Mereka lalu melanjutkan perjalanan di tepian pantai, menikmati setiap momen yang dilewati bersama. Keduanya berjalan di sepanjang pantai yang panjang, menikmati keindahan alam dan kehangatan satu sama lain.Tiba-tiba, Ilham berhenti lagi dan menatap Jihan dengan penuh kejutan. Dia mengeluarkan bunga mawar merah dari saku jaketnya dan memberikannya kepada Jihan. Gadis itu merasa terharu dan tersenyum, merasa begitu dicintai.“Ilham … kenapa malam ini kamu penuh kejutan?” seru Jihan terpana sambil mengambil mawar merah yang diberikan oleh Ilham kepadanya.“He-he-he. Tentu saja, Sayang. Kamu adakah seseorang yang spesial untukku,” tutur Ilham sambil mengecup kening Jihan dengan lembut.“Terima kasih, Ilham.”Keduanya lalu melanjutkan perjalanan mereka sambil memegang erat tangan satu sama lain. Mereka berjalan di bawah cahaya bulan yang terang, menciptakan bayangan indah di pasir. Keduanya tahu bahwa momen ini akan selalu mereka kenang sepanjang hidup nya.Akhirnya, Jihan dan Ilham berhe
Ternyata isi surat itu tentang kepergian Ilham untuk waktu yang cukup lama.Demikian isi surat Ilham kepada Jihan,“Sayang, mungkin disaat kamu membaca surat ini. Aku telah pergi berlayar ke laut dan berjauhan denganmu. Maaf aku tidak memiliki cukup keberanian untuk mengatakan semuanya kepadamu. Namun satu yang harus kamu tahu, aku pergi untuk mengumpulkan banyak uang agar aku layak untuk mendampingi mu nantinya. Aku ingin hidup bahagia denganmu. Maka dari itu, aku harus pergi untuk mendapatkan banyak uang. Aku ingin kita hidup berkelimpahan, tanpa kekurangan satu apapun. Untuk itu relakan aku pergi. Ini hanya untuk sementara waktu. Kamu harus yakin jika aku akan kembali dan membawa banyak uang di hadapan mu. Aku sangat mencintaimu, Jihan Diajeng. Tunggu aku pulang, Sayang!”Setelah selesai membaca surat itu, Jihan terlihat meneteskan air matanya. Saking emosinya dia segera mencabik-cabik kertas surat dari Ilham kepadanya.“Ilham! Aku tidak butuh uangmu! Aku hanya butuh kamu ada di si
“Iya, Dulah. Hendra telah merenggut segalanya dariku. Padahal sebenarnya, aku ingin menyerahkan diriku seutuhnya kepadamu,” bohong Jihan kepada pria itu demi untuk memuluskan rencananya.“Apa? Kurang ajar Lo, Hendra! Beraninya sama perempuan!” kesalnya.Sejenak Jihan tersenyum penuh misteri saat ini.“Yes! Waktunya bagiku untuk bersandiwara!” ujarnya dalam hati.Di balik senja yang melukis langit dengan warna jingga, Jihan masih duduk di kafe bersama Dulah. Wajahnya tergores kesedihan, dan matanya mencerminkan kehilangan yang dalam. Suara dentingan lagu sendu di dalam kafe itu, seolah-olah menyaksikan rahasia yang terkunci dalam hatinya.Jihan merenung, mengenang saat kesuciannya direnggut oleh Hendra. Perasaannya bercampur aduk, dari rasa sakit yang menusuk-nusuk hingga kekecewaan yang menyelubungi hatinya seperti kabut kelabu. Hendra, yang sebelumnya menjadi sosok yang dipercayai, telah mematahkan kepolosan Jihan.Semua ekspresi di atas, saat ini ditampilkan oleh Jihan di depan Dula
