SEBELUM BERPISAH - Begitulah Rasanya "Kamu tadi makan apa?" tanya Hendy saat Elvira mengambil air minum di ruang makan. "Nasi bungkus," jawab Elvira tanpa menoleh. Kemudian melangkah kembali ke kamar.Hendy yang tengah makan menarik napas dalam-dalam. Baru sekali ia diperlakukan Elvira seperti ini. Rasanya seperti tidak dianggap. Sedangkan sudah berulang kali ia mengabaikan makan malam yang disediakan istrinya. Baru malam itu Elvira tidak masak untuk makan malam. Sebelumnya setiap hari masak dan berulang kali hanya dimakan Elvira sendiri karena Hendy pulang larut malam. "Mulai malam nanti, aku nggak nyiapin makan malam, Mas. Aku nggak akan masak. Sayang saja sudah berapa kali aku membuang makanan. Sedangkan di luar sana, masih banyak orang yang susah untuk makan," ucap Elvira tadi pagi. Apa mungkin esok dan seterusnya tidak akan ada masakan untuk makan malam di rumah mereka?Elvira tidak sedang balas dendam. Mungkin dia memang sudah lelah karena berulang kali dikecewakan dan masa
Jam sembilan malam tiba-tiba listrik padam. Hendy menyalakan senter di ponselnya. Dia memandang kamar Elvira. Tidak ada jeritan minta tolong dari dalam. Apa istrinya sudah tidur? Hendy bangkit dari duduknya dan membuka pintu kamar. "El, kamu tidak apa-apa?"Ternyata Elvira sudah menyalakan senter di ponselnya. Dan dia menelungkup di meja. Hendy mendekat. "El.""Aku nggak apa-apa." Suara Elvira bergetar. Sebenarnya dia sedang panik. Tapi tidak akan berteriak minta tolong seperti biasanya. Dia harus melawan ketakutan, agar tidak bergantung pada siapapun. Termasuk pada suaminya."Besok jensetnya kubawa ke tukang servis. Sekalian membeli beberapa lampu emergency." Hendy duduk di tepi pembaringan di samping Elvira. Karena sibuk dia lupa mengurusi jenset dan lampu emergency. Hal yang dilupakan padahal sangat penting.Sedangkan sang istri bergeming tetap pada posisinya. "Sudah jam sembilan. Kita ke kamar sebelah. Bisa jadi listrik akan padam lama.""Biar aku di sini. Tinggalin saja, Mas. Ak
"Besok aku ada acara simposium selama dua hari. Semoga akhir pekan depan kita bisa keluar. Staycation untuk membahas serius permasalahan kita, El.""Elvira mengangguk pelan. Memang mereka harus bicara.Hendy mencondongkan tubuhnya dan meraih pinggang Elvira. Berbagi hangatnya embusan napas karena wajah mereka begitu dekat. Kemudian Elvira mengambil jarak. "Aku mau tidur."Hendy mengalah dan melepaskan rengkuhannya. Membiarkan Elvira berbaring, dan 'keinginannya' kandas.Setelah memastikan sang istri terlelap, Hendy keluar untuk menyalakan listrik. Kembali masuk kamar dan mengunci pintu. Menaruh kunci di dalam saku, agar Elvira tidak keluar.***L***"Mas, aku mau keluar. Kuncinya mana?" Elvira membangunkan Hendy yang masih terlelap."Di dalam saku," jawab sang suami masih dalam keadaan memejam.Elvira mencari di saku baju yang tergantung di tembok belakang pintu."Nggak ada, Mas.""Ambil di saku celana yang kupakai."Elvira berdecak jengkel. Aneh-aneh saja. Kenapa pula kunci mesti diam
