Orang yang mengendarai motor itu adalah seorang laki-laki. Ia menghentikan motornya tepat di depan Linda. Orang itu memakai helm dan kaca berwarna gelap menutup rapat wajahnya. Namun, ia seolah memperhatikan Linda dengan sangat teliti. Gerakan kepalanya sekarang seakan memperhatikan Akra pula yang masih terlelap.Linda agak takut. Ia berusaha melindungi Akra sambil melangkahkan kaki untuk menjauhi orang asing itu.“Bu! Tunggu!” cegah lelaki itu seraya membuka kaca helm.Linda yang sudah takut bersikap tak acuh. Ia tetap melangkahkan kaki agar terhindar dari orang itu.“Apa Anda Bu Linda?” tanya orang itu lagi dengan suara yang agak ditinggikan.Seketika itu, Linda menoleh. Ia juga penasaran dengan orang itu. Ditambah lelaki itu tahu namanya. Dari suaranya, dia bukan salah satu penculik yang tadinya berkomplot dengannya.“Bisakah kita bicara sebentar? Sepertinya, aku mengenali anak yang Anda bawa,” ujar lelaki itu yang ternyata Riko.“Anda siapa? Kenapa tahu nama saya?” tanya Linda mas
“Aku baru saja menikah, tapi suamiku malah menculik anak mantan istrinya yang merupakan istrimu. Bagaimana aku tega berbohong dan memfitnahmu, Pak Akmal? Aku yang sudah terluka bertubi-tubi, tapi masih berusaha memikirkan nama baikmu. Aku masih bisa memikirkan untuk membicarakan semua kejadian ini secara kekeluargaan. Kalau pun kamu masih menginginkanku, caranya bukan seperti itu. Apalagi menuduhku yang telah memfitnahmu.”Dinar berbicara sambil terisak.“Aku ke kamarmu hanya numpang ngecas! Aku nggak pernah ngomong seperti itu! Aku nggak pernah berusaha menyentuhmu, Dinar!”Urat di leher tampak jelas. Akmal yang kepalanya masih diperban, tak kuasa untuk menahan amarahnya.“Mal! Kamu nggak usah berbohong, Mal!” hardik Haikal ketika melihat Dinar makin terisak.“Bohong apa, Kal? Dia yang sedang memfitnahku!” Tunjuk Akmal ke arah Dinar. “Walau dulu aku menolak ta’arufnya, aku nggak menyesal sama sekali. Aku hanya kasihan saat melihatnya menangis sendirian di luar kantor polisi. Dia juga
Haikal bergeming, kemudian sorot matanya beralih melihat adiknya yang masih diliputi kemalangan. Ia bingung harus bertindak seperti apa.“Aku akan ke kantor polisi untuk mengikuti proses yang akan dilakukan karena salah satu pelaku yang terekam CCTV sudah tertangkap. Sebelum itu, aku akan mampir ke hotel tempat pemfitnahanku terjadi. Apa kamu mau ikut denganku? Agar kamu tahu, bahwa aku bersungguh-sungguh dengan semua perkataanku. Demi adikmu juga. Aku sangat mencintai Khumaira dan aku nggak pernah berbicara apa pun kepada Dinar walau aku sempat menolak ta’aruf darinya. Aku sama sekali tidak menyesalinya.”Akmal berusaha mengutarakan pembelaannya mengingat sikap Haikal lebih melunak dari sebelumnya. Pernyataan Dinar memang terdengar aneh meski sudah dijelaskan oleh wanita itu. Namun, Haikal merasa keberatan pula kalau adiknya lagi-lagi harus diduakan. Lebih baik melaporkan Akmal ke kantor polisi daripada harus mengorbankan perasaan adik satu-satunya, meski tak tega pula mengingat Akma
Betapa syoknya ketika Akmal memutar video yang masuk ke ponselnya. Ia mengenali lelaki yang tertangkap oleh CCTV. Ya, orang yang belum lama ini dilihat olehnya.“Aku nggak tahu apa-apa! Mereka hanya memanfaatkan mobilku dan memfitnahku!” tolak Gifar mentah-mentah.“Penjahat mana ada yang mengakui perbuatannya segampang itu! Tapi, kamu sudah ada di kantor polisi, Gi! Sadarlah! Akui semuanya dan beritahu di mana Akra berada!”Haikal yang makin memanas, sebab ia tahu ulah Gifar di masa lalu. Semua kenangan buruk itu seakan tertarik memenuhi kepala. Tentu, membuat kobaran amarah semakin sulit dipadamkan.Akmal memegang lengan Haikal dan sedikit memberikan tekanan. Kemudian, Akmal memberi isyarat agar Haikal mendekatkan telinganya.“Aku sudah mendapatkan video rekaman CCTV. Kamu di sini dulu, aku akan urus mumpung orangnya ada di sini. Aku sudah bawa semua bukti yang menunjukkan penganiayaan yang terjadi padaku,” bisik Akmal membuat kening Haikal mengerut.“Maksudmu apa? Orangnya ada di si
