Seseorang itu semakin dalam memasuki kamar dengan pencahayaan temaram setelah memastikan pintu tertutup rapat seperti sedia kala.Jantung di dalam dada tak ayal berdebar semakin kuat dari biasanya. Bagaimanapun, tindakan nekadnya akan tetap menimbulkan risiko kalau saja diketahui oleh empunya kamar.Napas yang tampak berat sengaja diatur sedemikian rupa agar tak menimbulkan kecurigaan di malam yang sunyi ini.Iya, aku harus mendekat ke sana.Langkah hati-hati itu ditujukan ke arah meja tak jauh dari tempat tidur. Di sana tampak bingkai foto yang belum terlihat secara jelas siapa sosok di dalam benda persegi itu.Apa dugaanku benar?Makin dekat, di ruangan yang minim pencahayaan itu, matanya disipitkan agar bisa melihat lebih jelas benda yang dimaksud.Ternyata benar, dia masih memajang foto mantan istrinya.Dinar menyimpulkan senyuman tipis seraya mendengus.Karena sudah mendapatkan apa yang dimau, wanita itu bermaksud mengembalikan bingkai foto itu ke tempatnya. Namun, jemarinya tak
“Oh, tentu saya sangat mengizinkannya, Mbak. Mbak Dinar dipersilakan membawa calon suami ke syukurannya Akra. Selamat ya, Mbak. Saya ikut senang dengan kabar bahagia ini.”Lengkungan di bibir terbentuk. Akmal tak menipu tentang ucapan yang terlontar dari mulutnya. Tampak jelas pula kalau lelaki itu menyampaikannya dengan tulus.“Saya yang seharusnya berterima kasih sama Pak Akmal. Untuk ucapan selamatnya mungkin masih terlalu cepat, Pak.”“Semakin cepat, malah semakin baik, Mbak. Saya doakan rencana ke depan kalian bisa tercapai sesuai harapan terbaik yang Mbak Dinar inginkan. Saya duluan, Mbak.”“Iya, Pak. Amin. Terima kasih untuk doanya, Pak.”Senyuman menghiasi bibir wanita berhijab itu mengiringi kepergian Akmal. Namun, lengkungan itu seketika lenyap saat Akmal sudah tak terlihat batang hidungnya lagi.Dinar menghela napas, kemudian berjalan ke tempatnya melakukan pekerjaan sehari-hari. Ya, dia adalah salah satu manager di kantor yang Akmal dirikan.***Setidaknya, rasa bersalahku
Kening mengernyit. Wajah yang tak asing itu memutar lagi kenangan di masa lalu. Akmal seketika mencari istrinya. Namun, Khumaira sudah terlanjur mengetahui sosok lelaki yang berdiri bersebelahan dengan Dinar—salah satu tamu undangannya.Khumaira bergeming. Ia terpaku untuk sesaat karena tak menyangka kalau saat ini orang yang tak pernah lagi terlihat oleh kedua matanya malah begitu dekat dengannya. Desiran di dalam dada memacu gerakan jantung. Masa-masa pahit itu seketika menari-nari di dalam kepala. Namun, ia tak mungkin tiba-tiba pergi tanpa berpamitan mengingat orang-orang yang ada di hadapannya adalah tamu undangan.Begitu pula dengan Gifar. Wajahnya kini pucat pasi. Hari ini begitu tak terduga. Orang-orang dari masa lalu berkumpul di satu tempat. Tempat yang harusnya dipenuhi oleh kebahagiaan acara pesta ulang tahun. Ternyata, semua yang terjadi malah sebaliknya. Rasa bersalah dan penyesalan seketika menenggelamkan lelaki yang datang bersama tunangannya itu.Apa ini? Kenapa aku m