SEBELUM BERPISAH- Duri"Melamun, El?" teguran Angel mengangetkan Elvira. Wanita anggun yang tengah hamil enam bulan itu lantas duduk di kursi depannya. Elvira tersenyum."Kamu lagi ada masalah?" Tatapan Angel penuh selidik. Dia tahu cerita tentang Elvira yang menikah karena dijodohkan. Tahu Elvira yang terpaksa putus dengan kekasihnya. Namun ia tidak tahu kalau Elvira pernah kabur dari rumah."Berbagilah kalau kamu ingin cerita. Mbak bisa menjadi pendengar yang baik. Kalau pun mbak nggak bisa bantu, tapi sesaknya dadamu bisa lega kalau masalahmu diceritakan. Kita bukan orang lain. Kamu jangan khawatir kalau cerita ini bocor.""Mbak Angel, periksa kandungan ke dokter Herlina, kan?""Ya. Apa kamu sudah hamil? Mau ikut periksa ke sana?" Angel memandang Elvira dengan wajah semringah, mengira Elvira sedang mengandung."Belum, Mbak. Cuman tanya saja ke Mbak Angel.""Oalah, kirain kamu sudah hamil.""Belum.""Mbak periksa ke dokter Herlina karena dokter kandungan langganan Mbak yang dulu s
"Oh ya, Mbak udah dapat arsitek untuk renovasi gedung dan pembangunan kantor cabang. Minggu depan dia ke sini. Untuk masalah renovasi ini, kamu yang ngehendel, El. Biar Ranty yang pegang untuk promosi desain baru kita. Oke, kalian istirahat dulu. Mbak mau makan." Angel meninggalkan mereka.Mendapatkan masukan panjang lebar dari Angel, membuat Elvira tenang. Mungkin memang benar, dia harus bersabar untuk sekarang ini. Toh pernikahannya baru masuk bulan ketiga. Masih butuh penyesuaian diri. Tapi soal Herlina, dipantau saja dulu. Jika memang sudah tidak bisa bertahan, menyerah bukan pilihan yang salah."El, Mama mertuamu wanita yang sangat bijaksana. Beliau nggak mungkin segampang itu merendahkan orang. Kalau sampai menolak Herlina yang cantik, cerdas, anak orang kaya, dokter pula itu, pasti ada sesuatu yang nggak bisa dianggap sepele." Ranty bicara setelah beberapa saat mereka diam."Dan kesannya, Mas Hendy melindungi rahasia Herlina supaya kehidupannya nggak kuketahui. Menyedihkan, Ran
"El, apa yang kamu bilang waktu Herlina telepon hari Sabtu kemarin?" tanya Hendy sepulang kerja malam itu."Maksudnya?""Kamu nggak memberitahuku kalau Herlina menghubungi karena ada operasi." Hendy memandang lekat istrinya.Elvira terkesiap mendengar ucapan Hendy. Pasti ini cerita dari perempuan itu. "Operasi? Dia nggak ngomong begitu. Mas, percaya dengan omongan dokter Herlina? Sumpah, telepon pagi itu hanya membahas simposium. Nggak sedikit pun menyinggung soal operasi. Waktu itu aku langsung cerita pada Mas Hendy, kan?""Tidak ada yang lain?" tanya Hendy curiga."Memangnya ada apa, Mas?""Sabtu itu pasien yang kutangani pendarahan dan harus di operasi segera. Dokter Zani sudah meneleponku tapi tidak kujawab. Saat itu ada dokter Herlina tengah menunggui pasiennya yang hendak bersalin. Jadi dia yang nyoba nelepon aku lagi. Tapi kamu yang terima teleponnya, kan. Karena tidak ada respon dariku, akhirnya di handle dokter Edy."Elvira tersenyum getir. "Pinter ngomong teman terbaikmu itu
SEBELUM BERPISAH - Sang Mantan Hendy keluar dari ruang operasi dengan langkah gontai. Seragam operasi warna hijau yang dikenakannya masih rapi meski telah melewati beberapa jam yang intens di ruang bedah. Masker biru muda tergantung di lehernya dan sarung tangan lateks yang baru dilepas meninggalkan bekas samar di kulit tangannya. Dia masuk ke ruangan seraya melepas penutup kepala. Pergi ke wastafel untuk mencuci tangan lagi. Dari pantulan cermin, tampak kegalauan yang tak dapat ia tutupi. Hendy duduk di kursi dan membuka pesan terakhir yang ia kirimkan kepada Elvira saat di ruang operasi tadi. Belum ada balasan. Sejak malam itu, Elvira benar-benar memilih diam. Bicara seperlunya meski mereka masih tinggal sekamar.Semuanya bermula dari satu perdebatan. Sebuah percakapan yang seharusnya sederhana, tapi berkembang menjadi luka dalam hubungan mereka. Elvira menyebut nama Dokter Herlina dengan nada yang sulit disembunyikan. Cemburu.Benarkah Elvira cemburu? Kalau benar, tentu sudah ad
