Mansion Tuan Fortman pukul delapan malam. Terdengar gelak tawa seorang pria yang amat cetar dari arah ruang pertemuan. Sementara dua orang bodyguard tampak sedang derdiri di depan pintu ruangan tersebut."Jadi, kau berhasil menghabisi Aaron?""Benar, Tuan!""Hahaha! Jadi, di mana mayat bajingan itu? Kenapa kau tidak menyeretnya padaku?"Tawa Jack dan dua orang anak buahnya dihentikan seketika saat tangan Marques menyambar rahangnya dengan sekali tangkap. Pria itu sedang menatap dengan amat tajam."Di mana Aaron dan Nacos?"Marques kembali bertanya. Matanya yang bulat mengincar wajah ketakutan Jack. Ia mencengkeram rahang pria itu semakin kuat.Aaron sudah tewas. Begitu kabar yang disampaikan oleh Jack padanya. Jelas saja Marques tidak mudah percaya. Bahkan mereka tidak membawa buktinya. Juga Nacos yang ikutan hilang."Kau mau coba-coba menipuku, hah?! Dasar kutu busuk!"Brak!Meja kaca di ruangan itu pecah berserakan setelah diterjang oleh Jack. Sial! Marques sangat marah sampai melem
Matahari mulai terbit dari ufuk timur. Sinar jingganya menerobos dahan-dahan maple di sekitar hutan. Mobil-mobil hitam melaju denga kecepatan tinggi menyusuri jalan di kaki gunung.Di dalam super car warna biru metalik yang berada di barisan paling depan, Marques tampak duduk dengan santai.Hutan pinus masih diselimuti oleh kabut tebal. Laut terlihat tenang di pagi hari. Juga kapal-kapal nelayan yang sudah bersiap untuk berlayar.Semua pemandangan itu dilihatnya dari kaca mobil. Bibirnya menyeringai tipis tanpa sebab. Bukankah Aaron masih belum ada kabar? Bisa saja Nacos sudah menjalankan tugasnya dengan baik kali ini. Maka sudah sepatutnya dia memberi kejutan pada Aaron. Kejutan yang akan membuatnya Dejavu ke masa lalu.Mobil-mobil itu terus melaju melintasi jalan di sekitar laut dan gunung. Tebing-tebing putih tampak berkilau diterpa sinar jingga yang tak sabaran menuju langit.Sementara itu di gua. Aaron tampak sedang bersiap-siap. Pagi ini juga ia harus ke kota untuk mengejutkan
Pasien rumah sakit jiwa teramat tampan. Para dokter dan perawat langsung jatuh cinta padanya!! Pemuda yang dinyatakan gila telah kembali dengan puluhan bodyguard dan mobil mewah. Kedatangannya mengejutkan seluruh rakyat San Alexandria Baru. Apa yang sudah terjadi padanya selama tiga tahun menghilang? Dia membawa banyak uang dan akan membeli kota! ________________________ "Lepaskan aku! Aku tidak gila!" Di suatu ruangan dengan pencahayaan yang remang, seorang pria terus berteriak. Kedua tangan dan kakinya dipasangi rantai. Baju yang melekat di tubuh sudah compang-camping. Rambutnya gondrong dan kusut. Bulu-bulu halus tumbuh di sekitar wajah yang tidak terawat. Kotor dan kumal, seperti orang yang tak pernah mandi. Aaron de Fortman, keadaanya sungguh memprihatinkan. "Hei, orang-orang sialan! Cepat lepaskan aku! Bajingan kalian semua!" teriak Aaron lagi. Rantai di tangan dan kakinya turut menimbulkan suara akibat dia berusaha melepaskan diri. "Heh, bisa diam t
