"El, apa yang kamu bilang waktu Herlina telepon hari Sabtu kemarin?" tanya Hendy sepulang kerja malam itu."Maksudnya?""Kamu nggak memberitahuku kalau Herlina menghubungi karena ada operasi." Hendy memandang lekat istrinya.Elvira terkesiap mendengar ucapan Hendy. Pasti ini cerita dari perempuan itu. "Operasi? Dia nggak ngomong begitu. Mas, percaya dengan omongan dokter Herlina? Sumpah, telepon pagi itu hanya membahas simposium. Nggak sedikit pun menyinggung soal operasi. Waktu itu aku langsung cerita pada Mas Hendy, kan?""Tidak ada yang lain?" tanya Hendy curiga."Memangnya ada apa, Mas?""Sabtu itu pasien yang kutangani pendarahan dan harus di operasi segera. Dokter Zani sudah meneleponku tapi tidak kujawab. Saat itu ada dokter Herlina tengah menunggui pasiennya yang hendak bersalin. Jadi dia yang nyoba nelepon aku lagi. Tapi kamu yang terima teleponnya, kan. Karena tidak ada respon dariku, akhirnya di handle dokter Edy."Elvira tersenyum getir. "Pinter ngomong teman terbaikmu itu
SEBELUM BERPISAH - Sang Mantan Hendy keluar dari ruang operasi dengan langkah gontai. Seragam operasi warna hijau yang dikenakannya masih rapi meski telah melewati beberapa jam yang intens di ruang bedah. Masker biru muda tergantung di lehernya dan sarung tangan lateks yang baru dilepas meninggalkan bekas samar di kulit tangannya. Dia masuk ke ruangan seraya melepas penutup kepala. Pergi ke wastafel untuk mencuci tangan lagi. Dari pantulan cermin, tampak kegalauan yang tak dapat ia tutupi. Hendy duduk di kursi dan membuka pesan terakhir yang ia kirimkan kepada Elvira saat di ruang operasi tadi. Belum ada balasan. Sejak malam itu, Elvira benar-benar memilih diam. Bicara seperlunya meski mereka masih tinggal sekamar.Semuanya bermula dari satu perdebatan. Sebuah percakapan yang seharusnya sederhana, tapi berkembang menjadi luka dalam hubungan mereka. Elvira menyebut nama Dokter Herlina dengan nada yang sulit disembunyikan. Cemburu.Benarkah Elvira cemburu? Kalau benar, tentu sudah ad
"Rizal dengan versi terbaiknya sekarang ini, nggak pantas dapat bekas, Ran. Apalagi selingkuh dengan istri orang. Sebab untuk mendapatkan perempuan single begitu mudah baginya sekarang. Dia layak mendapatkan perempuan sholihah." Memposisikan diri sebagai wanita tak layak begini, rasanya juga sedih bagi Elvira. Karena dulu dia sangat dihargai dan diratukan oleh pria itu. Diprioritaskan perasaannya."Kalau cinta, dia nggak akan peduli kamu siapa.""Aku tahu diri kok. Mana mungkin aku merusak citra lelaki baik seperti dia."Hening. Ranty melihat Elvira berusaha menyembunyikan embun di matanya. Dalam keadaan rumah tangga yang tidak baik-baik saja, Elvira masih berpikiran waras. Jika wanita lain, mungkin akan mencari pelarian. Apalagi Ranty sendiri masih bisa melihat, cinta Rizal untuk Elvira masih besar. Mungkin masih ada sekelumit harapan, bisa mendapatkan Elvira kembali. Ah, itu hanya dugaan Ranty saja.Sungguh cinta yang indah. Sayang tidak sampai pada tujuannya."Kurasa Rizal nggak pu
"Maaf, Mas. Mbak Elvira sama Mbak Ranty pulang pas gerimis tadi. Nggak lama kemudian turun hujan deras. Mungkin mereka masih mampir berteduh." Satpam yang berjaga menjawab."Apa Bapak tahu di mana alamatnya Mbak Ranty?""Alamat pastinya saya nggak tahu, Mas. Dia kos di sini. Tapi kos di mana saya juga nggak tahu.""Mereka pulang biasa lewat mana, Pak?""Ambil jalan ke kiri, Mas. Tapi setelah itu lewat mana saya nggak tahu.""Baiklah, Pak. Terima kasih banyak.""Sama-sama, Mas."Hendy kembali ke mobilnya. Ia memutuskan lewat jalan utama. Melaju pelan sambil memperhatikan tepian jalan. Melihat ke halte dan emperan toko, siapa tahu mereka mampir berteduh.Sementara Ranty yang baru selesai salat, meraih ponselnya dan mengirimkan pesan pada Elvira. Ingin tahu sahabatnya itu sudah sampai rumah apa belum. Namun hingga beberapa menit kemudian tidak ada balasan. Ya Allah, apa Elvira belum sampai rumah. Mengingat masih hujan deras begini. Ingin menghubungi Hendy, tapi dia tidak tahu nomernya.
