Betapa syok bercampur bahagianya Sesil ketika isi pesan yang berasal dari Laela menyuruhnya untuk menjadi istri kedua dari Gifar.“Oh, ya ampun, ya ampun! Mimpi apa aku semalam? Bu Laela akhirnya memintaku seperti ini. Harapanku tidak sia-sia. Kebohonganku waktu pertama bertemu membuahkan hasil,” gumamnya sambil mengembangkan bibir.“Tapi, apa artinya tentang perjanjian jangka waktu kehamilanku dengan Mas Gifar? Apa maksudnya aku harus hamil sesuai permintaan waktu yang telah ditentukan oleh Bu Laela? Terus, bagaimana dong? Mas Gifar saja mandul kan? Kalau aku diminta hamil setelah sebulan akad nikah, bisa kacau semuanya kan? Terus, kalau Mas Gifar diperiksa dan ternyata hasilnya bukan dipalsukan seperti yang Khumaira lakukan, artinya orang bakal tahu kalau dia nggak akan bisa punya anak kan? Terus, kelanjutan nasibku dan hubunganku dengan Mas Gifar gimana dong? Bagaimanapun, aku mau Mas Gifar mencintaiku seperti yang dilakukannya kepada Khumaira. Tapi, apa yang harus aku lakukan?”Se
“Sil, kenapa kamu berhenti kerja?”Kabar tentang pengunduran diri yang Sesil lakukan telah didengar oleh teman-teman kerjanya. Tak terkecuali oleh Riko. Dia seorang lelaki yang sering memperhatikan Sesil. Ya, ada perasaan berlebih yang tercurah untuk wanita itu.“Aku mau kerja di tempat lain, Ko.”Riko yang tampak kecewa hanya mengangguk pelan seraya membulatkan mulutnya.“Ada apa?” tanya Sesil lagi. Ia tahu kalau lelaki yang berdiri di dekatnya itu mempunyai perasaan khusus kepadanya.“Hari ini masih full kerja kan?”“Masih, Ko. Mulai besok aku nggak berangkat kerjanya.”“Karena kita nggak bisa bertemu tiap hari lagi, atau bahkan nggak pernah bertemu lagi, boleh nggak, kalau aku ajak kamu makan malam berdua. Sudah lama aku mau ajak kamu, tapi nyaliku ciut.”Agak ragu, Riko memberanikan diri mengajak Sesil untuk pergi berdua. Ya, bagi Riko ajakan itu dianggap sebagai kencan.Wah, Riko beneran suka sama aku nih. Apa aku pakai dia saja? Daripada susah-susah cari orang lain kan? Apalagi
“Kamu mau pindah kerja, Sil?” tanya Khumaira ketika mereka bertemu di kafe andalan.“Iya, Ma. Ini saja aku sudah berhenti kerja. Nggak tahu nanti setelah kerja di tempat baru, aku bisa menghubungimu lagi atau nggak,” jawab Sesil dengan aura sendu.“Bisa dong. Memangnya kenapa nggak bisa?”“Aku hanya memperkirakan kemungkinan terburuk, Khuma. Seandainya begitu, aku minta maaf ya. Bukan maksudku memutus persahabatan yang kita jalin selama ini.”Sesil sangat piawai memainkan kebohongannya. Ya, demi cinta yang telah membutakan hati dan pikirannya, ia bahkan tega mengkhianati sahabatnya sendiri dengan menjadi istri kedua dari suami wanita itu.“Aku paham, Sil. Mudah-mudahan, peraturannya nggak seketat itu ya.”Percakapan antara dua sahabat itu terus berlanjut. Sesil sama sekali tak memberi kesan curiga di mata Khumaira. Di pertemuan itu pula, seperti biasa, Gifar akan menelepon Khumaira hanya untuk menyatakan rasa cinta dan rindunya kepada istri kesayangannya.Salah Khumaira juga karena te
Laela yang terus membela Sesil membuat kemarahan Khumaira bergemuruh hebat. Napas yang tersengal membawanya berjalan mendekati Sesil.Plak!“Wanita jalang! Anak siapa di rahimmu itu, hah! Kamu sudah tahu semua tentang suamiku! Lantas, apa ini? Kamu menikah dengan Mas Gifar dan mengaku punya anak darinya? Aku sudah baik dan percaya seutuhnya kepadamu, tapi kenapa kamu sejahat ini kepadaku, Sesil!”Tamparan keras mendarat di pipi wanita yang sedang mengandung empat bulan itu. Khumaira tak bisa berpikir panjang lagi tentang tindakannya. Kemarahannya tidak bisa ditoleransi lagi.“Khuma! Keterlaluan kamu, ya!” bentak Laela bergegas merengkuh menantu munafik kesayangannya.Sesil sempat membelalakkan mata karena kaget dan tidak menerima pipinya ditampar begitu keras. Namun, ia mengubah ekspresinya dengan cepat. Ia seakan menjadi wanita yang begitu ter zalimi lantaran tindakan Khumaira.“Dek, apa yang kamu lakukan?” tanya Gifar, ia masih bingung mana yang harus dipercaya seutuhnya.“Apa, Mas?
