Ponsel yang Riko genggam tiba-tiba berbunyi. Ia segera menggulir layarnya untuk menanggapi telepon yang datang dari Lidya.“Ko! Aku baru baca broadcast dari adminnya Mbak Khuma, bukan kamu pelakunya kan, Ko?”Tanpa berbasa-basi, Lidya menyampaikan prasangkanya. Karena ia tahu kalau Riko menyukai Khumaira, wanita itu tak mau temannya malah berbuat nekat.“Pelaku apa sih, Lid?” Wajah Riko semakin ditekuk.“Bukan kamu yang menculik Akra kan? Kamu jangan bertindak bodoh hanya gara-gara suka sama Mbak Khuma, Ko.”“Ngaco! Aku mau nyulik dia gimana coba, Lid? Ini saja aku mau cari tahu dan menanyakan kebenarannya sama pihaknya Mbak Khuma. Kamu mau ikut nggak?”“Jangan bohong kamu ya, Ko! Jangan sampai bersandiwara di depanku!”“Ya ampun, Lid! Aku harus ngomong gimana lagi coba? Udahlah, kalau nggak percaya. Aku mau cari info yang jelas dulu. Kalau ikut, aku akan menjemputmu.”Desahan kasar terdengar oleh Riko.“Nggak, Ko. Aku nggak bisa ikut. Aku lagi pergi sama suamiku. Kamu pokoknya jangan
“Riko, Bu?” tanya Akmal menegaskan sekali lagi. Alisnya bahkan hampir menyatu.“Iya, cepat ditemui. Ibu mau ke kamarnya Khumaira lagi. Dia butuh teman biar rasa sedihnya sedikit menghilang.”Halimah berusaha untuk tersenyum meski perasaannya tak beda dari Khumaira, lantas wanita itu melangkahkan kaki menuju ke kamar anak perempuannya yang sedang bersedih.“Riko yang kamu curigai itu, Mal?” tanya Haikal. Ia membuntuti adik iparnya yang berjalan menuju Riko berada.Akmal mengangguk.“Iya. Nggak tahu dia ke sini mau ngapain. Atau mungkin mau berdiskusi mengenai dirinya yang sudah berani menculik anakku?”Rasa curiga itu ditegaskan dalam ucapan. Semanjak tahu Riko seakan mencintai istrinya, Akmal makin geram. Ditambah, sekarang terjadi sesuatu hal yang membahayakan nyawa anak semata wayangnya, Akmal makin kesal pada lelaki itu. Amarahnya sulit diatur kalau berhubungan dengan Riko.“Apa itu mungkin, Mal?” Keningnya mengernyit.“Bisa saja begitu. Buat apa lagi dia datang ke sini?”Haikal me
Riko menggeleng lagi. Wajahnya menjadi kusut karena tuduhan yang sejak tadi menderanya.“Bukan aku, Mas. Aku juga nggak paham tentang tuduhan surat yang kutulis untuk meneror Mbak Khuma. Aku sama sekali nggak tahu, Mas.”Riko terus mengelak dan berharap orang-orang yang ada di rumah itu, terutama Khumaira, bisa mempercayainya.Akmal membimbing Khumaira untuk kembali duduk di dekat Halimah. Kemudian, ia bersiap membantah perkataan yang Riko ucapkan.“Akui sekarang agar hukumanmu bisa lebih ringan!” bentak Akmal seraya menetap sengit lelaki yang datang bertamu.“Aku harus mengakui apa, Mas? Kalau bisa, aku justru ingin membantu pencariannya.”Akmal menyeringai sambil mengembuskan napas dengan kasar.“Membantu? Itu hanya akal-akalanmu saja kan? Padahal kamu sudah tahu di mana tempat Akra disembunyikan?”“Nggak, Mas. Aku merasa iba, jadi ingin membantu mencarinya, Mas.”“Omong kosong! Kalau kamu tetap mengelak, lebih baik pergi dari sini! Biarkan polisi nanti yang akan menangkapmu! Awas k
