“Kenapa Akmal mengajak istrinya Gifar? Mau ke mana mereka? Kalau memang tidak terjadi apa-apa, kenapa ponselnya nggak aktif? Ada apa sebenarnya?”Di dalam mobil, Haikal berbicara sendiri sambil memegangi pelipis. Ia sudah berusaha menghubungi Akmal berkali-kali. Namun, semua nihil. Akmal masih belum mengaktifkan sambungan datanya.“Apa Akmal hanya ingin mengantarkan istrinya Gifar pulang? Tapi, kenapa dia seperhatian itu? Aku tahu dia salah satu karyawan di perusahaannya, tapi nggak perlu sampai segitunya kan?”Akmal sudah pernah menceritakan kalau Dinar adalah salah satu karyawan di perusahaannya. Apalagi memang pernah bertemu di acara ulang tahun Akra. Namun, ia sengaja menutupi kalau Dinar pernah mengajak berta’aruf. Ya, karena bagi Akmal, hal semacam itu tak perlu dibicarakan. Apalagi, sejak dulu lelaki itu memang mencintai adik perempuan Haikal satu-satunya.Embusan napas kasar keluar dari mulut. Haikal bingung harus mencari Akmal ke mana. Ia juga takut, kalau ternyata ucapan-uca
“Khuma, bagaimana kamu tahu Akmal ada di hotel ini?”Haikal sampai ditujuan lebih awal. Namun, ia menahan diri sampai adiknya datang. Ketika melihat adik beserta kedua orang tuanya sampai, ia bergegas menemuinya dan menyampaikan tanda tanya yang mengendap di kepala.Khumaira menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan sebelum menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Haikal.Untuk beberapa waktu, Khumaira menceritakan sambil menahan sesak di dada. Haikal juga merasa emosi sebab yang tadi dilihat di CCTV memang Akmal yang mengajak Dinar masuk ke mobil.“Ayo, kita datangi mereka. Aku nggak menyangka kalau Akmal berani berbuat macam ini,” ketus Haikal.“Kita belum tahu kebenarannya, Mas. Kamu jangan emosi dulu,” pinta Khumaira meski pikirannya sudah dihantui pengalaman di masa lalu.Haikal tak menjawab. Ia hanya mendengus kesal.Setelah berdiskusi dengan pihak hotel, mereka sudah berada di depan pintu kamar yang disewa oleh Dinar. Jantung terpacu hebat. Semua kekhawatiran da
“Kenapa ceritamu bertolak belakang sama yang Dinar ceritakan, Mal? Kamu jangan berbohong, Mal. Untung saja Dinar nggak langsung melaporkanmu ke polisi. Jadi, jujurlah sama kami.”Haikal sudah begitu mempercayai cerita yang dilontarkan oleh Dinar lewat Halimah.“Aku jujur, Kal. Memangnya aku harus ngomong apa lagi?” Suaranya memelas. Kemudian, pandangannya berpindah ke arah istrinya yang masih terisak.“Kamu berusaha memperkosa Dinar kan? Buat apa kamu melakukannya? Aku tahu, kalau kamu benci sama Gifar. Tapi, nggak harus melakukan semua itu, Mal. Kamu juga jangan mengarang cerita karena sudah jelas apa yang kami lihat saat datang ke kamar hotel. Aku juga melihatmu yang mengajak Dinar masuk ke mobilmu di CCTV sekitar parkiran kantor polisi, Mal. Aku nggak mau mempercayainya, tapi semua bukti kesalaham mengarah padamu, Mal.”Haikal berbicara dengan nada tinggi. Ia marah bercampur kecewa sebab orang yang dipercaya untuk membahagiakan adik perempuan satu-satunya itu malah bertindak sepert
Orang yang mengendarai motor itu adalah seorang laki-laki. Ia menghentikan motornya tepat di depan Linda. Orang itu memakai helm dan kaca berwarna gelap menutup rapat wajahnya. Namun, ia seolah memperhatikan Linda dengan sangat teliti. Gerakan kepalanya sekarang seakan memperhatikan Akra pula yang masih terlelap.Linda agak takut. Ia berusaha melindungi Akra sambil melangkahkan kaki untuk menjauhi orang asing itu.“Bu! Tunggu!” cegah lelaki itu seraya membuka kaca helm.Linda yang sudah takut bersikap tak acuh. Ia tetap melangkahkan kaki agar terhindar dari orang itu.“Apa Anda Bu Linda?” tanya orang itu lagi dengan suara yang agak ditinggikan.Seketika itu, Linda menoleh. Ia juga penasaran dengan orang itu. Ditambah lelaki itu tahu namanya. Dari suaranya, dia bukan salah satu penculik yang tadinya berkomplot dengannya.“Bisakah kita bicara sebentar? Sepertinya, aku mengenali anak yang Anda bawa,” ujar lelaki itu yang ternyata Riko.“Anda siapa? Kenapa tahu nama saya?” tanya Linda mas