Akmal mengurus semuanya dengan cepat. Ia tak mau mengulur waktu percuma. Apa yang menimpa dirinya harus segera diselesaikan dengan cara yang benar.“Kami akan segera bertindak. Seperti kata Anda, mungkin semua yang telah terjadi saling berhubungan. Kemungkinan kecil kalau ada orang yang sama dalam beberapa kasus kejahatan kalau sebelumnya tidak ada perencanaan.”“Baik, Pak. Saya sangat berharap semua laporan yang saya berikan bisa menjadi jalan keluar untuk masalah yang melilit kami.”Akmal beranjak dari tempat itu setelah dirasa semuanya telah beres. Ia akan kembali ke ruangan di mana Haikal dan pelaku penculikan sedang melakukan proses hukum yang sedang berjalan.“Sudah, Mal?” tanya Haikal melihat iparnya kembali.“Sudah. Mereka akan segera mengusutnya.”Salah satu petugas yang tadi mengurus laporan dari Akmal mendatangi orang-orang yang menangani kasus penculikan di ruangan ini. Mereka saling berbicara dengan penuh hati-hati.“Kami mendapatkan bukti baru mengenai Saudara Didit mesk
“Selamat siang, maaf kalau mengganggu istirahat Anda. Sebelumnya, apakah benar Anda Saudari Dinar?” tanya salah satu orang berseragam yang membuat Dinar terkejut.Bibir wanita itu dipaksa tersenyum meski teramat kaku.“Benar, Pak. Saya sendiri. Ada apa ya?”Perasaannya sudah tak karuan. Ia memang sedang melakukan sebuah misi rahasia. Namun, semua sudah dikerjakan dengan sangat hati-hati. Seharusnya, tidak akan diketahui oleh pihak kepolisian.“Kami ditugaskan untuk menangkap Anda. Ini surat penangkapannya. Silakan dibaca terlebih dulu.”Mata Dinar membeliak. Kecemasannya ternyata benar. Orang-orang berseragam di hadapannya sengaja datang untuk menggelandangnya ke kantor polisi.“Apa salah saya, Pak?”“Silakan dibaca lebih dulu dan silakan ikut dengan kami.”Degupan di dalam dada terasa terpacu. Sambil membuka kertas di tangannya, Dinar rasanya ingin kabur saja. Namun, tak mungkin dilakukan mengingat orang-orang berseragam tentu langsung bertindak.Dinar membacanya meski tidak fokus. Y
Dinar telah sampai di kantor polisi. Ia akan diberi pertanyaan mengenai kasus penganiayaan yang dialami oleh Akmal. Kalau nanti ada hubungannya dengan kasus penculikan yang menimpa Akra, semua pelaku maupun korban akan dipertemukan dalam satu ruangan.Ini hanya soal Mas Akmal. Bukan yang lain. Mereka pasti melakukan sesuai rencana.Banyak pikiran mendatangi Dinar. Ia tak mau kalau semua yang sudah direncanakan dengan sangat matang malah jadi kacau. Perasaannya begitu gelisah ditambah suasana kantor polisi yang kini menemaninya. Makin tak menentu.Berkas yang Dinar bawa, mengenai semua bukti yang menurutnya bisa digunakan untuk menyeret Akmal sebagai pelaku pelecehan telah diserahkan ke pihak berwenang yang akan menangi kasus. Namun, rasa cemas malah kian terasa.Aku sudah melakukannya dengan benar. Semua pasti akan berjalan sesuai rencana. Mas Akmal akan kalah dan seharusnya menerima tawaranku agar tidak masuk penjara.“Selamat siang, Mbak Dinar,” sapa salah seorang petugas yang duduk
“Kami bertiga disuruh dan dibayar mahal untuk menculik anak bernama Akra Malik oleh Bu Dinar. Kami mengintai sejak dari rumah korban sampai ke acara pernikahannya Bu Dinar. Setelah itu, dengan sangat kebetulan, korban pergi ke mal dan anak itu dibawa ke tempat sepi. Saya memang tidak ikut masuk ke mal, tapi cerita itu saya dapat dari dua teman saya. Di tempat yang sepi itu, mereka beraksi. Saya hanya menunggu di mobil dengan perasaan yang sangat tidak menentu. Saya takut penculikan itu gagal dan kami langsung digelandang ke kantor polisi.”Air mata kembali menitik. Perbuatan jahat itu menggores perasaannya sendiri. Ia mengingat, betapa kotor dirinya dalam mencari uang demi anak tercinta yang sedang berkuliah.Pengakuan yang disampaikan dengan kalimat yang panjang dan penuh kepedihan membuat orang-orang yang ada di tempat itu terperangah.Gifar begitu terpukul. Ternyata, firasatnya benar. Wanita yang dianggap baik hati karena mau menerima kekurangannya malah berbuat setega ini. Tenagan