Share

BAB 57

Penulis: irma_nur_kumala
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-05 15:23:46

"Kau tidur di sini saja malam ini."

Abigail tersentak dari lamunannya saat tengah memandangi sinar bulan di luar melalui jendela kamar ketika Dom masuk. Setelah Lucca pergi dengan kalimatnya yang begitu menakutkan, Abigail yang menangis tidak sadar kalau Dom membawanya ke kamar miliknya untuk menenangkan diri. Meskipun di sisi lain, Abigail memang sangat membutuhkan hal itu karena dia begitu ketakutan.

"Tidak. Aku tidak mau merepotkanmu. Lagipula aku punya kamar sendiri."

"Abi.." Abigail mengatupkan bibirnya saat melihat wajah serius Dom yang duduk di sampingnya. "Dengarkan perkataanku kali ini saja. Aku tahu kalau kau begitu ketakutan untuk kembali ke kamarmu."

"Ah tidak," elak Abigail. "Tidak ada apa-apa di sana. Apa yang harus aku takutkan."

"Teror itu.." Abigial terdiam. "Aku mempercayaimu meski Tuan Lucca tidak. Pasti ada seseorang yang sudah merencanakannya dengan sangat baik."

Abigail duduk menyandar dan menghela napas panjang, "Hanya menunggu waktu sampai aku akhirnya ma
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 58

    "Siapa Tuan muda Geovani juga Tuan besar Greffy?" Abigail jelas penasaran dengan dua nama asing yang baru didengarnya itu. Berjalan di samping Dom yang mendorong meja berjalan berisi hidangan sarapan untuk tamu The Black Rose. Semenjak menjadi pelayan pribadi Lucca, Abigail tidak pernah melihat ada sanak saudara yang mengunjunginya seakan-akan di dunia ini dia hanya sendirian. "Mungkin kau berpikir, dia sudah tidak memiliki keluarga lagi. Kau salah. Dia hanya tidak peduli dengan mereka. Memilih menjauhkan dirinya agar tidak direpotkan dengan keluarganya yang lain. Sikap mereka ke Tuan Lucca pun seperti itu. Kadang datang, hanya untuk meminta tolong atau menginginkan sesuatu. Jarang ada yang datang dengan sukarela mengunjungi layaknya saudara jauh. Diantara yang jarang itu ada kedua orang ini. Secara rutin, setahun dua kali, Tuan muda Geovani dan Ayahnya, Tuan Greffy datang berkunjung untuk melihat keponakannya. Ibunya Tuan muda Geovani merupakan adik kandung dari ibunya Tuan Lucca.

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 59

    Abigail mundur, mengambilkan sarapan berupa spaghetti untuk Lucca dan menuangkan wine ke gelasnya yang kosong dan langsung diminumnya sampai habis. Abigail mengisinya lagi dan mundur untuk membuat kopi di bar kecil yang ada di sisi lain ruang makan."Melanie tidak lagi bertanggungjawab melayani Tuan Lucca seperti biasanya. Abigail yang sekarang menjabat sebagai pelayan pribadi Tuan Lucca." Abigail mendengar Dom memberitahu fungsinya di mansion Lucca."Pelayan pribadi?" Untuk kesekian kalinya, Geovani kaget. "Seriously, brother? Tadinya aku pikir dia hanya pelayanmu yang biasa. Dia—" Abigail merunduk saat Geovani menunjuknya. "Pelayan pribadimu?" Geovani tertawa. "Benar-benar untuk melayani dirimu sendiri.""Kau terlalu banyak bicara, Dom. Pergilah!!" Desis Lucca."Baik. Saya permisi undur diri. Silahkan kalian nikmati sarapannya dan saya akan datang lagi nanti membawa pencuci mulut."Dom berbalik pergi, terdengar suara denting piring yang menandakan mereka mulai menyantap sarapan masi

