Share

BAB 49

Penulis: irma_nur_kumala
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-03 20:49:41

Abigail baru menyadari hari sudah gelap saat dia keluar dari kamar dan berdiri di depan pintu mansion pribadi Lucca.

"Kau tidak boleh berada di sini!" ucap Serafine yang mencegatnya.

"Aku ingin bertemu dengannya."

"Dia sedang beristirahat."

"Sebentar saja, please. Aku tidak bisa membiarkan Bellatrix berada di ruang bawah tanah seperti itu."

Serafine menatapnya heran, "Dia memang pantas mendapatkannya. Kau tidak perlu terlalu besar kepala. Tuan Lucca tidak pernah suka dengan kekacauan seperti yang Bellatrix lakukan. Kebetulan saja saat Tuan datang ke sana, kejadian itu sedang terjadi."

"Tapi tetap saja—" Abigail meremas tangannya sendiri. "Aku harus berbicara dengan Lucca."

"Pergilah!!" Serafine mengusirnya. "Aku akan menyampaikan ke Tuan Lucca kalau kau ingin bicara nanti."

Abigail terdiam sesaat lalu mengatupkan bibir dan mengangguk. "Baiklah."

"Jangan terus paksakaan keberuntunganmu, Abigail. Kau bisa mendapatkan masalah nantinya. Lebih baik kau pikirkan hidupmu sendiri bukannya ter
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Widi
kenapa Abi terlalu lemah ....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 50

    Lucca memukul meja conter dengan kepalan tangannya dan tatapan bengis membuat Abigail mundur."Maaf.""Jaga batasanmu!!" desisnya. "Kau tidak bisa mengaturku di dalam mansionku sendiri!"Abigail menundukkan pandangan, tidak mau menatap Lucca yang marah."Aku pergi menemuimu tadi untuk memberitahukan kalau Ibu Riley sudah bebas dan mendapatkan psikiater pribadi sementara adiknya akan segera di operasi. Itukan yang kau inginkan!""Benarkah itu?" Abigail jelas senang mendengarnya."Jaga sikapmu setelah ini dan jangan merasa besar kepala. Camkan itu!!" tunjuk Lucca disertai ancaman."Maaf kalau aku sudah lancang tapi terima kasih."Lucca mendengkus, "Dasar wanita lemah." Lalu tatapannya melihat ke arah kue brownies di depannya dan mencibir. "Aku yakin dia akan bahagia mendapatkan kiriman kue yang kau buat dengan cinta ini.”"Apa kau mau mencicipinya?" sela Abigail dan langsung mendapatkan tatapan tajam Lucca."Apa kau pikir aku mau memakan sesuatu yang dibuat untuk orang lain?" Abigail me

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 51

    Abigail menghela napas, mengikuti langkah kelimanya di tempat paling belakang menuju area pribadi Lucca sampai tiba di salah satu pintu yang pernah Abigail masukin. Serafine membukanya, mereka masuk dan tercengang saat menemukan Bellatrix juga Dominic sudah lebih dulu berada di sana dan berdiri saling bersisian."Dom," bisik Abigail yang berdiri di samping Dom. "Kau tidak apa-apa?"Dom tersenyum, mengelus puncak kepala Abigail dan menggelang, "Aku tidak apa-apa.""Syukurlah.""Semuanya sudah berkumpul, tuan."Abigail menoleh ke depan, Lucca duduk di kursi besarnya membelakangi mereka semua dan berputar setelahnya. Tatapannya memindai semua yang ada di sana satu persatu sembari tangannya membersikan senjatanya dengan sehelai kain. Wujudnya tetap tampan seperti biasanya."Aku rasa Bellatrix sudah cukup menikmati masa hukumannya dan siap kembali ke tempat tidur denganku."Bellatrix jelas sumringah, "Siap Tuan. Kapanpun ada inginkan."Abigail ingin muntah mendengarnya."Kalau kau melakuka