SEBELUM BERPISAH - Rasa yang Aneh "Siapa yang telepon, El?" Hendy yang baru keluar kamar mandi bertanya pada sang istri yang tengah menyisir rambut setelah dikeringkan. Dari dalam tadi ia mendengar ponselnya berdering."Aku nggak tahu." Seperti yang sudah diucapkan kemarin. Elvira tidak akan sibuk lagi dengan ponsel sang suami. Walaupun benda itu berdering tepat berada di depannya. Melihat siapa yang menelepon saja Elvira enggan.Hendy meraih ponsel di meja rias istrinya. Kemudian menelepon balik dokter Zani. Bicara tentang operasi besok, setelah itu meletakkan kembali ponselnya."Mau ke mana?" tanya Hendy saat Elvira bangkit dan hendak keluar kamar. "Mau ngecek kerjaan sebentar. Besok mau memulai memproduksi desain baru kami. Sekalian mau ngecek siapa yang live malam ini." Elvira biasa memantau siapa yang tengah live di akun media sosial Nirvana Elegance. Setiap hari ada model yang dikontrak untuk mempromosikan sekaligus melakukan penjualan secara online produksi mereka. Tentu saj
"Jam dua belas sampai rumah. Aku masih nunggu Pak Amang bertemu bosnya untuk ngambil bayaran. Makanya kutraktir kamu hari ini.""Biar aku saja yang bayar.""Nggak usah. Kamu punya uang karena dikasih ayahmu, gunakan untuk kebutuhanmu sendiri. Aku punya uang karena aku bekerja."Elvira melihat raut bahagia di wajah khas mas-mas Jawa yang manis, berahang tegas, memiliki sorot mata yang tenang tapi tajam. Tanpa olahraga, tubuh Rizal sangat terjaga karena terbiasa bekerja keras."Suatu hari, aku akan datang melamarmu dengan versi yang jauh lebih dari sekarang ini. Disaat aku sudah pantas berhadapan dengan keluargamu untuk meminangmu sebagai pendamping hidupku. Kuharap kamu sabar menunggu saat itu."Air mata tidak tertahan dan akhirnya luruh juga saat mengingat semua kenangan bersama Rizal. Ternyata semuanya kandas ditelan kenyataan. Sampai sekarang dia tidak tahu apa yang dikatakan Arman pada Rizal, sampai Bu Salima sendiri menangis dan meminta putranya untuk mundur.Sekejam dan sehina ap
Elvira yang baru saja menyuap nasi, tiba-tiba mengeluarkan lagi di telapak tangannya. Ingin muntah saja rasanya. Hendy buru-buru menyodorkan air minum. "Kenapa Mas nggak mau bilang kalau sambalnya semanis ini." Elvira memandang piring sang suami yang nasinya hampir habis."Ini cara suami menghargai istrinya. Yang sudah repot-repot bikin sarapan," jawab Hendy santai."Nggak gitu juga kali.""Mas pikir kamu emang sengaja. Jadi Mas diam saja.""Ya nggak mungkin kalau kusengaja.""Kenapa jadi kamu yang marah. Apa yang kamu pikirkan sampai salah naruh gula bukan garam.""Entahlah, kupikir tadi toples yang kuambil sudah benar." Suara Elvira merendah."Ini akhibat tadi malam.""Ada apa dengan tadi malam?""Kamu buru-buru menggulung diri dengan selimut. Studi menunjukkan bahwa berhubungan secara teratur, mampu menjaga daya ingat dan konsentrasi. Bisa memelihara fungsi otak supaya tidak mudah pikun."Elvira mencebik. Menikah dengan dokter, semua hal dijelaskan dan dikaitkan dengan ilmu kedokt
