4 - Berbincang
Bertepatan hari ahad Afnan berjanjian bertemu Nayla di cafe untuk membicarakan hal serius. Afnan berpakaian gamis polos dengan dua warna yang berbeda, kerudung pasmina membuat dirinya terkesan elegan dan simple. Tak lupa make-up tipis di parasnya, lekas meraih tas slempang bergegas turun untuk sarapan bersama Arga.
"Pagi Mas," sapa Afnan lalu meraih piring untuk diisi nasi, lauk dan sayur lalu diberikan ke suaminya, tak lupa menyendok untuk dirinya sendiri.
"Pagi juga sayang," balas Arga.
"Kamu mau ke mana, rapi sekali." Arga menyuapi Afnan yang hendak menyahut.
Setelah menghabiskan makanan di mulutnya. "Aku mau bertemu sahabat kecilku, bolehkan," mohon Afnan dengan puppy eyes karena lupa memberitahu suaminya.
Arga mengerutkan keningnya lalu menyeringai. "Tidak boleh, kecualiiii," ucap Arga membuat Afnan mengigit bibir bawahnya.
"Kamu melayani aku di sana." Tunjuk Arga mengarah ke kamar.
Afnan melirik jam tangan yang menunjuk pukul enam pagi, mereka berjanjian jam delapan masih ada waktu untuk melayani Arga tetapi ia malu. "Apa gak ada yang lain," tawar Afnan sambil memilin jarinya.
"Tidak! ayo cepat habiskan sarapanmu lalu layani aku," perintah Arga lalu melahap makanannya, Afnan tertunduk pasrah lekas menghabiskan sarapan.
Selesai sarapan Arga langsung mendekati Afnan yang baru saja menyusun piring kotor untuk di cuci, tetapi tangannya dicekal Arga membuat menoleh. Pria itu menarik Afnan dan menggendong ala bride style membawanya ke ranjang, Meletakan Afnan dengan hati-hati di kasur lalu segera melucutkan bajunya. Terlihat perut sixpack yang mengiurkan, Afnan lekas memalingkan wajah saat semburan merah merambat ke dua belah pipi mulusnya.
Arga merangkak mendekati Afnan dan meraih dagu sang istri untuk menatapnya. Netra hitam nan pekat itu menumbruk bola mata cokelat terang yang membuat hatinya selalu sejuk. Tatapan meneduhkan milik Afnan, bersitatap cukup lama dengan Arga. Lelaki itu menyeringai semakin merapatkan tubuhnya, lalu berbisik di cuping Afnan."Wah sepertinya akan ada ronde." Afnan tersadar lalu mendorong Arga agar menjauh, lekas menyuruh sang suami agar tengkurep, segera ia menaiki dan memijit sampai Arga tertidur pulas.
Afnan melirik jam dinding yang menuju angka tujuh, segera meraih tas tak lupa mengecup pipi Arga lalu segera berjalan keluar untuk menemui Nayla.
***
Nayla memainkan ponsel-nya sambil kaki mengetuk marmer cafe yang ia tempati saat ini, melirik jam sudah menuju angka delapan pagi, tetapi sahabatnya itu belum datang, menghela napas pelan lalu mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya.
"Tak biasanya Afnan datang terlambat," gerutu Nayla jenuh sudah empat puluh menit ia berada disana.
Afnan turun dari mobil dan menyuruh Mang Tatang untuk pulang, cepat melangkah ke cafe dan mencari meja pesanannya setelah ketemu. Ia mendekat lalu mendaratkan bokong dikursi. Tatapan kesal ditunjukan Nayla saat netra mereka bertemu.
"Assalamualaikum. Maaaf, telat," ucap Afnan menaruh tasnya di meja.
"Walaikumsalam, gak papa walau kesel sedikit sih," sahut Nayla melipatkan kedua tangannya di dada.
"Maaf, ada sedikit problem tadi," ucap Afnan lalu segera memesan makanan.
"Apa yang ingin kamu bicarakan? Sepertinya serius, mengajakku ketemu biasanya kalau tidak serius hanya lewat ponsel," celetuk Nayla penasaran.
