“Selamat siang, maaf kalau mengganggu istirahat Anda. Sebelumnya, apakah benar Anda Saudari Dinar?” tanya salah satu orang berseragam yang membuat Dinar terkejut.Bibir wanita itu dipaksa tersenyum meski teramat kaku.“Benar, Pak. Saya sendiri. Ada apa ya?”Perasaannya sudah tak karuan. Ia memang sedang melakukan sebuah misi rahasia. Namun, semua sudah dikerjakan dengan sangat hati-hati. Seharusnya, tidak akan diketahui oleh pihak kepolisian.“Kami ditugaskan untuk menangkap Anda. Ini surat penangkapannya. Silakan dibaca terlebih dulu.”Mata Dinar membeliak. Kecemasannya ternyata benar. Orang-orang berseragam di hadapannya sengaja datang untuk menggelandangnya ke kantor polisi.“Apa salah saya, Pak?”“Silakan dibaca lebih dulu dan silakan ikut dengan kami.”Degupan di dalam dada terasa terpacu. Sambil membuka kertas di tangannya, Dinar rasanya ingin kabur saja. Namun, tak mungkin dilakukan mengingat orang-orang berseragam tentu langsung bertindak.Dinar membacanya meski tidak fokus. Y
Dinar telah sampai di kantor polisi. Ia akan diberi pertanyaan mengenai kasus penganiayaan yang dialami oleh Akmal. Kalau nanti ada hubungannya dengan kasus penculikan yang menimpa Akra, semua pelaku maupun korban akan dipertemukan dalam satu ruangan.Ini hanya soal Mas Akmal. Bukan yang lain. Mereka pasti melakukan sesuai rencana.Banyak pikiran mendatangi Dinar. Ia tak mau kalau semua yang sudah direncanakan dengan sangat matang malah jadi kacau. Perasaannya begitu gelisah ditambah suasana kantor polisi yang kini menemaninya. Makin tak menentu.Berkas yang Dinar bawa, mengenai semua bukti yang menurutnya bisa digunakan untuk menyeret Akmal sebagai pelaku pelecehan telah diserahkan ke pihak berwenang yang akan menangi kasus. Namun, rasa cemas malah kian terasa.Aku sudah melakukannya dengan benar. Semua pasti akan berjalan sesuai rencana. Mas Akmal akan kalah dan seharusnya menerima tawaranku agar tidak masuk penjara.“Selamat siang, Mbak Dinar,” sapa salah seorang petugas yang duduk
“Kami bertiga disuruh dan dibayar mahal untuk menculik anak bernama Akra Malik oleh Bu Dinar. Kami mengintai sejak dari rumah korban sampai ke acara pernikahannya Bu Dinar. Setelah itu, dengan sangat kebetulan, korban pergi ke mal dan anak itu dibawa ke tempat sepi. Saya memang tidak ikut masuk ke mal, tapi cerita itu saya dapat dari dua teman saya. Di tempat yang sepi itu, mereka beraksi. Saya hanya menunggu di mobil dengan perasaan yang sangat tidak menentu. Saya takut penculikan itu gagal dan kami langsung digelandang ke kantor polisi.”Air mata kembali menitik. Perbuatan jahat itu menggores perasaannya sendiri. Ia mengingat, betapa kotor dirinya dalam mencari uang demi anak tercinta yang sedang berkuliah.Pengakuan yang disampaikan dengan kalimat yang panjang dan penuh kepedihan membuat orang-orang yang ada di tempat itu terperangah.Gifar begitu terpukul. Ternyata, firasatnya benar. Wanita yang dianggap baik hati karena mau menerima kekurangannya malah berbuat setega ini. Tenagan
“Iya, Mbak Khuma. Iya! Aku memahami semua yang kamu sampaikan, tapi ….”Riko kembali menunduk. Udara di sekitar terasa menyesakkan dada. Ia berusaha membuangnya lewat mulut, berharap rasa itu bisa hilang dan menghadirkan rasa nyaman kembali.Banyaknya orang yang berseliweran di tempat makan itu tak mengubah perasaan yang mendadak abu-abu. Awalnya Riko bangga dan merasa puas akan keberhasilan dirinya menemukan Akra karena berharap, Khumaira bakal menyanjungnya tanpa henti. Namun, semua itu hanya khayalan yang tak seutuhnya akan terjadi. Benar, kalau Khumaira merasa berterima kasih, tetapi tak seterusnya akan bersikap manis mengingat ada lelaki lain yang sudah menjadi suami dari wanita itu.Mimpi yang ingin diwujudkan, mungkin akan kandas pada akhirnya. Ya, karena mimpi itu hanya akan merusak kebahagiaan orang lain jika berhasil merangkainya dalam dunia nyata. Pupus. Itu yang terlihat jelas kini.“Tapi apa, Mas Riko? Kamu tahu mencintai pasangan orang lain yang sudah terikat janji suci
