"Ibu tahu ini tidak mudah bagimu. Telah berulang kali ibu mengatakan ini padamu. Jangan terlalu lama berlarut dalam kesedihanmu."
Tania membiarkan dirinya dipeluk oleh ibunya. Lelah; ia benar-benar lelah. Baru saja ia mengatakan niatnya pada ibunya untuk berusaha melupakan sejenak kesedihan yang ia rasakan semenjak kepergian Mike namun ia harus kembali bersedih lantaran ia sungguh-sungguh merasakan kehadiran Mike saat ini.
Sesuatu yang sukar dipercaya. Secarik kertas berisikan tulisan puisi dari seseorang yang sudah meninggal. Tambah lagi, isinya pun seolah-olah menegaskan bahwa Mike pun tak mau pergi dan berbagi alam dengan Tania. Ia masih ingin melanjutkan hidupnya bersama gadis impiannya.
Betapa tidak? Semuanya terlihat sangat jelas ekspresi bahagia Mike ketika mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahannya dengan Tania. Namun bahagia itu direnggut dalam sekejap oleh maut sebelum hari bahagia mereka tiba.
"Tania, kamu harus ke rumah sakit sekarang. Mike kecelakaan."
Bagai disambar geledek. Tania tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh seseorang yang baru saja meneleponnya. Ia tak sempat mengenali suara itu, mungkin saja Kevin; suaranya setengah bergetar karena panik.
Tanpa berpikir panjang, Tania meraih tasnya dan berusaha sesegera mungkin tiba di rumah sakit. Cincin pernikahan yang baru saja ia ambil belum sempat ia keluarkan, ia bawa serta didalam tasnya.
Tania sejenak berhenti di depan pintu ruangan Mike dirawat. Di sekelilingnya telah ada beberapa orang temannya dan juga teman Mike, Kevin dan Mega sudah ada disana. Mega berusaha menghampirinya namun Tania menahannya, ia perlahan-lahan melangkah mundur dan menjauh dengan kekuatan yang sudah tak penuh.
Disana kekasihnya terbaring dalam keadaan tak sadar diri. Kain putih dan perban yang menutupi tubuhnya masih menyisakan sedikit bercak-bercak darah meskipun petugas telah membersihkan darahnya.
Tak ada seorangpun yang berani mengatakan bahwa sesungguhnya Mike yang ia lihat terbaring disana adalah Mike yang telah meninggal. Nyawanya tak bisa diselamatkan ketika tubuh dan sepeda motornya tergeletak di pinggir trotoar jalan.
Tania hampir saja jatuh ke lantai bila saja ibunya tak segera menangkapnya. Ibunya pun tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia mengikuti putrinya dengan kendaraan yang berbeda, dengan suasana hati penuh tanya setelah mendengar Tania mengucapkan kata "tidak" di akhir pembicaraannya melalui telepon dengan seseorang.
"Ibu, aku tak kuat lagi, Bu. Kakiku tak sanggup berdiri. Tolong bangunkan Mike. Tolong," Tania memohon pada ibunya dengan suara yang sangat lemah.
Tania memaksakan dirinya untuk berjalan menghampiri Mike yang terbaring tak sadarkan diri. Ibunya memapahnya, dibantu oleh Mega. Tania memainkan bola matanya memandangi seluruh tubuh Mike yang dibungkusi dengan kain putih.
Perlahan, ia melepaskan pegangan ibunya pada bahunya dan mendekati Mike.
"Sayang, ayo bangun sayang. Kamu gak bisa lakuin ini ke aku. Kamu harus bangun, sayang. Apa-apaan sih kamu ini? Kenapa kamu harus berbaring kek gini sih?" Teriak Tania dengan suara tangisan yang melengking sambil menggoyangi tubuh Mike.
Semua teman-teman yang berdiri mengitari mayat Mike tak kuasa menahan air mata ketika melihat pemandangan haru yang ada di depan mata mereka. Tangisan pilu mengisi segala sudut ruangan.
"Mike, kamu dengar suara aku, kan? Hei, ayo bangun sayang. Aku disini. Besok kita akan menikah, lho. Kamu gak boleh tidur disini, sayang. Ayo, bangun...."