Dulah merasa seperti berada di puncak dunia. Jantungnya berdegup kencang, seperti alunan drum di festival musik. Dia merasa seperti sedang berada di atas awan, terbang tinggi di langit biru yang cerah.Setelah berhasil mencium Jihan dengan sangat ganas. Dia juga mendapatkan jawaban jika gadis itu mau menginap di apartemennya malam ini. “Jadi kamu setuju untuk bermalam bersamaku, Sayang?” tanya Dulah seakan tak percaya, begitu mudahnya dia membujuk gadis itu untuk tinggal dengannya malam ini. “Iya, Dulah. Aku mau kok. Kamu kan pacarku. Pastinya aku ingin melihatmu merasa senang,” tukas Jihan sambil tersenyum penuh kelicikan.Setelah beberapa saat dalam perjalanan. Akhirnya Dulah dan Jihan sampai juga di sebuah kawasan apartemen.Dulah berdiri di depan pintu apartemennya, menatap Jihan dengan pandangan yang penuh harapan. Dia bisa melihat cahaya di matanya, cahaya yang menyala begitu terang hingga membuat mata Dulah terpaku. Sang pria bisa merasakan denyut jantungnya semakin cepat, se
Jihan merasa terkagum-kagum saat memasuki kamar mandi Dulah yang berada di dalam kamarnya sendiri. Interior kamar mandi ini begitu elegan dan mewah, membuatnya merasa seperti berada di sebuah spa mewah. Setiap detailnya begitu sempurna, mulai dari bathtub yang elegan dan besar, hingga shower yang mewah dan lantai yang mengkilap.“Wah! Kamar mandinya juga begitu sangat mewah!” jerit Jihan dari dalam hatinya.Ketika Jihan memasuki kamar mandi, pandangannya langsung tertuju pada bathtub yang terletak di tengah ruangan. Bathtub itu begitu elegan dengan desain yang modern dan terbuat dari bahan berkualitas tinggi. Ukurannya yang besar memberikan kenyamanan ekstra, sehingga Jihan bisa merendam tubuhnya dan merasakan sensasi relaksasi yang luar biasa. Air hangat mengalir perlahan dari keran, menciptakan suasana yang tenang dan nyaman.“Bathtub ini sungguh sangat nyaman. Aku dan Dulah bisa berendam bersam di dalamnya!” ujarnya antusias.Sekilas Jihan mengingat kegiatan panasnya bersama Ilham
“Jihan … oh! Kamu sangat sempit!” lirih Dulah yang sedang menghujam alat tempurnya ke dalam gua sempit milik wanita itu.“Semua hanya untukmu, Sayangku Dulah. Mulai malam ini dan malam-malam berikutnya, kamu adalah milikku, Sayang!” seru Jihan sambil menyeka keringat Dulah yang jatuh di pelipisnya.“Akh! Fuck me faster, Baby!” jerit Jihan ditengah aktivitas panasnya bersama Dulah.Perempuan itu tersenyum puas. Akhirnya dengan sangat cepat Jihan dapat menaklukkan hati Dulah.“Ha-ha-ha! Dasar Dulah, bodoh! Begitu gampangnya aku membohongimu!” senangnya dalam hati.Jihan merasa senang yang tak terkira. Dia telah berhasil membohongi Dulah dengan jaringan tipu dayanya yang rumit. Setiap kata manis yang terucap dari bibirnya, setiap tatapan mata yang dipenuhi dengan kasih sayang palsu, semuanya telah berhasil menjerat Dulah dalam jaring cintanya yang palsu. Dulah, yang polos dan terperangkap dalam pesona Jihan, tidak menyadari bahwa segala yang dia yakini sebagai kebenaran hanyalah ilusi y
Menyadari Dulah yang menertawakannya. Jihan pun memulai sandiwaranya dengan menangis tersedu-sedu. Gadis itu pun mulai mengarang cerita. Agar sang pria merasa kasihan kepadanya.Jihan duduk di depan Dulah, air mata mengalir deras di pipinya yang merah. Wajahnya tampak hancur dan penuh dengan rasa sakit. Dulah duduk di sampingnya, menatapnya dengan penuh perhatian dan kekhawatiran."Dulah ..." gumam Jihan dengan suara yang terputus-putus. "Kamu tahu kan jika Hendra ... dia ... dia merenggut kesucianku. Aku harap kamu mau membantuku untuk membalaskan dendamku padanya."Dulah merasakan rasa marah dan kebencian yang tiba-tiba memuncak di dadanya, akan tetapi dia mencoba menahan emosinya untuk memberikan dukungan pada Jihan. Sang pria segera menggenggam tangan Jihan dengan lembut."Ceritakan padaku, semuanya Jihan. Jangan pernah ada yang kamu tutup-tutupi! Aku di sini untuk mendengarkanmu. Katakan yang sejujurnya terjadi malam itu," ucap Dulah dengan suara lembut.Jihan menarik napas dala