Dinar yang sudah bangun, perlahan mengambil ponselnya.Baguslah.Senyum tersimpul kala membaca pesan yang ada di aplikasi berwarna hijau.“Sayang, kamu sudah bangun?” tanya Gifar dengan suara parau.Dinar tersentak, lantas menoleh sambil menyunggingkan senyuman walau agak kaku.“Iya, Mas. Bagaimana tidurmu? Nyenyak?” Ponsel yang digenggam, diletakkan kembali di nakas.“Iya, karena ada kamu.”Dinar mendekat. Kemudian, memeluk lelaki yang kini sudah menjadi suaminya.“Pagi-pagi sudah lihat HP? Ada informasi apa?” tanya Gifar lagi seraya memeluk istri barunya.“Nggak ada. Hanya iseng. Kamu juga sudah melihat isi HP-ku kan, Sayang?”Bola matanya bergulir menatap lelaki itu.“Iya, aku percaya kok. Tanpa harus membuka HP-mu aku juga nggak masalah. Tapi, kamu sendiri yang menyodorkannya terus-terusan.”“Biar hubungan kita langgeng, Mas. Nggak ada yang ditutup-tutupi.”Gifar tak menjawab. Ia mendaratkan beberapa kali kecupan ke wajah Dinar.Waktu itu, semua jejak digital sudah kupindah ke tem
“Bu! Astagfirullah! Ibu!”Seketika, Gifar panik. Orang tua yang begitu disayangi kehilangan kesadaran.“Ibu!”Lelaki itu menggoncangkan badan ibunya berharap Laela akan sadar kembali. Namun, semua sia-sia.“Ibu harus dibawa ke rumah sakit, Mas!” Dinar tak kalah panik.“Iya! Ayo, cepat, kita bawa Ibu ke rumah sakit!”Gifar malah sibuk mencari kunci mobil yang lain mengingat mobil yang biasa dipakai memang sedang ada di bengkel. Sesuai perkataannya tadi.“Mohon maaf, Pak Gifar. Kami harus segera membawa Anda ke kantor untuk memenuhi proses hukum.”Seorang pihak kepolisian kembali mengingatkan tugasnya berada di rumah Gifar saat ini.“Aku akan antar ibuku ke rumah sakit dulu. Setelah itu, aku akan datang memenuhi panggilan walau aku nggak pernah menculik siapa-siapa!”Tatapan Gifar begitu tajam. Saat ini, perasaannya begitu berkecamuk. Padahal, ia mengharapkan kebahagiaan setelah pernikahan terjadi. Ini malah kebalikannya.“Baik, Pak. Kami akan menugaskan salah satu personil untuk mendam
“Apa maumu, Gi! Ha! Beraninya menculik keponakanku! Apa otakmu nggak dipakai? Masih saja menyakiti Khumaira! Bukannya kamu sudah punya calon istri? Tapi, apa ini, ha! Memangnya kamu pikir, dosa yang dulu sudah terampuni hingga dengan bodohnya membuat dosa yang baru seperti sekarang? Awas, kalau Akra sampai terluka!”Kerah dicengekeram. Haikal melotot sambil mengungkapkan kekesalannya di depan Gifar. Napasnya yang memburu tampak dari gerakan dada yang naik-turun. Bahkan Gifar begitu merasakan aura kemarahan dari mantan iparnya itu.Tak kalah kesal, Gifar berusaha melepaskan cengkeraman itu. Tuduhan yang digaungkan oleh banyak pihak membuat darahnya seakan mendidih. Ia tak mau memperpanjang masalah ini, karena dia merasa tidak melakukan apa-apa.Pihak kepolisian membantu Gifar melepaskan diri dari cekalan tangan yang begitu kuat. Tentu karena ingin kondisi tak semakin memanas dan tidak ingin terjadinya baku hantam yang akan merugikan banyak pihak.“Jangan membuatku semakin marah!” ketus
Dinar, kasihan dia. Baru saja menikah, malah sudah dikecewakan seperti ini. Gifar memang keterlaluan. Buat apa masih saja melakukan hal bodoh macam ini?Meski tahu kalau suami dari wanita itu adalah terduga pelaku yang kini sedang ditahan, Akmal tak tega kalau pura-pura tidak melihat keberadaan Dinar yang teramat memilukan. Apalagi, wanita itu merupakan salah satu karyawan yang setia mengabdikan diri di perusahaannya, lelaki itu makin bersimpati kepadanya walau sama-sama terluka oleh orang yang sama.“Mbak Dinar, kenapa masih ada di sini? Bukankah lebih baik kamu pulang?” ujar Akmal seraya mendekati.Dinar yang mendengar sapaan dari seseorang yang dikenal seketika menghapus air mata. Ia menoleh dan berusaha menunjukkan sikap yang tegar.“Aku … aku hanya ingin menengkan diri, Pak.” Air mata tetap terjatuh.“Kamu pasti sangat kecewa. Aku berusaha memahaminya walau kamu sekarang adalah istrinya Gifar. Tapi, dia memang laki-laki yang keterlaluan. Aku pikir, dia akan membahagiakanmu, tapi
