Apa rumah tanggaku bersama Khumaira akan hancur begitu saja? Bukankah tuduhan Khuma memang mengada-ada? Aku bisa menghamili Sesil setelah aku menikahinya. Apalagi Sesil memang diawasi oleh Ibu. Mana mungkin dia bisa selingkuh sampai hamil dengan lelaki lain. Bukankah tuduhan Khumaira sangat tidak masuk akal?Sambil berjalan menjauhi kamar, Gifar berbicara di dalam hati. Meski dijelaskan oleh Khumaira sampai wanitanya itu berlinang air mata, logikanya tetap tak bisa menerimanya.“Apa memang aku mandul? Tapi, Sesil sudah hamil dan jelas-jelas itu anakku. Sesil selalu dalam pengawasan Ibu, mana bisa dia berselingkuh. Apa aku harus memeriksakan diriku sendiri tanpa Khumaira? Tapi buat apa? Sedangkan menurut pengakuan dari Sesil, Khumaira sendiri yang bermasalah. Dia pasti emosi banget sampai mengataiku mandul tanpa henti. Semua memang salahku sudah mengkhianatinya, tapi setidaknya Khumaira memahami semua tindakanku kan? Ini semua kan demi rumah tangga kami baik-baik saja. Ibu hanya ingin
“Gifar memang keterlaluan, hampir dua minggu dia nggak datang ke sini. Sudah dibilangi kalau Khumaira yang bermasalah, masih saja anak itu memedulikannya. Sudah jelas ada kamu yang sedang mengandung anaknya, malah nggak dipeduliin begini,” gerutu Laela setelah selesai menyantap sarapan.Sesil duduk di kursi yang berhadapan dengan Laela. Ia sedang menyesap segelas air putih sambil mempersiapkan kalimat yang akan diucapkan.Gelas yang tadinya penuh itu, kini sudah berkurang. Sesil meletakkan kembali ke atas meja. Bibirnya tersenyum karena sudah ada bahan yang akan dikatakan sebagai jawaban.“Ya, mau bagaimana lagi, Bu. Aku kan hanya sementara. Apalagi Khumaira sudah mengatakan kalau Mas Gifar mandul dan aku harus tes DNA setelah melahirkan. Aku sakit hati sih, tapi demi membuktikan semuanya, aku rela kalau darah daging Mas Gifar yang ada di perutku ini harus melakukan tes DNA. Aku rela nama baikku diinjak oleh Khumaira yang seakan menuduhku berselingkuh. Padahal jelas, kalau Ibu yang se
“Oh, ada apa ya? Apa saya salah berbicara?” tanya Khumaira melihat kedua tamunya malah terdiam dengan wajah yang tampak kaget.“Bu—bukan begitu, Mbak,” jawab Lidya dengan canggung. “Ko,” ujarnya seraya menyikut Riko yang ada di sebelahnya.Dua orang itu makin membuat Khumaira bingung. Seperti ada yang disembunyikan dan berkaitan dengan Gifar. Perubahan sikap para tamunya itu memang setelah dia memperkenalkan sosok yang ada dalam foto sebagai suaminya.Bukan hanya itu, ia pun mulai mempertanyakan kenapa Riko sampai mengacungkan telunjuknya ke arah foto Gifar. Sudah pasti mereka sedang membicarakan suaminya itu. Khumaira memang tak mendengar percakapan mereka. Ya, Riko dan Lidya memang sangat berhati-hati ketika berbincang di rumah orang. Hanya bisik-bisik.“Bukankah dia artis, Mbak. Anda hanya nge-fans sampai membingkainya di dinding?” Riko masih belum mempercayai penjelasan dari Khumaira tadi.Khumaira telah berdiri sempurna. Ia hendak ke belakang lagi untuk mengambil kue pesanan. Nam