SEBELUM BERPISAH- Panas Dingin Hendy menarik napas panjang. Dia mulai gerah melihat pemandangan di samping sana. Bukan seperti dua orang yang baru kenal, tapi sudah demikian akrab. Sudah cukup dewasa untuk Hendy memahami bahasa tubuh seperti itu.Mereka berbincang serius, tapi tatapan itu berbeda. Tidak hanya sebagai partner kerja. Lebih dari itu. Hendy tidak tenang menunggu.Diambilnya ponsel di dasbor untuk menghubungi istrinya."Hallo.""Mas sudah di dekat pintu keluar."Dari dalam mobil, Hendy bisa melihat Elvira sedang memandang ke arahnya. "Ya. Sebentar lagi," jawab Elvira langsung menutup teleponnya. Dia kembali bicara dengan pria di depannya.Dilihatnya jam tangan yang menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Setengah jam lagi. Oke ditunggu saja.Dibukanya ponsel. Mencari profil Powerhouse Architects di sebuah media sosial. Di sana banyak sekali foto kegiatan perusahaan itu. Beberapa kegiatan rapat, foto bersama, juga di upload. Dan ia menemukan satu foto seorang laki-lak
Hari keenam langit mendung seakan mencerminkan apa yang akan terjadi. Hendy baru saja selesai operasi dan ingin menemui istrinya di ruang ICU. Saat mendekati tempat itu, ia mendengar tangisan dari arah depan ruang ICU. Pria itu segera berlari cepat saat melihat Elvira terjatuh di lantai, menangis histeris."Ayah!" jerit Elvira. Suaranya penuh dengan kesedihan yang tidak bisa dilukiskan. Hendy meraih tubuh Elvira yang ditahan oleh Hasna. Dipeluknya tubuh sang istri yang menggigil dan terguncang. Ia tahu tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi pelindung bagi Elvira dalam momen kehilangan ini.Sejak tadi malam, Hendy sebenarnya sudah tahu kalau kondisi mertuanya semakin menurun. Namun ia hanya bicara pada Arman dan Amar.***L***Rumah Pak Azman dipenuhi para pelayat. Mulai dari kerabat, tetangga perumahan, hingga rekan bisnis, dan para pelanggan. Para dosen rekan Amar, rekan kerja Isti juga. Ranty dan Angel juga datang. Ranty hanya
Elvira menepis ketakutan yang teramat sangat. Sedangkan Hendy lebih khawatir lagi karena istrinya sedang hamil. Lelaki itu mengusap pelan perut yang membulat disaat Elvira sibuk menghapus air mata dengan tisu. Semoga bayi mereka selalu baik-baik saja. Sejak awal kehamilan, Elvira mengalami banyak tekanan."Ayo, Mas. Kita pergi sekarang." Elvira tidak ingin terlambat."Oke." Hendy bangkit dari duduknya. Meraih ponselnya di nakas. Elvira mengambil tas dan mengenakan masker dobel. Dalam perjalanan, Elvira hanya diam. Rasa khawatir membuncah tidak bisa dibendung meski Hendy mengatakan kalau ayahnya pasti baik-baik saja.Sampai di rumah sakit, Elvira disambut oleh dua kakak lelaki dan juga iparnya. "Ayah bagaimana, Mas?" tanya Elvira pada Arman."Ayah masih di pantau oleh dokter," jawab Arman."Kita doakan ayah segera sadar." Amar mengusap bahu sang adik."Mas, aku ingin bertemu ayah!" Elvira memandang suaminya. Hendy mengangguk, lalu merangkul bahu sang istri dan membawanya masuk ruang
SEBELUM BERPISAH - Hari yang BeratUsai mandi, Hendy tidak langsung keluar. Dia mengirimkan pesan pada asistennya yang masih di rumah sakit untuk menanyakan kondisi sang mertua. Ketika sudah mendapatkan balasan, Hendy baru keluar menemui istrinya."Sudah selesai?" Hendy menghampiri Elvira yang baru mematikan kompor."Hu um. Mas, mau makan sekarang?""Kita makan sama-sama.""Aku belum mandi.""Makan dulu baru mandi. Karena mas mau ngajak kamu ke luar.""Ke mana?" Elvira heran."Makan dulu, mandi, baru mas kasih tahu." Hendy tersenyum seraya mengambil dua piring di rak. Elvira yang bingung manut saja. Mau diajak ke mana? Biasanya sang suami langsung saja bicara tanpa berteka-teki.Dikarenakan dirinya juga lapar, Elvira pun duduk dan makan. Tapi entah kenapa perasaannya tidak enak. Namun ia tidak banyak bertanya. "Mau tambah lagi nasinya?""Nggak, Mas. Aku dah kenyang. Oh ya, kita mau ke mana?" Tidak sabar juga, akhirnya Elvira bertanya lagi. Perasaannya pun tak enak.Hendy tersenyum,
