Angin kencang menerbangkan ranting kering Maple. Di tengah arena Aaron dan Nacos saling berhadapan. Mereka sama-sama melempar tatapan dingin.Sedang dari kejauhan Marquez memperhatikan dua orang lelaki itu. Bibirnya menyeringai tipis di balik fedora putih yang menutupi kepalanya. Aaron akan tamat hari ini. Nacos si pembantai ulung akan meremukkan tulang-tulang lelaki itu dan mengeluarkan isi perutnya."Apa yang sedang kau pandangi? Kau membuatku jengkel karena harus menunggu!"Bug!Pow!Gbut!Aaron berguling di pasir. Tungkai panjang Nacos bergerak tak terbaca dan terus mengincar wajah pria itu."Matilah kau, Aaron!"Nacos mengangkat kaki kanannya tinggi-tinggi lalu dengan cepat ia mengincar wajah Aaron. Dengan cepat Aaron menangkap kaki panjang Nacos, lantas melemparnya jauh-jauh. Pria itu jatuh tersungkur dan Aaron bergegas bangkit."Ayo lawan aku, Pengecut!"Nacos segera bangkit. Dia membawa tinjunya menyambut tantangan Aaron. Namun kepalan kuat itu segera ditangkap oleh Aaron da
Udara di sekitar bukit semakin dingin. Radiasi dari ranjau yang mulai menguap membuat Jeremy mengantuk. Aaron tampak masih berdiri sambil berpikir. Mereka harus segera meninggalkan tempat ini.Ekor mata Aaron melirik ke arah Jeremy. Ia menyipit heran melihat laki-laki itu tampak diam saja. Apakah Jeremy pingsan akibat kehilangan banyak darah?Bergegas, Aaron menghampirinya. "Jeremy! Jeremy kau kenapa? Bangunlah! Jeremy!"Jeremy diam saja dengan wajahnya yang tampak pucat. Melihat kondisinya, Aaron jadi panik. Dia berusaha membangunkan Jeremy agar tetap terjaga."Jeremy ayo buka matamu!" teriaknya dengan kedua tangan yang mengguncang bahu laki-laki itu.Jeremy tidak merespons. Tubuhnya merosot dan jatuh dengan posisi miring ke tanah. Aaron tercengang."Jeremy!"Di saat ia sedang frustasi, Miranda dan lima unit khusus segera mencapai bukit dengan helikopter. Apa yang terjadi? Ia keheranan melihat kondisi Aaron dan Jeremy."Cepat siapkan pendaratan!" perintah Miranda.Kopilot segera meng
Alexandria Baru. Mobil-mobil hitam melaju beriringan dengan kecepatan standar melintasi jalan kota. Pusat Farmasi Kejiwaan yang sedang mereka tuju.Dua jam yang lalu Marques mendapat telepon jika ibunya mengamuk dan melukai dua orang perawat saat mereka akan melakukan pemeriksaan rutin.Kabar itu membuatnya amat terkejut. Marques segera menunda semua rencana. Dan dengan sesegera mungkin ia memerintah kepada para bawahannya untuk berangkat ke pusat kota.Berita itu sampai pada Aaron. "Jadi, Marques sedang perjalanan menuju Pusat Farmasi Kejiwaan?""Benar, Tuan Muda."Dua orang pria segera mengangguk mendengar pertanyaan Aaron. Mereka merupakan mata-mata yang ditugaskan untuk mematai-matai sepak teerjang Marques dan orang-orangnya.Aaron menoleh ke arah Miranda. Wanta itu mengangguk menanggapi. Kemudian matanya tertuju pada seorang pria yang terbaring di tengah ranjang. Jeremy, dia belum sadarkan diri sejak kemarin."Jadi, kau akan pergi ke markas mereka untuk mencari Luca?"Miranda be