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 60

    Ketiganya langsung menatapnya, begitu juga Lucca. Geovani bersorak riang. "Good. Kau benar-benar memiliki pelayan yang serba guna Luc." Geovani berdiri dari duduknya, menarik tangan Abigail yang terkesiap dan mendudukkanya di depan piano. Dipandanginya tuts hitam dan putihnya agak lama. "Apa yang harus aku mainkan?" Tanyanya saat mendongak, menatap Geovani yang berdiri menyandarkan sikunya di atas piano. "Terserah. Kau bisa mengejutkan kami dengan hal itu." Abigail menelan salivanya, melihat ke arah Lucca yang memandanginya dalam diam lalu menatap deretan tuts piano. Direnggangkannya kesepuluh jemarinya dan mulai menekan tutsnya hingga menciptakan satu harmoni lengkap yang indah namun juga menyayat hati. "Ahh, love story. Pilihan yang bijak, Abi," decak Geovani. Abigail tersenyum, mulai nyaman memainkan lagu yang dia bisa untuk sekedar menyenangkan ketiganya meski Lucca terlihat tidak peduli. Sibuk menghabiskan winenya tanpa ekspresi. "Bravooo!!!" Geovani menepuk tangannya sa

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 61

    Abigail terkesiap, bergerak cepat tapi hati-hati agar tidak ketahuan dan mencari sumber suara. Melewati banyaknya buku-buku usang yang sudah cukup lama tidak tersentuh tangan seseorang dan dibiarkan saja terkubur di bawah kapel. Saat hampir mencapai bagian terujung ruangan, Abigail berdiri membeku di balik rak tidak jauh dari sofa yang diatur menghadap figura yang cukup besar dan menjadi satu-satunya figura yang ada di sana. Abigail tidak tahu siapa potret yang ada di dalam sana karena tertutup oleh tirai hitam. "Yeah, i'm come back." Abigail menutup mulutnya saat menyadari jika yang berbicara adalah Lucca Alonzo. Duduk menyandar di sofa dengan tangan yang lain memegang botol minuman terlihat berbicara sendiri. "Apa kau begitu suka menyiksaku seperti ini padahal kau sudah mati, hmm?" Lucca berdiri, meminum isi botolnya sampai habis dan melemparkan botolnya ke arah figura dan berakhir jatuh di lantai. "Jika kau sudah pergi jauh, tinggalkan saja aku di sini. Jangan pernah mengangguku

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 62

    "Nona Abigail..."Panggilan itu menyentak Abigail dari keasyikannya menanam bunga. Duduk beralaskan rerumputan di tengah kebun mawar hitam sembari memegang sekop di tangannya yang kotor terkena tanah. Tidak peduli sekalipun matahari yang menaungi kota Napoli bersinar cukup terik. Abigail mendongak untuk melihat seseorang yang memanggil namanya dengan embel-embel Nona. Kaget mendapati Bodyguard Lucca bernama Artur berdiri di sana. Wajahnya terlihat masih memar tapi Abigail lega melihatnya baik-baik saja."Ya?" Abi berdiri setelah meletakkan sekop dan menepuk-nepuk tangannya yang kotor.Sejak ketiadaan Lucca di mansion, Abigail nekat memberanikan diri menanam lagi bunga mawar yang kemarin sempat di rusak oleh seseorang meskipun ada tukang kebun yang bisa melakukannya. Dia suka sekali berada di kebun Lucca, memandangi betapa gelapnya kelopak bunga mawar sekaligus betapa berkilaunya saat terkena sinar matahari diiringi suara gemericik air mancur tidak jauh di belakangnya."Maaf bersikap

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 63

    "Abigail." Suara itu menyentak keduanya, menoleh ke sumber suara dan menemukan Dom mendekat membawa satu kotak besar berpita pink di tangan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nona Abigail." Artur langsung mundur dan berbalik pergi melewati Dom begitu saja dan menghilang di dalam labirin mini Lucca. "Apa yang kalian bicarakan berdua?" tanya Dom. "Tidak." Abigail tersenyum kikuk, merunduk mengambil sekopnya dan memastikan tanaman bunga Lucca sudah selesai lalu kembali menatap Dom. "Dia hanya memberitahuku kalau Lucca akan pulang. Aku tidak seharusnya berada di sini, bukan?" "Oh ya." Dom menaikkan alis, menoleh ke arah di mana Artur pergi. "Perhatian sekali dia." "Apa yang ada di tanganmu?" tanya Abi penasaran, mencoba mengalihkan. "Ah ini." Dom tersenyum lebar. "Ayo kita ke kamarmu. Kau pasti akan suka melihatnya." "Itu." Abigail menunjuk kotak kadonya. "Untukku?' Dom merangkul Abi dan membawanya pergi dari taman, "Tentu saja untukmu. Ini paket yang dikirimkan oleh Tuan muda Ge

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-07
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 64