Marisa melempar senyum manis pada Aaron. Dengan telunjuk ia menyentuh dagu lancip pemuda itu. Matanya menatap liar seolah amat menginginkan dia. "Semua belum terlambat jika kau mau menjadi budakku," desisnya ke wajah Aaron. Pria itu menatap dengan mata terbakar. "Aku tak sudi!" Senyum di wajah Marisa memudar seketika. Matanya menatap nyalang pada Aaron. "Dasar keras kepala! Membusuk lah kau di tempat ini!" berangnya lantas pergi. Marquez yang menyimak menoleh satu kali ke punggung ibunya. lantas dia menaikan sudut bibirnya saat menatap pada Aaron. "Baiklah Young Master Fortman yang terhormat, selamat malam!" cibirnya lantas pergi. Aaron mendengus kesal mendengar gelak tawa para bajingan itu di ujung lorong. Tiga tahun terkurung di ruangan membosankan ini, sungguh tak patut dialami oleh pewaris keluarga Fortman yang lebih tersohor daripada seorang selebriti. Hawa dingin menusuk tulang menjelang pagi membuat tubuhnya menggigil. Dia membutuhkan selimut bulu tebal untuk melindun
Angin pagi bertiup dengan kencang. Daun-daun maple berjatuhan di tepi sungai beku.Tiga tahun yang lalu, itu waktu yang begitu singkat baginya. Juga memiliki banyak kenangan.Aaron membuka mata. Sepasang iris hijau terang memancar dengan sempurna. Dipandanginya dari balik langit-langit kaca yang buram. Hujan salju kembali turun."Aku sangat mencintaimu! Aku sudah tidak sabar menunggu hari pernikahan kita."Hawa dingin yang ditimbulkan, juga salju putih yang lembut membuatnya teringat pada gadisnya."Aku pun sangat mencintaimu. Sama seperti mu, aku tidak sabaran menunggu hari pernikahan kita."Jesica tersenyum membalas tatapannya kala itu. Senyuman yang begitu manis. Siapa sangka di sela indahnya harapan dan mimpi mereka itu, hal yang mengerikan harus terjadi."Aaron, aku bukan milikmu lagi! Aku kehilangan segalanya! Aku tak mau hidup lagi!" Jesica bicara dengan suaranya yang serak. Juga matanya yang sembab.Selama tiga tahun ia mengenal gadis itu, ini untuk pertama kalinya Aaron meli
"Menyingkir kalian! Biarkan saya masuk!""Di mana Tuan Muda Fortman kalian sekap?!""Serahkan dia pada saya!"Suara ricuh di ujung lorong mengembalikan kewarasan Aaron. Ia tersadar dari semua bayangan masa lalunya.Iris biru terang itu mencari-cari ke sekitar. Sepertinya ia kenal dengan suara laki-laki yang berteriak pada para penjaga di ujung lorong. Bukankah dia Jeremy?Sementara itu di ujung lorong sedang terjadi perdebatan hebat antara seorang laki-laki dengan tiga orang penjaga. Laki-laki itu datang dengan membawa berkas-berkas penting dalam kopernya.Jeremy merupakan pria asal Selatan yang sudah bekerja puluhan tahun melayani keluarga Fortman sebagai sekretaris sekaligus pengacara Tuan Fortman. Setelah Tuan Besar Fortman meninggal, semua hak waris jatuh pada putra tunggalnya yaitu Aaron de Fortman. Sayangnya, di hari penyerahan hak waris di pengadilan pusat, Jeremy tidak melihat Aaron sama sekali.Dia curiga jika Marisa dan Marquez sudah melakukan sesuatu pada Tuan Muda Fortman
Terik sang mentari petang itu cukup panas. Sinar jingganya menerobos dari sela-sela daun pinus yang tipis. Perlahan Aaron membuka matanya. Ia terkejut mendapati tubuhnya yang sedang tergolek di antara semak-semak jurang."Ah, di mana aku?"Berangsur-angsur laki-laki itu menyeret tubuh ringkihnya guna berusaha bangkit. Di sela rasa haus dan kepayahan, Aaron mengingat insiden yang baru saja terjadi padanya.Marquez, di mana laki-laki itu?Bukankah mereka menaiki mobil yang sama?Aaron tak mampu mengingat banyak hal. Termasuk ledakan dahsyat yang terjadi. Dia hanya ingat saat mobil itu terperosok lalu terjun ke jurang.Dalam hati, Aaron mencemaskan Marquez. Meski mereka hanya saudara tiri dan tidak pernah akur, tapi dia masih punya nurani terhadap laki-laki menyebalkan itu."Marquez, aku harus mencarinya!"Aaron berusaha bangkit sambil bertumpu ke pepohonan di sekitar. Ia berjalan dengan terpincang-pincang. Matanya memindai ke sekitar hutan."Marquez!"Dari balik sebuah pohon besar, Marq