Khumaira tersentak kala mendengar nama wanita yang membuat rumah tangganya hancur. Nama yang dulu mengaku sebagai sahabat, ternyata malah menikam dari belakang.Mengetahui kehadiran Khumaira, Lidya seketika membungkam mulutnya dengan tangan. Ia tak sadar melontarkan ucapan yang cukup lantang. Ya, bagaimana tidak kaget ketika mengetahui teman lelaki yang dikira seorang yang baik malah berani tidur dengan wanita tanpa ikatan pernikahan.“Maaf, saya barusan nggak sengaja mendengar ucapan Anda, Mbak Lidya. Maaf kalau lancang, sebenarnya, saya punya sahabat dengan nama yang sama.”Khumaira meletakkan kue pesanan milik Lidya di atas meja. Ia justru terfokus pada nama yang tadi disebutkan oleh tamunya itu. Dengan seperti itu, ia belum sempat memperlihatkan hasil karyanya kepada Lidya.“Oh, Anda punya teman bernama Sesil? Bisa kebetulan begini ya?”Lidya nyengir. Sebenarnya, dia bingung harus menanggapi bagaimana. Belum lagi, dia masih syok dengan pengakuan Riko tadi.“Apakah teman Anda yang
Khumaira masih terisak, tetapi ia berusaha menenangkan diri agar tidak semakin larut dalam kesedihan. Beberapa kali, tangannya mengusap linangan air mata di pipi. Kehadiran Riko pula, seakan memberikan secercah harapan untuk mengungkap kebohongan yang telah Sesil rencanakan, walau belum tahu nanti ke depannya akan bagaimana jadinya.“Ko, aku nggak nyangka ternyata kamu nekat melakukan perbuatan menjijikkan itu bersama Sesil. Hanya karena cinta, kamu jadi seperti ini?”Lidya sejak tadi diam. Kali ini, ia tak bisa menahan diri lagi untuk mencela perbuatan teman lelakinya itu.“Iya. Aku memang terlalu bodoh. Aku terlalu mencintainya dan nggak bisa menjaga diri. Semua sudah terjadi, Lid. Sekarang, aku hanya ingin bertemu lagi dengan Sesil untuk memperjelas semuanya. Aku ingin tahu apakah di dalam rahimnya memang ada buah cinta kami atau tidak. Marahi aku setelah semua ini terlewati, Lid. Tolong, mengertilah.”Permintaan yang sungguh-sungguh dari Riko itu hanya bisa dibalas helaan napas ol
“Lusa pagi sekitar pukul delapan, saya dan Mas Gifar akan pergi ke rumah mertua, Mas Riko. Anda bisa pergi di jam yang sama dan menunggu di sekitar Masjid Nurul Huda yang terkenal itu. Soalnya, kalau dari sana, tidak terlalu jauh dari rumah mertua saya. Jadi, setelah saya sampai di rumah mertua, saya akan langsung mengirim lokasinya dan Anda tidak terlalu menempuh waktu lama untuk sampai ke sana. Apakah Anda tidak keberatan?”Khumaira seketika mengabari Riko setelah tadi mendapat kesepakatan dengan Gifar. Ia mengirim pesan karena kalau menelepon, takutnya malah didengar oleh suaminya. Berhati-hati itu lebih baik.Wanita yang sedang duduk di atas kasur yang kini tak pernah lagi ditemani oleh suaminya itu, membuang napas. Sebagai seorang wanita, juga istri, ia ingin mempunyai seorang lelaki yang selalu menyayangi dan menghargai dirinya. Namun, gara-gara kebaikan hatinya, Khumaira kini malah dicap sebagai istri yang membangkang dan suka menuduh. Padahal, kalau sang suami mau sedikit saja
“Jawab dulu perkataanku. Kamu malah semakin nggak sopan begitu ya!” bentak Laela melihat Khumaira sudah duduk manis di sofa ruang tamunya.Gifar sejak tadi diam. Perkataan Laela sesuai dengan hati terdalamnya. Walau begitu, ia hanya ingin menuruti keinginan istri pertamanya agar setelah mendapatkan hasil dari pemeriksaan tersebut, Khumaira mau mengakui tuduhannya yang salah dan mengurungkan niatnya untuk bercerai darinya.“Bu, apa salahnya kalau melakukan tes DNA,” ujar Gifar berusaha meredakan suasana yang makin memanas.“Kamu ini ya, Gi! Mau-maunya melakukan sesuatu yang percuma! Kamu itu pintar, gunakan kepintaranmu untuk memikirkan mana yang pantas dilakukan. Sudah jelas Sesil mengandung anakmu. Dia nggak pernah selingkuh. Buat apa masih melakukan tes DNA kepada darah dagingmu sendiri, Gi! Kalau Khumaira nggak menerimanya, ya sudah, lebih baik kalian bercerai saja. Nggak usah dibikin repot!”Urat leher Laela sampai kelihatan. Ia kesal karena Gifar masih saja memihak Khumaira. Suda