"Kita makan dulu aja, baru bahas itu," sahut Afnan mengambil minuman bekas Nayla.
"Itu bekasku," cegah Nayla hendak merebut gelasnya tetapi sudah disedot Afnan.Afnan melirik lalu tersenyum menaruh gelas itu kembali ke meja. "Tak apa, aku masih sama seperti dulu kok," tuturnya, Nayla tersenyum mendengar pengakuan sahabatnya.
"Semoga kamu tak'kan pernah berubah," ucap Nayla memegang tangan Afnan menyalurkan kasih sayang lewat tatapan abu-abu miliknya.
Afnan membalas perkataan Nayla dengan senyuman, setelah makanan datang mereka makan sambil tertawa karena lelucon yang dilontarkan Nayla. Memang Nayla orang humoris membuat Afnan yang sedih akan tertawa terbahak-bahak, sehabis makan suasana mulai tegang, Afnan berdehem menetrakan jantung yang bertalu yang kencang.
"Tegang banget sih, emang mau ngomong apa?" tanya Nayla sambil menyeruput minumannya.
"Mau gak jadi adikku," ucap Afnan tanpa basa - basi lagi.
Nayla mengeryitkan alisnya bingung. " Kitakan memang menganggap satu sama lain saudari Afnan," cecar Nayla mencubit pipi Afnan gemas.
Afnan menggeleng. "Maksudku bukan ituuuu," ujar Afnan pelan.
"Tapi jadi adik maduku." Perkataan Afnan membuat Nayla membulatkan matanya tak percaya.
"Kalau ngomong jangan ngawur deh," sergah Nayla menatap tajam Afnan yang berkata sembarang menurutnya.
"Aku gak ngawur Nayla, aku bener-bener pengen kamu jadi adik maduku," ucap Afnan kukuh membalas tatapan Nayla.
Nayla menghela napas lalu memijat keningnya yang pusing oleh permintaan Afnan.
"Apa yang membuat kamu mencari madu, dan menginginkan aku jadi adikmu?" tanya Nayla.
Afnan tersenyum walau hatinya sakit saat meminta Nayla jadi madunya. "Aku ingin mempunyai bayi dari benih suamiku. Kenapa aku memilihmu jadi adikku, karena aku udah kenal lama banget, aku percaya sama kamu kalau kita akan rukun menjadi adik, kakak."
Nayla melirik Afnan sebal."Aku sudah tidak perawan lagi Afnan, mahkotaku direngkut paksa oleh mantan kekasihku," ucap Nayla parau sambil menundukkan kepalanya menatap kaki.
Afnan membulatkan matanya terkejut, lalu lekas bangkit mendekati Nayla yang menunduk saat melihat riak wajah yang mendung. "Tak apa, pasti suamiku akan menerima kekuranganmu," terang Afnan mengelus rambut Nayla dengan sayang.
Nayla mendongak lalu memeluk Afnan. "Terimakasih, kukira tak'kan ada lelaki yang meminangku karena sudah tak perawan lagi," ucapnya serak untuk cafe sedang sepi jadi mereka leluasa.
"Jadi kamu menerima permintaanku jadi madu?" tanya Afnan hati-hati mengelus punggung Nayla.
Nayla mengangguk tak lupa mengembangkan senyumannya.
"Allhamdulillah," ucap Afnan bersyukur."Nanti aku ajak menemui suamiku, ya."
Nayla mengangguk lalu memegang tangan Afnan. "Terimakasih, kamu adalah penyelamatku."Afnan mengangguk lalu mengacak-acak rambut Nayla yang tergerai, mereka tertawa dan bercanda layaknya saudari. Tak lama kemudian dering ponsel Afnan berbunyi, membuat Afnan segera mengangkat panggilan saat melihat siapa meneleponnya.
"Kamu di mana?
"Aku di cafe."
"Cafe mana, aku mau menjemputmu. Ada acara penting dan kamu harus ikut,"
"Cafe Naz, aku tunggu sambil mengenalkanmu pada seseorang,"
"Oke, love you sayang,"
"Love you too."