“Aku baru saja menikah, tapi suamiku malah menculik anak mantan istrinya yang merupakan istrimu. Bagaimana aku tega berbohong dan memfitnahmu, Pak Akmal? Aku yang sudah terluka bertubi-tubi, tapi masih berusaha memikirkan nama baikmu. Aku masih bisa memikirkan untuk membicarakan semua kejadian ini secara kekeluargaan. Kalau pun kamu masih menginginkanku, caranya bukan seperti itu. Apalagi menuduhku yang telah memfitnahmu.”Dinar berbicara sambil terisak.“Aku ke kamarmu hanya numpang ngecas! Aku nggak pernah ngomong seperti itu! Aku nggak pernah berusaha menyentuhmu, Dinar!”Urat di leher tampak jelas. Akmal yang kepalanya masih diperban, tak kuasa untuk menahan amarahnya.“Mal! Kamu nggak usah berbohong, Mal!” hardik Haikal ketika melihat Dinar makin terisak.“Bohong apa, Kal? Dia yang sedang memfitnahku!” Tunjuk Akmal ke arah Dinar. “Walau dulu aku menolak ta’arufnya, aku nggak menyesal sama sekali. Aku hanya kasihan saat melihatnya menangis sendirian di luar kantor polisi. Dia juga
Haikal bergeming, kemudian sorot matanya beralih melihat adiknya yang masih diliputi kemalangan. Ia bingung harus bertindak seperti apa.“Aku akan ke kantor polisi untuk mengikuti proses yang akan dilakukan karena salah satu pelaku yang terekam CCTV sudah tertangkap. Sebelum itu, aku akan mampir ke hotel tempat pemfitnahanku terjadi. Apa kamu mau ikut denganku? Agar kamu tahu, bahwa aku bersungguh-sungguh dengan semua perkataanku. Demi adikmu juga. Aku sangat mencintai Khumaira dan aku nggak pernah berbicara apa pun kepada Dinar walau aku sempat menolak ta’aruf darinya. Aku sama sekali tidak menyesalinya.”Akmal berusaha mengutarakan pembelaannya mengingat sikap Haikal lebih melunak dari sebelumnya. Pernyataan Dinar memang terdengar aneh meski sudah dijelaskan oleh wanita itu. Namun, Haikal merasa keberatan pula kalau adiknya lagi-lagi harus diduakan. Lebih baik melaporkan Akmal ke kantor polisi daripada harus mengorbankan perasaan adik satu-satunya, meski tak tega pula mengingat Akma
Betapa syoknya ketika Akmal memutar video yang masuk ke ponselnya. Ia mengenali lelaki yang tertangkap oleh CCTV. Ya, orang yang belum lama ini dilihat olehnya.“Aku nggak tahu apa-apa! Mereka hanya memanfaatkan mobilku dan memfitnahku!” tolak Gifar mentah-mentah.“Penjahat mana ada yang mengakui perbuatannya segampang itu! Tapi, kamu sudah ada di kantor polisi, Gi! Sadarlah! Akui semuanya dan beritahu di mana Akra berada!”Haikal yang makin memanas, sebab ia tahu ulah Gifar di masa lalu. Semua kenangan buruk itu seakan tertarik memenuhi kepala. Tentu, membuat kobaran amarah semakin sulit dipadamkan.Akmal memegang lengan Haikal dan sedikit memberikan tekanan. Kemudian, Akmal memberi isyarat agar Haikal mendekatkan telinganya.“Aku sudah mendapatkan video rekaman CCTV. Kamu di sini dulu, aku akan urus mumpung orangnya ada di sini. Aku sudah bawa semua bukti yang menunjukkan penganiayaan yang terjadi padaku,” bisik Akmal membuat kening Haikal mengerut.“Maksudmu apa? Orangnya ada di si
Akmal mengurus semuanya dengan cepat. Ia tak mau mengulur waktu percuma. Apa yang menimpa dirinya harus segera diselesaikan dengan cara yang benar.“Kami akan segera bertindak. Seperti kata Anda, mungkin semua yang telah terjadi saling berhubungan. Kemungkinan kecil kalau ada orang yang sama dalam beberapa kasus kejahatan kalau sebelumnya tidak ada perencanaan.”“Baik, Pak. Saya sangat berharap semua laporan yang saya berikan bisa menjadi jalan keluar untuk masalah yang melilit kami.”Akmal beranjak dari tempat itu setelah dirasa semuanya telah beres. Ia akan kembali ke ruangan di mana Haikal dan pelaku penculikan sedang melakukan proses hukum yang sedang berjalan.“Sudah, Mal?” tanya Haikal melihat iparnya kembali.“Sudah. Mereka akan segera mengusutnya.”Salah satu petugas yang tadi mengurus laporan dari Akmal mendatangi orang-orang yang menangani kasus penculikan di ruangan ini. Mereka saling berbicara dengan penuh hati-hati.“Kami mendapatkan bukti baru mengenai Saudara Didit mesk