"Rizal dengan versi terbaiknya sekarang ini, nggak pantas dapat bekas, Ran. Apalagi selingkuh dengan istri orang. Sebab untuk mendapatkan perempuan single begitu mudah baginya sekarang. Dia layak mendapatkan perempuan sholihah." Memposisikan diri sebagai wanita tak layak begini, rasanya juga sedih bagi Elvira. Karena dulu dia sangat dihargai dan diratukan oleh pria itu. Diprioritaskan perasaannya."Kalau cinta, dia nggak akan peduli kamu siapa.""Aku tahu diri kok. Mana mungkin aku merusak citra lelaki baik seperti dia."Hening. Ranty melihat Elvira berusaha menyembunyikan embun di matanya. Dalam keadaan rumah tangga yang tidak baik-baik saja, Elvira masih berpikiran waras. Jika wanita lain, mungkin akan mencari pelarian. Apalagi Ranty sendiri masih bisa melihat, cinta Rizal untuk Elvira masih besar. Mungkin masih ada sekelumit harapan, bisa mendapatkan Elvira kembali. Ah, itu hanya dugaan Ranty saja.Sungguh cinta yang indah. Sayang tidak sampai pada tujuannya."Kurasa Rizal nggak pu
Hari keenam langit mendung seakan mencerminkan apa yang akan terjadi. Hendy baru saja selesai operasi dan ingin menemui istrinya di ruang ICU. Saat mendekati tempat itu, ia mendengar tangisan dari arah depan ruang ICU. Pria itu segera berlari cepat saat melihat Elvira terjatuh di lantai, menangis histeris."Ayah!" jerit Elvira. Suaranya penuh dengan kesedihan yang tidak bisa dilukiskan. Hendy meraih tubuh Elvira yang ditahan oleh Hasna. Dipeluknya tubuh sang istri yang menggigil dan terguncang. Ia tahu tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi pelindung bagi Elvira dalam momen kehilangan ini.Sejak tadi malam, Hendy sebenarnya sudah tahu kalau kondisi mertuanya semakin menurun. Namun ia hanya bicara pada Arman dan Amar.***L***Rumah Pak Azman dipenuhi para pelayat. Mulai dari kerabat, tetangga perumahan, hingga rekan bisnis, dan para pelanggan. Para dosen rekan Amar, rekan kerja Isti juga. Ranty dan Angel juga datang. Ranty hanya
Elvira menepis ketakutan yang teramat sangat. Sedangkan Hendy lebih khawatir lagi karena istrinya sedang hamil. Lelaki itu mengusap pelan perut yang membulat disaat Elvira sibuk menghapus air mata dengan tisu. Semoga bayi mereka selalu baik-baik saja. Sejak awal kehamilan, Elvira mengalami banyak tekanan."Ayo, Mas. Kita pergi sekarang." Elvira tidak ingin terlambat."Oke." Hendy bangkit dari duduknya. Meraih ponselnya di nakas. Elvira mengambil tas dan mengenakan masker dobel. Dalam perjalanan, Elvira hanya diam. Rasa khawatir membuncah tidak bisa dibendung meski Hendy mengatakan kalau ayahnya pasti baik-baik saja.Sampai di rumah sakit, Elvira disambut oleh dua kakak lelaki dan juga iparnya. "Ayah bagaimana, Mas?" tanya Elvira pada Arman."Ayah masih di pantau oleh dokter," jawab Arman."Kita doakan ayah segera sadar." Amar mengusap bahu sang adik."Mas, aku ingin bertemu ayah!" Elvira memandang suaminya. Hendy mengangguk, lalu merangkul bahu sang istri dan membawanya masuk ruang