Dua unit helikopter terbang di atas bukit berbatu. Dari sana, Nacos mengincar ke bawah dengan senapan laser. Di mana para bajingan itu? Kenapa Aaron belum juga kelihatan? Sementara itu di perbukitan, Aaron sedang mengintai dari balik batu-batu besar. Sambil memegang senapan, ia mulai bersiaga dari serangan musuh. ["Marques mengirim Jack dan lima unit khusus untuk mencari Anda. Nacos juga ikut bersama mereka. Berhati-hatilah!"] Suara dari earphone di telinga mulai terdengar. Aaron hanya menyimak sambil memegang senapan di tangan. Ekor matanya melirik ke arah semak-semak di seberangnya. Dua orang Sniper mengacungkan ibu jari menanggapi. Mereka hanya tiga orang, tetapi Jack datang bersama dua unit khusus dan juga si pembantai Nacos! Ini tidak begitu buruk mengingat pertempuran terakhir yang melibatkan Jeremy. Bahkan sampai saat ini sang asisten masih belum siuman. Mengingat nasib Jeremy, Aaron melirik ke arah dua orang Sniper. Sepertinya mereka bisa diandalkan. Namun, m
Mansion Tuan Fortman pukul delapan malam. Terdengar gelak tawa seorang pria yang amat cetar dari arah ruang pertemuan. Sementara dua orang bodyguard tampak sedang derdiri di depan pintu ruangan tersebut."Jadi, kau berhasil menghabisi Aaron?""Benar, Tuan!""Hahaha! Jadi, di mana mayat bajingan itu? Kenapa kau tidak menyeretnya padaku?"Tawa Jack dan dua orang anak buahnya dihentikan seketika saat tangan Marques menyambar rahangnya dengan sekali tangkap. Pria itu sedang menatap dengan amat tajam."Di mana Aaron dan Nacos?"Marques kembali bertanya. Matanya yang bulat mengincar wajah ketakutan Jack. Ia mencengkeram rahang pria itu semakin kuat.Aaron sudah tewas. Begitu kabar yang disampaikan oleh Jack padanya. Jelas saja Marques tidak mudah percaya. Bahkan mereka tidak membawa buktinya. Juga Nacos yang ikutan hilang."Kau mau coba-coba menipuku, hah?! Dasar kutu busuk!"Brak!Meja kaca di ruangan itu pecah berserakan setelah diterjang oleh Jack. Sial! Marques sangat marah sampai melem
Matahari mulai terbit dari ufuk timur. Sinar jingganya menerobos dahan-dahan maple di sekitar hutan. Mobil-mobil hitam melaju denga kecepatan tinggi menyusuri jalan di kaki gunung.Di dalam super car warna biru metalik yang berada di barisan paling depan, Marques tampak duduk dengan santai.Hutan pinus masih diselimuti oleh kabut tebal. Laut terlihat tenang di pagi hari. Juga kapal-kapal nelayan yang sudah bersiap untuk berlayar.Semua pemandangan itu dilihatnya dari kaca mobil. Bibirnya menyeringai tipis tanpa sebab. Bukankah Aaron masih belum ada kabar? Bisa saja Nacos sudah menjalankan tugasnya dengan baik kali ini. Maka sudah sepatutnya dia memberi kejutan pada Aaron. Kejutan yang akan membuatnya Dejavu ke masa lalu.Mobil-mobil itu terus melaju melintasi jalan di sekitar laut dan gunung. Tebing-tebing putih tampak berkilau diterpa sinar jingga yang tak sabaran menuju langit.Sementara itu di gua. Aaron tampak sedang bersiap-siap. Pagi ini juga ia harus ke kota untuk mengejutkan
Dua unit helikopter terbang di atas langit. Sementara di jalan sepanjang perbukitan tampak mobil off-road putih yang sedang melaju dengan kecpatan tinggi."Target terlihat di kaki gunung. Cepat amankan!"Seorang pria berpakaian seperti tentara sedang menghubungi seseorang lewat monitor di tangan. Kacamata hitam dan topi dengan warna senada menyamarkan wajahnya.Mereka ada empat orang. Semuanya berasal dari Tim Satuan Khusus yang ditugaskan oleh Marquez untuk mencari Aaron dan Nacos. Senapan laser di tangan siap membidik target dengan kecepatan kurang lebih 300-500 m/s. Mata mereka mengincar mobil putih yang sedang melaju di sepanjang jalan perbukitan."No! Bukankah itu Tuan Nacos?"Mereka saling pandang saat Ketua Tim mengatakan hal yang juga ingin mereka tanyakan. Kenapa Nacos bersama Aaron? Bahkan pria itu tidak seperti sedang bermusuhan dengan target."Kita tak bisa tembak sekarang. Bisa fatal jika Tuan Marquez mengetahui hal ini. Baiknya melapor ke Markas lebih dulu."Pria itu me