Fokus Akmal tertuju kepada dua orang yang teramat disayangi. Ia belum menyadari kalau di sana ada Riko—seseorang yang sedang menguji kesabarannya karena merasa cemburu dengan sikap lelaki itu kepada istrinya.Benar kan, ada Mas Akmal.Khumaira tersenyum kecut. Ia beranjak dari tempatnya menuju ke suaminya.“Oh, Mas Akmal. Apa kabar, Mas?” sapa Riko. Tentu dengan senyum yang mengembang tanpa beban. Ia mengulurkan tangan.Wajah tak suka awalnya diperlihatkan oleh Akmal ketika tahu siapa orang yang menyapanya. Namun, ia mengubahnya walau dengan senyuman yang terasa kaku. Ia menyambut tangan dari lelaki yang menimbulkan rasa cemburu itu.“Alhamdulillah, baik, Mas Riko. Kamu sendiri tentunya sehat kan?” tanya Akmal hanya untuk berbasa-basi walau enggan.“Iya, Mas. Baik juga, Alhamdulillah. Aku jadi bisa datang ke acara ulang tahunnya Akra begini. Tadinya, aku mau main dulu sama Akra karena acaranya belum dimulai. Tapi, malah Mas Akmal datang.”Lidya menyikut temannya itu karena sungkan men
Aku menginginkanmu, Khumaira. Gejolak di dalam dadaku sulit diartikan lagi. Antara rindu dan ingin memilikimu. Kamu wanita yang sempurna di mataku. Nggak ada wanita lain di dunia ini yang seperti dirimu. Kamu baik dan sempurna. Aku sangat menginginkanmu, Khumaira. Beri aku kesempatan lagi. Aku mohon. Aku ingin merengkuhmu walau bagaimanapun caranya. Aku ingin memilikimu seutuhnya. Kabulkan permintaanku, Khumaira. Rasaku ini bahkan rela mati untuk mendapatkanmu.Di dalam amplop putih hanya ada kertas berisi kalimat itu. Kalimat yang sengaja diketik bukan dengan tulisan tangan. Khumaira membacanya di dalam hati. Setelah menyelesaikannya, ada ketakutan yang muncul. Ini seperti teror yang diberikan tanpa tahu siapa yang telah melakukannya.Sedangkan saat ini, ada dua orang lelaki yang diduga mempunyai perasaan khusus kepada Khumaira. Ya, Gifar dan Riko yang sedang menikmati acara ulang tahun yang diselenggarakan. Meski Gifar datang dengan tunangannya, masih ada prasangka buruk terhadap le
Aku mau menikahi Dinar karena harapanku dia sepertimu, Khuma.Ketika melihat Khumaira mencoba untuk tersenyum kepada lawan bicaranya, kepada Gifar—lelaki yang pernah membuat luka, bisikan di dalam dada tak bisa dihindari. Gifar masih terus terbayang-bayang oleh sosok wanita seperti Khumaira yang baginya berhati malaikat.“Iya, Mbak Khuma. Masa lalu biarkan menjadi kenangan yang nggak perlu diulang. Mbak Khuma sendiri sudah sangat bahagia berumah tangga dengan Pak Akmal. Kami juga pasti akan menyusul kebahagiaan itu seperti kalian. Iya kan, Mas Gifar?”Dinar menanggapi perkataan dari Khumaira. Ia menoleh melihat Gifar. Namun, lelaki itu malah terperanjat.“I—iya, Sayang. Tentu saja kita akan bahagia.”Gifar tergagap. Sorot mata yang tadinya tertuju ke arah Khumaira langsung dilempar dan fokus kepada calon istri yang ada di sebelahnya.“Doa terbaik untuk kalian. Aku ikut bahagia dengan kabar pernikahan yang sebentar lagi akan terlaksana.”Akmal mengatakannya seraya merangkul pundak Khum
“Sayang! Bangun, Sayang!”Akmal menggoncangkan tubuh istrinya yang tergeletak di lantai karena tak sadarkan diri. Wajahnya sangat cemas. Ia yang baru dari kamar mandi, kemudian mencari-cari keberadaan istri dan anaknya dikejutkan oleh orang-orang yang berkerumun. Apalagi ponsel Khumaira tak aktif. Lelaki itu semakin gelisah hingga menyadari kalau sesuatu yang dikerumuni itu adalah istrinya yang kehilangan kesadaran.“Apa kalian ada yang melihat bayi satu tahunan yang bersama istriku di sini?”Pertanyaan itu keluar dari mulut lelaki yang perasaannya sedang tak karuan. Ia bertanya kepada siapa saja yang berkerumun di sekitarnya. Ia sangat berharap ada yang mampu menjawabnya. Bukan hanya takut terjadi hal buruk menimpa Khumaira yang sedang tak sadarkan diri, Akmal juga begitu cemas karena anak semata wayangnya tak terlihat di sekitar Khumaira.“Aku yang pertama melihat Mbak yang nggak sadarkan diri ini tergeletak di lantai. Di sekitarnya nggak ada siapa-siapa. Dia hanya sendiri,” jawab s
