Arbia dengan mata sayu menatap Axelle. Dan lelaki jantan itu kembali mengulum, bibir ranum milik Arbia.
"Kamu hanya milikku," bisik Axelle di telinga Arbia yang mulai metemangkan bulu-bulu halusnya.
Axelle mulai beraksi kembali, mengecup dan menggigit daun telinga sang gadis. Lidahnya dijulurkan dengan tidak sabar lagi.
Terdengar desahan halus di dadanya yang membengkak. Dirabanya perut sixpack itu. Sobekan di bagian perut Axelle itu membuatnya seketika mengerang. Dia mulai menuruni perut pria tampan itu. Dan sekali gigit, Arbia sudah mencampakkan segitiga pengaman Axelle.
"Ah, Sayang," desis Axelle tajam sambil menahan gejolak yang membara.
Sedang Arbia semakin menjadi. Dengan llihainya digerakannya lidahnya yang menyapu ke seluruh element senjata milik Axelle. Pria itu menggelinjang manja, menggerak-gerakkan bokongnya karena menahan sesuatu yang seolah akan meledak.
"Uhh, Arbi! Aku sudah nggak tahan!" Dengan sekali hentakkan, Axelle
Hai, Semua, mampir yuk ke sino @Samg Kapten @FatMorgana
Axelle hanya bergeming melihat perempuan yang seumuran dengannya itu datang menghampirinya. Masih tetap sama, cantik dan anggun dengan senyum yang ramah dan sikap yang hangat. "Apa kabar? Kamu juga kerja di kantor ini? Aku dengar berita terbaru, bahwa kamu masuk pendidikan kepolisian?" ucapnya ramah dengan senyum tertebar di bibir sensualnya. Tangannya terulur ke arah Axelle. Dan entah kenapa Axelle tidak lama-lama membiarkan tangan mungil itu terlalu lama menggantung. Disambutnya uluran tangan itu dengan baik. "Kabar aku baik, kamu sendiri?" ucapnya menjawab pertanyaan perempuan itu. "Syukurlah, kita sama. Aku juga baik." Sekali lagi perempuan itu menjawab tanpa melepas senyum. Dia, Intan Pertiwi. Teman satu kelas waktu memakai seragam putih abu-abu. Kalau mau jujur dulu, mereka saling menyukai, tapi masing-masing sudah punya pasangan. "Kamu juga bekerja di sini, Axelle?" Agak tersentak kapten muda itu mendengar suara Intan. "
Laki-laki yang dipanggil itu segera menoleh dan berlari kecil menghampiri sosok cantik itu. "Eh, Kak. Kok ke sini?" tanyanya sambil mengusap dahinya yang mengembun keringat. "Kapten kamu, mana Kai? Aku telponin dari kemarin nggak aktif ponselnya?" Kai bergeming sesaat dan nemandangi gadis yang tak lain Arbia itu. Ada raut kebingungan di matanya. "Kai! Kok malah bengong? Axelle ada? Sibukkah, kok sampsi matiin ponsel genggamnya?" "Kak Arbi nggak sedang bercanda, kan?" tanyanya setelah beberapa saat berpikir dan merasa wanita muda yang ada di depannya ini memang tidak sedang bercanda. "Bercanda bagaimana, Kai? Aku serius lho?" Arbia kini terlihat bingung mendengar pertanyaan Kai yang menurutnya aneh. "Bukannya, Kapten ambil cuti ya, Kak?" "Cuti?!" Bukan kaget lagi Arbia mendengar berita itu tapi seperti tersambar geledek. "Cuti bagaimana maksudnya, Kai?" Sekali lagi dia menanyakan tentang cuti itu karena bel
Mendengar perkataan itu, Axelle seperti disengat listrik. Tubuhnya tiba-tiba menegang, mengalirkan hawa dingin. Matanya menatap dengan sorot tajam. Bahkan rahangnya mengeras hingga garis lurus di wajahnya itu begitu kentara. Arbi hanya menoleh sekilas dengan wajah dingin dan ketus. Tanpa menunggu pintu lift terbuka dengan sudah melesatkan tubuh kecilnya lewat pintu darurat yang tepat berada di seberang mereka berdiri. Axelle terkejut melihat langkah yang diambil gadis itu. Dengan cepat dia mengejar lagi langkah kaki gadis itu. "Bi, tolong jangan seperti ini?" Arbia, gadis itu menghentikan langkah cepatnya dengan tiba-tiba membuat Axelle hampir terjerembab. "Lantas mau seperti apa? Bukankah semua sudah jelas?!" tantang gadis itu. Axelle sudah nggak punya pilihan lain, sudah nggak bisa berfikir lebih jernih lagi. Apalagi melihat gadis itu sudah kembali lari ke arah mobilnya. Dengan sigap Axelle mengejar dan menggendong gadis itu.
