Dominic mencampakkan begitu saja tubuh Ratu. Ada kekesalan dalam hatinya. Beberapa menit yang lalu, dihadapannya adalah sosok Arbia yang sangat ia gilai. Bahkan sampai pelepasannya pun dia menyebutkan nama gadis itu.
Gila! Benar-benar gila. Begitu dasyatnya pengaruh gadis itu terhadap dirinya. Sampai-sampai wajah Ratu pun terlihat seperti wajah Arbia.
"Bukk!" Tangannya meninju dinding yang ada di kamar di mana Arbia sedang tidak sadarkan diri. Terlihat gadis itu begitu cantik dengan muka polosnya yang natural.
"Om, Aku mau pulang. Papaku pasti mencariku terus, kasihan sudah tua dan aku anak satu-satunya dari keluargaku." Begitu tenang waktu gadis itu mengucapkan kata-kata itu membuat Dominic sempat tertawa namun sekarang, bisakah Dominic melepaskan gadis muda ini. Kalau kenyataannya dia sangat tergila-gila dengan Arbia.
Sesaat Dominic teringat akan saudara cloningnya. Apa kabar dia di penjara. Apakah anak buahnya bisa menyel
Mampir yuk di sini SANG KAPTEN TAKDIR YANG TERTUNDA
Pesan tterakhir dari Kaifan membuat darah Axelle mendidih. Ternyata benar, bahwa Tiger Wong yang ditangkapnya beberapa minggu yang lalu adalah cloning dari Dominic Chalondra. Dengan geram kapten muda itumengirimkan satu tim besar untuk menggelar razia besar di bandara. Menutup penerbangan jalur luar negeri untuk sementara waktu. "Axelle! Pastikan yang dibawa ke bandara itu Arbia bukan Ratu! Soalnya ada dua nama gadis yang terdaftar akan terbang ke China," seru Arka dalam perjalanan menuju ke bandara. Sedang di lapas seperti yang sudsh di rencanakan oleh Dominic, kembali lapas itu diserbu oleh orang-orang yang tak dikenal dengan menyabotase semua alat-alat senjata tajam. Anak buah Dominic sudah beraksi. "Gama! Perintahkan anak buah kamu unguk mengamankan lapas Tiger Wong. Dia saksi kunci kasus ini. Aku akan menuju bandara menghetikan pelarian Dominic Chalondra." "Baik, laksanakan!" Dalam waktu itungan detik kedua prajurit itu sudah mele
Dengan gerakan lincah Arbia meninggalkan Dominic seorang diri ditempatnya saat ini berdiri. Pria dewasa itu memandang tubuh kecil Arbia menghilang. "Akh! Sudah hilang dia. Alangkah bahagianya anak itu ketemu pacarnya," gumam Dominic sambil meninggalkan segala koper dan keperluannya. Hatinya miris dan terluka. Dia ingin menyendiri dan tidak ingin diganggu sama sekali. Secepatnya Dominic Chalondra melesat dengan mobil kebesarannya tanpa sepengetahuan petugas Bandara dan juga tim satuan dari kepolisian. [Awasi terus gadis bernama Arbia! Jangan sampai lengah sedetik pun] [Siap, Bos] [Setiap hari ada lapotan tentang gadis itu] [Siap, Bos! Laksanakan!] Setelah selesai memberi titah Dominic memejamkan mata. Sama sekali dia tidak ingin di ganggu. Di tempat lain, Arbia masih menatap ke-3 pria yang dengan gagshnya sedang mengawasi orang-orang di sekitarnya. Gadis itu menghela napas dan kembali menoleh ke tempat yang tadi di berpi
Dominic mrngumpat dalam hati. Mencaci dan memaki serta merutuk dengan segala macam ocehan sumpah serapah yang entah ditujukan kepada siapa. Saking cinta dan rindunya pada gadis kecil itu dia terbawa mimpi yang seolah nyata dan dia begitu menikmatinya. Terbukti dari celana boxer yang dipakainya sudah banjir. Dengan napas masih terengah dia mengganti pakaiannya. "Ini tidak bisa dibiarkan. Besok bisa nggak bisa dia harus ketemu arau setidaknya melihat peri kecilnya itu. Bisa gila dia kalau seperti ini terus. Sinting! Benar-benar dia sudah sinting. Dia tergila-gila ddngan Arbia yang nyata-nyata sudah punya tunangan. Alangkah bodohnya dirinya. Huft! Nggak habis pikir Domoinic dengan dirinya sendiri. Sesaat dia menggapai ponselnya dan membuka layarnya. Entah apa yang ingin dia lakukan. Dia juga bingung. [Temukan gadis yang kuinginkan!] Cuma seperti itu pesannya pada detektif pribadinya. Dia tidak tahu harus bagaimana dan dengan cara apa memi