Ponsel yang Riko genggam tiba-tiba berbunyi. Ia segera menggulir layarnya untuk menanggapi telepon yang datang dari Lidya.“Ko! Aku baru baca broadcast dari adminnya Mbak Khuma, bukan kamu pelakunya kan, Ko?”Tanpa berbasa-basi, Lidya menyampaikan prasangkanya. Karena ia tahu kalau Riko menyukai Khumaira, wanita itu tak mau temannya malah berbuat nekat.“Pelaku apa sih, Lid?” Wajah Riko semakin ditekuk.“Bukan kamu yang menculik Akra kan? Kamu jangan bertindak bodoh hanya gara-gara suka sama Mbak Khuma, Ko.”“Ngaco! Aku mau nyulik dia gimana coba, Lid? Ini saja aku mau cari tahu dan menanyakan kebenarannya sama pihaknya Mbak Khuma. Kamu mau ikut nggak?”“Jangan bohong kamu ya, Ko! Jangan sampai bersandiwara di depanku!”“Ya ampun, Lid! Aku harus ngomong gimana lagi coba? Udahlah, kalau nggak percaya. Aku mau cari info yang jelas dulu. Kalau ikut, aku akan menjemputmu.”Desahan kasar terdengar oleh Riko.“Nggak, Ko. Aku nggak bisa ikut. Aku lagi pergi sama suamiku. Kamu pokoknya jangan
“Sudah siap, Sayang?” tanya Akmal kepada Khumaira. “Ayo. Akra juga sudah tampan nih. Setampan ayahnya,” celetuk wanita itu membuat bibir suaminya melengkung indah. “Besok kita akan punya anak secantik kamu kok, Sayang. Biar adil.” “Nggak, kalau dalam waktu dekat,” bantah Khumaira dengan wajah serius. Akmal hanya tersenyum. Wajahnya makin tampan meski ada bekas luka di pelipis. Penganiayaan yang dialami memang meninggalkan bekas di fisik. Kejadian penculikan juga menjadi pelajaran berharga agar ke depannya bisa lebih berhati-hati. Masalah Riko pun sudah bisa dikendalikan. Khumaira berhasil menasihati lelaki itu dan tak lagi menghubungi walau berasalan ingin memesan kue. Yang diharapkan untuk selanjutnya, hidup mereka akan tenang dan penuh kebahagiaan. “Alhamdulillah ya, Mas. Semua masalah kita yang terasa pelik bisa diselesaikan. Semoga saja, orang-orang yang dulu menzalimi kita, bisa benar-benar sadar dan nggak me
“Iya, Lid. Mbak Khuma sudah ngomong sama aku kemarin. Dia menyuruhku untuk menghentikan perasaanku yang mungkin melebihi seorang teman. Dia mengatakannya dengan sangat tegas. Aku dibuang olehnya. Aku dilarang untuk menghubunginya, Lid. Hatiku sakit, tapi semua itu keinginan dari Khumaira.” Riko mengatakan dengan nada tinggi. Emosinya terpancing mengingat perasaan yang disebut dengan cinta itu datang sendiri tanpa diundang dan telah mengisi semua ruangan di dalam dada. “Baguslah, kalau Mbak Khuma sudah mengatakannya dengan tegas kepadamu. Kamu berhak bahagia dengan pilihan yang lebih tepat, Ko. Bukan Mbak Khuma.” Embusan napas lagi-lagi dilakukan oleh Riko hanya untuk melegakan perasaan. “Iya, Lid, iya. Kamu nggak usah menambah rasa sakit hatiku.” “Ya sudah, aku mau istirahat. Kamu harus mendengarkan apa kata Mbak Khuma, Ko. Kamu juga istirahat. Aku matikan.” “Iya, Lid.” Riko meletakkan ponsel di meja. Ia berusaha