Sesil menggeleng pelan seraya menitikkan air mata. Ia pintar sekali berpura-pura tanpa takut ketahuan. Dengan rasa percaya diri yang sangat besar itu, Sesil seolah sedang menjadi korban pemfitnahan.“Sungguh, aku nggak memahami semua ini. Siapa kamu? Kenapa bisa menuduhku seperti ini? Test pack siapa di tanganmu? Tanggung jawab apa? Di rahimku adalah anak dari suamiku. Mas Gifar. Kenapa kamu pandai sekali membual? Dari mana kamu tahu namaku? Apa memang kamu bersekongkol dengan Khumaira? Dibayar berapa kamu sampai mau melakukan semua ini?”Sesil berbicara sambil terisak. Suaranya gemetar. Entah bagaimana dia melakukan sandiwara sebagus itu. Ia seolah ketakutan sebab perkataan yang diakui sebuah fitnah itu akan dipercaya oleh Gifar. Padahal yang Riko katakan bukanlah sebuah fitnah.Khumaira makin meradang. Kemarahannya membawa kakinya mendekati wanita hamil yang sedang pura-pura ter zalimi itu.Plak! Tamparan keras dilayangkan oleh Khumaira. Kemudian, wanita berhijab itu mendorong tubuh
“Sudah siap, Sayang?” tanya Akmal kepada Khumaira. “Ayo. Akra juga sudah tampan nih. Setampan ayahnya,” celetuk wanita itu membuat bibir suaminya melengkung indah. “Besok kita akan punya anak secantik kamu kok, Sayang. Biar adil.” “Nggak, kalau dalam waktu dekat,” bantah Khumaira dengan wajah serius. Akmal hanya tersenyum. Wajahnya makin tampan meski ada bekas luka di pelipis. Penganiayaan yang dialami memang meninggalkan bekas di fisik. Kejadian penculikan juga menjadi pelajaran berharga agar ke depannya bisa lebih berhati-hati. Masalah Riko pun sudah bisa dikendalikan. Khumaira berhasil menasihati lelaki itu dan tak lagi menghubungi walau berasalan ingin memesan kue. Yang diharapkan untuk selanjutnya, hidup mereka akan tenang dan penuh kebahagiaan. “Alhamdulillah ya, Mas. Semua masalah kita yang terasa pelik bisa diselesaikan. Semoga saja, orang-orang yang dulu menzalimi kita, bisa benar-benar sadar dan nggak me
“Iya, Lid. Mbak Khuma sudah ngomong sama aku kemarin. Dia menyuruhku untuk menghentikan perasaanku yang mungkin melebihi seorang teman. Dia mengatakannya dengan sangat tegas. Aku dibuang olehnya. Aku dilarang untuk menghubunginya, Lid. Hatiku sakit, tapi semua itu keinginan dari Khumaira.” Riko mengatakan dengan nada tinggi. Emosinya terpancing mengingat perasaan yang disebut dengan cinta itu datang sendiri tanpa diundang dan telah mengisi semua ruangan di dalam dada. “Baguslah, kalau Mbak Khuma sudah mengatakannya dengan tegas kepadamu. Kamu berhak bahagia dengan pilihan yang lebih tepat, Ko. Bukan Mbak Khuma.” Embusan napas lagi-lagi dilakukan oleh Riko hanya untuk melegakan perasaan. “Iya, Lid, iya. Kamu nggak usah menambah rasa sakit hatiku.” “Ya sudah, aku mau istirahat. Kamu harus mendengarkan apa kata Mbak Khuma, Ko. Kamu juga istirahat. Aku matikan.” “Iya, Lid.” Riko meletakkan ponsel di meja. Ia berusaha