Pusat Kejiwaan San Alexandria.Marisa baru saja mencetak tanda tangan di depan dewan kedokteran pihak rumah sakit. Menurut hasil tes yang dilakukan secara berkala, kondisi mentalnya mulai pulih.Oleh karena itu, Marisa dinyatakan sudah sehat dan dibolehkan untuk meninggalkan rumah sakit. Dokter Toni dan dua orang rekannya saling pandang saat melihat langkah wanita itu menuju mobil."Kurasa dia masih gila. Kenapa para dewan kedokteran membiarkan dia pulang?" Dokter Toni berkata dengan tatapan sebal pada Marisa. Satu orang rekannya segera mengangguk, "Kau benar! Wanita itu bukan hanya gila tapi juga sakit mental dan psikopat!""Dia juga agak mesum!"Dokter Toni dan rekannya menoleh ke arah satu orang yang baru saja ikut berkomentar tentang kondisi kejiwaan Marisa.Pria itu bernama Edoardo Lucas. Dia bekerja di Pusat Kejiwaan sebagian petugas kebersihan. Lantas, apa dia punya hak untuk ikut nimbrung obrolan para dokter? Jelas mereka jadi heran.Edoardo tersenyum garing menanggapi wajah
"Jadi, kau bekerja sebagai pria bayaran?"Miranda geleng-geleng sambil tersenyum remeh. Dia dan Eve sedang berada di suatu kafe yang cukup jauh dari area pemakaman.Miranda yang mengajak Eve meninggalkan lokasi terjadinya kebakaran mobil. Kemunculan beberapa mobil polisi membuatnya sangat panik. Dia tak mau sampai mereka melihatnya.Eve tampak kesal melihat sikap Miranda menilainya. Dia memang bekerja sebagai gigolo, tapi dia bukan laki-laki murahan seperti yang wanita itu pikirkan."Aku butuh uang untuk pengobatan adikku."Senyuman di wajah itu memudar kala mendengar ucapan Eve. Miranda mengangkat kedua matanya menatap wajah pria di depannya. Eve memasang wajah jengah. Ia lantas melanjutkan, "Adikku baru berusia delapan tahun. Dia mengidap kanker otak.""Apa?" Miranda sangat terkejut. Eve hanya menagguk pelan menanggapi."Hm, maafkan aku." Miranda berkata lagi. Ia merasa tak enak hati pada Eve.Pria itu tersenyum tipis. "Maaf untuk apa? Orang sepertiku sudah terbiasa direndahkan."
"Jadi, kau bekerja sebagai pria bayaran?"Miranda geleng-geleng sambil tersenyum remeh. Dia dan Eve sedang berada di suatu kafe yang cukup jauh dari area pemakaman.Miranda yang mengajak Eve meninggalkan lokasi terjadinya kebakaran mobil. Kemunculan beberapa mobil polisi membuatnya sangat panik. Dia tak mau sampai mereka melihatnya.Eve tampak kesal melihat sikap Miranda menilainya. Dia memang bekerja sebagai gigolo, tapi dia bukan laki-laki murahan seperti yang wanita itu pikirkan."Aku butuh uang untuk pengobatan adikku."Senyuman di wajah itu memudar kala mendengar ucapan Eve. Miranda mengangkat kedua matanya menatap wajah pria di depannya. Eve memasang wajah jengah. Ia lantas melanjutkan, "Adikku baru berusia delapan tahun. Dia mengidap kanker otak.""Apa?" Miranda sangat terkejut. Eve hanya menagguk pelan menanggapi."Hm, maafkan aku." Miranda berkata lagi. Ia merasa tak enak hati pada Eve.Pria itu tersenyum tipis. "Maaf untuk apa? Orang sepertiku sudah terbiasa direndahkan."