Tania mengusapi wajah Mike. Mulutnya ia dekatkan ke telinga kekasihnya yang kini tak bisa membuka mata dan memandanginya.
"Sayaaaang, ayo bangun. Aku disini. Ayo, bangun. Pulang bareng aku, yuk. Aku datang buat jemput kamu lho, sayang."
Kesal karena Mike tak merespon sedikitpun, Tania tiba-tiba menggoyang dengan sekuat tenaganya tempat tidur yang dipakai untuk meletakkan tubuh Mike hingga membuat tubuh Mike hampir terjatuh ke lantai. Beruntung Kevin dan beberapa teman lainnya dengan sigap menahan tubuh Mike. Ibunya memeluknya dengan erat dan ikut menangis bersamanya.
"Ibu, aku mau Mike. Tolong bangunin Mike, Bu. Tolong, Bu. Bangunin Mike..... "
Tak menjawab satu kata pun, ibu Maria hanya memeluk putrinya dan berusaha menenangkannya. Tania terus merengek pada ibunya unutuk membangunkan Mike.
Belum ada seorangpun yang berani mengatakan yang sebenarnya. Ibu Maria pun belum mengetahui bahwa sebenarnya nyawa Mike sudah tak bisa ditolong lagi. Harusnya mereka sudah tahu ketika mereka tiba karena tak ada satu pun alat medis yang terpasang pada tubuh Mike. Entahlah, lantaran rasa panik yang menguasai sehingga mereka tak menyadari itu.
Tania berusah mendekat lagi ke tempat tidur Mike dan meraih tangan Mike. Dengan sisa-sisa tenaga ia berusaha menggenggam tangan kekasihnya.
"Sayang, aku disi..... "
Kata-katanya terhenti dan Tania jatuh ke lantai, tak sadarkan diri. Ia pingsan. Ibunya dengan segera mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tasnya. Mega menunduk dan membantu ibu Tania, begitu juga Kevin. Mega mengamankan tas Tania di pelukannya.
Sang ibu menggosoki minyak angin miliknya pada hidung putrinya. Air matanya tak sanggup ia bendung saat ini.
"Bu, sbenarnya Mike udah meninggal. Nyawanya gak bisa ketolong," bisik Mega pelan pada ibu Tania lalu menangis sambil memeluk Tania. Kevin merangkul bahu kekasihnya, ia pun tak bisa menahan air matanya.
Seorang sahabat yang ia kenal sejak masa putih abu-abu, yang masih mau menjaga hubungan persahabatan mereka hingga di tempat perantauan kini telah pergi untuk selama-lamanya.
Tak ada lagi pendengar setia ketika Kevin mencurahkan isi hatinya. Tak ada lagi kejutan-kejutan yang akan Mike lakukan di hadapan mereka. Semuanya telah usai. Semuanya berakhir hari ini.
* * * * *
"Ngga, Bu. Jangan menahanku."
Tania bersih keras mengeluarkan cincin dari dalam tasnya dan meminta ibunya untuk menghubungi pastor yang akan memberkati pernikahan mereka esok.
"Aku akan tetap nikahin Mike, Bu. Tolong jangan menahanku."
"Ibu tidak menahanmu, Nak. Ibu tidak melarangmu. Ibu tahu kamu mencintai Mike, tapi bukan harus berakhir dengan cara ini untuk membuktikan besarnya cinta kalian berdua."
Semua orang yang masih berdiri di sekitar Mike menangis menyaksikan perdebatan Tania dan ibunya. Mega, salah seorang sahabat yang pernah merasakan perjuangan untuk mendapatkan cinta Mike turut merasakan betapa sakitnya hati Tania saat ini.
Tanpa seorang pun yang menyadari, di balik pintu berdiri seorang perempuan yang sudah tak muda lagi, mendengar semua rintihan Tania di dalam. Ia pun ikut menjatuhkan air matanya.
"Aku harus menebus semua kesalahan Nathan. Semoga semua yang udah aku lakuin sebelum mereka semua tiba di sini tadi berhasil untuk menggantikan lelaki malang itu..."
Segala kenangan terakhir di kamar mayat waktu itu muncul kembali dalam ingatan Tania. Andai saja waktu itu ia tetap memaksakan kehendaknya, bukan hanya selembar puisi melainkan tubuh utuh Mike pun bisa saja hadir dan berdiri di hadapannya lantaran cincin pernikahan serta sakramen perkawinan yang telah mengikat mereka berdua.
