dinda sedikit syok, tidak menyangka Leon bisa memukuli temannya dengan begitu kuat. Biasanya Leon cenderung menghindari pertengkaran."Lihat ini! Anak saya jadi babak belur. Dasar anak titisan iblis, wanita jadi-jadian dan murahan! Pantas saja a
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Dewa setelah sampai di depan ruangan tempat Dinda saat ini ditangani. Keringat mengucur deras di dahinya. Dunianya seakan runtuh kala menerima kabar dari kepala sekolah yang mengabarkan kalau Dinda dilarikan ke rumah sakit.Tanpa pikir dua kali, Dewa segera meninggalkan ruang rapat, tidak peduli kalau nantinya kesepakatan yang coba dia bicara dengan perusahaan alat berat itu akan gagal dan kehilangan proyek bernilai triliunan rupiah.Dalam benaknya, berada di sisi Dinda adalah hal utama, dan lebih penting dari apapun juga."Kita sedang tangani, Pak. Kepala pasien sempat terbentur dan berdarah hingga tak sadarkan diri. Untungnya, pendarahan sudah berhenti dan kulit kepala yang sobek sudah dijahit," terang dokter mencoba menenangkan Dewa. Meski belum memperkenalkan siapa dirinya, Dokter paruh baya itu sudah bisa menebak kalau Dewa adalah suami Dinda.Meski belum 100% tenang, namun Dewa setidaknya bisa bernapas dengan lega. Penuh penantian dan
"Ada apa ini? Kenapa saya ditangkap?" Rey berontak, saat beberapa pria berseragam lengkap masuk ke dalam ruangannya. Satpam kantor yang diminta untuk menghentikan kedatangan mereka naik ke ruangan, tidak berdaya sama sekali setelah diancam akan ikut dipidana dengan tuduhan menghalangi proses penyelidikan."Selamat siang, Pak. Mohon ikut kami ke kantor," ucap salah satu diantara mereka yang jadi pemimpin. Setelah melihat CCTV yang ditunjukkan kuasa hukum Dewa, pihak berwajib segera menindaklanjuti dengan memanggil Rey, tapi tetap diabaikan pria itu. Terpaksa dia harus diseret paksa karena dianggap ada kemungkinan bisa melarikan diri.Istrinya pun sudah ikut ditahan karena terbukti ikut serta melakukan penganiayaan pada Dinda. Di depan penyidik, Sandra, istri Rey sudah mengakui kesalahannya."Saya cemburu, Pak. Dalam benak saya ketika mendengar suami saya bilang kalau Dinda adalah wanita malam tempat dia bisa kunjungi, saya begitu marah. Beranggapan bahwa suami saya juga pernah tidur de
Dewa akhirnya bisa tersenyum puas. Semua rencananya sudah berjalan sesuai keinginannya. Semua perusahaan Rey pailit, dan semua direksi setuju menjual saham mereka pada Dewa. Dengan kata lain perusahaan itu kini dibawah kekuasaannya.Pembalasan Dewa tidak hanya sampai di situ. Dia menarik laporannya dan Rey segera bebas. Lalu ketika pria itu akan pulang ke rumah, anak buah Dewa membawanya hingga Dewa bisa memberikan pelajaran pada pria itu dengan tangannya sendiri. "Ampun, tuan Dewa. Saya mengaku salah. Saya sangat menyesal," mohon Rey di tengah rintihan rasa sakit. Wajahnya sudah babak belur. Dua hari dia disiksa tak diberi makan dan hanya air yang disiram padanya.Dewa juga sudah menghajar Rey, menjadi pengganti Dinda membalaskan dendamnya. Setelah puas, Dewa meminta anak buahnya untuk melempar Rey di depan pintu rumahnya.Dipastikan Rey tidak akan melaporkan balik penganiayaan yang dilakukan Dewa, dia sudah menandatangani perjanjiannya. Kalua sampai dia berkhianat, Rey akan kembali