SEBELUM BERPISAH - Hari yang BeratUsai mandi, Hendy tidak langsung keluar. Dia mengirimkan pesan pada asistennya yang masih di rumah sakit untuk menanyakan kondisi sang mertua. Ketika sudah mendapatkan balasan, Hendy baru keluar menemui istrinya."Sudah selesai?" Hendy menghampiri Elvira yang baru mematikan kompor."Hu um. Mas, mau makan sekarang?""Kita makan sama-sama.""Aku belum mandi.""Makan dulu baru mandi. Karena mas mau ngajak kamu ke luar.""Ke mana?" Elvira heran."Makan dulu, mandi, baru mas kasih tahu." Hendy tersenyum seraya mengambil dua piring di rak. Elvira yang bingung manut saja. Mau diajak ke mana? Biasanya sang suami langsung saja bicara tanpa berteka-teki.Dikarenakan dirinya juga lapar, Elvira pun duduk dan makan. Tapi entah kenapa perasaannya tidak enak. Namun ia tidak banyak bertanya. "Mau tambah lagi nasinya?""Nggak, Mas. Aku dah kenyang. Oh ya, kita mau ke mana?" Tidak sabar juga, akhirnya Elvira bertanya lagi. Perasaannya pun tak enak.Hendy tersenyum,
Lima belas menit kemudian, Herlina baru menyusul. Hendy langsung memesan minum dan mix plater yang berisi kentang goreng dan nugget."Jadi Rizal itu akunmu?" tanpa basa-basi, Hendy langsung bertanya setelah Herlina duduk."Ya. Akhirnya kamu tahu." Tidak ada pilihan selain mengakui. Dia sudah tertangkap basah."Kenapa membuat email dengan nama pria itu? Dia lelaki yang baik. Tega kamu memfitnahnya. Aku kenal Rizal lebih dari yang kamu tahu."Dahi Herlina mengernyit heran. "Dia mantan kekasih istrimu yang sekarang masih terikat hubungan pekerjaan atau bisa juga lebih dari itu."Hendy tidak menanggapi. Sepertinya Herlina belum tahu kalau sudah tiga hari ini Elvira berhenti kerja. "Dari mana kamu mendapatkan foto-foto mereka?""Apa susahnya mendapatkan semua itu. Akun lama Facebook Rizal selalu mengunggah kebersamaan mereka." Herlina kembali penuh percaya diri untuk menutupi ketakutan karena sudah kepergok tadi."Siapa yang kamu bayar untuk mengambil video pertemuan mereka tiga hari yang
Sudah tiga hari ini Elvira menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga. Ada yang aneh dan ia merasa kesepian. Biasa aktif dengan pekerjaan, sekarang menjadi pengangguran. Ah, tidak juga. Di rumah dia masih mendesain setelah Hendy berangkat ke rumah sakit dan selesai beres-beres.Elvira memasak pagi dan sore. Siang sambil mendesain ia menonton televisi. Tidak lagi sibuk dengan media sosialnya. Sudah tiga hari ini ia tidak melihat acara 'live' akunnya Nirvana Elegance. Sebab jujur saja hatinya masih sedih dan merasa kehilangan.[Sepi tanpamu, El.] Ranty mengirimkan pesan. Mungkin meluangkan waktu di sela jam kerjanya. Saat itu baru menunjukkan pukul 10.00.[Nanti kamu akan terbiasa juga, Ran. Tetap semangat, ya. Raih mimpimu.][Bagaimana denganmu?][Aku sedang bahagia menikmati hari-hariku. Awalnya sepi. Tapi kalau ingat calon bayiku, aku kembali bersemangat. Ini keputusanku dan aku nggak akan menyesalinya.][Semua kehilangan karena kamu resign.][Hanya beberapa hari saja dan setelah i
SEBELUM BERPISAH- Ketahuan Hendy menghubungi seseorang usai menerima email, yang mengirim video pertemuan Elvira, Rizal, dan Ranty di sebuah kafe. Ini tidak bisa dibiarkan. Siapa sebenarnya pemilik akun dengan atas nama Rizal itu. Sampai bisa mengambil video saat mereka melakukan pertemuan sore tadi di kafe."Kasih saya waktu dua hari sampai seminggu, Dok. Saya akan menemukan pemiliknya," jawab Ndaru di seberang."Oke, Pak Ndaru. Saya tunggu."Untuk melakukan pencarian seperti ini, Hendy tidak punya waktu untuk mengerjakannya. Dia membayar kembali Ndaru. Sebenarnya ia pun tahu, kalau untuk mengetahui identitas seseorang dari hanya dari email saja, belum tentu akan berhasil. Tapi ia yakin, Ndaru yang sudah berpengalaman mungkin punya cara untuk menemukan siapa pemilik akun itu.Lelaki itu menghela nafas panjang. Elvira memang sudah meminta izin menemui Rizal, Ranty, dan Angel untuk perpisahan mereka. Tapi di video itu Angel tidak ada. Apa yang ditampilkan di video mengusik jiwa Hend