"Yang telah dipersatukan Allah, janganlah diceraikan oleh manusia."
Tania memeluk ibunya dengan erat dan membiarkan ibunya mengusap air matanya. Sang ibu memeluknya dan membiarkan putrinya menangis di pelukannya.
Sang ibu sadar, tidak mudah bagi putrinya untuk menerima semua ini. Butuh waktu lama, untuk bisa menerima semua kenyataan ini.
"Yah, tolong ambilkan segelas air putih," titah Maria kepada suaminya.
"Ibu tidak melarangmu untuk pergi. Kamu berhak menentukan pilihan hidupmu. Ibu hanya khawatir, Ayah dan Ibu jauh disini. Apakah kamu yakin untuk pergi?"Yosep dan Maria keluar dari kamar Tania dan membiarkan Tania beristirahat. Maria menutup pintu lalu bersama suaminya berdiri sejenak di depan pintu kamar Tania. Sejenak ia memeluk suaminya dan menangis di pelukan suaminya."Ibu siapa yang akan tega melihat putrinya mengalami peristiwa pilu seperti ini?""Sudahlah, Bu. Jangan menangis lagi. Sembunyikan air matamu. Kita doakan yang terbaik untuk Tania, semoga ia mampu melewati semua ini."Sang ayah memeluk dengan erat istrinya, mengelus pundak istrinya dan perlahan mencoba mengusap air mata istrinya."Ibu khawatir jika Tania pergi jauh dari kita. Ibu khawatir Mike akan terus mengikuti Tania kemanapun Tania pergi. Ibu tahu, cinta mereka sangat kuat."Yosep tak mengatakan apapun. Ia hanya diam dan memeluk istrinya yang sedang bersedih memikirkan nasib putrinya saat ini."Andai saja Ibu tak
"Aku tahu aku akan menghadapi masa-masa sulit ketika aku akan memulai kembali semuanya. Namun aku tahu, cintamu begitu luar biasa untukku. Jangan biarkan aku berlama-lama larut dalam kesedihanku."Tania menoleh ke belakang dan mendapati ayahnya sedang memeluk ibunya. Tania berhenti sejenak memandangi ibunya lalu dengan kuat hati berbalik dan terus berjalan melewati ruang tunggu. Sebentar lagi ia akan berangkat dan meninggalkan kedua orang tuanya, Bimo dan segala kesedihan yang sepanjang jalan menuju bandara telah menemaninya."Ibu tahu kamu berpura-pura tegar, Nak. Ibu tahu persis apa yang kamu rasakan saat ini. Ini tidak mudah bagimu. Tapi Ibu pun tak bisa melarangmu. Doa ibu menyertaimu," kata Maria memecah keheningan di dalam taksi ketika dalam perjalanan dari rumah menuju bandara.Tania hanya diam dan memeluk erat ibunya. Air matanya hampir saja jatuh jika ia tak berusaha agar itu tidak terjadi."Tania akan baik-baik saja, Bu. Aku akan segera mengabari Ayah dan Ibu jika sudah tiba
"Memilikimu memang bukan sesuatu yang menjadi kenyataan bagiku. Namun hari ini, bersama sisa-sisa cintaku yang masih belum berubah sedikitpun aku ingin dirimu tetap tinggal walau tanganmu tak dapat kujamah."Di meja makan ayah dan ibu Tania sudah ada, Bimo pun sudah menunggu kapan ibunya akan mengambilkannya nasi. Satu per satu wajah ayah dan ibunya ia pandangi."Ada apa? Mengapa Ayah dan Ibu kelihatan sedih?"Ayah dan ibu terkejut mendengar pertanyaan Bimo yang seketika langsung membuyarkan lamunan mereka. Sang ibu lalu terburu-buru menyiapkan piring dan mengambilkan nasi untuk putranya."Apakah Ayah dan Ibu memikirkan Ka Nia?"Tak satu pun dari ayah ataupun ibunya yang merespon pertanyaannya. Ayahnya menunduk, ibunya berusaha menyembunyikan raut wajah sedihnya."Setelah makan kita telpon Ka Nia. Sekarang makan dulu, Nak," kata ibu mengalihkan pembicaraan. Bimo mengangguk lalu mengajak ayah dan ibunya berdoa.Tanpa disuruh, Bimo tahu tugasnya sebelum dan sesudah makan. Ayah dan ibuny