Arbia berjengkit ketika teriakan itu melengking membuatnya seketika terbangun dari tidurnya bahkan hampir jatuh dari pembaringan. "Kakak!" suara manjanya membuat Arka tambah geregetan dan gemas melihat ekspresi ranpa berdosa itu. "Kamu tahu, nggak? Semua orang mencari sampai kayak orang gila! Eh kamu malah begini!" Suara Arka kembali melengking. Zakatia Lawalata menengahi mereka dengan mendekap puti kesayangannya ke dalam dekapannya. Memeluknya erat dan seolah tak ingin dipisahkan lagi. Sedang mamanya hanya memeluk suaminya dan mengelus pundak putdinya dengan lembut. Air mata bahagia itu tumpah sudah membasahi pipi mereka. Axelle mengurai butiran bening itu di pipinua. Dia membuang wajahnya dan menyembunyikan lelehan air matanya. Lantas gadis itu ditariknya kedalam tubuh kekarnya. Menyembunyikan tubuh kecil yang berisi itu agar tidak pernah pergi lagi. Agar tidak pernah terlihat oleh orang-orang yang ingin memisahkan dirinya dengan kekas
Dominic Chalondra meluruhkan badannya di belakang setir kemudi mobilnya. Sungguh tubuhnya seperti dilolosin tulang-tulang menyaksikan dua makhluk hidup berbeda jenis menikmati kemesraan yang seharusnya miliknya. Berkali-kali dia mengepal dan meninju angin. Hatinya sakit! Sakit sekali. Dia tidak mau menyaksikan kemesraan kedua makhluk hidup itu tapi matanya tak mau berpaling melihat kedua orang itu saling berbagi saliva saling berbagi sentuhan. Oh inikah rasanya sakit? Cemburu? Dominic Chalondra kembali menggleparkan tangannya meraih sebuah benda di lemparkan asal begitu saja. Hingga membuat Arbia dan Axelle berjengkit karena terkejut. "Aku benci kamu Arbia!" desisnya keras tapi tak mampu matanya berkedip ketika kaki-kaki ramping itu mulai datang mendekati dirinya. Jantungnya berlarian mana kala manik mata bening itu menyapukan pandangannya seolah ingin menembus kegelapan malam. Baru saja beberapa langkah kaki gadis itu ingin berjalan menuju arah mobil
Axelle Narendra, Kapten satuan polisi itu dengan gagahnya menggandeng calon istrinya masuk ke dalam kantor kdbesarannya. Dengan gagahnya pria tampan 26 tahun itu memberikan senyum mautnya untuk teman-teman satu timnya. Menunjukkan pada mereka bahwa calon nyonya Axelle Narendra sudah kembali dalam keadaan baik-baik saja. Kapten muda itu juga dengan senyum mautnya memperkenalkan secara resmi calon ibu dari anak-anaknya itu kepada srmya warga yang ada di ruangan kantor itu. Detik itu juga semua ingin berjabat tangan dengan sosok Arbia yang kecantikannya sangat natural ddngan senyum sensualnya yang mampu membuat pria manapun bertekuk lulut. "Sayang, duduk di sini dulu, ya. Aku mau menghadap pimpinan dulu." Suara Axelle menggema di ruangan kerjanya. Di balik pintu ada beberapa pasang mata yang mengintip kapten muda itu memperlakukan gadisnya. Sungguh menabjubkan. Tak menyangka sosok sedingin es salju dan keras baja itu bisa luluh oleh seorang Arbia Siquill