Lima belas menit kemudian, Herlina baru menyusul. Hendy langsung memesan minum dan mix plater yang berisi kentang goreng dan nugget."Jadi Rizal itu akunmu?" tanpa basa-basi, Hendy langsung bertanya setelah Herlina duduk."Ya. Akhirnya kamu tahu." Tidak ada pilihan selain mengakui. Dia sudah tertangkap basah."Kenapa membuat email dengan nama pria itu? Dia lelaki yang baik. Tega kamu memfitnahnya. Aku kenal Rizal lebih dari yang kamu tahu."Dahi Herlina mengernyit heran. "Dia mantan kekasih istrimu yang sekarang masih terikat hubungan pekerjaan atau bisa juga lebih dari itu."Hendy tidak menanggapi. Sepertinya Herlina belum tahu kalau sudah tiga hari ini Elvira berhenti kerja. "Dari mana kamu mendapatkan foto-foto mereka?""Apa susahnya mendapatkan semua itu. Akun lama Facebook Rizal selalu mengunggah kebersamaan mereka." Herlina kembali penuh percaya diri untuk menutupi ketakutan karena sudah kepergok tadi."Siapa yang kamu bayar untuk mengambil video pertemuan mereka tiga hari yang
Sudah tiga hari ini Elvira menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga. Ada yang aneh dan ia merasa kesepian. Biasa aktif dengan pekerjaan, sekarang menjadi pengangguran. Ah, tidak juga. Di rumah dia masih mendesain setelah Hendy berangkat ke rumah sakit dan selesai beres-beres.Elvira memasak pagi dan sore. Siang sambil mendesain ia menonton televisi. Tidak lagi sibuk dengan media sosialnya. Sudah tiga hari ini ia tidak melihat acara 'live' akunnya Nirvana Elegance. Sebab jujur saja hatinya masih sedih dan merasa kehilangan.[Sepi tanpamu, El.] Ranty mengirimkan pesan. Mungkin meluangkan waktu di sela jam kerjanya. Saat itu baru menunjukkan pukul 10.00.[Nanti kamu akan terbiasa juga, Ran. Tetap semangat, ya. Raih mimpimu.][Bagaimana denganmu?][Aku sedang bahagia menikmati hari-hariku. Awalnya sepi. Tapi kalau ingat calon bayiku, aku kembali bersemangat. Ini keputusanku dan aku nggak akan menyesalinya.][Semua kehilangan karena kamu resign.][Hanya beberapa hari saja dan setelah i
SEBELUM BERPISAH- Ketahuan Hendy menghubungi seseorang usai menerima email, yang mengirim video pertemuan Elvira, Rizal, dan Ranty di sebuah kafe. Ini tidak bisa dibiarkan. Siapa sebenarnya pemilik akun dengan atas nama Rizal itu. Sampai bisa mengambil video saat mereka melakukan pertemuan sore tadi di kafe."Kasih saya waktu dua hari sampai seminggu, Dok. Saya akan menemukan pemiliknya," jawab Ndaru di seberang."Oke, Pak Ndaru. Saya tunggu."Untuk melakukan pencarian seperti ini, Hendy tidak punya waktu untuk mengerjakannya. Dia membayar kembali Ndaru. Sebenarnya ia pun tahu, kalau untuk mengetahui identitas seseorang dari hanya dari email saja, belum tentu akan berhasil. Tapi ia yakin, Ndaru yang sudah berpengalaman mungkin punya cara untuk menemukan siapa pemilik akun itu.Lelaki itu menghela nafas panjang. Elvira memang sudah meminta izin menemui Rizal, Ranty, dan Angel untuk perpisahan mereka. Tapi di video itu Angel tidak ada. Apa yang ditampilkan di video mengusik jiwa Hend