"Aku sadar perlahan-lahan aku mulai terbiasa dengan kesendirianku namun kehadiranmu masih sangat kurasakan".Tania membuka pintu kamar dan seketika aroma khas parfum yang sangat ia kenal menyengat hidungnya. Ia menyadari satu hal bahwa itu adalah wangi parfum milik kekasihnya, lebih tepatnya calon suaminya yang sehari sebelum pernikahan, maut telah lebih dahulu merenggut salah satu dari mereka.Tania mengabaikan wangi parfum itu. Ia tahu betul Mike ada di dekatnya. Ia meletakkan tasnya ke atas meja, lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya."Terus? Aku harus nangis gitu? Meratapi keadaan aku saat ini dan meminta Mike untuk nunjukin auranya di hadapan aku?"Tania duduk di tepi ranjang setelah selesai berpakaian. Sejenak terlintas dalam ingatannya perkataan salah seorang rekan kerjanya tadi siang."Eh, Tania. Tadi ada yang nyariin kamu. Tapi dia perg gitu aja pas aku bilang kalau kamu lagi makan siang ke luar.""Siapa? Pasien, bukan?" Tanya Tania penasaran."Aku juga gak kenal
"Apapun yang terjadi aku harus tetap hidup. Aku tidak boleh mati percuma dengan cara yang tidak semestinya seperti ini."Tamatlah riwayatku hari ini, pikir Tania. Jantungnya lagi-lagi berdegup dengan sangat kencang. Nafasnya kian tak teratur, ditambah lagi cekikan keras pria itu membuatnya semakin tak berdaya. Ia pasrah, tubuhnya lunglai tak berdaya."Mikeeeeee, to,,, to,,, tolong aku, Mikeeee,,,,"Tak ada pilihan lain bagi Tania untuk meminta pertolongan. Satu-satunya orang yang ia yakini dapat membantunya hanyalah Mike. Kalaupun saat ini, ditengah bahaya yang mengancam hidupnya, Mike tak bisa muncul dan menampakkan dirinya ia berharap setidaknya ada satu tanda dari calon suaminya itu untuk menolongnya.Ia sungguh-sungguh tak kuasa lagi untuk berteriak. Dengan sisa-sisa tenaganya ia berusaha menahan sakit karena cengkraman pria tak dikenal itu."Masih mau mengajak berlari lagi, hah?" Tanya penuh ejek salah satu dari mereka dengan suara penuh amarah. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah
"Aku tahu kamu masih disini bersamaku. Terima kasih telah menjadi malaikat pelindungku. Aku merindukanmu."Tania mencoba menyapa lelaki itu namun suaranya terasa berat. Ia mencoba menggerakan tubuhnya namun sama sekali tak bisa karena masih terasa sakit.Lelaki itu membalikkan tubuhnya dan tersenyum memandangi Tania yang sedang bergetar ketakutan. Senyum lelaki itu tak berubah. Masih menawan seperti sebelum-sebelumnya."Mikeeeeee..."Teriak Tania kaget. Ia berteriak kaget dan terbangun dari lelapnya."Ya Tuhan, ternyata aku cuma mimpi."Tania mengusap wajahnya. Tak lupa juga ia memeriksa seluruh tubuhnya. Tak ada luka di lehernya. Tubuhnya ia gerakkan. Tak ada sakit yang ia rasakan."Ternyata aku cuman mimpi aneh," gumam Tania lagi. Ia kemudian bergerak turun dari ranjang dan berjalan ke arah sudut kamarnya. Ia menemukan sebotol air mineral di atas meja lalu menenggaknya.Sorot matanya ia tujukan ke dinding kamarnya. Dari sana, Mike tersenyum melihatnya. Dari sebuah gambar bisu yang di