Afnan menunduk malu saat mengucapkan kata-kata terakhir, Nayla senyum-senyum mendengar penbicaraan pasangan suami istri itu, apakah dirinya bisa bersama membangun mahligai rumah tangga sebagai istri kedua.
5 - Wanita nakalArga melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang, setelah sampai lekas memarkirkan mobil. Kemeja kotak - kotak berwarna abu-abu, jas coklat dengan dasi hitam dan celana warna senada dengan jas yang dipakai. Berjalan masuk ke cafe Naz, netranya menangkap sang istri yang sedang mengobrol bersama wanita, melangkah mendekat lalu berdehem. Afnan dan Nayla menoleh mendengar suara deheman, Nayla terpaku menatap pria yang ada dihadapannya, sedangkan Afnan bangkit dari duduknya segera meraih tangan Arga cepat mencium tajim."Mas, kenalkan ini Nayla Ramadhani calon istrimu," ucap Afnan tanpa basa - basi.Arga melirik datar ke arah Nayla, yang dilirik menunduk kepalanya, gugup tiba - tiba menyerang akhirnya ia memilin-milin jarinya."Ayo, waktu kita tak banyak lagi," tutur Arga menatap Afnan, memegang lengannya untuk mengajak pergi."Tunggu. Aku pergi dulu ya Nay, nanti aku share lokasi buat kamu ke rumahku," ucap Afnan, Nayla hanya menga
6 - Ancaman berakhir dengan kegagalan🍁🍁 Afnan Zakia POV 🍁🍁Hati ini bergemuruh, melihat suamiku hendak disuapi kue oleh Bella. Apa ini yang akan kurasakan saat nanti Mas Arga, mengucapkan ijab kedua kalinya dengan Nayla. Sungguh tak rela perempuan itu menyuapi suamiku! saat tangannya terangkat, refleks aku berujar dingin penuh ancaman. Semua mata melihatku bingung."Apa yang kau lakukan!"Bella menatapku, ingin rasanya mencakar wajah yang angkuh. Ia mendekat ke arahku dan memandangku dengan malas."Kau mengganggu saja!"Lenganku terkepal, ingin rasanya meninju bibir yang berkata tak disaring itu. Harusnya aku yang marah, kenapa dirinya yang berujar demikian. Tetapi tak'kan sudi mengotori tangan demi gadis yang seperti jalang ini, pakaian yang kurang bahan, dibagian dadanya sangat rendah memperlihatkan payudara yang menonjol seperti ingin keluar, bajunya sangat ketat bahkan hanya diatas payudara Astagfirullah maafkan hambamu ini ya
7 - BerhijabArga merotasi matanya dan bersidekap. "Masalah sepele gini, kalau mau batalkan, ya batalkan aja.""Aku tak masalah," lanjut Arga sambil bangkit dan memegang lengan Afnan."Ayo sayang kita pergi." Menarik Afnan keluar ruangan.Bella berdiri dan menatap kedua sejoli itu dengan kesal, tangannya terkepal kuat menahan gejolak amarah yang menguar di dada.Gadis itu beralih menatap Ayah yang minum dengan santai."Dadyyyy, kenapa," ucapan Bella terpotong oleh angkatan tangan Aldrick yang mengisyaratkan untuk diam."Sudahlah, kamu cari saja pria lain! Sudah Dady katakan dia tak'kan mau walau diancam. Gara-gara kamu, Dady gagal kerjasama dengannya," tukas Aldrick sambil berdiri dan berjalan keluar untuk menyambut tamu.***Arah jarum jam menuju angka satu dini hari, Afnan dan Arga baru saja sampai, berjalan ke kamar lalu menghempaska