Arbia masih meringis menahan sakit. Beberapa jam yang lalu dia dari rumah sakit dan kaki rampingnya yang mulus daoat perban yang membuatnya mau nggak mau hanya bisa terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda.Dari arah pintu terlihat sang kekasih sudah membawakan makan siang buatnya. Pria tampan itu mendekatinya lalumengecup bibirnya mesra."Jangan pernah berpikir mau lari dan bisa jatuh cinta sama orang lain. Aku tidak pernah mengizinkanmu sama sekali. Kamu itu hanya milikku!" Ucapan sarkas Axelle membuat gadis itu tersenyum puas. Ada galenyar di hatinya yang ia rasakan.Arbia berkali-kalimenelan saliva dan menarik napas dalam-dalam. Duh! Begini aja rasanya pengen banget. Kemudian dia tersenyum. Ternyata sdmya gers-geriknya diawasi sang kekasih."Kenapa? Mau? Nggak bisakan?" Ledek pria berambut cepak itu sambil menyuapkan bubur ke bibir mungil Arbia.Dengan geram Arbia memukul dada kekasihnya pelan. "Jahat!" Gadis itu mengerucutkan bibirny
Hati Arbia tercekat, bahkan untuk menelan salivanya pun dia kesusahan. Tidak berbeda jauh dengan pria yang duduk di kursi Direktur utama itu. Hatinya berdesir aneh mana kala melihat tubuh ramping yabg aduhai milik Arbia.Matanya mengerjab liar memandangi penampilan peri kecilnya itu. Bahkan dengan reflek Dominic Chalondra berdiri dan menghampiri gadis itu. Menghidu dalam-dalam lemonty yang berasal dari tubuh gadis itu.Lalu dia membimbing Arbia untuk duduk di kursi. Tanpa di duga Arbia pria tampan yang berkharisma itu duduk jongkok persis di depan kakinya yang terluka.Hati Dominic seperti tertusuk melihat luka di kaki mulus itu masih menyisakan luka sobek."Om, apa yang Om lakukan?" tanya Arbia sambil menarik kakinya yang disentuh oleh jari-jari besar Dominic"Arbia, ini pasti sakit sekali. Ayik kita kedokter terbaik agar lukamu itu cepat sembuh dan tidak membekas."Arbuak terkikik mendengar ucapan pria itu. "Om lebay, ah! Aku n
Arbia mendesah sekilas melihat notif pesan yang sudah dia baca. Ada rasa enggan tiba-tiba menghinggapi hatinya. Entah kenapa semenjak kejadian demi kejadian ini, dia hanya ingin fokus pada kekasihnya saja. Disimpannya kembali benda pipih itu ke dalam sakunya lalu kendala berjalan di samping Axelle untuk kembali ke mobilnya. Axelle pun dengan sigap memeluk pinggang Arbia dan membawanya langsung pulang ke apartemennta. Tragedi demi tragedi sudah bantak di lewatinya. Dia ingina itu segera semua berakhir di pelaminan. Tak ingin dipisahkan lagi dengan kekasih yang teramat dia cintai itu. Mungkin dalam beberapa hari ini Axelle akan menyuruh Sang Ayah untuk melamarkan dirinya ke orang tua Arbia. Berharap kali ini tidak ada kendala sedikit pun. Selalu berdoa agar Tuhan selalu memberikan jalan keluar dan kesehatan. "Kita harus secepatnya menikah, Sayang." Arbia terpana mendengar ucapan Axelle barusan. Ketidak percayaannya mampu membuat seperti orang te
Plak! Plak! Tamparan keras itu mendarat tepat di wajah mulus Aa-Ri. Gadis cantik berwajah Korea itu tak menyangka semua perbuatannya akan tertangkap basah. Bahkan oleh kamera cctv. Saat ini ayahnya sedang murka besar dan tak sedikit pun memberi pembelaan apalagi jaminan kepada putri tunggalnya itu. Komandan Li menyerahkan putri satu-satunya kepada pihak polisi yang berada di bawah naungannya. Harga diri dan kehormatan sebgai komansan hancur seketika dan terancam akan turun jabatan dan di mutasi ke tempat lain. Permintaan maaf berkali-kali diucapkan oleh pihak Komandan Li dan keluarga. Arbia dengan lapang dada tapi Axelle masih bungkam seputar permintaan maaf Komandan Li yang diumumkan lewat media berita. Demikian juga denga Zakaria Lawalata Laki-laki tua itu sampai detik ini belum buka suara mengenai konferensi pers yang di gelar oleh Komandan Li dan keluarganya sebagai bentuk perminta maafan atas terjadin