Bola mata Dinda masih memandang langit-langit kamarnya. Sedikitpun dia tidak bisa terpejam. Omongan teman arisan mertuanya masih mengganggu pikirannya. Kembali tubuhnya berputar, menghadap suaminya yang sudah terlelap tidur.Tidak ada yang menyangkal kalau Dewa benar-benar tampan. Pria itu bahkan mendekati sempurna. Wajar jika banyak kaum hawa baik yang single atau sudah memiliki pasangan pun tergoda melihat ketampanan Dewa.Dia harus mengakui betapa dirinya sangat beruntung karena menjadi istri seorang Sadewa Diraja, tapi sekaligus menjadi beban besar karena harus menjaga suaminya dari godaan para rubah betina."Mas, siapa wanita yang mereka bicarakan tadi? Kenapa aku gak tahu soal dia? Belum lepas dari rasa cemburu terhadap Helen, kini ada nama baru lagi," batinnya membelai pelan wajah tampan Dewa.Dia kembali terlentang. Mau sampai kapan dia dibayangi ketakutan seperti ini? Sepertinya dia harus belajar bagaimana mencintai Dewa hanya sekedar, agar kalau pria itu pergi meninggalkanny
"Sial!" umpat Dewa setelah mendengar dari satpam kalau Dinda sudah pergi. Perasaan dia segera turun untuk mengejar, tapi nyatanya tetap saja Dinda sudah lebih dulu pergi.Dia mengumpat, memaki, kenapa harus membiarkan Sintya duduk di dekatnya hingga menimbulkan kesalahpahaman itu. Dia juga mengutuk kebodohannya, menerima tawaran Sintya untuk membantu membuka dasinya yang terkena saos.Padahal kalau Dinda mau masuk lebih ke dalam ruangan itu, dia juga akan bertemu dengan asisten Sintya, jadi bukan hanya mereka berdua saja di sana.Nasi sudah jadi bubur, Dinda sudah salah paham. Dia ingin segera mengejar, tapi masih harus menyelesaikan kontrak dengan perusahaan ayah Sintya.Dengan langkah lunglai, Dewa kembali ke ruangannya. Dia akan menyelesaikan agar bisa segera pulang dan menjelaskan pada Dinda. Semoga saja dia mau mengerti.***Rumah tampak sepi, auranya begitu mencekam dengan lampu ruang tamu yang gelap. Tidak seperti biasanya, begitu Dewa pulang, Dinda dan Leon akan datang menyamb
Dewa hampir saja melompat, tapi yang bisa dilakukan hanya mengusap wajahnya. Dia menatap Dinda yang masih berbaring atas ranjang."Sayang, kita akan punya anak lagi?" Mata Dewa bahkan hampir berkaca-kaca. Masih seperti mimpi.Dinda tidak kalau terharunya dengan Dewa. dia bahkan memeluk suaminya dengan sangat erat membiarkan kemeja Dewa bahasa oleh air matanya.Baik dokter dan juga perawat yang ada di ruangan itu ikut tersenyum bisa merasakan kebahagiaan mereka.Setelah pulang dari rumah sakit, Dia memutuskan untuk tidak pergi ke kantor hari itu. Dia ingin menjaga cinta menghabiskan waktu bersama istrinya."Kamu ke kantor aja. Masa iya, jadi gak kerja," ucap Dinda yang masih geli melihat sikap overprotektif suaminya."Besok. kerjaan gampang ada John yang mengurusnya." Dinda tak lagi berani mendebat, mengikuti apa yang dikatakan Dewa.Sesampainya di rumah, Dewa tidak ingin segera memberikan kabar itu kepada Reni. Jangan karena histeria dan rasa gembira mereka membuat Dinda kelelahan. C
Laura masih merasakan debar jantungnya yang berdegup semakin cepat. Tubuhnya masih bersandar di balik pintu kamarnya.Setelah mendengar perbincangan para asisten rumah tangga itu, dia merasa tidak kuat untuk berdiri lebih lama di sana. Laura memutuskan untuk meninggalkan pintu dapur berjalan menuju kamarnya."Jadi, Mas Naka dan Mbak Dinda dulu pernah bertunangan dan Mas Naka sangat mencintainya?" batin Laura menghapus air matanya yang mulai deras menetes di pipi. Tubuhnya perlahan merosot dan terduduk di pintu.Laura begitu minder jadinya. Dibandingkan Dinda, dia hanya bocah yang sedang dimabuk cinta. Tidak punya pengalaman, dan terlihat seperti gadis kampung yang tidak bisa berdandan. Naka pasti malu jika membawanya nanti ke pertemuan."Oh, Tuhan. Apa yang harus aku lakukan? Kenapa begitu sakit mengetahui kenyataan ini?" cicitnya menunduk dan meletakkan kepala di dengkulnya yang dilipat menyatu ke dada.Sampai Naka pulang, Laura hanya diam. Naka sudah bertanya, ada apa, tapi Laura ha