8 - Meminta restuBeberapa hari kemudian, Afnan dan Arga mengajak Nayla ke pertemuan keluarga mereka. Jemari Nayla meremas gamis yang dipakainya, keringat dingin bercucuran di wajah. Sebuah tangan memegang lengannya menyalurkan kekuatan, netranya beradu dengan bola mata cokelat terang nan tatapan menyejukan."Tenanglah," ujar Afnan mengelus punggung tangan Nayla, ia membalas dengan senyuman dan anggukan."Ayo masuk!" ajak Arga menggandeng tangan Afnan berjalan ke arah pintu utama, setelah sampai ia memencet bel lalu menunggu.Pintu terbuka memperlihatkan seorang wanita parubaya yang tersenyum lebar saat melihat anaknya."Assalamualaikum, Mah," ucap Arga mencium tangannya."Apa kabar? Mah," tanya Afnan meraih tangannya lalu mencium takjim.Netra wanita itu bertemu dengan Nayla yang menunduk sambil memilin jarinya."Kamu siapa?" tanya Sekar --- Mama Arga.Nayla mendongak lalu tersenyum kaku, "saya Nayla Ramadhani, Tante," ujar Nayl
9 - Menikah"Kamu cantik banget Nay," puji Afnan berdiri lalu mendekati Nayla, saat dirinya sudah selesai di dandani."Aku gugup Afnan," kata Nayla melirik Afnan yang disebelahnya."Rileks saja Nay," tutur Afnan memegang bahu Nayla lalu tersenyum saat mereka sama-sama menatap pantulan di cermin.Setelah berbincang-bincang di kamar, terdengar suara Arga mengucapkan ijab kabul setelah itu kata sah terdengar.Afnan tersenyum kaku, mengajak Nayla keluar. Mereka menuruni tangga ditatap oleh semua orang, ada yang berbisik membicarakan Afnan yang dimadu, cibiran untuk Nayla. Genggaman Afnan menguat menyalurkan kekuatan untuk sahabatnya yang terlihat gelisah, setelah sampai Nayla didudukan disamping Arga. Pria itu memasangkan cincin, mengecup kening Nayla dengan wajah datarnya. Tak ada senyuman di bibirnya, Nayla ia lekas meraih tangan Arga dan menciumnya takjim.Setelah akad selesai, ketiganya lekas menyambut tamu dan duduk di kursi pelaminan, ucapan sel
10 - Masakan NaylaArga masuk ke kamarnya, terlihat Afnan yang tertidur disajadah masih memakai mukena, senyuman terukir di bibir. ia mendekat dan mengendong Afnan membopong ke kasur dengan hati-hati. Menatap paras ayu sang istri, dirinya membelai pipi Afnan dengan sayang lalu mengecupnya. Merasa terusik Afnan membuka matanya, dan mengerjap lucu saat netra coklat terangnya menangkap wajah Arga. Senyum sendu terpatri di bibir ranumnya."Bahkan aku berhalusinasi, saat dirimu sedang bersama Nayla," gumam Afnan.Arga mengecup bibir Afnan lalu tersenyum. "Apa setelah ini kamu akan berpikir aku halusinasimu hmmm," ujarnya.Afnan mengerjap lagi lalu mengucek matanya. "Aku beneran Mas Arga, bukan halusinasiku?" tanya lagi sambil meraba wajah prianya, dibalas anggukan."Harusnya kamu di kamar Nayla! ini malam pertama kalian, pasti Nayla menunggumu," geram Afnan bangun dan mendorong Arga untuk keluar dari kamarnya.Pria itu berbalik lalu memelu
11 - Membagi waktu🍁🍁 Muhammad Arga Derimawan🍁🍁Lekas masuk kamar, mengganti baju dengan pakaian kerja. Meraih tas lalu keluar, mataku menatap Afnan yang tengah berbincang bersama Nayla, dia berpakaian rapi bukannya yang tadi lagi. Netra kami beradu, cepat melangkah mendekat menatap mereka bergantian."Aku pergi kerja dulu ya," ucapku pamit."Mas, antar Nayla ke tempat kerjanya," pinta Afnan memegang lenganku."Ayo," jawabku singkat lalu mengecup kening Afnan, sehabis itu berjalan duluan ke mobil di susul Nayla.Kami masih terdiam membisu di mobil, tanganku menyalakan mesin dan lekas melaju dengan kecepatan sedang."Mas," panggil Nayla pelan, membuatku berdehem sebagai jawaban."Maaf soal tadi, aku gak tau," ucapnya tulus sambil melihatku."Tak apa, Mas aja yang berlebihan. Mas minta maaf juga ya," ucapku menatapnya sebentar lalu fokus lagi ke jalan."Iya Mas."Setelah sampai tujuan, segera pamit tak l