“Oh, jangan galak-galak seperti itu dong. Kamu ini janda kan? Apa nggak kangen dengan belaian seorang lelaki? Ayolah, jangan sok suci. Aku akan memaafkan semua tindakanmu tadi yang sempat membuatku kesal.”Bowo melangkah perlahan mengikuti pergerakan Linda. Senyuman nakal tergambar di bibir hingga membuat wajah lelaki itu makin mengerikan. Ya, di mata Linda, Bowo seperti orang mesum yang sedang memburu mangsa.“Aku bilang tidur! Jangan berani-berani mendekatiku! Mundur!” bentak Linda berusaha untuk mengatur suaranya agar tidak bergetar karena takut.“Ayolah. Nikmati malam ini bersamaku. Walau awalnya aku nggak tertarik kepadamu, ternyata, boleh juga kalau dicoba mumpung kita hanya berdua.”Tangan Bowo berusaha menyentuh pundak Linda. Namun, langsung ditepis.“Jangan menyentuhku! Menjauhlah! Jangan macam-macam kepadaku!”Tawa malah terdengar. Bowo yang yakin akan mendapatkan mangsanya sengaja mengulur waktu agar gairahnya semakin terpancing. Sikap Linda yang enggan didekati, membuat le
“Sudah siap, Sayang?” tanya Akmal kepada Khumaira. “Ayo. Akra juga sudah tampan nih. Setampan ayahnya,” celetuk wanita itu membuat bibir suaminya melengkung indah. “Besok kita akan punya anak secantik kamu kok, Sayang. Biar adil.” “Nggak, kalau dalam waktu dekat,” bantah Khumaira dengan wajah serius. Akmal hanya tersenyum. Wajahnya makin tampan meski ada bekas luka di pelipis. Penganiayaan yang dialami memang meninggalkan bekas di fisik. Kejadian penculikan juga menjadi pelajaran berharga agar ke depannya bisa lebih berhati-hati. Masalah Riko pun sudah bisa dikendalikan. Khumaira berhasil menasihati lelaki itu dan tak lagi menghubungi walau berasalan ingin memesan kue. Yang diharapkan untuk selanjutnya, hidup mereka akan tenang dan penuh kebahagiaan. “Alhamdulillah ya, Mas. Semua masalah kita yang terasa pelik bisa diselesaikan. Semoga saja, orang-orang yang dulu menzalimi kita, bisa benar-benar sadar dan nggak me
“Iya, Lid. Mbak Khuma sudah ngomong sama aku kemarin. Dia menyuruhku untuk menghentikan perasaanku yang mungkin melebihi seorang teman. Dia mengatakannya dengan sangat tegas. Aku dibuang olehnya. Aku dilarang untuk menghubunginya, Lid. Hatiku sakit, tapi semua itu keinginan dari Khumaira.” Riko mengatakan dengan nada tinggi. Emosinya terpancing mengingat perasaan yang disebut dengan cinta itu datang sendiri tanpa diundang dan telah mengisi semua ruangan di dalam dada. “Baguslah, kalau Mbak Khuma sudah mengatakannya dengan tegas kepadamu. Kamu berhak bahagia dengan pilihan yang lebih tepat, Ko. Bukan Mbak Khuma.” Embusan napas lagi-lagi dilakukan oleh Riko hanya untuk melegakan perasaan. “Iya, Lid, iya. Kamu nggak usah menambah rasa sakit hatiku.” “Ya sudah, aku mau istirahat. Kamu harus mendengarkan apa kata Mbak Khuma, Ko. Kamu juga istirahat. Aku matikan.” “Iya, Lid.” Riko meletakkan ponsel di meja. Ia berusaha