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 52

    Seminggu berlalu menjadi pelayan pribadi The Black Rose, cukup baginya untuk berpikir jika sikap diam, acuh, kejam, dingin dan menakutkan yang dia perlihatkan hanyalah sebentuk perisai. Menurutnya, lelaki yang tidak gentar menghadapi kematian itu lebih takut jika hatinya yang menderita karena itu akan mematahkannya lebih kejam. Memilih untuk mengeraskan hati hingga terlihat tidak berperasaan. Meski nampak tidak memiliki kelemahan justru Abigail bisa melihat celah itu dengan jelas. Sejelas bayangan rasa kesepian yang terpampang di matanya. Abigail bergidik saat melihat Lucca memakan daging steak favoritnya yang masih merah dan ada darahnya karena dimasak dengan kematangan rare. Terlihat sangat menikmati meski dia satu-satunya orang yang duduk di ruang makan pribadinya yang besar. Abigail tentu saja menemani di pojokan sembari berdiri dengan sikap siaga jika Lucca membutuhkan sesuatu. Semingguan ini lelaki itu membuatnya hanya bisa bernapas saat malam ketika hendak tidur. Ada saja pek

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 53

    "Aku yakin, salah satu dari lima wanita itu yang merusak bunga-bunga Tuan Lucca." Abigail yang mengunyah spaghetti buatan Dom di dalam pantry mengeryit, "Untuk apa melakukan sesuatu yang membuat Lucca marah?" Dom memajukan tubuhnya dan melipat kedua lengannya di atas conter dapur di depan Abigail, "Apa kau belum menyadari kalau mungkin saja kau yang memicunya?" Abigail berhenti mengunyah untuk beberapa saat lalu menelannya dengan capat, "Aku? Memangnya aku kenapa?" "Ck—" Dom menekan dahinya dengan ujung jari "Kau masih bertanya kenapa? Mungkin dia terganggu dengan kehadiranmu dan berniat memprovokasi Lucca agar mengusirmu dari sini. Sebelum kau datang, tidak pernah ada kejadiaan seperti ini. Aku mencoba menebak-nebak, siapakah orangnya." Abigail diam, membenarkan dalam hati, "Bisa siapa saja. Mereka memang tidak menyukaiku karena dianggap mencuri perhatian Lucca." Wajahnya menampakkan kesedihan yang nyata. "Padahal aku tidak pernah melakukan itu." "Kau harus berhati-hati. Seka

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 54

    "Ti—" Abigail menelan salivanya. "Tentu saja tidak. Maaf. Memang saya yang salah. Tolong, biarkan saya kembali." Lucca mencekal dagunya, "Baguslah kalau kau menyadari kesalahanmu." Dipandanginya mata Abigail bergantian sampai sebelah alisnya terangkat naik. "Selama ini kau ternyata selalu memakai lensa. Coba lepas!" "Ap—" Abigail mengerjapkan mata. "Tidak. Ini—" "Buka atau aku congkel matamu yang indah itu," ucapnya santai. Lucca mundur, Abigail memegangi lehernya, "Untuk apa kau mau tahu?" "Lepas!" Abigail tidak memiliki pilihan lain, ditundukkannya pandangan untuk mengeluarkan lensa yang menempel di mata kanannya. "Dua-duanya," tambahnya lagi. Abigail berdecak pelan dan melakukan perintahnya kemudian mendongak menatap balik Lucca yang terdiam sesaat kemudian menaikkan alis. "Bukan asli asia rupanya?" "Itu bukanlah urusanmu!!" "Tidak ada yang bisa menyembunyikan sesuatu dariku sekecil apapun itu." "Oh ya. Tapi kau sama sekali tidak tahu siapa musuh dalam selimut yang tingga

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 55

    Abigail merasakan tubuhnya masih bergetar dan bayangan tatapan mata Bellatrix yang membekas dalam ingatan tidak juga bisa dia hilangkan meski jasadnya sudah dibawa entah kemana. Duduk di salah satu sofa sembari menundukkan wajah dan memeluk tubuhnya yang terasa mengigil dengan tangannya sendiri. Siapa yang tega melakukannya?Awalnya dia pikir, wanita itulah yang menerornya karena terlalu membenci kehadirannya di dalam mansion Lucca namun dia tidak pernah menyangka melihat kematian Bellatrix di depan matanya sendiri.Siapa pelaku sebenarnya?Abigail mengangkat pandangan, memperhatikan satu persatu pelacurnya Lucca yang memandanginya dengan ekspresi berbeda. Kendra dan Berta menatap penuh kebencian sementara Brianna dan Rosetta menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Jelas sekali kalau pelakunya pasti salah satu dari mereka, karena pintu mansion terkunci setelah Melanie mengantar Bellatrix kembali ke kamarnya. Apakah Melanie?Abigail menatap wanita paruh baya itu yang n