Kedua mata Laela berkaca-kaca ketika Gifar bisa mendatanginya lagi setelah berurusan dengan polisi. “Iya, Bu. Ini aku.” Senyuman dengan kedua ujung yang terasa kaku tetap dilukiskan di bibir. Meski begitu, tetap ada yang nyeri di dalam dada. Pikirannya juga sedang berusaha merangkai kalimat yang nantinya harus dikatakan di hadapan Laela. “Kamu dibebaskan kan, Gi? Kamu nggak bersalah?” Laela melebarkan kedua tangannya mengharapkan pelukan hangat dari anaknya. Ia tak bisa mengayunkan kaki seperti dulu. Jadi, hanya bisa menanti. Gifar tak menjawabnya. Ia langsung memeluk Laela berharap pula rasa sedihnya bisa sedikit memudar. Matanya juga sudah terasa panas. Ingin sekali mengeluarkan cairan bening. “Gi, kamu nggak ada masalah lain kan? Kamu bisa ke sini, artinya, kamu dibebaskan dan nggak bersalah kan?” Naluri seorang ibu begitu kuat. Laela menangkap guratan kepedihan yang mungkin sedang dirasakan oleh Gifar. Napasny
Puspa tergopoh-gopoh menghampiri Dinar yang masih duduk sendiri. Wanita yang usianya tak muda lagi itu, seketika memeluk anak gadisnya. “Din, apa yang terjadi? Kenapa kamu ada di sini? Ada apa, Din?” Pertanyaan yang sama dilontarkan kembali. Puspa melepas pelukannya dan berusaha menatap kedua mata anak tersayangnya. “Dia melakukan kejahatan, Bu. Dia memfitnahku dan memfitnah atasannya sendiri. Dia menculik anak dari atasannya hanya gara-gara rasa cintanya yang masih tertinggal.” Gifar telah berdiri di dekat dua wanita yang belum lama ini menjadi bagian dari keluarganya. Namun, setelah ini, Gifar akan melupakan semuanya dan menyudahi pernikahan yang belum genap berusia satu minggu. Puspa mendongak ke arah suara. Kemudian, ia bangkit sebelum menanggapi perkataan yang dilontarkan oleh lelaki yang masih berstatus sebagai menantunya. Sedangkan Dinar, hanya membisu dan bergeming di kursi yang sama. Perasaan di dalam dada begitu b
“Mbak Dinar serta Bu Puspa, terima kasih sebelumnya karena sudah mau berkunjung ke rumah saya.” Akmal menghentikan ucapannya. Diam-diam, ia menghela napas. Sedangkan orang-orang yang diajak bicara, melukis senyuman yang manis seraya menganggukkan kepala perlahan. Wajah-wajah penuh harapan besar tergambar begitu jelas di sana. Akmal merasa kesulitan untuk berkata-kata, tetapi semua harus dijelaskan secara tegas. “Untuk semua perkataan yang telah Bu Puspa sampaikan mengenai perasaannya Mbak Dinar, saya merasa sangat terhormat karena saya mendapatkan perasaan yang istimewa dari salah satu manajer terbaik di perusahaan yang saya miliki.” Akmal tak bisa mengatakan dengan cepat. Apalagi ketika melihat ekspresi yang dilakukan oleh dua orang tamunya. Dinar tampak makin merona, begitu pula dengan Puspa sangat terlihat mengharapkan jawaban persetujuan. “Sebenarnya, sudah ada beberapa orang meminta ta’aruf dengan saya akhir-akhir ini. Ada saja yang menjo
Akmal melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Janji yang sudah dibuat, tentu tak mungkin diingkari. Apalagi, rasa penasaran telah menemani lelaki itu. Ia tak sabar untuk mengungkap apa sebenarnya tujuan Dinar dan orang tuanya sampai mau datang ke rumahnya. “Dugaanku mengatakan, kalau Dinar menyukaiku. Mungkinkah dia datang ke sini untuk menyampaikan perasaannya? Kalau memang begitu, dia benar-benar berani dan mau menyingkirkan rasa gengsinya. Tapi, tetap saja, hatiku sudah diisi oleh seseorang.” Sorot mata yang sendu menatap salah satu sudut ruangan. Embusan pelan juga dilakukan. Lelaki itu kembali mengingat kalau wanita yang telah mengisi relung hati terdalamnya telah dinikahi oleh lelaki lain. Akmal menyenderkan punggungnya pada sofa yang lembut agar bisa merasa lebih santai. Ia memajamkan mata untuk menghilangkan rasa lelah yang mendadak datang. Namun, bukannya hilang, malah gambaran wajah wanita yang disukainya itu muncul dalam kegelapan.