"Bagaimana mungkin aku merasa seperti telah lama mengenalnya? Siapa dia? Mengapa aku merasa begitu dekat dengannya?"Seorang lelaki terdiam lesu di teras rumahnya. Tak henti-hentinya ia memaki hujan yang turun begitu deras dan telah membatalkan rencananya.Sebentar lagi hari akan gelap. Ia paling tidak suka bepergian malam-malam seorang diri. Apalagi esoknya adalah hari Senin.Setelah menunggu lama, hujan akhirnya reda setelah ia hampir membatalkan niatnya untuk pergi. Tanpa basa-basi, ia langsung bergegas menuju garasi mobil dan melesat pergi.Tinggal seorang diri, Nathan memang sudah terbiasa mandiri. Segala sesuatu selalu ia lakukan seorang diri. Ia tak pernah ingin merepotkan orang lain. Ojek online sekalipun.Ia sudah terbiasa pergi seorang diri. Ibunya membiarkannya tinggal seorang diri. Usianya pun masih muda. Karirnya pun melejit sehingga ia tak pernah kesulitan jika menginginkan sesuatu. Ibunya mempercayakan sebuah anak cabang perusahaan milik ibunya. Tetapi tidak tentang urus
"Bagaimana mungkin kamu tak marah? Sebenarnya apa yang terjadi? Apa maksud dari semua ini?"Setelah seharian menemani Kevin di cafe, Mega diantar pulang oleh Kevin ke kostnya. Mereka memang belum bisa tinggal serumah karena belum menikah.Siang malam Kevin standby di cafe miliknya lantaran persiapan untuk pernikahan mereka. Bandnya sendirilah yang mengisi live music di cafenya.Kevin tak mau membebankan semua ke orangtuanya lagi. Ia ingin membiayai sendiri pernikahannya. Semangat yang diajarkan alamarhum Mike padanya masih ia laksanakan hingga saat ini."Kamu pasti lelah, sayang. Langsung istirahat aja ya. Maaf udah ngrepotin kamu seharian di cafe," kata Kevin setelah Mega turun dari sepeda motornya."Gak apa-apa, sayang. Ini juga demi kita berdua," balas Mega sambil tersenyum.Kevin lalu mendekatkan bibirnya dan mengecup kening Mega sebelum ia pergi dan meninggalkan Mega seorang diri."Hati-hati, sayang. Jangan begadang lagi ya, langsung istirahat. Kamu juga pasti lelah banget."Kevi
"Genggam erat tanganku dan jangan kau lepas. Aku akan semakin mencintaimu setelah ini. Percayalah."Pagi-pagi sekali Tania sudah bangun, membantu Ibu Icha memasak di dapur. Selain menyiapkan sarapan untuk pak Ujad suami ibu Icha dan Adhari anaknya, mereka juga masak untuk para pelanggan bu Icha yang bekerja di pabrik.Rasanya sudah lama sekali Tania tidak melakukan aktivitas itu lagi. Selama hidup di Jakarta, ia tak pernah memasak sebanyak ini. Makan pun selalu dibeli dari warung, sesekali memasak sendiri di kost tapi itu juga hanya sayur dan ikan.Tania tak lupa juga mengabari Novy, temannya bahwa hari ini ia akan melakukan penelitiannya. Semalam setelah sampai, ia lupa mengabari Novy karena saking seriusnya mengobrol dengan keluarga barunya."Eneng, hampura ibu teh teu bisa temanin eneng," kata bu Icha di sela-sela menyediakan sarapan ke atas meja.Tania hanya mengangguk kecil. Ia memang tak harus mem
Setelah melewati perjalanan yang panjang dan melelahkan, Tania akhirnya tiba di tempat tujuannya, Desa Margaluyu. Waktu kira-kira pukul 16.37 WIB.Berkat bantuan salah seorang teman kampusnya yang merupakan putri kelahiran Desa Margaluyu, Tania akhirnya bertemu dengan Kepala Desa setempat dan dia akhirnya diantar oleh istri bapak Kepala Desa menuju rumah Ibu Icha Nur Aida, salah satu tetangga dari Novi, temannya.Perjalanan yang melelahkan namun terbayar lunas dengan sambutan hangat dari keluarga Ibu Icha. Ibu Icha adalah seorang ibu rumah tangga, usianya 56 tahun. Ia tinggal bersama suami dan seorang anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku SMA. Suaminya bernama pak Ujad Sudrajad.Mereka memiliki sebuah warung nasi yang menjadi tempat langganan para karyawan pabrik susu, PT. Nusantara Agri Sejati Dairy Farm. Jarak pabrik susu itu tak jauh dari rumah ibu Icha - hanya melangkahkan kaki sekitar tujuh langkah, kita sudah menginjakkan kaki di area pabrik s