Lelaki itu mengambil ponsel dari saku celana saat ada bunyi notifikasi. Membuka benda itu sambil melangkah di lorong rumah sakit. Kembali ada email masuk yang mengirim foto Elvira dan Rizal. Ketenangannya terusik oleh hal-hal begini. Padahal hubungannya dengan sang istri mulai menghangat belakangan ini. Ia mencurigai Herlina. Dia begitu yakin kalau pelakunya adalah wanita itu. Tidak sulit bagi Herlina untuk mendapatkan foto-foto mereka, entah bagaimana itu caranya.Hendy terus melangkah ke parkiran. Dia tidak akan membiarkan, tapi bukan sekarang. Pasti akan ada waktu yang tepat untuk menegurnya. Kendati mereka masih bertemu setiap hari.Kalau sampai Herlina tahu Elvira berhenti kerja, memang dia membayar orang untuk mencari informasi itu.Sesampainya di rumah, Elvira sudah menyambutnya di depan pintu. Senyum wanita itu merekah, menyembunyikan apa yang terjadi tadi siang. "Aku khawatir Mas pulang malam, padahal aku sudah masak sup iga kesukaan, Mas." "Kalau pulang telat, Mas pasti
"Aku sedih banget. Selama ini kita selalu bersama-sama. Sekolah, kuliah, jalan-jalan, kerja, selalu barengan." Mata Ranty memerah.Elvira tersenyum getir lantas memandang Ranty. "Nggak selamanya selalu bersama, Ran. Tapi kita masih bisa bertemu, berkomunikasi, meski sudah nggak menjadi rekan kerja lagi. "Kalau bukan aku, pasti kamu juga bisa memutuskan hal begini jika ada sesuatu yang membuatmu harus pergi. Dengan Rizal pun sama. Setelah projek selesai, kita pun akan terputus sebagai partner kerja." Elvira memandang Rizal yang saat itu juga memperhatikannya dengan mata yang memerah.Entah ini kesedihan yang ke berapa lagi. Luka dari perempuan yang sama. Dulu dia harus pergi, mulai mengobati hati. Ketika mulai terbiasa, kembali dipertemukan di Jakarta. Dan tuntutan pekerjaan membuat mereka kembali bertemu dan menjadi partner kerja. Rizal kembali terbawa oleh perasaannya yang masih tetap sama. Nyaman dan menjadi lebih bersemangat, meski ia sadar sesadar-sadarnya kalau Elvira itu sudah
SEBELUM BERPISAH - Perpisahan Sore Itu Ketika Elvira dan Ranty hendak bangkit dari duduknya, saat bersamaan pintu ruangan diketuk lalu masuklah Angel. Wanita yang tengah sarat mengandung itu tampak kepayahan. Ranty mengambilkan kursi untuk duduk bosnya."Ada apa, Mbak?" tanya Ranty."Nggak ada apa-apa. Kalian mau nemui Rizal, kan?""Ya," jawab Ranty."Oke. Aku juga pasrah pada kalian berdua tentang renovasi kantor di Sidoarjo."Hening."Ada apa nih, kalian tampak sedih gitu?" Angel memperhatikan Elvira dan Ranty bergantian. Dia merasakan sesuatu yang berbeda.Ranty memandang Elvira. Biarlah Rizal menunggu, tapi ia harus memberitahu bosnya sekarang juga. Siapa tahu Angel bisa membuat Elvira merubah keputusan. "El mau resign, Mbak."Angel terperanjat. Matanya membulat memandang Elvira. "Kenapa resign?"Elvira memberikan alasan persis seperti yang diucapkan pada Ranty baru saja. Bicara dengan tenang, seolah tanpa beban."Mbak mau lahiran, El. Kalau kamu berhenti kerja, siapa lagi yang