Di jalanan yang sepi, tiga orang anak buah Dulah berdiri di tengah jalan, menghadang mobil yang melaju dengan cepat. Hendra, pria yang telah merenggut kesucian Jihan, sangat terkejut melihat mereka yang sedang berada di depannya. Hendra merasa terkejut dan panik saat melihat ketiga anak buah Dulah menghadang mobilnya di tengah jalan yang sepi. Dia segera menginjak rem dengan keras, mobilnya berhenti tepat di depan mereka. Tatapan ketakutan terpancar dari wajahnya saat Hendra menyadari bahwa situasinya sangat serius.“Sialan! Siapa orang-orang ini?” umpatnya sendiri.Hendra mencoba mempertahankan ketenangannya, akan tetapi jantungnya berdegup sangat kencang saat ini. Dia dapat melihat ketiga pria, dengan tatapan tajam yang penuh dengan kemarahan mengarah kepadanya. Namun Hendra bisa merasakan kekuatan dan keberanian yang mereka miliki.“Mereka ada tiga orang! Bagaimana caraku menghadapi mereka?” Nyali Hendra mulai menciut melihat badan kekar dari orang-orang itu. “Hei! Laki-laki bi
Pagi itu terasa sangat sunyi dan mencekam di rumah kecil yang ditempati oleh Ilham dan Jihan. Ilham terbangun dengan perasaan gelisah, seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres. Ketika pria itu bangkit dari tempat tidur dan mendekati Jihan yang berbaring di sebelahnya, wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Napas Jihan terlihat berat, dan kulitnya mulai kehilangan rona. Tanpa berpikir panjang, Ilham segera mengguncang bahunya dengan lembut."Jihan, Sayang! Apakah kamu baik-baik saja? Kenapa wajahmu sangat pucat sekarang?" Ilham bertanya dengan nada yang sangat cemas.Namun Jihan tidak merespon sama sekali setiap perkataan dari pria itu. Matanya tetap terpejam, dan tubuhnya terasa semakin lemas. Tanpa buang waktu, Ilham langsung mengangkat tubuh Jihan yang lunglai itu dan segera membawanya ke dalam mobil. Pria itu pun dengan cepat mulai melajukan mobilnya ke sebuah rumah sakit yang selama ini merawat Jihan.“Jihan! Ku mohon bertahanlah! Aku sedang memba
Setelah berbulan-bulan menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit, kondisi Jihan perlahan pun mulai membaik. Gadis berusia belia itu memang masih tampak rapuh, namun kesehatannya jauh lebih stabil dibandingkan ketika dia pertama kali didiagnosis dengan penyakit mematikan tersebut. Setiap minggu, Jihan tidak pernah absen untuk kontrol ke rumah sakit. Dia tahu, meskipun keadaannya sudah tidak separah dulu, namun tubuhnya masih belum sembuh total. Penyakit yang menyerang karena gaya hidupnya yang tidak sehat, kini meninggalkan jejak di tubuhnya, dan Jihan menyadari bahwa dia harus lebih menjaga diri dan waspada mulai sekarang.Namun, Jihan tidak mau larut dalam kesedihan atau rasa bersalah. Sebaliknya, gadis itu memutuskan untuk menggunakan pengalamannya sebagai alat untuk mencegah orang lain terjerumus ke dalam jalan yang sama. Kini, Jihan aktif dalam sebuah organisasi perempuan yang berkampanye tentang bahaya penyakit menular seksual dan gaya hid