“Bu—bukan! Uang itu untuk membayar WO beneran kok,” sanggah Dinar, tergagap. “Kalau kamu nggak mengaku, aku akan mengusutnya dan hukumanmu nanti akan semakin berat. Jujur saja, Say … nggak, Dinar.” Lelaki itu teramat terluka. Ia sudah mempercayai bahwa wanita yang memfitnahnya ini adalah orang yang baik seperti Khumaira. Namun, beginilah sekarang. “Aku nggak melakukannya! Uang itu untuk biaya pernikahan kita!” “Baiklah. Kalau itu maumu, aku akan meminta izin untuk menghubungi pihak WO atau malah menghadirkannya ke sini. Biar sekalian terjawab semuanya.” Gifar berbicara penuh kekecewaan. Tatapannya tajam. Luka yang tadinya diharapkan bisa sembuh dengan datangnya Dinar sebagai obat, malah sekarang dibuat semakin menganga dan basah kembali. Semakin perih dan sulit disembuhkan di kemudian hari. Dinar tak menjawab. Raut wajahnya tampak kebingungan. Sikapnya tidak bisa tenang. Gelisah terlihat jelas menemani setiap gerak-geriknya
Mendengar permintaan dari anaknya tentu membuat Puspa merasa senang. Usia wanita itu memang sudah pantas mendapat gelar sebagai seorang istri. “Apa benar, orang yang kamu maksud masih belum punya calon istri, Din?” tanya Puspa, tak mau terlalu berharap lebih jauh sebelum mengetahui semuanya. “Belum, Ma. Dia masih sendiri,” tegas Dinar. Soal permintaannya bukan sebuah isapan jempol belaka. Dinar yang berasal dari keluarga pengusaha, tentu tak merasa sungkan jika harus melamar seorang lelaki dari kalangan pengusaha pula. Wanita itu memang memilih untuk mencari jati dirinya sendiri dengan bekerja di tempat lain. Biar lebih menantang katanya. “Apa dia benar-benar baik?” tanya Puspa lagi. Ia tak ingin anaknya salah pilih. “Baik banget, Ma. Dia tampan, mapan juga rajin ikut pengajian. Mama nggak bakal rugi kalau punya menantu seperti dia.” Dinar menjelaskan segala kelebihan lelaki yang ingin dilamarnya dengan gamblang agar Puspa makin perc
Akmal melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Janji yang sudah dibuat, tentu tak mungkin diingkari. Apalagi, rasa penasaran telah menemani lelaki itu. Ia tak sabar untuk mengungkap apa sebenarnya tujuan Dinar dan orang tuanya sampai mau datang ke rumahnya. “Dugaanku mengatakan, kalau Dinar menyukaiku. Mungkinkah dia datang ke sini untuk menyampaikan perasaannya? Kalau memang begitu, dia benar-benar berani dan mau menyingkirkan rasa gengsinya. Tapi, tetap saja, hatiku sudah diisi oleh seseorang.” Sorot mata yang sendu menatap salah satu sudut ruangan. Embusan pelan juga dilakukan. Lelaki itu kembali mengingat kalau wanita yang telah mengisi relung hati terdalamnya telah dinikahi oleh lelaki lain. Akmal menyenderkan punggungnya pada sofa yang lembut agar bisa merasa lebih santai. Ia memajamkan mata untuk menghilangkan rasa lelah yang mendadak datang. Namun, bukannya hilang, malah gambaran wajah wanita yang disukainya itu muncul dalam kegelapan.
“Mbak Dinar serta Bu Puspa, terima kasih sebelumnya karena sudah mau berkunjung ke rumah saya.” Akmal menghentikan ucapannya. Diam-diam, ia menghela napas. Sedangkan orang-orang yang diajak bicara, melukis senyuman yang manis seraya menganggukkan kepala perlahan. Wajah-wajah penuh harapan besar tergambar begitu jelas di sana. Akmal merasa kesulitan untuk berkata-kata, tetapi semua harus dijelaskan secara tegas. “Untuk semua perkataan yang telah Bu Puspa sampaikan mengenai perasaannya Mbak Dinar, saya merasa sangat terhormat karena saya mendapatkan perasaan yang istimewa dari salah satu manajer terbaik di perusahaan yang saya miliki.” Akmal tak bisa mengatakan dengan cepat. Apalagi ketika melihat ekspresi yang dilakukan oleh dua orang tamunya. Dinar tampak makin merona, begitu pula dengan Puspa sangat terlihat mengharapkan jawaban persetujuan. “Sebenarnya, sudah ada beberapa orang meminta ta’aruf dengan saya akhir-akhir ini. Ada saja yang menjo