Tanpa menghiraukan perkataan Gifar, Khumaira melangkah pergi menuju mobilnya dengan hati yang hancur. Tamparan yang terasa panas di pipi, makin meremukkan perasaannya.“Khuma! Tunggu!” ujar Gifar dengan lantang.“Gi! Buat apa kamu mengejarnya! Biarkan saja dia pergi! Biarkan dia menyesali perkataannya sendiri!”Walau Laela berkata demikian, Gifar tak peduli. Ia masuk ke mobilnya sendiri yang dibawa ke rumah ini.Apa aku salah mengambil keputusan? Apa aku salah telah menampar Khumaira. Tapi, perkataannya begitu menyakitkan. Tuduhannya berlebihan. Aku menamparnya agar dia diam dan mengerti tentang alasanku melakukan pernikahan dengan Sesil. Bukan malah mengataiku mandul terus-terusan.Batin Gifar berkecamuk hebat. Ia berupaya melakukan yang terbaik untuk semuanya, tapi malah tidak sesuai harapan.Khumaira segera melajukan mobilnya meninggalkan rumah mertua yang hanya membuat luka.Apa aku sanggup bertahan selama lima bulan ke depan? Mas Gifar sudah melukai perasaanku begitu dalam. Apa l
Mobil yang dikendarai oleh Khumaira telah berhenti di halaman rumahnya. Walau pikiran dan hati sedang tak menentu, wanita berhijab itu akhirnya pulang dengan selamat. Ia keluar dari mobil dan berjalan tergesa memasuki rumah. Saking kesalnya, pintu itu dibanting dengan kuat.Gifar yang menyusul di belakang, dengan mobil lain yang dikendarai, melihat sikap istrinya yang tak pernah seperti itu. Baru kali ini Gifar melihat Khumaira bertindak bar-bar.“Khuma!” panggil Gifar dengan lantang ketika memasuki rumah, sedangkan Khumaira tak terlihat lagi batang hidungnya.Dengan amarah yang memenuhi ruangan di dalam dada, Khumaira tak menoleh sama sekali, meski mengetahui ada suaminya yang membuntut sedari tadi. Ia masuk ke kamar berharap bisa menangkan diri. Walau pada kenyataannya, mungkin tidak akan bisa, mengingat Gifar berupaya mendekati.Bulir bening yang keluar dari telaganya itu tak kunjung berhenti meski Khumaira berusaha untuk menghentikannya. Ia mengambil napas dengan susah-payah agar
Apa rumah tanggaku bersama Khumaira akan hancur begitu saja? Bukankah tuduhan Khuma memang mengada-ada? Aku bisa menghamili Sesil setelah aku menikahinya. Apalagi Sesil memang diawasi oleh Ibu. Mana mungkin dia bisa selingkuh sampai hamil dengan lelaki lain. Bukankah tuduhan Khumaira sangat tidak masuk akal?Sambil berjalan menjauhi kamar, Gifar berbicara di dalam hati. Meski dijelaskan oleh Khumaira sampai wanitanya itu berlinang air mata, logikanya tetap tak bisa menerimanya.“Apa memang aku mandul? Tapi, Sesil sudah hamil dan jelas-jelas itu anakku. Sesil selalu dalam pengawasan Ibu, mana bisa dia berselingkuh. Apa aku harus memeriksakan diriku sendiri tanpa Khumaira? Tapi buat apa? Sedangkan menurut pengakuan dari Sesil, Khumaira sendiri yang bermasalah. Dia pasti emosi banget sampai mengataiku mandul tanpa henti. Semua memang salahku sudah mengkhianatinya, tapi setidaknya Khumaira memahami semua tindakanku kan? Ini semua kan demi rumah tangga kami baik-baik saja. Ibu hanya ingin
