Hidup di tempat yang asing, hidup di tempat yang baru, juga hidup di tempat yang seharusnya adalah hutan belantara.Sudah sangat wajar apabila para manusia bisa bertemu dengan kejadian-kejadian aneh di dalamnya, kejadian yang dimana ada sangkut pautnya dengan para makhluk penunggu yang sudah lama tinggal disana, melebihi para manusia itu yang datang dan mengambil alih semuanya.Namun, bagaimana apabila ada sesosok makhluk asing yang ikut mengambil alih mereka semua, sosok yang mempengaruhi Satria sehingga kematiannya tidak tenang. Apakah makhluk itu jelmaan lain dari Satria, ataukah dia melakukan suatu ritual tertentu sehingga makhluk itu hinggap di dalam keluarganya sehingga ketika dia mati maka anaknya harus ikut mati pula.Teror yang awalnya muncul terhadapku kini meluas, bahkan sudah ada beberapa korban yang berjatuhan selain Ayu yang kini sering menjadi perwujudan makhluk itu untuk menampakan diri.Ada apa sebenarnya dengan Satria dan Ayu, kenapa dia secara sembunyi-sembunyi meny
Malam yang sangat panjang, tampaknya akan berakhir sebentar lagi. Hawa dingin yang menusuk terasa semakin dingin, disertai dengan embun-embun yang kini muncul dari dedaunan yang menandakan bahwa pagi akan muncul.Bintang-bintang yang bersinar dengan bulan yang sedikit redup, tampaknya masih berusaha ada di atas sana, sinarnya masih belum tergantikan oleh suatu cahaya baru yang muncul dari timur, cahaya yang menjadi sumber kehidupan bagi para manusia yang ada di bawahnya, juga bagi para tanaman dan pepohonan yang hidup berdampingan bersamanya.Kokokokoooook, Kokokokoooook,Terdengar beberapa kali, kokok ayam yang berkokok dengan kencang dari beberapa rumah. Rumah-rumah yang sengaja membawa hewan ternaknya dari kampung untuk di urus di desa ini.KokokokoooookSuara kokok ayam itu menggema ke seluruh desa, menandakan bahwa sebentar lagi matahari akan terbit dan menghapus malam yang panjang itu dengan sinarnya yang terang.Suara-suara ayam yang menjadi sebuah alarm alami di Desa Muara Uju
“Ayuuuuu!”Aku yang melihat Ayu seperti sedang tersiksa di atas tempat tidur, langsung mendekatinya dan mencoba menggoyang-goyangkan tubuhnya agar terbangun.Wajahnya tampak masih terpejam, dia seperti sedang mengigau dengan tangan dan kakinya yang menempel erat seperti terikat oleh sesuatu, wajahnya terlihat sedang meringis kesakitan di tengah tidurnya di pagi itu.Aku yang melihat tangan dan kakinya yang dirapatkan langsung mencoba membukanya dengan kedua tanganku, mencoba agar tubuhnya terasa bebas dan setidaknya membantu agar dia merasakan bahwa dia sama sekali tidak terikat dan itu hanyalah mimpi.Aku dengan cepat memegang kedua tangan Ayu dengan kedua tanganku, dan sekuat tenaga aku mendorongnya agar kedua tangannya yang menempel bisa terpisah.Namun,Argggghhhhhhh!Aku berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya, beberapa kali aku mencoba hingga urat-urat yang ada di tanganku terlihat dengan jelas. Tapi tangannya tidak bergerak sama sekali, malah tangannya semakin menempel denga
Matahari yang muncul secara perlahan di ufuk timur, kini sudah mulai sempurna, cahayanya yang menghangatkan badan sangat terasa oleh seluruh warga desa yang sedang beraktifitas di pagi itu.Kabut tipis yang menjadi pembatas antara hawa dingin dan hangat secara perlahan terlihat dan menghilang ke atas langit yang terang, embun-embun yang dingin di daun-daun pun terlihat menyegarkan ketika tersinari oleh matahari di pagi itu.Seperti tidak ada yang terjadi, matahari memberi kehidupan baru sehingga melupakan kejadian yang menimpa Supri, Adi dan Tono yang entah mengapa, tubuhnya tiba-tiba berpindah ke dekat pemakaman umum yang ada di dekat hutan. Bersamaan dengan Pak Dani yang juga berada di sana setelah dia tidak sadarkan diri ketika melewati rumahku pada saat itu.“Coba bangunkan lagi mereka berdua, aku yakin mereka sudah bangun, namun mereka masih belum mengetahui bahwa tubuh mereka tidur di tempat ini,” kata Pak Dani yang duduk di atas sebuah batu kecil dengan wajahnya yang tampak kuc