Dominic menyipitkan matanya. Bergerak maju dengan kondisi tubuhnya yang masih lemah . Dia mencoba mendekati gadis berwajah Korea itu. Jarak itu cuma 5 centi dari tempatnya berdiri. Dia ingat betul sekarang siapa gadis Korea itu. Gadis yang sudah membuatnya menggendong Arbia waktu itu. Ketika Arbia merasa dikhianati Axelle. "Jadi ini rupanya, biang kerok dari semua musibah yang sudah terjadi," gumam Domimic. Beberapa kali pria itu mengangkat jameta ponselnt dan mencoba merekam pembicaraan gadis itu dengan orang yang ada di sebdrang telpon. [Apa dia mati?] [Sebentar lagi dia pasti mati. Alu sudah pastikan reporter muda itu tewas kehabisan darah. Kalau tidak ginjal sebelah kanannya pasti sudah rusak kena nelagiku.] [Bagaimana dengam calon suaminya, Sang Kapten? Apa dia baik-baik saja?] [Iya, Mom. Thanks more, atas dukungannya Nanti Aa-Ri kanati lahi. Nye om. Love you.] Klik! Pembicaraan itu sudah selesai. Dominic han
Oh! Mata Arbia mendelik dengan tubuh terhuyung bertumpu pada westafel toilet rumah sakit. Dia mersdakan ada hawa dingin yang mengalir di sebelah dada kirinya. Matanya seperti menggelap kepalanya berkunang dan wajah perlahan memucat. Darah segar mengalir berurutan dari dada kirinya turun merambat lalu menetes ke lantai toliet. Tbuhnya seketika tumbang dan ambruk ke lantai yang dipijaknya. Tetsungkur dengan mrmrgangi bagian dadanya sebelah kiri yang masih tertancap pisau. Darah itu mengalir terus. Ada sebentuk seringai dari sosok lain yang sedari tadi sudah menyakdikan kesakiran Arbia. Sosok bercadar hitam itu hanya membuang muka melihat Arbia tertelungkup dengan darah terus mengalir dari luka tusuknya. Tanpa ada niatmenolong sosok bercadar hitam itu meninggalkan toilet wanita itu dengan cepat. Beberapa menit kemudian sosok itu sudah menghilang. Sedang di ruang intensif, Axelle baru bisa membuka matanya. Melihat satu-satu orang yang mengelilingi
Arbia berlari di samping pembaringan pasien yang di dorong oleh suster itu. Air matanya berhamburan seakan berlomba untuk mencari jalan keluar di matanya. "Mbak Arbia di sini saja. Biar kami dan dokter yang menanganinya," ucap perawat itu sambil membuka pintu operasi dan membawa Axelle ke dalam ruang operasi. Gadis itu seketika berhenti di depan pintu ruang operasi. Dari arah lift Arka dan keluarga Axelle juga papa dan mamanya datang. Dengan tangis pilu Amber menjatuhkan tubuh kecilnya ke pelukan Sang Ayah. Zakaria Lawalata yang melihat putrinya dalam kondisi putu asa mendekapnya sangat erat sekali. Soepomo Hadiningrat dan istrinya pun hadir. Lelaki Tua itu mondar-mandir dengan kegelisahan yang luar biasa. Dia meminta Kaifan menjelaskan kronologi yang terjadi. Dengan suara bergetar dan bibir bergetar Kaifan selaku wakil dari Kapten menjelaskan sedatail mungkin. Tubuh Soepomo terhuyung dan hampir saja jatuh kakau tidak