Mendengar permintaan dari anaknya tentu membuat Puspa merasa senang. Usia wanita itu memang sudah pantas mendapat gelar sebagai seorang istri. “Apa benar, orang yang kamu maksud masih belum punya calon istri, Din?” tanya Puspa, tak mau terlalu berharap lebih jauh sebelum mengetahui semuanya. “Belum, Ma. Dia masih sendiri,” tegas Dinar. Soal permintaannya bukan sebuah isapan jempol belaka. Dinar yang berasal dari keluarga pengusaha, tentu tak merasa sungkan jika harus melamar seorang lelaki dari kalangan pengusaha pula. Wanita itu memang memilih untuk mencari jati dirinya sendiri dengan bekerja di tempat lain. Biar lebih menantang katanya. “Apa dia benar-benar baik?” tanya Puspa lagi. Ia tak ingin anaknya salah pilih. “Baik banget, Ma. Dia tampan, mapan juga rajin ikut pengajian. Mama nggak bakal rugi kalau punya menantu seperti dia.” Dinar menjelaskan segala kelebihan lelaki yang ingin dilamarnya dengan gamblang agar Puspa makin perc
“Bu—bukan! Uang itu untuk membayar WO beneran kok,” sanggah Dinar, tergagap. “Kalau kamu nggak mengaku, aku akan mengusutnya dan hukumanmu nanti akan semakin berat. Jujur saja, Say … nggak, Dinar.” Lelaki itu teramat terluka. Ia sudah mempercayai bahwa wanita yang memfitnahnya ini adalah orang yang baik seperti Khumaira. Namun, beginilah sekarang. “Aku nggak melakukannya! Uang itu untuk biaya pernikahan kita!” “Baiklah. Kalau itu maumu, aku akan meminta izin untuk menghubungi pihak WO atau malah menghadirkannya ke sini. Biar sekalian terjawab semuanya.” Gifar berbicara penuh kekecewaan. Tatapannya tajam. Luka yang tadinya diharapkan bisa sembuh dengan datangnya Dinar sebagai obat, malah sekarang dibuat semakin menganga dan basah kembali. Semakin perih dan sulit disembuhkan di kemudian hari. Dinar tak menjawab. Raut wajahnya tampak kebingungan. Sikapnya tidak bisa tenang. Gelisah terlihat jelas menemani setiap gerak-geriknya
“Iya, Mbak Khuma. Iya! Aku memahami semua yang kamu sampaikan, tapi ….”Riko kembali menunduk. Udara di sekitar terasa menyesakkan dada. Ia berusaha membuangnya lewat mulut, berharap rasa itu bisa hilang dan menghadirkan rasa nyaman kembali.Banyaknya orang yang berseliweran di tempat makan itu tak mengubah perasaan yang mendadak abu-abu. Awalnya Riko bangga dan merasa puas akan keberhasilan dirinya menemukan Akra karena berharap, Khumaira bakal menyanjungnya tanpa henti. Namun, semua itu hanya khayalan yang tak seutuhnya akan terjadi. Benar, kalau Khumaira merasa berterima kasih, tetapi tak seterusnya akan bersikap manis mengingat ada lelaki lain yang sudah menjadi suami dari wanita itu.Mimpi yang ingin diwujudkan, mungkin akan kandas pada akhirnya. Ya, karena mimpi itu hanya akan merusak kebahagiaan orang lain jika berhasil merangkainya dalam dunia nyata. Pupus. Itu yang terlihat jelas kini.“Tapi apa, Mas Riko? Kamu tahu mencintai pasangan orang lain yang sudah terikat janji suci