“Gifar memang keterlaluan, hampir dua minggu dia nggak datang ke sini. Sudah dibilangi kalau Khumaira yang bermasalah, masih saja anak itu memedulikannya. Sudah jelas ada kamu yang sedang mengandung anaknya, malah nggak dipeduliin begini,” gerutu Laela setelah selesai menyantap sarapan.Sesil duduk di kursi yang berhadapan dengan Laela. Ia sedang menyesap segelas air putih sambil mempersiapkan kalimat yang akan diucapkan.Gelas yang tadinya penuh itu, kini sudah berkurang. Sesil meletakkan kembali ke atas meja. Bibirnya tersenyum karena sudah ada bahan yang akan dikatakan sebagai jawaban.“Ya, mau bagaimana lagi, Bu. Aku kan hanya sementara. Apalagi Khumaira sudah mengatakan kalau Mas Gifar mandul dan aku harus tes DNA setelah melahirkan. Aku sakit hati sih, tapi demi membuktikan semuanya, aku rela kalau darah daging Mas Gifar yang ada di perutku ini harus melakukan tes DNA. Aku rela nama baikku diinjak oleh Khumaira yang seakan menuduhku berselingkuh. Padahal jelas, kalau Ibu yang se
“Sudah siap, Sayang?” tanya Akmal kepada Khumaira. “Ayo. Akra juga sudah tampan nih. Setampan ayahnya,” celetuk wanita itu membuat bibir suaminya melengkung indah. “Besok kita akan punya anak secantik kamu kok, Sayang. Biar adil.” “Nggak, kalau dalam waktu dekat,” bantah Khumaira dengan wajah serius. Akmal hanya tersenyum. Wajahnya makin tampan meski ada bekas luka di pelipis. Penganiayaan yang dialami memang meninggalkan bekas di fisik. Kejadian penculikan juga menjadi pelajaran berharga agar ke depannya bisa lebih berhati-hati. Masalah Riko pun sudah bisa dikendalikan. Khumaira berhasil menasihati lelaki itu dan tak lagi menghubungi walau berasalan ingin memesan kue. Yang diharapkan untuk selanjutnya, hidup mereka akan tenang dan penuh kebahagiaan. “Alhamdulillah ya, Mas. Semua masalah kita yang terasa pelik bisa diselesaikan. Semoga saja, orang-orang yang dulu menzalimi kita, bisa benar-benar sadar dan nggak me
“Iya, Lid. Mbak Khuma sudah ngomong sama aku kemarin. Dia menyuruhku untuk menghentikan perasaanku yang mungkin melebihi seorang teman. Dia mengatakannya dengan sangat tegas. Aku dibuang olehnya. Aku dilarang untuk menghubunginya, Lid. Hatiku sakit, tapi semua itu keinginan dari Khumaira.” Riko mengatakan dengan nada tinggi. Emosinya terpancing mengingat perasaan yang disebut dengan cinta itu datang sendiri tanpa diundang dan telah mengisi semua ruangan di dalam dada. “Baguslah, kalau Mbak Khuma sudah mengatakannya dengan tegas kepadamu. Kamu berhak bahagia dengan pilihan yang lebih tepat, Ko. Bukan Mbak Khuma.” Embusan napas lagi-lagi dilakukan oleh Riko hanya untuk melegakan perasaan. “Iya, Lid, iya. Kamu nggak usah menambah rasa sakit hatiku.” “Ya sudah, aku mau istirahat. Kamu harus mendengarkan apa kata Mbak Khuma, Ko. Kamu juga istirahat. Aku matikan.” “Iya, Lid.” Riko meletakkan ponsel di meja. Ia berusaha
Kedua mata Laela berkaca-kaca ketika Gifar bisa mendatanginya lagi setelah berurusan dengan polisi. “Iya, Bu. Ini aku.” Senyuman dengan kedua ujung yang terasa kaku tetap dilukiskan di bibir. Meski begitu, tetap ada yang nyeri di dalam dada. Pikirannya juga sedang berusaha merangkai kalimat yang nantinya harus dikatakan di hadapan Laela. “Kamu dibebaskan kan, Gi? Kamu nggak bersalah?” Laela melebarkan kedua tangannya mengharapkan pelukan hangat dari anaknya. Ia tak bisa mengayunkan kaki seperti dulu. Jadi, hanya bisa menanti. Gifar tak menjawabnya. Ia langsung memeluk Laela berharap pula rasa sedihnya bisa sedikit memudar. Matanya juga sudah terasa panas. Ingin sekali mengeluarkan cairan bening. “Gi, kamu nggak ada masalah lain kan? Kamu bisa ke sini, artinya, kamu dibebaskan dan nggak bersalah kan?” Naluri seorang ibu begitu kuat. Laela menangkap guratan kepedihan yang mungkin sedang dirasakan oleh Gifar. Napasny