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 56

    "Siapa yang merusak CCTV-nya?""Ti—dak tahu T—uan," ucapanya terbata. Lucca menginjak kepalanya lebih kencang hingga lelaki itu tidak berdaya. Abigail meremas tangannya sendiri karena tidak tega melihatnya. Tersentak kaget saat tangannya di genggam erat dan menemukan tatapan Dom yang hangat. Ada perasaan aman tapi juga keragu-raguan. Entah apa yang begitu mengusiknya dari sosok Dom yang begitu baik padanya."Katakan apa yang terjadi?""Se—seorang mung-kin mem-asukkan ses-uatu ke kopi milik sa-ya hingga tertidur se-saat. Ke-tika ba-ngun, cctvnya sudah di ru-sak."Lucca mengalihkan tatapannya ke Dom, "Siapa yang memberimu kopi?""Say-a mem-buat-nya sen-diri.""Hmm, jadi begitu," decaknya."Kenapa kau menatapku seperti mengisyaratkan kalau akulah yang tertuduh," ucap Dom."Bukankah kau pernah melakukan sesuatu seperti ini juga?""Saat itu aku melakukannya hanya untuk membantu Abigail.""Mungkin saat ini juga begitu," sela Lucca. "Untuk menutupi kelakuannya."Dom menarik genggaman tangan

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 57

    "Kau tidur di sini saja malam ini." Abigail tersentak dari lamunannya saat tengah memandangi sinar bulan di luar melalui jendela kamar ketika Dom masuk. Setelah Lucca pergi dengan kalimatnya yang begitu menakutkan, Abigail yang menangis tidak sadar kalau Dom membawanya ke kamar miliknya untuk menenangkan diri. Meskipun di sisi lain, Abigail memang sangat membutuhkan hal itu karena dia begitu ketakutan. "Tidak. Aku tidak mau merepotkanmu. Lagipula aku punya kamar sendiri." "Abi.." Abigail mengatupkan bibirnya saat melihat wajah serius Dom yang duduk di sampingnya. "Dengarkan perkataanku kali ini saja. Aku tahu kalau kau begitu ketakutan untuk kembali ke kamarmu." "Ah tidak," elak Abigail. "Tidak ada apa-apa di sana. Apa yang harus aku takutkan." "Teror itu.." Abigial terdiam. "Aku mempercayaimu meski Tuan Lucca tidak. Pasti ada seseorang yang sudah merencanakannya dengan sangat baik." Abigail duduk menyandar dan menghela napas panjang, "Hanya menunggu waktu sampai aku akhirnya ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05

Bab terbaru

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 190

    Perlahan matanya terbuka, retinanya mencoba menyesuaikan dengan sekitar hingga perlahan semua panca indranya mulai berfungsi kembali. Dadanya terasa panas dan di perutnya terasa sakit. Lucca mengerjapkan mata dan menyadari jika dia sedang berada di sebuah ruangan. "Thanks God." Bisikan lembut itu membelai indra pendengarnya. Suara seseorang yang akan dia respon dan dengar di manapun dia berada. Nada suaranya terdengar sarat dengan kekhawatiran dan juga kelegaan. Sentuhan tangannya membuat Lucca perlahan mencari keberadaan istrinya yang berada tepat di sampingnya. Menatap dengan lembut meski nampak merah akibat dari menangis. "Kau membuatku hampir jantungan," ocehnya, mengelus permukaan telapak tangannya dengan tangannya sendiri. "Aku sampai tidak bisa melakukan apapun dengan benar." Lucca tersenyum, untuk satu-satunya wanita yang bisa melihat senyumannya di dunia ini. "Aku berhasil membunuhnya." Kenyataan bahwa dia sendiri yang sudah membunuh Ravel membuat Lucca sangat puas. Lela

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 189

    Entah kenapa, Lucca tidak terlalu suka mendengar kata-kata itu meskipun benar kalau Serafine hanya pengawalnya. Tapi dia lebih dari itu. Bagi Lucca sendiri, dia sudah seperti sosok teman yang sudah lama sekali menemaninya melakukan banyak kejahatan. Kesetiaan wanita itu padanya membuat Lucca kagum. Meskipun tidak pernah mengatakannya ataupun memikirkannya, keberadaan wanita itu begitu berarti. Bukan dalam arti berarti seperti Abigail yang dia cintai tapi perasaan lain yang sulit sekali dia jelaskan. Tapi dia tidak akan memberikan orang kepercayaanya itu untuk Mike yang pastinya akan menjualnya nanti dengan harga tinggi. "Dia sudah tidak bersamaku. Jadi, kalau kau tidak menginginkan hal yang lain dan tetap bersikeras seperti ini. Aku akan pakai cara kasar untuk membuka mulutmu itu!!" Lucca menghunuskan tatapan membunuhnya membuat Mike nampak terlihat waspada. "Kalau begitu lupakan tentang Ravel Brigton." Tidak ada rasa takut sedikitpun dalam suara Mike yang wajahnya nampak serius. "