"Arbia!" Teriakan itu membuat Dominic dan Arbia terkejut. Gadis itu berjengkit kaget melihat Axelle yang sudah di depan pintu. Berdiri dengan wajah merah padam menyeramkan. Tangannya mengepal siap melayangkan tinju. Arbia srgera melompat turun tak mempedulikan kondisi Dominic yang jesakitan akibat kakinya menginjak paha Dominic. "Apa-apaan kamu. Di ruang pasien tidur satu ranjang. Dia siapa? Kamu siapa?" Meledak sudah amarah Axelle. Hatinya kalut dibakar cemburu yang membabi buta. "Pantas nggak yang kamu lakukan?" tanya Axelle dengan tinggi. Arbia hanya menunduk dan menggeleng. Sedang Dominic merasa ulu hatinya berdenyut sakit mana kala melihat Arbia di sentak oleh Axelle. Tapi Dominic tidak bisa berbuat apa-apa. Mana kala Axelle menarik dengan kuat tangan Arbia untuk menjauhi ruang rawat inapnya. Hanya dengan mengandalkan anak buahnya sekarang dia ingin melacak informasi setiap detik tentang Arbia yang sedang di hakimi oleh Axel
"Arbia!" teriak Axelle yang melihat gadis itu memeluk seorang pria dengan luka sabetan yang begitu dalam. "Tolong! Tolong dia," ucapnya sambil meratap pilu. Axelle mengabaikan sesaat perasaan posesifnya, hatinya lebih berperikemanusiaan untuk menolong korban tawuran. "Flower satu, dua, ganti. Butuh pertolongan pertama, tolong segera dikirim ambulans. Di jalan Besar Raya, ganti," Axelle masih terus mengupayakan pertolongan pertama untuk Dominic. Sambil menunggu ambulans datang kapten muda itu melepas baju kebesarannya lalu menyobek kaos dalaman putihnya untuk diikatlan dibagian luka Dominic. Berharap cara itu bisa sedikit menghambat darah agar tidak keluar. Axelle segera berlari ke arah Ambulans ketika mendenģgar sirine itu datang. Dengan brankar yang sudah disiapkan dibaringkannya tubuh Dominic yang sudah bersimbah darah. Keterkejutan tampak dari wajah Axelle ketika melihat Arbia ikut masauk dalam ambulans itu. Dia seolah mengabaikan pria tamp
Dominic dalan sepersekian detik membeku mendengar suara Arbia yang sudah bergetar. Ada kristal bening yang sudah meleleh tanpa di minta. Dominic menggeretakkan giginya melihat gadis kesayangannya menggulirkan kristal bening di pipi tirusnya. Sekilas tadi dilihatnya kapten muda itu berlari mengejar gadis yang ada di pelukannya. Sedang di belakangnta seorang gadis berwajah Korea menyusul. "Sedang apa mereka? Kejar-kejaran petak umpet? Dasar laki-laki brengsek! Nggak cukup apa punya satu aja?" Wajah Dominic menggelap melihat pria yang berstatus calon tunangan Arbia itu sepertinya punya wanita simpanan. "Cih! Dasar laki-laki brengsek!" Tak henti-hentinya Pria bule itu memaki Axelle. Dengan kecepatan tinggi dia mengemudikan mobil sportnya pergi meninggalkan gedung kepolisian itu. Axelle berhenti tepat ketika Arbia menghilang bersama mobil yang membawanya pergi. "Kapten! Apa Arbia diculik lagi?" tanya Kaifan yang sudah berada di belakang tempatnya b
"Siap, Kapten! Laksanakan!" Axelle memimpin apel pagi itu. Ada gurat kelelahan di wajahnya karena semalaman kerja lembur di ranjang. Setelah selesai memimpin apel pagi kapten muda itu langsung ke ruang kerjanya. Fokus membuat laporan tentang kegiatan bulan. Bulan besok mu gkin diaxakan sibuk dengan mengurus acara pertunanganya dengan Arbia. Makannya kerjaan harus segera di selesaikan cepat-cepat agar tak terbengkelai. "Masuk!" titahnya setelah mendengar ketukan 3 kali di pintu ruangannya. Bahkan matanya pun tak di arah pada tamunya. "Axelle." Barulah setelah mendengar namanya disebut pria tampan itu mendongakkan wajahnya. Hatinya seakan mencelos mengetahui siapa yang sudah ada di hadapannya. Sedikit menyesal, kenapa tadi dia langsung mempersilakan masuk begitu saja tamu yang mengetuk pintu ruang kerjanya. "Aa-Ri! Kok kamu datang ke sini?" tanya gugup melihat gadis keturunan Korea itu. "Nggak usah gugup, Axelle. Aku ke sin