Mike PoVMike telah siap di meja piketnya dan akan menjalankan tugasnya seperti biasa sebagai seorang security. Wajahnya tak menunjukan sama sekali ada keceriaan disana - ia masih memikirkan rencananya yang sudah gagal dan juga tantangan yang Tania berikan padanya.Tak berpikir panjang lebar, ia merogohkan tangan ke dalam sakunya lalu mengeluarkan handphonenya. Ia mencari nama Mega pada kontak lalu menelepon Mega."Halo, Mike. Ada apa?" Tanya Mega setelah menjawab telepon dari Mike.Mega tak menunggu waktu lama untuk menjawab telepon dari Mike karena handphonenya sedang berada di tangannya."Mega, apakah aku mengganggumu?" Tanya Mike cepat."Tidak, Mike. Ada apa?" Tanya Mega balik."Sepertinya rencana kita telah gagal, Mega. Tania akan pergi ke Sukabumi beberapa hari ke depan," kata Mike dengan suara datar."Berarti ulang tahunnya dia tidak di Jakarta?" Tanya Mega sambil mengernyitkan dahinya."Ya, Mega. Aku tak tahu lagi harus bagaimana," jawab Mike masih dengan suara datar."Apakah
Tania PoVHari yang melelahkan. Betapa tidak? Setelah lama berargumen dengan dosen pembimbingnya, akhirnya pengajuan judul skripsi Tania disetujui.Dengan wajah berseri, Tania melangkah meninggalkan ruangan dosen pembimbingnya. Ia memutuskan untuk langsung kembali ke kostnya.Tania tidak mau menunggu lagi - satu atau dua minggu kedepan, ia akan meninggalkan hiruk-pikuk kota Jalarta dan pergi ke luar kota.Untuk metode penelitian lapangan (empiris), Tania akan pergi ke daerah pelosok untuk mempelajari Perkembangan Gizi Ibu dan Anak Balita - dan tentu saja, ia akan merayakan ulang tahunnya disana.Tania memilih Desa Margaluyu, salah satu desa yang berada di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.Tania merebahkan tubuhnya, tangannya meraih handphone dan mengirim sebuah pesan waslap pada Mike. Ia harus mengabari Mike - tak biasanya ia memutuskan untuk terlebih dahulu mengabari Mike tentang kabar baik ini."Mike, bagaimana hari-harimu? Lama tak bertemu ya. Aku harap k
Seperti biasa setelah pulang dari kampus, Mike mengajak Mega untuk singgah ke Taman Kenangan. Ia beruntung, hari ini Mega menyetujuinya - mereka kembali meski tak seperti dulu.Mega tentu saja menjaga jarak karena ia sekarang adalah kekasih Kevin. Kembali ke taman adalah salah satu hal yang akhir-akhir ini ingin ia lupakan namun karena Mike memaksanya, ia mengiyakan meskipun dalam hatinya menolak."Aku ingin berbicara denganmu, Mega. Kali ini saja. Kembali ke taman bersamaku," rengek Mike ketika keluar dari ruangan kelas tadi.Sesampainya mereka di taman, Mega tak menunggu Mike yang sedang memarkirkan sepeda motornya. Ia berjalan terlebih dahulu, toh tidak kemana-mana, pasti di tempat yang sama.Mega menunjukan aura tak berseri sama sekali. Mike menyadarinya namun ia masa bodoh. Ia tahu Mega sedang berusah menjaga jarak karena sekarang Mega adalah kekasih Kevin, temannya.Mega bukan lagi gadis bodoh yang masih mengharapkan cintanya, ia ki