Waktu pemakaman Jeje tampaknya sudah tiba, Ucok yang dari tadi subuh menjaga mayat Jeje sendirian kini didatangi oleh para warga yang datang satu persatu ke rumah Jeje untuk membantunya. Mereka yang sudah tahu bahwa hari ini adalah pemakaman dari salah satu warga desanya, datang dengan segala peralatan yang mereka bawa, bahkan kayu yang menjadi tandu sementara untuk membawa mayat dari rumah hingga ke pemakaman mereka sudah siapkan.“Bang, Pak Dani mana kok tidak ada? Seharusnya kan dia yang mimpin proses pemakaman ini,” kata salah satu warga desa yang datang.Ucok yang ada disana, hanya menggelengkan kepala, dia hanya berkata untuk menunggu saja karena mungkin Pak Dani sedang mencari orang-orang yang akan menggali makam di pagi ini.“Tenang saja, Pak Dani bentar lagi datang, aku disuruh nunggu dulu disini, pasti nanti dia datang bersama Bu Maesaroh yang sekarang menginap di rumahnya,” kata Bang Ucok sambil sedikit tersenyum.Warga yang bertanya pun sepertinya mengerti, dia hanya menga
“Eh?”“Kakek-kakek siapa? Pak Dani?” kataku yang sedikit bingung atas apa yang diucapkan Ayu pada saat itu.Ayu dengan polosnya hanya menggelengkan kepala, seperti ada perasaan yang sedikit takut yang muncul dari mimik mukanya ketika aku lihat di pagi itu.Aku yang sudah berada diluar rumah tiba-tiba berbalik dan jongkok agar aku bisa berbicara kepadanya dengan lebih dekat.Aku angkat kedua tanganku dan aku pegang pundaknya yang mungil itu, sambil tersenyum, aku berbicara kepadanya dengan nada yang lembut, mencoba mencari jalan keluar agar dia tidak ketakutan lagi.“Yasudah, kalau misalkan Ayu tidak mau ikut, apakah Ayu berani sendirian di rumah?” kataku.Dengan polosnya dia mengangguk, bahkan dia sempat melepaskan tanganku dan berlari ke dalam kamar, membawa boneka besarnya dan membawanya ke hadapanku pada saat itu.“Aku berani Bunda, kan ini sudah siang, jadi tidak ada lagi hantu Ayah yang datang mengambilku.”“Aku dirumah aja Bun, bareng si Bani,” katanya sambil mengangkat boneka b
Proses pemakaman yang dilaksanakan di hari ini tampaknya tidak membutuhkan waktu yang lama, para warga yang tinggal di Desa Muara Ujung datang dan mengantarkan Jeje ke tempat peristirahatan yang terakhir, yaitu tanah lapang di dekat hutan yang menjadi pemakaman umum bagi warga Desa Muara Ujung.Isak tangis pun terdengar dari beberapa warga yang mengantarkan Jeje di hari itu, sang ibu yang kini harus tinggal sendirian di desa ini dan berjuang sendirian untuk hidup di tengah-tengah keterbatasan di desa ini.Para warga lain yang merasakan hal yang sama langsung mencoba memeluk Bu Maesaroh dan mencoba memberi semangat kepadanya sambil melihat Jeje diturunkan secara perlahan-lahan ke liang lahat.Adi dan Tono tampaknya ikut membantu menurunkan mayat Jeje ke tempat peristirahatan terakhirnya, dibantu Patrio dan Ucok yang memimpin proses pemakaman itu atas perintah Pak Dani yang kini sedang berada di dalam rumahnya bersama Ki Sakti.Sedangkan Supri, dia hanya duduk di sebuah pohon dan memand
“Sebenarnya, di desa kita ini ada kejadian apa sih?”“Kenapa sekarang-sekarang jadi banyak korban yang meninggal di desa ini?”“Apakah kita harus pulang lagi ke kampung, dan kembali hidup disana dengan hutang-hutang yang menumpuk dan belum terbayar?”Obrolan demi obrolan dari para warga desa terdengar, terutama tentang kejadian-kejadian yang menimpa Satria, Pak Ridwan, Jeje serta Iyo yang hanya sebagian orang yang tahu bahwa dia sudah tiada dan dimakamkan di Desa Muara Damar.Para warga yang saling bekerja bahu-membahu di kebun-kebun mereka kini penuh tanda tanya, sebenarnya ada apa dengan desa ini.Desa yang aman dan menjadi tempat bagi para warga di kehidupan barunya, desa yang nantinya bisa mereka manfaatkan dari tanah dua hektar yang mereka kelola untuk anak dan cucu mereka kelak. Juga desa yang menjadi tempat baru tanpa memandang latar belakang mereka yang berbeda-beda.Matahari yang meninggi kini terlihat semakin terik, beberapa orang yang langsung bekerja di ladang dan kebun-ke