12 - KetahuanSebulan sudah mereka menjalani mahligai rumah tangga, Arga pria itu menuruti perkataan Afnan yang tidur tiga hari bersamanya dan tiga hari bersama Nayla. Hatinya mulai tersentuh, perlakuan dan tingkah istri keduanya sangat berbeda dengan Afnan. Jika Afnan wanita itu jarang bercanda bersamanya, kalau Nayla hampir setiap saat ia selalu dijahili. Raut wajah yang selalu ceria diparas yang manis, membuat jantung mulai berpalu saat bersama. Dia tak mau mengecewakan Afnan, telah membagi cinta. Tapi dirinya juga harus adilkan? sudah tiga puluh hari ia mendzholimi istrinya tak memberikan nafkah batin, dia selalu memikirkan dosa yang terus dibuat, tetapi perlahan hati mulai menerima sedikit demi sedikit nama istri mudanya terukir di relung. Pagi ini sangat cerah, Afnan perempyan itu sibuk dengan perkakas dapur memasak makanan untuk sarapan, setelah selesai lekas menaiki kamar dan memanggil suaminya dan Nayla."Mas bangun," ucapnya lembut sambil mengelus rambut
75 - Sebuah Janji "Kenapa kalian dia saja?" tanya Afnan melirik semuanya. "Eh, ayoo makan," ajak Nayla dengan suara gugup, membuat Afnan menatapnya curiga. "Nayla!" panggil Afnan membuat wanita itu mengembuskan napas lalu membalas tatapan Afnan. "Ada apa, Mbak? ayoo makan, ini enak lho," ujar Nayla merasa tatapan Afnan semakin membuatnya sesak. "Kalian sembunyiin apaan?" tanya Afnan lagi, menatap semua orang yang berada di dalam. "Ayo sayang, katanya mau makan, makanan ini," seru Arga hendak menyuapi Afnan tetapi wanita itu tolak. "Massss, jawab pertanyaanku!" Arga mengembuskan napasnya kasar, lalu bersandar di dinding. "Rahimmu diangkat, kamu tidak akan bisa hamil lagi," ucap Arga seperti petir menyambar ke diri Afnan, wanita itu diam membuat semua orang khawatir. "Apa! Kamu pasti bohong 'kan, Mas!" raung Afnan dengan matanya sudah banjir dengan air yang terus berjatuhan. "Mbak, kamu harus ikh
74 - Mereka anak kitaSenyuman terpatri di bibir Arga, saat mendapatkan telepon dari istri keduanya, bahwa Afnan sudah sadar semenjak koma. Ia melangkah dengan tergesa - gesa sambil menuntun anak - anaknya, karena Leon dan Leana ingin berjalan."Ayo Nak, kita harus cepat - cepat ke ruangan Bund, soalnya Bunda sudah bangun dari tidur panjangnya," jelas Arga berusaha agar anak - anaknya melangkah lebih cepat."Wah, Unda uda angun, Eana engen enger cuala Unda," kata Leana dengan girang sambil loncat - loncat."Iya sayang, Ayah juga rindu suara Bunda," sahut Arga dibalas anggukan oleh Leana.Setelah sampai Arga langsung membuka pintu, matanya melihat Afnan tengah makan disuapi Nayla."Mas," ucap Afnan spontan dengan mata berkaca - kaca, terlihat sorot rindu dari manik keduanya."Sayang, akhirnya kamu bangun," ucap Arga lalu melangkah bersama Leana dan Leon mendekati brankar Afnan."Mas rindu kamu," kata Arga lalu meraih