Suara baling-baling helikoter masih terdengar di telinga Aaron. Juga situasinya saat itu. Kilas balik masa lalu membuatnya mengantuk.Salju putih berjatuhan di langit memenuhi atap kaca. Hawa dingin menusuk ke tulang di sela pakaian basah yang berbau busuk. Dari ujung lorong yang remang terlihat langkah seorang laki-laki."Dasar gila! Dia bahkan masih bisa tidur pulas di dalam penjara busuk ini," desis Marquez sambil menutupi hidungnya menggunakan sapu tangan.Cuaca yang lembab membuat aroma busuk yang tercium dari dalam penjara itu semakin menyengat. Sementara laki-laki yang dikurung di dalam sana malah sedang enak tidur. Jelas saja dia jadi kesal.Dua orang penjaga segera menghampiri laki-laki dengan mantel bulu tebal yang sedang berdiri memandangi si tahanan."Selamat malam, Tuan Marquez." Mereka menyapa dengan sopan.Marquez cuma melirik sesaat ke arah dua orang penjaga itu, lantas matanya kembali menatap pada laki-laki lusuh yang terikat rantai berkarat di dalam penjara."Apa kal
Matahari mulai terbit dari ufuk timur. Sinar jingganya menerobos dahan-dahan maple di sekitar hutan. Mobil-mobil hitam melaju denga kecepatan tinggi menyusuri jalan di kaki gunung.Di dalam super car warna biru metalik yang berada di barisan paling depan, Marques tampak duduk dengan santai.Hutan pinus masih diselimuti oleh kabut tebal. Laut terlihat tenang di pagi hari. Juga kapal-kapal nelayan yang sudah bersiap untuk berlayar.Semua pemandangan itu dilihatnya dari kaca mobil. Bibirnya menyeringai tipis tanpa sebab. Bukankah Aaron masih belum ada kabar? Bisa saja Nacos sudah menjalankan tugasnya dengan baik kali ini. Maka sudah sepatutnya dia memberi kejutan pada Aaron. Kejutan yang akan membuatnya Dejavu ke masa lalu.Mobil-mobil itu terus melaju melintasi jalan di sekitar laut dan gunung. Tebing-tebing putih tampak berkilau diterpa sinar jingga yang tak sabaran menuju langit.Sementara itu di gua. Aaron tampak sedang bersiap-siap. Pagi ini juga ia harus ke kota untuk mengejutkan
Mansion Tuan Fortman pukul delapan malam. Terdengar gelak tawa seorang pria yang amat cetar dari arah ruang pertemuan. Sementara dua orang bodyguard tampak sedang derdiri di depan pintu ruangan tersebut."Jadi, kau berhasil menghabisi Aaron?""Benar, Tuan!""Hahaha! Jadi, di mana mayat bajingan itu? Kenapa kau tidak menyeretnya padaku?"Tawa Jack dan dua orang anak buahnya dihentikan seketika saat tangan Marques menyambar rahangnya dengan sekali tangkap. Pria itu sedang menatap dengan amat tajam."Di mana Aaron dan Nacos?"Marques kembali bertanya. Matanya yang bulat mengincar wajah ketakutan Jack. Ia mencengkeram rahang pria itu semakin kuat.Aaron sudah tewas. Begitu kabar yang disampaikan oleh Jack padanya. Jelas saja Marques tidak mudah percaya. Bahkan mereka tidak membawa buktinya. Juga Nacos yang ikutan hilang."Kau mau coba-coba menipuku, hah?! Dasar kutu busuk!"Brak!Meja kaca di ruangan itu pecah berserakan setelah diterjang oleh Jack. Sial! Marques sangat marah sampai melem