Kedua mata Laela berkaca-kaca ketika Gifar bisa mendatanginya lagi setelah berurusan dengan polisi. “Iya, Bu. Ini aku.” Senyuman dengan kedua ujung yang terasa kaku tetap dilukiskan di bibir. Meski begitu, tetap ada yang nyeri di dalam dada. Pikirannya juga sedang berusaha merangkai kalimat yang nantinya harus dikatakan di hadapan Laela. “Kamu dibebaskan kan, Gi? Kamu nggak bersalah?” Laela melebarkan kedua tangannya mengharapkan pelukan hangat dari anaknya. Ia tak bisa mengayunkan kaki seperti dulu. Jadi, hanya bisa menanti. Gifar tak menjawabnya. Ia langsung memeluk Laela berharap pula rasa sedihnya bisa sedikit memudar. Matanya juga sudah terasa panas. Ingin sekali mengeluarkan cairan bening. “Gi, kamu nggak ada masalah lain kan? Kamu bisa ke sini, artinya, kamu dibebaskan dan nggak bersalah kan?” Naluri seorang ibu begitu kuat. Laela menangkap guratan kepedihan yang mungkin sedang dirasakan oleh Gifar. Napasny
Puspa tergopoh-gopoh menghampiri Dinar yang masih duduk sendiri. Wanita yang usianya tak muda lagi itu, seketika memeluk anak gadisnya. “Din, apa yang terjadi? Kenapa kamu ada di sini? Ada apa, Din?” Pertanyaan yang sama dilontarkan kembali. Puspa melepas pelukannya dan berusaha menatap kedua mata anak tersayangnya. “Dia melakukan kejahatan, Bu. Dia memfitnahku dan memfitnah atasannya sendiri. Dia menculik anak dari atasannya hanya gara-gara rasa cintanya yang masih tertinggal.” Gifar telah berdiri di dekat dua wanita yang belum lama ini menjadi bagian dari keluarganya. Namun, setelah ini, Gifar akan melupakan semuanya dan menyudahi pernikahan yang belum genap berusia satu minggu. Puspa mendongak ke arah suara. Kemudian, ia bangkit sebelum menanggapi perkataan yang dilontarkan oleh lelaki yang masih berstatus sebagai menantunya. Sedangkan Dinar, hanya membisu dan bergeming di kursi yang sama. Perasaan di dalam dada begitu b
“Mbak Dinar serta Bu Puspa, terima kasih sebelumnya karena sudah mau berkunjung ke rumah saya.” Akmal menghentikan ucapannya. Diam-diam, ia menghela napas. Sedangkan orang-orang yang diajak bicara, melukis senyuman yang manis seraya menganggukkan kepala perlahan. Wajah-wajah penuh harapan besar tergambar begitu jelas di sana. Akmal merasa kesulitan untuk berkata-kata, tetapi semua harus dijelaskan secara tegas. “Untuk semua perkataan yang telah Bu Puspa sampaikan mengenai perasaannya Mbak Dinar, saya merasa sangat terhormat karena saya mendapatkan perasaan yang istimewa dari salah satu manajer terbaik di perusahaan yang saya miliki.” Akmal tak bisa mengatakan dengan cepat. Apalagi ketika melihat ekspresi yang dilakukan oleh dua orang tamunya. Dinar tampak makin merona, begitu pula dengan Puspa sangat terlihat mengharapkan jawaban persetujuan. “Sebenarnya, sudah ada beberapa orang meminta ta’aruf dengan saya akhir-akhir ini. Ada saja yang menjo
Akmal melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Janji yang sudah dibuat, tentu tak mungkin diingkari. Apalagi, rasa penasaran telah menemani lelaki itu. Ia tak sabar untuk mengungkap apa sebenarnya tujuan Dinar dan orang tuanya sampai mau datang ke rumahnya. “Dugaanku mengatakan, kalau Dinar menyukaiku. Mungkinkah dia datang ke sini untuk menyampaikan perasaannya? Kalau memang begitu, dia benar-benar berani dan mau menyingkirkan rasa gengsinya. Tapi, tetap saja, hatiku sudah diisi oleh seseorang.” Sorot mata yang sendu menatap salah satu sudut ruangan. Embusan pelan juga dilakukan. Lelaki itu kembali mengingat kalau wanita yang telah mengisi relung hati terdalamnya telah dinikahi oleh lelaki lain. Akmal menyenderkan punggungnya pada sofa yang lembut agar bisa merasa lebih santai. Ia memajamkan mata untuk menghilangkan rasa lelah yang mendadak datang. Namun, bukannya hilang, malah gambaran wajah wanita yang disukainya itu muncul dalam kegelapan.