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 188

    Washington DC, New YorkMike Lawson bukanlah orang yang bisa ditemui dengan mudah. Memiliki beberapa club yang tersebar di negara bagian Amerika dan memiliki jaringan prostitusi skala besar untuk kalangan elit. Mike Lawson jelas tidak akan mudah diintimidasi tapi bukan Lucca Alonzo namanya jika dia tidak bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkannya."Wah, ini pertama kalinya kita bertemu." Mike yang duduk di sofa mewah di dalam ruangan di salah satu club malamnya tertawa ketika melihatnya masuk, tanpa undangan tentunya. Seseorang berkulit hitam yang sukses membesarkan namanya di Amerika karena kemampuan bisnisnya. "Aku jadi penasaran, apa yang diinginkan seorang Lucca Alonzo dariku." Tatapannya tidak memperlihatkan jika dia takut. "Seorang wanita perawan seksi yang bisa diperlakukan sesuka hati?"Lucca berhenti beberapa meter darinya, memberi jarak dan berdiri dengan santai tapi waspada."Hanya satu hal, aku ingin tahu di mana bajingan Ravel Brigton bersembunyi saat ini.""Ravel--" M

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 187

    "Kau mau main-main dengan Lucca Alonzo,hmm?""Ti-dak-- Erggh."Lelaki yang berada di bawah kakinya mengerang tertahan saat Lucca semakin menekan kepalanya ke lantai. Duduk di kursi dalam ruang tertutup yang gelap, hanya di sinari cahaya matahari yang menembus melalui satu-satunya ventilasi udara yang ada di sana. Mengelus permukaan pistol di tangannya, tidak peduli lelaki di bawah kakinya sudah tergeletak tidak berdaya."To-long--" ucapnya terbata. "Le-pas-kan a-ku."Lucca mengalihkan tatapan ke bawah, tersenyum miring penuh nafsu membunuh."Melepasmu?" Lucca tertawa sarkas. "Kau pikir bisa lolos setelah memata-matai keluargaku. Kau jangan bermimpi!!""A-ku ti-dak--"BUKK!"Uhuukk..Uhuuukk..."Satu hantaman kaki Lucca di punggungnya membuat lelaki itu langsung batuk darah. Lucca berdiri, mendorong tubuh di lantai itu agar terlentang menghadapnya. Satu matanya sudah buta tertembus timah panas, lengan tangannya bengkok dan darah keluar dari sela hidung dan bibirnya. Dihunuskannya mata p

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 186

    "Baguslah kalau kau suka. Lucia juga sepertinya senang sekali."Abigail mengangguk, mengelus pipi bayi perempuannya yang tertawa melihatnya."Tapi kenapa tiba-tiba kita kemari? Aku tidak ingat kau pernah bilang akan membawaku ke sini."Lucca tersenyum miring, begitu mencurigakan. "Nanti kau juga akan tahu."Abigail menyimpitkan mata, "Kau menyembunyikan sesuatu ya?"Lucca tersenyum, "Tentu saja tidak."Abigail mendesah, kembali memalingkan wajah ke depan menikmati leindahan yang terhampar di depannya. Yacht membawa mereka berkeliling kota dari sungai dan Abigail sudah tidak sabar untuk menjelajah di sekitar kota dengan berjalan kaki. Kota impian yang seperti negeri dongeng. Membuat siapapun betah berada di sini meski Swiss mendapat predikat kota yang mahal."Aku membawamu ke sini sesuai permintaanmu," ujar Lucca membuat Abigail langusng menoleh dengan wajah bingung."Aku?""Ya." Lucca mencium pipi Lucia. "Aku hanya mengabulkannya saja seperti jin dalam dongeng."Abigail tertawa, "Oh,