    "Aku sedang bosan." Abigail berdiri di ambang pintu kamar Rosetta, memperhatikan wanita itu mengatur kanvas segi empat yang belum tersentuh goresan warna menghadap ke jendela yang langsung menampilkan pemandangan lautan di kejauhan dengan sinar bulannya yang berpendar terang. Menoleh saat menyadari Abigail masih berdiri mematung di tempatnya. "Kau akan menjadi objek lukisanku malam ini. Aku sedang ingin menggambar makhluk hidup. Masuklah." Tadi sore, Melanie memberitahunya jika Rosetta ingin ia datang ke kamarnya nanti malam dan menemaninya setelah semua pekerjaannya selesai. Abigail sama sekali tidak tahu kalau ternyata dia akan di lukis. "Aku?" Abigail masuk ke dalam. "Tutup pintunya. Aku tidak mau mendengar pekikan Kendra atau Berta jika melihatmu di sini." Abigail menurut, berjalan mendekati Rosetta yang langsung menariknya duduk di sofa empuk yang memang diletakkan begitu dekat dengan jendela agar bisa menikmati pemandangan di luar dengan santai, meski hanya tebing, pepohona

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-07
  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 65

    Tok..Tok..Tok..Tok... Ketukan di pintu membuat keduanya langsung mengalihkan tatapan. "Siapa?" teriak Rosetta. "Aku." Abigail menaikkan alis mendengar suara itu. "Masuklah Brianna." Pintu terbuka, Brianna yang membawa buku tebal di tangannya masuk dan kaget melihatnya. Decakannya terdengar saat mendekat dan duduk di sofa yang lain. "Ternyata kau benar-benar penasaran melukisnya ya?" Rosetta hanya tersenyum miring, tidak menanggapi. "Hai, Bri," sapa Abigail. "Hai." Brianna menyandarkan punggung, kembali menatap bukunya. "Kalian akrab juga ya," ujar Abi membuka pembicaraan. Kedua wanita di hadapannya ini cantik luar biasa, bisa menjadi sosialita kelas atas dan hidup bahagia seandainya saja mereka memilih hidup bebas di luar sana bukannya terkurung dalam sangkar emas meski balasannya kebersamaan intim dengan Lucca. "Lebih nyaman berbicara dengannya dibandingkan Kendra atau Berta yang lebih suka menggunakan mulutnya untuk memaki orang," jawab Rosetta mewakili Brianna. Abigail

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-07

Bab terbaru

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 190

    Perlahan matanya terbuka, retinanya mencoba menyesuaikan dengan sekitar hingga perlahan semua panca indranya mulai berfungsi kembali. Dadanya terasa panas dan di perutnya terasa sakit. Lucca mengerjapkan mata dan menyadari jika dia sedang berada di sebuah ruangan. "Thanks God." Bisikan lembut itu membelai indra pendengarnya. Suara seseorang yang akan dia respon dan dengar di manapun dia berada. Nada suaranya terdengar sarat dengan kekhawatiran dan juga kelegaan. Sentuhan tangannya membuat Lucca perlahan mencari keberadaan istrinya yang berada tepat di sampingnya. Menatap dengan lembut meski nampak merah akibat dari menangis. "Kau membuatku hampir jantungan," ocehnya, mengelus permukaan telapak tangannya dengan tangannya sendiri. "Aku sampai tidak bisa melakukan apapun dengan benar." Lucca tersenyum, untuk satu-satunya wanita yang bisa melihat senyumannya di dunia ini. "Aku berhasil membunuhnya." Kenyataan bahwa dia sendiri yang sudah membunuh Ravel membuat Lucca sangat puas. Lela

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 189

    Entah kenapa, Lucca tidak terlalu suka mendengar kata-kata itu meskipun benar kalau Serafine hanya pengawalnya. Tapi dia lebih dari itu. Bagi Lucca sendiri, dia sudah seperti sosok teman yang sudah lama sekali menemaninya melakukan banyak kejahatan. Kesetiaan wanita itu padanya membuat Lucca kagum. Meskipun tidak pernah mengatakannya ataupun memikirkannya, keberadaan wanita itu begitu berarti. Bukan dalam arti berarti seperti Abigail yang dia cintai tapi perasaan lain yang sulit sekali dia jelaskan. Tapi dia tidak akan memberikan orang kepercayaanya itu untuk Mike yang pastinya akan menjualnya nanti dengan harga tinggi. "Dia sudah tidak bersamaku. Jadi, kalau kau tidak menginginkan hal yang lain dan tetap bersikeras seperti ini. Aku akan pakai cara kasar untuk membuka mulutmu itu!!" Lucca menghunuskan tatapan membunuhnya membuat Mike nampak terlihat waspada. "Kalau begitu lupakan tentang Ravel Brigton." Tidak ada rasa takut sedikitpun dalam suara Mike yang wajahnya nampak serius. "