Kedua mata Laela berkaca-kaca ketika Gifar bisa mendatanginya lagi setelah berurusan dengan polisi. “Iya, Bu. Ini aku.” Senyuman dengan kedua ujung yang terasa kaku tetap dilukiskan di bibir. Meski begitu, tetap ada yang nyeri di dalam dada. Pikirannya juga sedang berusaha merangkai kalimat yang nantinya harus dikatakan di hadapan Laela. “Kamu dibebaskan kan, Gi? Kamu nggak bersalah?” Laela melebarkan kedua tangannya mengharapkan pelukan hangat dari anaknya. Ia tak bisa mengayunkan kaki seperti dulu. Jadi, hanya bisa menanti. Gifar tak menjawabnya. Ia langsung memeluk Laela berharap pula rasa sedihnya bisa sedikit memudar. Matanya juga sudah terasa panas. Ingin sekali mengeluarkan cairan bening. “Gi, kamu nggak ada masalah lain kan? Kamu bisa ke sini, artinya, kamu dibebaskan dan nggak bersalah kan?” Naluri seorang ibu begitu kuat. Laela menangkap guratan kepedihan yang mungkin sedang dirasakan oleh Gifar. Napasny
Puspa tergopoh-gopoh menghampiri Dinar yang masih duduk sendiri. Wanita yang usianya tak muda lagi itu, seketika memeluk anak gadisnya. “Din, apa yang terjadi? Kenapa kamu ada di sini? Ada apa, Din?” Pertanyaan yang sama dilontarkan kembali. Puspa melepas pelukannya dan berusaha menatap kedua mata anak tersayangnya. “Dia melakukan kejahatan, Bu. Dia memfitnahku dan memfitnah atasannya sendiri. Dia menculik anak dari atasannya hanya gara-gara rasa cintanya yang masih tertinggal.” Gifar telah berdiri di dekat dua wanita yang belum lama ini menjadi bagian dari keluarganya. Namun, setelah ini, Gifar akan melupakan semuanya dan menyudahi pernikahan yang belum genap berusia satu minggu. Puspa mendongak ke arah suara. Kemudian, ia bangkit sebelum menanggapi perkataan yang dilontarkan oleh lelaki yang masih berstatus sebagai menantunya. Sedangkan Dinar, hanya membisu dan bergeming di kursi yang sama. Perasaan di dalam dada begitu b
“Mbak Dinar serta Bu Puspa, terima kasih sebelumnya karena sudah mau berkunjung ke rumah saya.” Akmal menghentikan ucapannya. Diam-diam, ia menghela napas. Sedangkan orang-orang yang diajak bicara, melukis senyuman yang manis seraya menganggukkan kepala perlahan. Wajah-wajah penuh harapan besar tergambar begitu jelas di sana. Akmal merasa kesulitan untuk berkata-kata, tetapi semua harus dijelaskan secara tegas. “Untuk semua perkataan yang telah Bu Puspa sampaikan mengenai perasaannya Mbak Dinar, saya merasa sangat terhormat karena saya mendapatkan perasaan yang istimewa dari salah satu manajer terbaik di perusahaan yang saya miliki.” Akmal tak bisa mengatakan dengan cepat. Apalagi ketika melihat ekspresi yang dilakukan oleh dua orang tamunya. Dinar tampak makin merona, begitu pula dengan Puspa sangat terlihat mengharapkan jawaban persetujuan. “Sebenarnya, sudah ada beberapa orang meminta ta’aruf dengan saya akhir-akhir ini. Ada saja yang menjo
Akmal melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Janji yang sudah dibuat, tentu tak mungkin diingkari. Apalagi, rasa penasaran telah menemani lelaki itu. Ia tak sabar untuk mengungkap apa sebenarnya tujuan Dinar dan orang tuanya sampai mau datang ke rumahnya. “Dugaanku mengatakan, kalau Dinar menyukaiku. Mungkinkah dia datang ke sini untuk menyampaikan perasaannya? Kalau memang begitu, dia benar-benar berani dan mau menyingkirkan rasa gengsinya. Tapi, tetap saja, hatiku sudah diisi oleh seseorang.” Sorot mata yang sendu menatap salah satu sudut ruangan. Embusan pelan juga dilakukan. Lelaki itu kembali mengingat kalau wanita yang telah mengisi relung hati terdalamnya telah dinikahi oleh lelaki lain. Akmal menyenderkan punggungnya pada sofa yang lembut agar bisa merasa lebih santai. Ia memajamkan mata untuk menghilangkan rasa lelah yang mendadak datang. Namun, bukannya hilang, malah gambaran wajah wanita yang disukainya itu muncul dalam kegelapan.