Puspa tergopoh-gopoh menghampiri Dinar yang masih duduk sendiri. Wanita yang usianya tak muda lagi itu, seketika memeluk anak gadisnya. “Din, apa yang terjadi? Kenapa kamu ada di sini? Ada apa, Din?” Pertanyaan yang sama dilontarkan kembali. Puspa melepas pelukannya dan berusaha menatap kedua mata anak tersayangnya. “Dia melakukan kejahatan, Bu. Dia memfitnahku dan memfitnah atasannya sendiri. Dia menculik anak dari atasannya hanya gara-gara rasa cintanya yang masih tertinggal.” Gifar telah berdiri di dekat dua wanita yang belum lama ini menjadi bagian dari keluarganya. Namun, setelah ini, Gifar akan melupakan semuanya dan menyudahi pernikahan yang belum genap berusia satu minggu. Puspa mendongak ke arah suara. Kemudian, ia bangkit sebelum menanggapi perkataan yang dilontarkan oleh lelaki yang masih berstatus sebagai menantunya. Sedangkan Dinar, hanya membisu dan bergeming di kursi yang sama. Perasaan di dalam dada begitu b
“Mbak Dinar serta Bu Puspa, terima kasih sebelumnya karena sudah mau berkunjung ke rumah saya.” Akmal menghentikan ucapannya. Diam-diam, ia menghela napas. Sedangkan orang-orang yang diajak bicara, melukis senyuman yang manis seraya menganggukkan kepala perlahan. Wajah-wajah penuh harapan besar tergambar begitu jelas di sana. Akmal merasa kesulitan untuk berkata-kata, tetapi semua harus dijelaskan secara tegas. “Untuk semua perkataan yang telah Bu Puspa sampaikan mengenai perasaannya Mbak Dinar, saya merasa sangat terhormat karena saya mendapatkan perasaan yang istimewa dari salah satu manajer terbaik di perusahaan yang saya miliki.” Akmal tak bisa mengatakan dengan cepat. Apalagi ketika melihat ekspresi yang dilakukan oleh dua orang tamunya. Dinar tampak makin merona, begitu pula dengan Puspa sangat terlihat mengharapkan jawaban persetujuan. “Sebenarnya, sudah ada beberapa orang meminta ta’aruf dengan saya akhir-akhir ini. Ada saja yang menjo
Akmal melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Janji yang sudah dibuat, tentu tak mungkin diingkari. Apalagi, rasa penasaran telah menemani lelaki itu. Ia tak sabar untuk mengungkap apa sebenarnya tujuan Dinar dan orang tuanya sampai mau datang ke rumahnya. “Dugaanku mengatakan, kalau Dinar menyukaiku. Mungkinkah dia datang ke sini untuk menyampaikan perasaannya? Kalau memang begitu, dia benar-benar berani dan mau menyingkirkan rasa gengsinya. Tapi, tetap saja, hatiku sudah diisi oleh seseorang.” Sorot mata yang sendu menatap salah satu sudut ruangan. Embusan pelan juga dilakukan. Lelaki itu kembali mengingat kalau wanita yang telah mengisi relung hati terdalamnya telah dinikahi oleh lelaki lain. Akmal menyenderkan punggungnya pada sofa yang lembut agar bisa merasa lebih santai. Ia memajamkan mata untuk menghilangkan rasa lelah yang mendadak datang. Namun, bukannya hilang, malah gambaran wajah wanita yang disukainya itu muncul dalam kegelapan.