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 188

    Washington DC, New YorkMike Lawson bukanlah orang yang bisa ditemui dengan mudah. Memiliki beberapa club yang tersebar di negara bagian Amerika dan memiliki jaringan prostitusi skala besar untuk kalangan elit. Mike Lawson jelas tidak akan mudah diintimidasi tapi bukan Lucca Alonzo namanya jika dia tidak bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkannya."Wah, ini pertama kalinya kita bertemu." Mike yang duduk di sofa mewah di dalam ruangan di salah satu club malamnya tertawa ketika melihatnya masuk, tanpa undangan tentunya. Seseorang berkulit hitam yang sukses membesarkan namanya di Amerika karena kemampuan bisnisnya. "Aku jadi penasaran, apa yang diinginkan seorang Lucca Alonzo dariku." Tatapannya tidak memperlihatkan jika dia takut. "Seorang wanita perawan seksi yang bisa diperlakukan sesuka hati?"Lucca berhenti beberapa meter darinya, memberi jarak dan berdiri dengan santai tapi waspada."Hanya satu hal, aku ingin tahu di mana bajingan Ravel Brigton bersembunyi saat ini.""Ravel--" M

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 187

    "Kau mau main-main dengan Lucca Alonzo,hmm?""Ti-dak-- Erggh."Lelaki yang berada di bawah kakinya mengerang tertahan saat Lucca semakin menekan kepalanya ke lantai. Duduk di kursi dalam ruang tertutup yang gelap, hanya di sinari cahaya matahari yang menembus melalui satu-satunya ventilasi udara yang ada di sana. Mengelus permukaan pistol di tangannya, tidak peduli lelaki di bawah kakinya sudah tergeletak tidak berdaya."To-long--" ucapnya terbata. "Le-pas-kan a-ku."Lucca mengalihkan tatapan ke bawah, tersenyum miring penuh nafsu membunuh."Melepasmu?" Lucca tertawa sarkas. "Kau pikir bisa lolos setelah memata-matai keluargaku. Kau jangan bermimpi!!""A-ku ti-dak--"BUKK!"Uhuukk..Uhuuukk..."Satu hantaman kaki Lucca di punggungnya membuat lelaki itu langsung batuk darah. Lucca berdiri, mendorong tubuh di lantai itu agar terlentang menghadapnya. Satu matanya sudah buta tertembus timah panas, lengan tangannya bengkok dan darah keluar dari sela hidung dan bibirnya. Dihunuskannya mata p

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 186

    "Baguslah kalau kau suka. Lucia juga sepertinya senang sekali."Abigail mengangguk, mengelus pipi bayi perempuannya yang tertawa melihatnya."Tapi kenapa tiba-tiba kita kemari? Aku tidak ingat kau pernah bilang akan membawaku ke sini."Lucca tersenyum miring, begitu mencurigakan. "Nanti kau juga akan tahu."Abigail menyimpitkan mata, "Kau menyembunyikan sesuatu ya?"Lucca tersenyum, "Tentu saja tidak."Abigail mendesah, kembali memalingkan wajah ke depan menikmati leindahan yang terhampar di depannya. Yacht membawa mereka berkeliling kota dari sungai dan Abigail sudah tidak sabar untuk menjelajah di sekitar kota dengan berjalan kaki. Kota impian yang seperti negeri dongeng. Membuat siapapun betah berada di sini meski Swiss mendapat predikat kota yang mahal."Aku membawamu ke sini sesuai permintaanmu," ujar Lucca membuat Abigail langusng menoleh dengan wajah bingung."Aku?""Ya." Lucca mencium pipi Lucia. "Aku hanya mengabulkannya saja seperti jin dalam dongeng."Abigail tertawa, "Oh,