Dua unit helikopter terbang di atas bukit berbatu. Dari sana, Nacos mengincar ke bawah dengan senapan laser. Di mana para bajingan itu? Kenapa Aaron belum juga kelihatan? Sementara itu di perbukitan, Aaron sedang mengintai dari balik batu-batu besar. Sambil memegang senapan, ia mulai bersiaga dari serangan musuh. ["Marques mengirim Jack dan lima unit khusus untuk mencari Anda. Nacos juga ikut bersama mereka. Berhati-hatilah!"] Suara dari earphone di telinga mulai terdengar. Aaron hanya menyimak sambil memegang senapan di tangan. Ekor matanya melirik ke arah semak-semak di seberangnya. Dua orang Sniper mengacungkan ibu jari menanggapi. Mereka hanya tiga orang, tetapi Jack datang bersama dua unit khusus dan juga si pembantai Nacos! Ini tidak begitu buruk mengingat pertempuran terakhir yang melibatkan Jeremy. Bahkan sampai saat ini sang asisten masih belum siuman. Mengingat nasib Jeremy, Aaron melirik ke arah dua orang Sniper. Sepertinya mereka bisa diandalkan. Namun, m
Alexandria Baru. Mobil-mobil hitam melaju beriringan dengan kecepatan standar melintasi jalan kota. Pusat Farmasi Kejiwaan yang sedang mereka tuju.Dua jam yang lalu Marques mendapat telepon jika ibunya mengamuk dan melukai dua orang perawat saat mereka akan melakukan pemeriksaan rutin.Kabar itu membuatnya amat terkejut. Marques segera menunda semua rencana. Dan dengan sesegera mungkin ia memerintah kepada para bawahannya untuk berangkat ke pusat kota.Berita itu sampai pada Aaron. "Jadi, Marques sedang perjalanan menuju Pusat Farmasi Kejiwaan?""Benar, Tuan Muda."Dua orang pria segera mengangguk mendengar pertanyaan Aaron. Mereka merupakan mata-mata yang ditugaskan untuk mematai-matai sepak teerjang Marques dan orang-orangnya.Aaron menoleh ke arah Miranda. Wanta itu mengangguk menanggapi. Kemudian matanya tertuju pada seorang pria yang terbaring di tengah ranjang. Jeremy, dia belum sadarkan diri sejak kemarin."Jadi, kau akan pergi ke markas mereka untuk mencari Luca?"Miranda be
Udara di sekitar bukit semakin dingin. Radiasi dari ranjau yang mulai menguap membuat Jeremy mengantuk. Aaron tampak masih berdiri sambil berpikir. Mereka harus segera meninggalkan tempat ini.Ekor mata Aaron melirik ke arah Jeremy. Ia menyipit heran melihat laki-laki itu tampak diam saja. Apakah Jeremy pingsan akibat kehilangan banyak darah?Bergegas, Aaron menghampirinya. "Jeremy! Jeremy kau kenapa? Bangunlah! Jeremy!"Jeremy diam saja dengan wajahnya yang tampak pucat. Melihat kondisinya, Aaron jadi panik. Dia berusaha membangunkan Jeremy agar tetap terjaga."Jeremy ayo buka matamu!" teriaknya dengan kedua tangan yang mengguncang bahu laki-laki itu.Jeremy tidak merespons. Tubuhnya merosot dan jatuh dengan posisi miring ke tanah. Aaron tercengang."Jeremy!"Di saat ia sedang frustasi, Miranda dan lima unit khusus segera mencapai bukit dengan helikopter. Apa yang terjadi? Ia keheranan melihat kondisi Aaron dan Jeremy."Cepat siapkan pendaratan!" perintah Miranda.Kopilot segera meng
Angin kencang menerbangkan ranting kering Maple. Di tengah arena Aaron dan Nacos saling berhadapan. Mereka sama-sama melempar tatapan dingin.Sedang dari kejauhan Marquez memperhatikan dua orang lelaki itu. Bibirnya menyeringai tipis di balik fedora putih yang menutupi kepalanya. Aaron akan tamat hari ini. Nacos si pembantai ulung akan meremukkan tulang-tulang lelaki itu dan mengeluarkan isi perutnya."Apa yang sedang kau pandangi? Kau membuatku jengkel karena harus menunggu!"Bug!Pow!Gbut!Aaron berguling di pasir. Tungkai panjang Nacos bergerak tak terbaca dan terus mengincar wajah pria itu."Matilah kau, Aaron!"Nacos mengangkat kaki kanannya tinggi-tinggi lalu dengan cepat ia mengincar wajah Aaron. Dengan cepat Aaron menangkap kaki panjang Nacos, lantas melemparnya jauh-jauh. Pria itu jatuh tersungkur dan Aaron bergegas bangkit."Ayo lawan aku, Pengecut!"Nacos segera bangkit. Dia membawa tinjunya menyambut tantangan Aaron. Namun kepalan kuat itu segera ditangkap oleh Aaron da