Mendengar permintaan dari anaknya tentu membuat Puspa merasa senang. Usia wanita itu memang sudah pantas mendapat gelar sebagai seorang istri. “Apa benar, orang yang kamu maksud masih belum punya calon istri, Din?” tanya Puspa, tak mau terlalu berharap lebih jauh sebelum mengetahui semuanya. “Belum, Ma. Dia masih sendiri,” tegas Dinar. Soal permintaannya bukan sebuah isapan jempol belaka. Dinar yang berasal dari keluarga pengusaha, tentu tak merasa sungkan jika harus melamar seorang lelaki dari kalangan pengusaha pula. Wanita itu memang memilih untuk mencari jati dirinya sendiri dengan bekerja di tempat lain. Biar lebih menantang katanya. “Apa dia benar-benar baik?” tanya Puspa lagi. Ia tak ingin anaknya salah pilih. “Baik banget, Ma. Dia tampan, mapan juga rajin ikut pengajian. Mama nggak bakal rugi kalau punya menantu seperti dia.” Dinar menjelaskan segala kelebihan lelaki yang ingin dilamarnya dengan gamblang agar Puspa makin perc
“Bu—bukan! Uang itu untuk membayar WO beneran kok,” sanggah Dinar, tergagap. “Kalau kamu nggak mengaku, aku akan mengusutnya dan hukumanmu nanti akan semakin berat. Jujur saja, Say … nggak, Dinar.” Lelaki itu teramat terluka. Ia sudah mempercayai bahwa wanita yang memfitnahnya ini adalah orang yang baik seperti Khumaira. Namun, beginilah sekarang. “Aku nggak melakukannya! Uang itu untuk biaya pernikahan kita!” “Baiklah. Kalau itu maumu, aku akan meminta izin untuk menghubungi pihak WO atau malah menghadirkannya ke sini. Biar sekalian terjawab semuanya.” Gifar berbicara penuh kekecewaan. Tatapannya tajam. Luka yang tadinya diharapkan bisa sembuh dengan datangnya Dinar sebagai obat, malah sekarang dibuat semakin menganga dan basah kembali. Semakin perih dan sulit disembuhkan di kemudian hari. Dinar tak menjawab. Raut wajahnya tampak kebingungan. Sikapnya tidak bisa tenang. Gelisah terlihat jelas menemani setiap gerak-geriknya
“Iya, Mbak Khuma. Iya! Aku memahami semua yang kamu sampaikan, tapi ….”Riko kembali menunduk. Udara di sekitar terasa menyesakkan dada. Ia berusaha membuangnya lewat mulut, berharap rasa itu bisa hilang dan menghadirkan rasa nyaman kembali.Banyaknya orang yang berseliweran di tempat makan itu tak mengubah perasaan yang mendadak abu-abu. Awalnya Riko bangga dan merasa puas akan keberhasilan dirinya menemukan Akra karena berharap, Khumaira bakal menyanjungnya tanpa henti. Namun, semua itu hanya khayalan yang tak seutuhnya akan terjadi. Benar, kalau Khumaira merasa berterima kasih, tetapi tak seterusnya akan bersikap manis mengingat ada lelaki lain yang sudah menjadi suami dari wanita itu.Mimpi yang ingin diwujudkan, mungkin akan kandas pada akhirnya. Ya, karena mimpi itu hanya akan merusak kebahagiaan orang lain jika berhasil merangkainya dalam dunia nyata. Pupus. Itu yang terlihat jelas kini.“Tapi apa, Mas Riko? Kamu tahu mencintai pasangan orang lain yang sudah terikat janji suci