73 - Nestapa terguncangDua tahun kemudian ...Seorang pria dengan telaten menyisir rambut istrinya, yang masih terbaring di brankar. Tubuh wanita itu kurus, surainya semakin panjang, tetapi matanya masih betah terpejam selama dua tahun ini."Sayang, kapan kamu membuka mata? aku sangat merindukanmu, anak kita juga," ucapnya pelan, sungguh ia tak sanggup rasanya, saat mendengar perkataan dokter tadi pagi."Apakah kamu tidak menyayangi kami? kenapa tertidur terlalu lama, ini sudah mau dua tahun sayang. Ayo buka matamu," pintanya lagi, lalu mengecup pipi yang tirus itu."Leana, sebentar lagi ulangtahun lho, bersama Leon, ayo bangun kita rayakan bersama," bujuknya menggenggam lengan wanita yang terpasang infus. "Tolonggggg, bangunlah. Kami sangat merindukanmu," bisiknya ditelinga sang istri."Aku salat dulu, ya. Di sini kok sambil menunggu adikmu dan anak kita," ujarnya melangkah ke toilet untuk berwudhu.***"S
72 - KecelakaanNayla tengah berbincang di cafe milik sahabatnya yaitu Zahra, ia sesekali meneguk kopi dengan perlahan. Sebenarnya dia menahan sesuatu terlihat dari wajahnya yang pucat."Duh, kenapa perutku sakit dan mulas ya, pinggangku juga terasa panas," erang Nayla memegang perutnya."Mungkin kamu mau melahirkan, Nay. Ayo kita cepat - cepat ke rumah sakit," ajak Zahra ia lekas membantu sahabatnya berjalan lalu dia antar menggunakan mobilnya."Rasanya semakin sakit, Zah," rengek Nayla, ia bergerak dengan gelisah."Sabar Nay, coba kamu telepon Mbakmu, kasih tau kalau mau lahiran," perintah Zahra, Nayla mengangguk ia segera merogoh tas mencari ponselnya dan menelepon Afnan."Assalamualaikum, Mbak," ucap Nayla sambil menahan rasa sakit yang hilang timbul."Walaikumsalam, ada apa Nay? kok kamu kaya ke sakitan gitu," sahut Afnan khawatir."Sepertinya aku mau lahiran, Mbak. Aku dan Zahra sedang dalam perjalan ke rumah sakit,
71 - kebahagiaanArga menatap puas seseorang yang berada dibalik jeruji besi, ia melangkah lalu mengulas senyum saat Farhan bangkit dan mendekatinya."Lepaskan aku sialan! beraninya kau memasukanku ke sini!," maki Farhan menatap tajam Arga, membuat pria itu terkekeh."Kau pantas disana, dan siap - siap pergi ke pengadilan agar tau selama apa kau tempat ini," kelakar Arga sambil terus memegang perutnya, karena tidak kuat dengan tawanya yang tak berhenti."Aku pergi, tidak ada waktu berurusan denganmu," ucap Arga sinis lalu pergi meninggalkan Farhan yang sangat marah.***Setelah Farhan menjalani persidangan, akhirnya di dijatuhkan hukuman penjara selama sebelas tahun. Faresta tidak bisa membantu sama sekali, karena pengacara yang dibawa Anisa dan Nayla sangat hebat.Pria itu sudah dikawal oleh polisi saat mendekati Anisa yang tengah menggendong Haidar, ia mengulas senyum."Selamat kau menang, Anisa," ujar Farhan menatap Haid
BAB 70MEMINTA RESTUDavid berjalan ke ruangan CEO, untuk bertemu Arga. Melangkah dengan santai, lalu membuka pintu tanpa mengetuk pintu, membuat Arga yang tengah fokus kesal karena terganggu."Awas jika membawa berita tidak penting," ancam Arga menaruh berkas di meja, ia menatap kesal ke arah David yang sudah dihadapannya."Kau harus menaikan gajiku," ucap David sombong, lalu menarik kursi untuk di duduki."Cepatlah katakan! aku ingin segera menyelesaikan pekerjaanku," seru Arga."Farhan sudah ditangkap, dia sekarang di kantor polisi," kata David membuat bibir Arga melengkung membentuk senyuman."Baguslah, nanti kutranfer uangmu, sebagai hadiah," ujar Arga membuat David langsung tersenyum."Terimakasih, Bro. Sekalian kasih gue cuti dong," ucap David senang."Nanti, bantu aku mengerjakan ini semua. Baru kuberi cuti beberapa hari," seru Arga, David mengangguk semangat."Nanti aku bantu, agar cepat selesai." Dav