Dinda mengabaikan keberadaan Dewa yang menunggunya keluar dari kamar mandi. Tidak hanya pengantin baru, semua keluarga ikut menginap di hotel tempat Naka dan Laura beristirahat sekaligus malam pertama."Sayang," panggil Dewa lembut. Dinda melirik, di tangan suaminya sudah ada sisir dan juga hair dryer. Dia menebak Dinda pasti keramas, jadi demi mendapatkan perhatian wanita itu, Dewa segera mengambil alat-alat itu."Apa?""Sini aku keringkan rambutmu," ucapnya sembari mengangkat kedua tangan. Dinda mendekat ke arah Dewa tapi bukan untuk menerima tawaran pria itu, melainkan mengambil alat itu dan mengerjakannya sendiri.Tidak akan mudah untuk mendapatkan maaf dari Dinda, terlebih Dewa sudah sengaja mendiamkan masalah itu hingga pesta selesai. Kalau memang tidak ada apa-apa antara dirinya dan Helen kenapa tidak langsung dijelaskan saja pada saat itu.Dia tentu tahu bahwa diamnya Dinda adalah karena kesal dengan sikap Dewa yang merangkul Helen."Sayang, udah, dong. Jangan diamin aku terus
Syukurlah, acara pernikahan Laura dan Naka berjalan dengan lancar. Baik acara akad ataupun saat ini resepsi berjalan.Semakin banyak para tamu undangan yang menghadiri pernikahan keduanya, hingga Dewa memasang pengamanan berlapis. Dia tidak mau ambil resiko ada penyusup yang mengacak-acak pesta adiknya.Jhon sudah memberi kabar kalau Rey tidak tertangkap, berhasil kabur dari kejaran polisi lagi meski keadaan fisiknya sudah parah."Kamu cantik sekali," bisik Naka di telinga Laura. Keduanya duduk di pelaminan, jadi raja dan ratu sehari."Kamu juga tampan, Mas" jawab Laura malu-malu. Membuat Naka jadi gemas."Hari ini kita sudah jadi satu. Husband and wife selamanya," bisik Naka membawa tangan Laura ke bibirnya, mencium penuh cinta."Kenapa masih cemberut, sih? Sayang banget wajah cantiknya. Udah dari subuh dandan, masak manyun, sih?" rayu Dewa kesekian kali.Dinda masih diam, masih marah. Kalau bukan karena Reni memaksa Dinda untuk berdansa dengan Dewa, saat ini pasti wanita itu memilih
"Kamu cantik sekali," ucap Dinda ikut menatap wajah Laura di cermin. Perias pengantin sudah selesai merias Laura hingga gadis cantik itu semakin tambah cantik.Hari ini adalah hari besar bagi Laura dan Naka. Mereka akan menikah. Setelah melewatkan beberapa Minggu masa pemulihan Naka, kini pria itu siap mempersunting wanita idamannya."Terima kasih, Kak," jawab Laura menggenggam tangan Dinda yang bertengger di atas pundaknya. Beruntung bisa memiliki ipar seperti Dinda, yang baik hatinya serta selalu bisa menjadi tempatnya bertanya.Laura masih belum percaya, seakan mimpi kalau pada akhirnya dia jadi menikah dengan pria yang dulu tanpa sengaja dia kenal karena bersembunyi di kamarnya.Takdir memang tidak ada yang tahu, dan dia bersyukur dengan takdir yang dilalui sekarang ini.Belum waktunya Laura keluar, jadi Dinda menemani di dalam kamar Naka yang nantinya akan menjadi kamar mereka berdua. Sementara Reni dan Dewa menyambut para tamu yang sudah mulai berdatangan.Acara digelar di rumah