Sinar jingga sudah setinggi kepala orang dewasa. Di pelataran luas yang menyerupai area pacuan kuda, orang-orang sedang berkumpul.Marquez berjalan memasuki arena tersebut sambil memegang pecut di tangannya. Dia melihat ke sekeliling. Orang-orang bersorak sambil bertepuk tangan.Bibir tebal itu membentuk suatu lengkungan di sudutnya. Rupanya mereka sudah tidak sabaran ingin melihat atraksi hari ini."Hei, semuanya! Dengarkan aku baik-baik! Ada seekor banteng raksasa yang aku kurung di sana!" Marquez menunjuk ke arah pintu warna merah yang berada di sekitar area.Semua orang menoleh ke arah tempat yang Marquez tunjuk. Kemudian mereka kembali menatap ke arah laki-laki dengan stelan jas putih yang kini berdiri di tengah arena.Marquez menyeringai tipis lalu melanjutkan, "Hewan buas itu akan keluar jika pintunya dibuka! Dia yang sedang mengamuk akan menerjang apa saja di depannya!"Semua orang merinding mendengar ucapan Marquez. Mata mereka kembali menoleh ke arah pintu warna merah di sek
Pagi yang dingin di penghujung musim salju. Bongkahan es mulai meleleh diterpa sinar jingga yang muncul dengan pongah dari ufuk timur. Ikan kecil berwarna tampak berenang menuju penghulu sungai yang mulai mencair. Hawa dingin tidak lagi mereka hiraukan.Di rumah sakit jiwa tempat di mana Marisa dirawat. Terdengar suara gaduh dari sebuah ruang rawat VIP. Itu pasien kelas berat yang sedang mengamuk."Aku tidak mau makan! Aku butuh Aaron! Bawa dia padaku!"Marquez cuma tersenyum getir melihat kondisi ibunya. Wanita itu sudah tidak waras. Entah apa yang terjadi. Marisa terus meminta untuk membawakan Aaron."Aku akan bawakan dia padamu, tapi hanya kepalanya saja. Kau dengar itu?" Marisa menanggapi dengan mata melotot merah saat Marquez berbisik ke depan wajahnya. Maka dengan kesal dia segera menyambar kerah jas laki-laki itu."Cepat bawa dia padaku! Aku mau Aaron ku!"Plaak!Dokter Jacob dan dua orang perawat dibuat sangat tercengang melihat apa yang terjadi.Marquez, lelaki itu menampar
Langkah sepasang pantofel hitam mengkilat terayun memasuki sebuah kamar yang berada di paling sudut kastil.Bibir tebal laki-laki itu menyeringai tipis saat matanya menangkap sosok yang sedang tergolek tak berdaya di tengah ranjang.Itu Miranda, dokter kejiwaan yang katanya sedang membantu Aaron bersama Jeremy dan tim para detektif swasta.Marquez segera maju menuju seonggok tubuh yang masih belum sadarkan diri di depan matanya kini.Miranda memiliki postur tubuh yang langsing dan proporsional. Dia lebih pantas berjalan di atas catwalk daripada memainkan jarum suntik di rumah sakit jiwa."Hei, kenapa kau memiliki wajah yang bisa membangunkan adik kecilku?"Marquez berdiri di samping ranjang. Matanya membidik wajah wanita yang terbaring di depannya. Ia benar-benar tercengang.Wajah Miranda teramat mirip dengan Jesica. Mereka sulit untuk dibedakan bagai pinang dibelah dua.Kendati demikian, ini bukan waktu yang tepat untuk mengagumi wajah cantik itu. Aaron akan segera datang jika dia ti