BAB 69FARHAN DITAHANFarhan menyeringai, dirinya sudah berada di Indonesia. Malam ini ia beristirahat ke hotel, esok pagi akan langsung ke rumah mantan mertuanya. Lekas membersihkan diri lalu merebahkan tubuh di kasur dan memejamkan mata menunggu hari besok. Bulan berganti matahari, pria itu tengah bersiap - siap."Tunggu Ayah, sayang," ucap Farhan, setelah merasa sudah rapi, ia melangkah keluar hotel lalu mengemudi bertemu Haidar."Sialan! segala pake macet," maki Farhan memukul setir.***Arga dan istri - istrinya tengah sarapan, mereka fokus ke makanan sampai Nayla berkata sesuatu."Mas," panggil Nayla membuat Arga yang tengah makan akhirnya menatapnya."Iya, ada apa? kamu ingin sesuatu?" tanya Arga bertubi - tubi membuat kedua wanitanya terkekeh."Tidak. Aku hanya ingin bertanya, seperti penjaga bertambah ya?" tanya Nayla mengeluarkan rasa penasarannya."Memang? aku tidak memperhatikannya," seru Afnan dib
BAB 68POLISI KE RUMAHAnisa terkejut saat ada polisi yang berjaga di rumah orang tuanya, ia segera bersalaman dengan mereka lalu bertanya."Maaf, Pak. Ada apa ya?" tanya Anisa hati - hati, Atha sudah tahu jika ada polisi berarti Farhan akan pulang karena Arga tak akan melepaskan pria yang menculik istrinya."Maaf, Nyonya. Saya disini menunggu Tuan Farhan pulang untuk kami bawa ke kantor dengan laporan dia dalang penculikan istri Tuan Arga," jelas polisi itu, membuat Anisa mengangguk mengerti."Ayoo masuk dulu," tawar Anisa dibalas gelengan oleh mereka."Tidak Nyonya, saya hanya mau bilang mau mengawasi rumah Nyonya, itu saja." Polisi itu menolak tawaran Anisa."Ya sudah, saya masuk ke dalam dulu," ucap Anisa dibalas anggukan oleh beberapa polisi."Nis, aku pamit pulang ya," ucap Atha memberikan Haidar pada Anisa."Iya, makasih sudah mentraktir Haidar," kata Anisa tulus sambil mengulas senyuman."Iya, assalamualaiku
BAB 67Kemarahan"Aku 'kan hanya menggodamu saja, tidak serius ingin kopi pahit," ujar Atha membuat Anisa mengerucutkan bibirnya."Pokoknya kamu harus habiskan! titik." Anisa langsung bangkit saat mendengar suara tangisan Haidar, meninggalkan Atha yang terbengong melihat tingkahnya."Harusnya tadi aku tidak mengodanya," keluh Atha lalu menyeruput kopi dan mengeryit tidak suka karena pahit sekali.Anisa lekas mengambil Haidar dari box bayi, lalu menyusuinya karena anaknya sudah mulai terbiasa lagi meminum ASI membuat dirinya bahagia. Sehabis itu ia membawa Haidar keluar, melihat Atha yang tengah memainkan ponsel-nya dan kopi sudah habis hanya tinggal ampasnya saja."Kopinya sudah habis?" tanya Anisa membuat Atha menoleh."Sudah, demi dirimu," sahut Atha bangkit lalu mengambil Haidar dari gendongannya."Dih, kamu yang pingin," ketus Anisa lalu mendaratkan bokongnya di sofa dan memakan cemilan."Hmmm." Atha hanya menyah