"Papa pulang," teriak Leon berlari kecil menyongsong langkah Dewa masuk ke dalam rumah. Dari balkon kamarnya dia mendengar suara mobil Dewa memasuki halaman rumah.Dari tadi Leon menunggu kedatangan Dewa, ayahnya berjanji untuk menemaninya bermain game online yang sedang viral karena besok Leon tidak sekolah karena murid kelas enam ujian, maka anak-anak kelas satu hingga kelas lima diliburkan selama tiga hari.Harusnya Dewa memang sudah sampai di rumah tiga jam lalu, tapi karena menjalankan misinya memberi pelajaran pada Rey, pria itu jadi terlambat sampai di rumah.Kabar terakhir dari Jhon, mereka sudah melemparkan Rey tidak jauh dari kantor polisi. Bisa dipastikan pihak berwajib akan dengan mudah menemukannya.Kaki sebelah kanan Rey sudah dipatahkan oleh Dewa. Lengkingan kesakitan keluar dari mulut Rey. Beruntung, lokasi penyekapan itu jauh dari pemukiman warga.Tangan kanan Rey juga dibuat cacat dengan mematahkan dua tulang jari Rey. Sebenarnya, Dewa ingin menyayat perut Rey guna m
"Kenapa jadi cemberut? Katanya tadi rindu." Naka menggoyangkan tangan Laura yang sejak pintu ditutup Dinda hanya diam.Padahal hanya ada mereka berdua, tapi gadis itu masih menjaga lidah."Hey, Cantik, kok, aku dicuekin?" Naka masih mencoba membujuk Laura dengan menggoyang tangannya, terus menerus sampai gadis itu pun mau buka suara."Aku gak suka kamu dirawat gadis itu," ucap Laura buka suara. Tapi sedetik kemudian, dia menyesali perkataannya. Kata-kata itu hanya ada dalam benaknya tadi tanpa berniat mengatakan segera langsung. Tapi tanpa sadar justru kata-kata itu terucap begitu saja."Siapa? Mira? Dia 'kan memang pelayan di sini, dan ditugaskan Mama untuk membantu ku," jawab Naka dengan kening berkerut, bingung kenapa Laura mempermasalahkan pelayan di rumahnya."Tapi kenapa firasat ku bilang dia suka sama kamu."Naka lantas tersenyum. Dia paham, ternyata Laura cemburu pada Mira. Naka padahal bersikap biasa saja pada pelayannya itu, tapi dia tidak mungkin mengatakan hal itu pada Lau
"Bagaimana, apa kau sudah menemukan bedebah itu?" Dewa menyingkirkan berkas dari pandangannya kala Jhon masuk menghadap. Sampai ke lobang semut pun Dewa harus menemukan Rey."Belum, Bos. Tampaknya Nona Sisil menyembunyikan Rey. Kami sempat mengikutinya ke sebuah kontrakan dan sangat yakin kalau Rey ada di sana, tapi begitu tiba, Rey sudah pergi, bahkan tidak memberitahukan pada Sisil. Terlihat wanita itu juga menanyakan pada tetangga sekitar," terang Jhon menyiapkan mentalnya untuk kena semprot Dewa. Sangat mengenal baik karakter pria itu.Dewa mengepal tinjunya, menahan amarah hingga gigi gemeretak. Dia tidak bisa berdiam diri saja, sementara pria yang sudah menyakiti istrinya masih berkeliaran di luar sana."Bagaimana dengan istrinya?""Nihil, Bos. Istrinya juga membencinya, jadi tidak mungkin bersembunyi di sana.""Lantas, apa rencanamu?""Kami masih terus mengikuti Sisil. Saya yakin, cepat atau lambat Rey akan menghubungi Sisil sebagai penyuplai dana."Dewa tidak berkata apapun la
"Gimana keadaan kamu?" Laura sedikit malu-malu bertanya. Sejak tadi dia hanya duduk di sofa, mendengar pembicaraan Naka, Dewa dan Hansa. Sesekali dia melirik ke arah Naka. Hatinya harap-harap cemas dengan keadaan pria itu.Setelah mendapat kabar dari Dewa, Laura dan Hansa memutuskan untuk melihat Naka di rumah sakit. Gelisah dalam hati Laura bisa dibaca oleh sang ayah hingga memutuskan mengajak putrinya ikut bersamanya.Bukan mudah, di tengah mereka akan keluar rumah, keduanya berpapasan dengan Sisil yang entah baru pulang dari mana. Ini Sabtu, tidak ada agenda ke kantor."Kalian mau kemana?" Tatapan menyelidik dilayangkan pada Laura, lalu berpindah pada Hansa. Dalam hati bertanya cemas, apa mereka berniat ke kantor polisi. Sisil belum bisa menyimpulkan apakah Hansa sudah tahu sepak terjangnya, atau belum. Beberapa hari terakhir ini, mereka jarang bertemu. Setelah jatuh sakit waktu itu, Hansa memang tidur di kamar yang berbeda dengan Sisil. Meninggalkan wanita itu di kamar pribadi me