Laura meletakan segelas susu ke atas meja lalu melangkah ke ranjang tidurnya. Disana masih ada Mike yang masih tidur dengan pulasnya.Entah apa yang ia mimpikan semalam dalam tidurnya, pagi-pagi sekali Laura sudah bangun dan langsung membersihkan dirinya. Ia sengaja masih mengenakan tanktop yang semalam ia kenakan.Layaknya seorang istri, Laura menyediakan segelas susu yang telah ia letakkan di atas meja. Laura memegang pundak Mike, menggoyang pelan - membangunkannya.Mike kaget dan membuka matanya, ia melihat Laura duduk di hadapannha. Ia mengusap matanya, lalu memberikan senyuman pada Laura. Laura membalas senyumnya."Kamu mengagetkanku, Laura," kata Mike setelah mengumpulkan kembali sebagian nyawanya."Bangunlah, Mike. Sudah pagi. Kamu harus ke kampus hari ini, bukan? " sahut Laura sambil berdiri meninggalkan Mike yang masih duduk di ranjang.Laura sengaja meninggalkannya karena lelaki itu masih telanjang dada. Dadanya yang bi
Tak menunggu lama bagi Mike, ia segera menuruti permintaan Laura. Ia menggendong Laura dan membawanya ke ranjang. Tatapan matanya sedikitpun tak beralih dari tatapan mata Laura yang menatapnya dengan penuh nafsu saat ini.Mike lalu membuka bajunya dan membiarkan tubuhnya tak ditutupi apa-apa lagi. Batangnya yang sedari tadi sudah tegak sepenuhnya membuat tatapan Laura langsung berpindah ke situ. Mike mengabaikan perasaan malunya saat ini bahwa untuk pertama kalinya ia telanjang di hadapan seorang gadis. Ia juga tak peduli bahwa ukuran batangnya besar atau kecil menurut Laura.Nafsu telah mengalahkan semua itu dan ia tak bisa berbuat apa-apa lagi selain menyelesaikan apa yang harus ia selesaikan malam ini.Laura perlahan bangun dari ranjang dan mendorong tubuh Mike yang sudah tak mengenakan apa-apa lagi. Laura memang lebih berpengalaman jika dibanding dengan Mike meskipun pengalaman percintaaannya tidak didasari rasa cinta.Mike pasrah de
Tak bisa lagi menahan semuanya, Mike lalu menyambutnya, membalas dengan mesra ciuman Laura padanya kemudian mendorong tubuh Laura dengan lembut hingga terjatuh kembali ke ranjang.Dengan posisi seperti itu, siapapun lelaki yang memandangnya tentu tak akan menahan diri untuk segera menjamahnya saat itu juga.Mike perlahan naik ke atas ranjang, berniat untuk memangkas jarak diantara mereka berdua. Namun Laura memikirkan hal lain. Ia tidak ingin Mike yang mendominasinya.Laura tahu betul bahwa Mike belum pernah melakukan hal ini sehingga dirinyalah yang harus memulainya. Ia dapat melihat dengan jelas keraguan dari tatapan Mike padanya.Laura kemudian bangun dari ranjang lalu menarik Mike ikut bersamanya. Perlahan, ia menggiring Mike mengikutinya kembali ke ruang tamu, kembali ke atas sofa.Jari telunjuk Laura menyentuh dengan lembut dan manja pada dada bidang Mike, bergerak pelan membentuk sebuah garis tak lurus lalu secepat kilat mendorong Mike agar jatuh dan duduk ke atas sofa.Mike ha
Mike mendehem pelan. Ia memegangi resleting jaket dan menariknya ke bawah, membuka jaketnya. Ia menuruti saran Laura karena ia memang merasa gerah.Namun ia merasa gerah bukan karena hawanya panas di dalam kamar Laura melainkan situasi yang belum pernah ia rasakan: berdua dengan seorang gadis yang berpakaian seksi di hadapannya.Sementara Laura masih tetap tenang pada posisinya. Tanpa mereka sadari sudah satu jam berlalu. Mereka masih berkutat dengan perasaan masing-masing.Laura merasa malu terhadap dirinya sendiri yang berani menampakan lekuk tubuhnya sedangkan Mike, kegusaran nampak jelas di wajahnya. Ia telah mandi keringat semenjak masuk ke dalam kamar hotel Laura.Kata-kata Laura terakhir masih terekam jelas. Ia berharap, Tania tidak akan meninggalkannya sama seperti apa yang Laura lakukan padanya.Ia tidak menyalahkan Laura dalam hal ini. Ia mendukung Laura, baginya apa yang dilakukan sebagai anak untuk menyelamatkan orang tuanya yang dililit hutang sudah tepat.Perpisahan Laur