"Tuan Foster memiliki aset kekayaan sekitar 780 Triliun dolar. Diantaranya tiga pulau di Provinsi Salvador dan sepuluh rumah sakit di San Alexandria Baru. Selebihnya beberapa perusahaan yang bergerak di bidang properti dan Farmasi. Juga beberapa bungalow di Swedia Baru."Marisa dan Marquez saling pandang mendengar penuturan Louis tentang kekayaan Tuan Foster. Gila! Harta sebanyak itu, entah bagaimana cara mengelolanya.Melihat tampang dua orang di depannya itu, Louis tersenyum tipis lalu melanjutkan, "Setelah Tuan Foster tiada, mungkin semua aset kekayaannya akan disumbangkan ke panti-panti sosial karena tak ada yang mengelola.""Apa?"Marisa dan Marquez terkejut bersamaan mendengar ucapan Louis. Warisan sebanyak itu mau disumbangkan? Enak saja!"Hei, bukankah Tuan Foster masih punya seorang pawaris?" Marisa segera mengajukan pertanyaan yang memang sudah bersarang di benaknya dan juga Marquez. Dia tak sabaran menunggu tanggapan Louis. Dia harus segera tahu siapa pewaris Tuan Foster.
Eve berusaha memecahkan kaca depan mobil dengan sebuah batu yang cukup besar. Usahanya tak sia-sia. Kaca mobil pecah setelah ia menghantam dengan batu tersebut."Cepat keluar!"Pria itu berteriak sambil mengulurkan tangan pada wanita yang masih terjebak di dalam mobil. Miranda menatapnya dengan sendu. Eve tak peduli. Setelah ia berhasil menggapai lengan wanita itu, dia langsung menarik Miranda keluar dari mobil.Duar!Ledakan besar membuat Eve dan Miranda terpental cukup jauh. Keduanya berguling-guling di rerumputan. "Kau baik-baik saja?" Eve bertanya pada wanita yang berada di bawahnya saat ini. Matanya mengincar wajah cantik yang juga sedang menatapnya. Ini pertemuan mereka kedua kalinya. Eve terpana akan kecantikan Miranda."Menyingkirlah!"Perkataan Miranda sungguh di luar perkiraan. Dengan kasar wanita itu menepis Eve darinya. Miranda bergegas bangkit dan segera melihat ke arah semak-semak di mana mobil Luca berada.Oh, tidak!Off-road putih itu sudah dilahap oleh api. Mirand
Salvador Timur. Kediaman Tuan Anthony Hernandez pagi hari."Tuan Muda sudah siuman!"Casandra yang sedang berbincang dengan seorang dokter sangat terkejut saat Andreas menyampaikan kabar itu. Ia segera menoleh ke arah ranjang luas di mana putranya berbaring."Dave!"Langkah kecil itu segera terayun menuju laki-laki yang sedang dikelilingi oleh para asisten. Casandra tersenyum senang melihat Dave sudah sadarkan diri.Tadi pagi-pagi sekali Andreas menemukan Dave yang tergolek tak sadarkan diri di kamarnya. Dia pingsan. Casandra yang terkejut sampai menjatuhkan cangkir teh yang sedang ia pegang, lantas lengsung berlari ke kamar Dave."Syukurlah kau sudah sadar," lirih Casandra. Wanita itu menyeka bulir bening yang terjun di kedua pipinya.Dave menatap semua orang dengan wajah kebingungan. "Apa yang terjadi?""Anda pingsan. Dokter mengatakan, Anda mengalami dehidrasi," jawab Andreas mendahului Casandra.Dave masih tampak lingllung. "Dehidrasi?"Casandra mengangguk sambil tersenyum. "Janga