Mendengar permintaan dari anaknya tentu membuat Puspa merasa senang. Usia wanita itu memang sudah pantas mendapat gelar sebagai seorang istri. “Apa benar, orang yang kamu maksud masih belum punya calon istri, Din?” tanya Puspa, tak mau terlalu berharap lebih jauh sebelum mengetahui semuanya. “Belum, Ma. Dia masih sendiri,” tegas Dinar. Soal permintaannya bukan sebuah isapan jempol belaka. Dinar yang berasal dari keluarga pengusaha, tentu tak merasa sungkan jika harus melamar seorang lelaki dari kalangan pengusaha pula. Wanita itu memang memilih untuk mencari jati dirinya sendiri dengan bekerja di tempat lain. Biar lebih menantang katanya. “Apa dia benar-benar baik?” tanya Puspa lagi. Ia tak ingin anaknya salah pilih. “Baik banget, Ma. Dia tampan, mapan juga rajin ikut pengajian. Mama nggak bakal rugi kalau punya menantu seperti dia.” Dinar menjelaskan segala kelebihan lelaki yang ingin dilamarnya dengan gamblang agar Puspa makin perc
“Bu—bukan! Uang itu untuk membayar WO beneran kok,” sanggah Dinar, tergagap. “Kalau kamu nggak mengaku, aku akan mengusutnya dan hukumanmu nanti akan semakin berat. Jujur saja, Say … nggak, Dinar.” Lelaki itu teramat terluka. Ia sudah mempercayai bahwa wanita yang memfitnahnya ini adalah orang yang baik seperti Khumaira. Namun, beginilah sekarang. “Aku nggak melakukannya! Uang itu untuk biaya pernikahan kita!” “Baiklah. Kalau itu maumu, aku akan meminta izin untuk menghubungi pihak WO atau malah menghadirkannya ke sini. Biar sekalian terjawab semuanya.” Gifar berbicara penuh kekecewaan. Tatapannya tajam. Luka yang tadinya diharapkan bisa sembuh dengan datangnya Dinar sebagai obat, malah sekarang dibuat semakin menganga dan basah kembali. Semakin perih dan sulit disembuhkan di kemudian hari. Dinar tak menjawab. Raut wajahnya tampak kebingungan. Sikapnya tidak bisa tenang. Gelisah terlihat jelas menemani setiap gerak-geriknya
“Iya, Mbak Khuma. Iya! Aku memahami semua yang kamu sampaikan, tapi ….”Riko kembali menunduk. Udara di sekitar terasa menyesakkan dada. Ia berusaha membuangnya lewat mulut, berharap rasa itu bisa hilang dan menghadirkan rasa nyaman kembali.Banyaknya orang yang berseliweran di tempat makan itu tak mengubah perasaan yang mendadak abu-abu. Awalnya Riko bangga dan merasa puas akan keberhasilan dirinya menemukan Akra karena berharap, Khumaira bakal menyanjungnya tanpa henti. Namun, semua itu hanya khayalan yang tak seutuhnya akan terjadi. Benar, kalau Khumaira merasa berterima kasih, tetapi tak seterusnya akan bersikap manis mengingat ada lelaki lain yang sudah menjadi suami dari wanita itu.Mimpi yang ingin diwujudkan, mungkin akan kandas pada akhirnya. Ya, karena mimpi itu hanya akan merusak kebahagiaan orang lain jika berhasil merangkainya dalam dunia nyata. Pupus. Itu yang terlihat jelas kini.“Tapi apa, Mas Riko? Kamu tahu mencintai pasangan orang lain yang sudah terikat janji suci