Mendengar permintaan dari anaknya tentu membuat Puspa merasa senang. Usia wanita itu memang sudah pantas mendapat gelar sebagai seorang istri. “Apa benar, orang yang kamu maksud masih belum punya calon istri, Din?” tanya Puspa, tak mau terlalu berharap lebih jauh sebelum mengetahui semuanya. “Belum, Ma. Dia masih sendiri,” tegas Dinar. Soal permintaannya bukan sebuah isapan jempol belaka. Dinar yang berasal dari keluarga pengusaha, tentu tak merasa sungkan jika harus melamar seorang lelaki dari kalangan pengusaha pula. Wanita itu memang memilih untuk mencari jati dirinya sendiri dengan bekerja di tempat lain. Biar lebih menantang katanya. “Apa dia benar-benar baik?” tanya Puspa lagi. Ia tak ingin anaknya salah pilih. “Baik banget, Ma. Dia tampan, mapan juga rajin ikut pengajian. Mama nggak bakal rugi kalau punya menantu seperti dia.” Dinar menjelaskan segala kelebihan lelaki yang ingin dilamarnya dengan gamblang agar Puspa makin perc
“Bu—bukan! Uang itu untuk membayar WO beneran kok,” sanggah Dinar, tergagap. “Kalau kamu nggak mengaku, aku akan mengusutnya dan hukumanmu nanti akan semakin berat. Jujur saja, Say … nggak, Dinar.” Lelaki itu teramat terluka. Ia sudah mempercayai bahwa wanita yang memfitnahnya ini adalah orang yang baik seperti Khumaira. Namun, beginilah sekarang. “Aku nggak melakukannya! Uang itu untuk biaya pernikahan kita!” “Baiklah. Kalau itu maumu, aku akan meminta izin untuk menghubungi pihak WO atau malah menghadirkannya ke sini. Biar sekalian terjawab semuanya.” Gifar berbicara penuh kekecewaan. Tatapannya tajam. Luka yang tadinya diharapkan bisa sembuh dengan datangnya Dinar sebagai obat, malah sekarang dibuat semakin menganga dan basah kembali. Semakin perih dan sulit disembuhkan di kemudian hari. Dinar tak menjawab. Raut wajahnya tampak kebingungan. Sikapnya tidak bisa tenang. Gelisah terlihat jelas menemani setiap gerak-geriknya
“Iya, Mbak Khuma. Iya! Aku memahami semua yang kamu sampaikan, tapi ….”Riko kembali menunduk. Udara di sekitar terasa menyesakkan dada. Ia berusaha membuangnya lewat mulut, berharap rasa itu bisa hilang dan menghadirkan rasa nyaman kembali.Banyaknya orang yang berseliweran di tempat makan itu tak mengubah perasaan yang mendadak abu-abu. Awalnya Riko bangga dan merasa puas akan keberhasilan dirinya menemukan Akra karena berharap, Khumaira bakal menyanjungnya tanpa henti. Namun, semua itu hanya khayalan yang tak seutuhnya akan terjadi. Benar, kalau Khumaira merasa berterima kasih, tetapi tak seterusnya akan bersikap manis mengingat ada lelaki lain yang sudah menjadi suami dari wanita itu.Mimpi yang ingin diwujudkan, mungkin akan kandas pada akhirnya. Ya, karena mimpi itu hanya akan merusak kebahagiaan orang lain jika berhasil merangkainya dalam dunia nyata. Pupus. Itu yang terlihat jelas kini.“Tapi apa, Mas Riko? Kamu tahu mencintai pasangan orang lain yang sudah terikat janji suci