Lelaki itu mengambil ponsel dari saku celana saat ada bunyi notifikasi. Membuka benda itu sambil melangkah di lorong rumah sakit. Kembali ada email masuk yang mengirim foto Elvira dan Rizal. Ketenangannya terusik oleh hal-hal begini. Padahal hubungannya dengan sang istri mulai menghangat belakangan ini. Ia mencurigai Herlina. Dia begitu yakin kalau pelakunya adalah wanita itu. Tidak sulit bagi Herlina untuk mendapatkan foto-foto mereka, entah bagaimana itu caranya.Hendy terus melangkah ke parkiran. Dia tidak akan membiarkan, tapi bukan sekarang. Pasti akan ada waktu yang tepat untuk menegurnya. Kendati mereka masih bertemu setiap hari.Kalau sampai Herlina tahu Elvira berhenti kerja, memang dia membayar orang untuk mencari informasi itu.Sesampainya di rumah, Elvira sudah menyambutnya di depan pintu. Senyum wanita itu merekah, menyembunyikan apa yang terjadi tadi siang. "Aku khawatir Mas pulang malam, padahal aku sudah masak sup iga kesukaan, Mas." "Kalau pulang telat, Mas pasti
"Aku sedih banget. Selama ini kita selalu bersama-sama. Sekolah, kuliah, jalan-jalan, kerja, selalu barengan." Mata Ranty memerah.Elvira tersenyum getir lantas memandang Ranty. "Nggak selamanya selalu bersama, Ran. Tapi kita masih bisa bertemu, berkomunikasi, meski sudah nggak menjadi rekan kerja lagi. "Kalau bukan aku, pasti kamu juga bisa memutuskan hal begini jika ada sesuatu yang membuatmu harus pergi. Dengan Rizal pun sama. Setelah projek selesai, kita pun akan terputus sebagai partner kerja." Elvira memandang Rizal yang saat itu juga memperhatikannya dengan mata yang memerah.Entah ini kesedihan yang ke berapa lagi. Luka dari perempuan yang sama. Dulu dia harus pergi, mulai mengobati hati. Ketika mulai terbiasa, kembali dipertemukan di Jakarta. Dan tuntutan pekerjaan membuat mereka kembali bertemu dan menjadi partner kerja. Rizal kembali terbawa oleh perasaannya yang masih tetap sama. Nyaman dan menjadi lebih bersemangat, meski ia sadar sesadar-sadarnya kalau Elvira itu sudah
SEBELUM BERPISAH - Perpisahan Sore Itu Ketika Elvira dan Ranty hendak bangkit dari duduknya, saat bersamaan pintu ruangan diketuk lalu masuklah Angel. Wanita yang tengah sarat mengandung itu tampak kepayahan. Ranty mengambilkan kursi untuk duduk bosnya."Ada apa, Mbak?" tanya Ranty."Nggak ada apa-apa. Kalian mau nemui Rizal, kan?""Ya," jawab Ranty."Oke. Aku juga pasrah pada kalian berdua tentang renovasi kantor di Sidoarjo."Hening."Ada apa nih, kalian tampak sedih gitu?" Angel memperhatikan Elvira dan Ranty bergantian. Dia merasakan sesuatu yang berbeda.Ranty memandang Elvira. Biarlah Rizal menunggu, tapi ia harus memberitahu bosnya sekarang juga. Siapa tahu Angel bisa membuat Elvira merubah keputusan. "El mau resign, Mbak."Angel terperanjat. Matanya membulat memandang Elvira. "Kenapa resign?"Elvira memberikan alasan persis seperti yang diucapkan pada Ranty baru saja. Bicara dengan tenang, seolah tanpa beban."Mbak mau lahiran, El. Kalau kamu berhenti kerja, siapa lagi yang