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 185

    Air laut membasahi baju renangnya, pelukannya semakin menguat, tatapannya lurus ke depan dan rasa kebebasan itu semakin menguat. Untuk sedetik saja dia ingin melupakan hal-hal yang mengganggu pikirannya. Saat ini hanya ada mereka berdua, hanya dua manusia biasa yang memimpikan kebebasan yang sama. Just Abigail dan Lucca. Tanpa nama Alonzo di belakangnya. "Berteriaklah Abi!" Teriak Lucca, melakukan beberapa kali manuver ke sana kemari. Abigail perlahan melebarkan senyumannya, mulai menikmati sampai akhirnya berteriak kencang dan suaranya diterbangkan angin laut. Hingga mereka berteriak dan tertawa bersama. Beginikah rasanya kebebasan itu? Mesin perlahan memelan, riak air yang terciprat tidak sekencang sebelumnya, hingga jetski bergerak pelan mengikuti arus di lautan. Mereka berada jauh dari bibir pantai tapi bisa melihat sosok kecil di kejauhan. "Kau senang?" Lucca memegang lengannya dengan satu tangannya. Abi menyandarkan dagunya di bahu Lucca."Rasanya menyenangkan." "Lucia ya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 184

    "Abi, kau siap?"Abigail menyambut uluran tangan Lucca yang menunggu di dermaga di mana ada jetski yang akan mereka gunakan berada."Hmm, entahlah." Abigail melihat ke arah lautan luas yang terbentang di depannya. "Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah melakukan ini."Lucca menatapnya dalam, penuh arti. Menarik tubuh mereka merapat dan mengelus pipinya."Aku selalu membuatmu kesulitan ya hingga kau sepertinya lupa bagaimana caranya bahagia seperti orang-orang lainnya."Perkataan Lucca tidak salah. Berurusan dengannya membuat hidup Abigail tidak lagi mudah seperti dulu."Sebelum bertemu denganmu, aku tidak perlu mewaspadai apapun yang ada disekitarku," ucapnya jujur. "Melewati banyak kejadian mengerikan yang mempertaruhkan nyawa membuatku tidak lagi bisa menikmati hal-hal yang dulu membuatku bahagia.""Kau seharusnya membenciku karena membuat hidupmu seperti itu," lirih Lucca, tatapan bersalahnya membuat Abigail tidak bisa memalingkan wajah. Memandangi mata hijaunya, menatap bayan

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 183

    Abigail tertawa dan Lucca bahagia melihat senyuman itu. Sesuatu yang menjadi motivasinya, penyemangatnya juga alasan eksistensinya di dunia ini. Sama seperti dia yang tidak bisa membayangkan Serafine sehidup semati dengan seseorang, wanita itu pasti juga tidak membayangkan jika dia akan berada di titik ini.Lucca menarik Abigail ke depan tubuhnya, memeluknya dari belakang dan menatap kejauhan. Mereka masih berada di Paris dan besok sore akan pulang dan berlayar menggunakan kapal pesiar ke Spanyol."Apa yang akan kau lakukan jika bertemu kembali dengan adik tirimu?"Pertanyaan Abigail menyentaknya sesaat. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya sebelum ini karena dia memang tidak peduli pada wanita itu. Hanya Aldrick satu-satunya yang mungkin akan mencari wanita itu hingga keujung dunia karena lelaki itu menyukai adik tirinya yang dia bela bahkan dengan tubuhnya sendiri yang tidak peduli sekalipun Lucca melubangi jantungnya dengan senjata api. Bukan alibi untuk tidak saling menya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 182

    Dua bulan kemudian, "Bukankah semua baik-baik saja sekarang?" Lucca yang sedang bermain dengan Lucia diatas tempat tidur mereka di dalam kapal pesiar mewah yang sedang melaju di tengah Samudra menuju ke Spanyol mengalihkan tatapannya ke Abigail. "Tidak. Selama Ravel masih bersembunyi, dia masih menjadi ancaman." Abigail terdiam sesaat, "Aku takut dengan hal yang dia rencanakan di belakang kita selama membiarkan kita bahagia saat ini." "Aku akan menangkapnya. Tenang saja, sayang." Lucca menepuk-nepuk pelan paha Lucua. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun." Abigail diam, tersenyum saat Lucca mengelus pipinya lembut. Perasaan takut itu tidak hilang karena Ravel yang menjadi sumber masalah belum berhasil tertangkap. Lucca beberapa kali hampir berhasil menangkapnya namun selalu gagal karena kelicikan lelaki itu. Abigail tidak akan pernah tenang meski beberapa bulan ini, tidak ada hal mengerikan yang terjadi. "Aku rindu Shine," desah Abigail. "Kau bisa menemuinya nanti. Aku janj

DMCA.com Protection Status