Beberapa tahun kemudian,Di sebuah rumah sakit yang sunyi di salah satu sudut Kota Jakarta, yang terdengar di sana hanya suara mesin-mesin medis yang berirama monoton. Jihan, seorang gadis beli yang berpetualang tentang cinta selama ini, hidup bebas tanpa peduli akan konsekuensi dari tindakannya, kini terbaring lemah di sebuah ruang isolasi. Sebelumnya gadis itu adalah seorang pecinta hidup bebas. Bergonta-ganti pasangan ranjang, tanpa menggunakan pengaman sedikitpun, yang membuat imun tubuhnya ikut turun dan mudah terserang sakit, seperti saat ini.Wajah Jihan sangat pucat, tubuhnya kurus, dan tatapannya kosong. Penyakit ganas yang menggerogoti tubuhnya semakin parah, dan harapan hidupnya semakin tipis. Tak ada yang mendampinginya di sana, kecuali Ilham, satu-satunya lelaki yang tulus mencintainya.Ilham duduk di kursi di sebelah ranjang Jihan. Matanya tak pernah lepas dari gadis yang dia cintai sejak lama itu. Meskipun Jihan pernah bersama bany
Jihan merasakan tubuhnya mulai terasa panas dan tidak nyaman setelah membaringkan tubuhnya di kamar hotel. Perasaan panas itu semakin menjadi-jadi, membuatnya merasa tidak nyaman. Tanpa sadar, dia mulai membuka satu per satu kancing bajunya, mencoba meredakan sensasi panas yang terus meningkat.“Panas …. Panas …” lirihnya lemah.Haikal, yang sedang duduk di kursi di dekat ranjang,seketika tercengang melihat sikap Jihan. Matanya memperhatikan setiap gerakan Jihan dengan cermat dan penuh keheranan,karena obat perangsang itu bekerja sangat cepat."Jihan Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Haikal dengan suara terkejut, meskipun hanya pura-pura saja.Jihan, yang masih dalam keadaan tidak sadar, hanya menatap Haikal dengan mata yang sayu. "Aku merasa panas, Haikal. Sangat panas," ujarnya dengan suara yang lemah.Haikal segera menyadarkan Jihan akan situasinya. "Jihan, berhenti. Kamu harus berhenti," ujarnya dengan suara
Petugas hotel itu tersenyum dan mengangguk. “Tentu saja ada, Tuan. Hotel kami masih memiliki beberapa kamar kosong. Silahkan ikuti saya.”Haikal dan Jihan mengikuti petugas tersebut menuju kamar yang telah disediakan. Begitu pintu kamar terbuka, udara segar dan kenyamanan seketika menghampiri mereka.“Ini kamar Anda, Tuan,” ucap petugas hotel itu dengan ramah sambil membuka pintu kamar.Haikal menoleh ke arah Jihan, seraya berkata, “Ayo, Jihan masuklah. Kita bisa istirahat sejenak dan menyegarkan diri sebelum melanjutkan petualangan kita di Kota Bandung,” ajaknya dengan senyum hangat.Jihan tersenyum lega. “Terima kasih, Haikal. Kamu memang selalu tahu apa yang aku butuhkan,” ucapnya sambil mulai memasuki kamar.Setelah melewati aktivitas yang padat di Kota Bandung, Haikal dan Jihan akhirnya sampai di dalam kamar hotel yang nyaman. Udara segar di dalam kamar membuat mereka merasa rileks setelah beraktivitas di luar. Haikal