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 185

    Air laut membasahi baju renangnya, pelukannya semakin menguat, tatapannya lurus ke depan dan rasa kebebasan itu semakin menguat. Untuk sedetik saja dia ingin melupakan hal-hal yang mengganggu pikirannya. Saat ini hanya ada mereka berdua, hanya dua manusia biasa yang memimpikan kebebasan yang sama. Just Abigail dan Lucca. Tanpa nama Alonzo di belakangnya. "Berteriaklah Abi!" Teriak Lucca, melakukan beberapa kali manuver ke sana kemari. Abigail perlahan melebarkan senyumannya, mulai menikmati sampai akhirnya berteriak kencang dan suaranya diterbangkan angin laut. Hingga mereka berteriak dan tertawa bersama. Beginikah rasanya kebebasan itu? Mesin perlahan memelan, riak air yang terciprat tidak sekencang sebelumnya, hingga jetski bergerak pelan mengikuti arus di lautan. Mereka berada jauh dari bibir pantai tapi bisa melihat sosok kecil di kejauhan. "Kau senang?" Lucca memegang lengannya dengan satu tangannya. Abi menyandarkan dagunya di bahu Lucca."Rasanya menyenangkan." "Lucia ya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 184

    "Abi, kau siap?"Abigail menyambut uluran tangan Lucca yang menunggu di dermaga di mana ada jetski yang akan mereka gunakan berada."Hmm, entahlah." Abigail melihat ke arah lautan luas yang terbentang di depannya. "Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah melakukan ini."Lucca menatapnya dalam, penuh arti. Menarik tubuh mereka merapat dan mengelus pipinya."Aku selalu membuatmu kesulitan ya hingga kau sepertinya lupa bagaimana caranya bahagia seperti orang-orang lainnya."Perkataan Lucca tidak salah. Berurusan dengannya membuat hidup Abigail tidak lagi mudah seperti dulu."Sebelum bertemu denganmu, aku tidak perlu mewaspadai apapun yang ada disekitarku," ucapnya jujur. "Melewati banyak kejadian mengerikan yang mempertaruhkan nyawa membuatku tidak lagi bisa menikmati hal-hal yang dulu membuatku bahagia.""Kau seharusnya membenciku karena membuat hidupmu seperti itu," lirih Lucca, tatapan bersalahnya membuat Abigail tidak bisa memalingkan wajah. Memandangi mata hijaunya, menatap bayan

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 183

    Abigail tertawa dan Lucca bahagia melihat senyuman itu. Sesuatu yang menjadi motivasinya, penyemangatnya juga alasan eksistensinya di dunia ini. Sama seperti dia yang tidak bisa membayangkan Serafine sehidup semati dengan seseorang, wanita itu pasti juga tidak membayangkan jika dia akan berada di titik ini.Lucca menarik Abigail ke depan tubuhnya, memeluknya dari belakang dan menatap kejauhan. Mereka masih berada di Paris dan besok sore akan pulang dan berlayar menggunakan kapal pesiar ke Spanyol."Apa yang akan kau lakukan jika bertemu kembali dengan adik tirimu?"Pertanyaan Abigail menyentaknya sesaat. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya sebelum ini karena dia memang tidak peduli pada wanita itu. Hanya Aldrick satu-satunya yang mungkin akan mencari wanita itu hingga keujung dunia karena lelaki itu menyukai adik tirinya yang dia bela bahkan dengan tubuhnya sendiri yang tidak peduli sekalipun Lucca melubangi jantungnya dengan senjata api. Bukan alibi untuk tidak saling menya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 182

    Dua bulan kemudian, "Bukankah semua baik-baik saja sekarang?" Lucca yang sedang bermain dengan Lucia diatas tempat tidur mereka di dalam kapal pesiar mewah yang sedang melaju di tengah Samudra menuju ke Spanyol mengalihkan tatapannya ke Abigail. "Tidak. Selama Ravel masih bersembunyi, dia masih menjadi ancaman." Abigail terdiam sesaat, "Aku takut dengan hal yang dia rencanakan di belakang kita selama membiarkan kita bahagia saat ini." "Aku akan menangkapnya. Tenang saja, sayang." Lucca menepuk-nepuk pelan paha Lucua. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun." Abigail diam, tersenyum saat Lucca mengelus pipinya lembut. Perasaan takut itu tidak hilang karena Ravel yang menjadi sumber masalah belum berhasil tertangkap. Lucca beberapa kali hampir berhasil menangkapnya namun selalu gagal karena kelicikan lelaki itu. Abigail tidak akan pernah tenang meski beberapa bulan ini, tidak ada hal mengerikan yang terjadi. "Aku rindu Shine," desah Abigail. "Kau bisa menemuinya nanti. Aku janj

DMCA.com Protection Status