Tubuh kedua makhluk itu masih tak memakai pakaian selembarpun hanya, di tutupi kain selimut. Ketika itu ponsel genggam Axelle bergetar. Ada notifikasi masuk. Laki-laki itu dengan mata masih terpejam meraih terpejam dia meraih ponselnya. Ada pesan dari Intan yang mengatakan pamit pulang karena sudah kelamaan menunggu Axelle nggak balik-balik ke apartement lagi. Tanpa ada niat membalas pesan itu Axelle menaruh kembali ponselnya di atas nakas. Dia memeluk tubuh kecil di hadapannya yang masih nyenyak tertidur. Puas dengan permainannya hingga menghempaskan tubuhnya berkali-kali di atas tubuh gadis itu. Dan melepaskan seluruh hasrat yang beberapa waktu tadi tertunda. Hatinya bahagia melihat gadis ini tertidur pulas. Kerinduannya pada gadis kecilnya itu terlampiaskan sudah. Besok dia berniat membezuk Praditia Wicaksana di tahanan. Dan mungkin kalau Arbia tidak keberatan sekalian mengajaknya, karena gadisnya sudah terlanjur tahu yang sesungguhnya. Sedangkan d
Arka berjalan ke arah mobilnya dengan frustasi. Beberapa sloki minuman yang ia teguk mampu membuatnya sedikit sempoyongan. "Nggak bisa pulang begini. Aku pasti mati di jalan, kalau begini caranya." desisnya sambil merogoh sakunya mencari kunci mobilnya. "Ah, sial!" umpatnya blingsatan karena menahan rasa pusing di kepalanya. "Huft!" Hampir saja dia jatuh, kalau tidak ada sosok tinggi semampai menangkap tubuh kekarnya. Arka mengerjab sesaat. Melihat siapa yang sudah dengan sigap menangkap tubuhnya. Terlihat senyum dari wanita itu, Cathrine, wanita yang sesungguhnya hanya menginginkan Arka dengan menggunakan berbagai cara. Bagi Arka itu senyum itu bak seringai yang menyeramkan. Yang tak ingin ia lihat saat ini atau sampai kapanpun. Dengan cepat laki-laki itu menepis tangan Cathrine. "Aku antar kamu pulang, Arka. Kamu nggak bisa mengemudi, kalau mabuk begini!" Arka masih merasa masih sadar, masih waras, dia hanya butuh
Mata Arbia mengerjab liar sesaat setelah membaca berita pagi ini. Bahkan video panas itu menjadi trending topik. Gadis itu menghentikan aktivitasnya mengunyah sarapannya ketika dilihatnya wajah kakak tersayangnya dengan mulusnya ada dalam video tersebut. Video panas dengan seorang wanita. Dan wanita itu adalah Cathrine. Wanita yang sempat di jodohkan oleh ayahnya tetapi di tolak oleh Arka. Dengan cepat Arbi menyambungkan kontaknya dengan Arka. Namun nggak ada jawaban. Gadis itu mengeluh kesal. Selalu begitu. Arka nggak pernah respon kalau dirinya di ekspos di media berita. Terlalu acuh! Arbia bersungut-sungut kesal. "Ada apa, Sayang? Kok, panik?" Axelle yang dari belakang membawa segelas susu buat kekasihnya merasa heran dengan kepanikan Arbi. "Liat televisi, Sayang! Hari ini Arka masuk trending topik. Sepertinya dia di jebak." "Dijebak? Sama Cathrine?" Arbia menatap laki-laki itu. "Kok, tahu kalau Cathrine yang jebak?" mata gadis itu mengerja
"Panggil ambulans!" teriak Axelle dan berusaha menggendong tubuh laki-laki yang sudah bersimbah darah itu. Kai dan anak buah yang lain dengan segera bergerak memberi pertolongan kepada Praditia. Setelah memanggil ambulans. Tak lama kemudian ambulans datang membawa tubuh yang hampir kehilangan darah itu ke unit gawat darurat. Belum diketahui siapa dan apa motif melakukan percobaan oembunuhan terhadap Praditia Wicaksana. Arbi da Arka dengan segera mungkin ke lokasi kejadian untuk meliput berita. Bahwa pagi ini tepatnya ketika akan diadakan sidang kedua kasus Praditia Wicaksana terjadi sabotasr kebakaran di lapas yang dihuni oleh Praditia dan napi lainnya. Dan yang leh naasnya terjadi penusukkan di ulu hati lski-laki itu. Seolah kejadian ini memang di sengaja oleh seseorang yang menginginkan kematian Praditia. Setelah selesai meliput berita, Arka dan Arbia bergegas ke rumah sakit. Pagi ini mereka kelimpungan menghadapi media berita. Video panas Ark
Arbia tersentak ketika mendengar suara tembakan dan suara gaduh dari salah satu lorong rumah sakit. Baru saja kakinya meŕnginjakan di koridor rumah sakit bersama sang kakak, setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor oerusahaan Praditia. Dilihatnya tibuh Axelle melesat jauh mengejar sesosok bayangan yang larinya seperti siluman. Seisi rumah sakit gempar dengan kejadian itu. Bukan tengah malam atau subuh dini hari seperti yang pernah menimpa Arbia. Tapi ini siang bolong. Pelaku penembakan itu bertindak anarkis. Tak selang beberapa lama terdengar suara yang membuat seisi rumah sakit dan semua orang yang mendengar teriak histeris. "BOOM--MM!" Pelaku itu meledakan sebuah bom molotof berukuran kecil tapi mampu membuat Axelle terpelanting, tanpa persiapan sam sekali. Tubuh Axelle Narendra terpelating dan menabrak parkiran motor yang berada tepat di samping gedung rumah sakit. "BRAKK--KK! Aaa--aaa!" Tubuh kekar kalten muda itu