Pagi menyingsing dengan sinar matahari yang membelai lembut tirai di sebuah apartemen di salah satu sudut Kota Jakarta. Aroma kopi yang harum memenuhi dapur, bercampur dengan bau sedap bahan-bahan sarapan yang tengah dipersiapkan oleh Jihan. Jihan, gadis muda yang ceria, sibuk mengaduk-aduk panci yang berisi bubur ayam hangat. Semangatnya terpancar dalam setiap gerakan. Sebentar lagi, dia akan memberi kejutan untuk Dulah, pacarnya yang masih tidur di dalam kamar.Untuk memuluskan rencananya ke Bandung bersama Haikal. Jihan perlu merayu Dulah. Agar pria itu mau mengizinkannya untuk pergi.Dulah, yang masih terbaring di kasur dengan mata yang masih setengah terpejam, mendengar derap langkah Jihan di dapur. Dia seketika tersenyum. Setiap hari, kehadiran Jihan memberikan semangat baru baginya. Meski kegiatan Dulah di kantor seringkali sangat sibuk. Namun dia selalu menyempatkan waktu untuk sarapan bersama.Sesaat kemudian, Jihan melangkah keluar dari
Setelah pertempuran panasnya dengan Jihan tadi malam, membuat Dulah semakin bersemangat pagi ini. Setelah sarapan roti bakar buatan sang pacar. Dulah pun berpamitan kepada Jihan. “Jihan … Sayangku. Aku mau berangkat ke kantor dulu pagi ini!” ucap Dulah lalu mengecup bibir Jihan dan melumatnya sesuka hatinya. “Sayang! Aku masih menginginkanmu! Kami sangat jago tadi malam. Mampu membuatku melayang sampai ke langit ke tujuh!” puji Dulah kepada sang pacar. “He-he-he! Semua kulakukan untukmu, Sayang,” sahut Jihan. “Ayo … kita lakukan satu ronde pagi ini!” rayu Dulah lalu mulai mengendurkan dasinya. Akan tetapi Jihan segera mencegahnya. “Sayang, tidak sekarang. Kamu harus ke kantor. Bukannya pagi ini kamu ada meeting?” ucap Jihan mengingatkan Dulah. “Oh .. ya ampun! Aku sampai lupa! Baiklah, Sayang. Aku pergi dulu,” pamit Dulah lalu segera keluar dari dalam apartemennya. “Cih
Jihan wanita muda yang bersemangat dan berani. Dia memiliki mata yang cerah dan penuh harapan, senyum yang menawan, dan hati yang penuh dengan kebaikan. Walaupun kebaikan itu hanya kepura-puraan semata demi untuk memuluskan semua rencana busuknya.Sementara Dulah, di sisi lain, adalah pria yang kuat dan berani, dengan hati yang penuh dengan keadilan. Telah jatuh cinta kepada Jihan sampai sejatuh-jatuhnya. Bahkan pria itu tidak tahu jika Jihan sedang mempermainkan perasaannya. Saat ini mereka sedang berdua berada di apartemen Dulah, tempat yang hangat dan nyaman, penuh dengan cahaya lembut dan aroma makanan enak. "Thanks, Dulah," ucap Jihan, matanya berkilauan dengan rasa terima kasih walaupun semua itu hanyalah kepalsuan semata. "Kamu telah membantuku memberi pelajaran kepada Hendra. Dia tidak bisa seenaknya merenggut kesucianku tanpa hukuman." Dulah menatap Jihan dengan penuh cinta. “Semua kulakukan untukmu Sayangku, Jihan. Hendra me
Di jalanan yang sepi, tiga orang anak buah Dulah berdiri di tengah jalan, menghadang mobil yang melaju dengan cepat. Hendra, pria yang telah merenggut kesucian Jihan, sangat terkejut melihat mereka yang sedang berada di depannya. Hendra merasa terkejut dan panik saat melihat ketiga anak buah Dulah menghadang mobilnya di tengah jalan yang sepi. Dia segera menginjak rem dengan keras, mobilnya berhenti tepat di depan mereka. Tatapan ketakutan terpancar dari wajahnya saat Hendra menyadari bahwa situasinya sangat serius.“Sialan! Siapa orang-orang ini?” umpatnya sendiri.Hendra mencoba mempertahankan ketenangannya, akan tetapi jantungnya berdegup sangat kencang saat ini. Dia dapat melihat ketiga pria, dengan tatapan tajam yang penuh dengan kemarahan mengarah kepadanya. Namun Hendra bisa merasakan kekuatan dan keberanian yang mereka miliki.“Mereka ada tiga orang! Bagaimana caraku menghadapi mereka?” Nyali Hendra mulai menciut melihat badan kekar dari orang-orang itu. “Hei! Laki-laki bi