Malam itu sedang turun salju di Salvador Timur. Dave terbaring di tengah ranjang pada suatu kamar yang luas dan mewah. Di alam bawah sadar ia bermimpi melihat banyak kejadian yang mengerikan.'Lepaskan aku!''Aku tidak gila!''Jesica!''Tamat riwayat mu, Aaron!'Duar!Duar!Duar!Dave tersentak dari semua mimpi itu. Ia bangkit mengambil posisi duduk di tengah ranjang. Nafasnya terengah-engah dengan penuh dingin yang membasahi sekujur tubuh.Apa itu tadi?Apa itu bayangan masa lalunya?Mengerikan sekali!Dia berusaha tenang dan mengambil alih kendali penuh akan dirinya. Dave segera beringsut dari ranjang. Dibawanya tubuh tinggi kekar itu menuju tepi garis jendela.Butiran putih masih berjatuhan dari langit. Angin kencang menggoyangkan dahan-dahan Jacaranda di samping jendela. Dave termenung di sana dengan perasaan yang tidak karuan.'Dave Leonard Hernandez, kau putraku.'Senyuman Anthony tiba-tiba muncul di tengah kemelut yang terjadi dalam benaknya. Apa benar yang dikatakan orang yang
Salvador Timur"Dave!""Di mana putraku?!""Dave!"Seorang wanita tampak sedang mengamuk di sebuah kamar yang berada di mansion mewah. Itu kediaman Anthony. Dan wanita itu merupakan istrinya yang bernama Casandra.Dua orang dokter tampak kewalahan menangani wanita itu. Casandra mengalami gangguan jiwa setelah melihat mayat putranya. Anthony sangat prihatin melihat kondisi sang istri.Casandra tak mau menerima jika Dave sudah tiada. Oleh karena itu, Anthony membawa laki-laki yang mereka temukan di laut ke rumahnya malam ini."Nyonya, tenangkan diri Anda!""Dave!"Dua orang perawat masing-masing memegangi lengan Casandra. Dokter kejiwaan akan segera memberinya suntikan penenang. Hanya itu yang bisa membuat Casandra tertidur."Hentikan! Jangan suntik!"Suara bariton Anthony mengejutkan mereka semua. Para dokter dan perawat segera menoleh serempak ke arah pria yang sedang berjalan dari arah pintu kamar."Hentikan, Dokter! Jangan kau berikan suntikan itu lagi padanya," ujar Anthony dengan
Farmasi San Alexandria Baru pukul enam sore."Tuan Marquez sudah melewati masa kritisnya. Kami akan segera memindahkannya ke ruang rawat inap VIP."Marisa mengangguk lega setelah mendengar ucapan para dokter. Mereka segera pergi setelah ia mengibaskan tangan."Apa kalian sudah temukan wanita itu?"Dua orang bodyguard saling pandang mendengar pertanyaan Marisa. Kediaman mereka membuat wanita itu muak. Dia segera memutar tubuhnya dan melempar tatapan yang tajam."Apa kalian tuli?!""Maafkan kami, Nyonya! Kami memang belum temukan Nona Miranda, tapi kami masih mencarinya," jawab seorang bodyguard dengan gugup.Marisa mendengus kesal. Dia segera maju dan langsung menyambar kerah jas pria di depannya. Matanya menatap dengan tajam."Wanita itu nyaris saja membuat putraku tewas! Aku ingin kalian segera temukan Miranda lalu seret dia ke depanku!" teriaknya ke wajah pria itu.Sang bodyguard dibuat gemetar ketakutan. "Baik, Nyonya.""Enyahlah!"Dengan kasar Marisa melempar pria itu. Satu rekann
Duar!Suara letupan sebuah tembakan terdengar cetar di seluruh kastil pagi-pagi buta. Dua orang penjaga yang sedang bertugas dibuat sangat terkejut. Sementara Marisa masih berada dalam pelukan Eve di kamarnya."Suaranya dari kamar Tuan Muda!""Ayo periksa!"Para penjaga segera menaiki anak tangga menuju kamar Marquez. Suara kegaduhan itu sampai ke telinga Eve. Ia turut terjaga dari tidurnya. Ada apa ribut-ribut?Ekor matanya melirik ke arah wanita paruh baya yang sedang terlelap di bawah ketiak. Eve geleng-geleng. Dengan wajah jengah ia menyingkirkan tangan Marisa dari tubuhnya.Sial!Wanita tua itu benar-benar gila!Marisa tak membiarkan dia tidur sepanjang malam. Dan wanita itu terus menyebut nama pria lain di sela permainan panas mereka.Aaron. Entah siapa pria yang Marisa gaungkan di tengah gairahnya yang panas. Eve tidak peduli. Setelah berpakaian lengkap ia segera meninggalkan kamar Marisa.Di sisi lain, Miranda baru saja berhasil keluar dari kamar Marquez. Dengan tergesa-gesa