“Kamu mau pindah kerja, Sil?” tanya Khumaira ketika mereka bertemu di kafe andalan.“Iya, Ma. Ini saja aku sudah berhenti kerja. Nggak tahu nanti setelah kerja di tempat baru, aku bisa menghubungimu lagi atau nggak,” jawab Sesil dengan aura sendu.“Bisa dong. Memangnya kenapa nggak bisa?”“Aku hanya memperkirakan kemungkinan terburuk, Khuma. Seandainya begitu, aku minta maaf ya. Bukan maksudku memutus persahabatan yang kita jalin selama ini.”Sesil sangat piawai memainkan kebohongannya. Ya, demi cinta yang telah membutakan hati dan pikirannya, ia bahkan tega mengkhianati sahabatnya sendiri dengan menjadi istri kedua dari suami wanita itu.“Aku paham, Sil. Mudah-mudahan, peraturannya nggak seketat itu ya.”Percakapan antara dua sahabat itu terus berlanjut. Sesil sama sekali tak memberi kesan curiga di mata Khumaira. Di pertemuan itu pula, seperti biasa, Gifar akan menelepon Khumaira hanya untuk menyatakan rasa cinta dan rindunya kepada istri kesayangannya.Salah Khumaira juga karena te
Laela yang terus membela Sesil membuat kemarahan Khumaira bergemuruh hebat. Napas yang tersengal membawanya berjalan mendekati Sesil.Plak!“Wanita jalang! Anak siapa di rahimmu itu, hah! Kamu sudah tahu semua tentang suamiku! Lantas, apa ini? Kamu menikah dengan Mas Gifar dan mengaku punya anak darinya? Aku sudah baik dan percaya seutuhnya kepadamu, tapi kenapa kamu sejahat ini kepadaku, Sesil!”Tamparan keras mendarat di pipi wanita yang sedang mengandung empat bulan itu. Khumaira tak bisa berpikir panjang lagi tentang tindakannya. Kemarahannya tidak bisa ditoleransi lagi.“Khuma! Keterlaluan kamu, ya!” bentak Laela bergegas merengkuh menantu munafik kesayangannya.Sesil sempat membelalakkan mata karena kaget dan tidak menerima pipinya ditampar begitu keras. Namun, ia mengubah ekspresinya dengan cepat. Ia seakan menjadi wanita yang begitu ter zalimi lantaran tindakan Khumaira.“Dek, apa yang kamu lakukan?” tanya Gifar, ia masih bingung mana yang harus dipercaya seutuhnya.“Apa, Mas?
Tanpa menghiraukan perkataan Gifar, Khumaira melangkah pergi menuju mobilnya dengan hati yang hancur. Tamparan yang terasa panas di pipi, makin meremukkan perasaannya.“Khuma! Tunggu!” ujar Gifar dengan lantang.“Gi! Buat apa kamu mengejarnya! Biarkan saja dia pergi! Biarkan dia menyesali perkataannya sendiri!”Walau Laela berkata demikian, Gifar tak peduli. Ia masuk ke mobilnya sendiri yang dibawa ke rumah ini.Apa aku salah mengambil keputusan? Apa aku salah telah menampar Khumaira. Tapi, perkataannya begitu menyakitkan. Tuduhannya berlebihan. Aku menamparnya agar dia diam dan mengerti tentang alasanku melakukan pernikahan dengan Sesil. Bukan malah mengataiku mandul terus-terusan.Batin Gifar berkecamuk hebat. Ia berupaya melakukan yang terbaik untuk semuanya, tapi malah tidak sesuai harapan.Khumaira segera melajukan mobilnya meninggalkan rumah mertua yang hanya membuat luka.Apa aku sanggup bertahan selama lima bulan ke depan? Mas Gifar sudah melukai perasaanku begitu dalam. Apa l
Mobil yang dikendarai oleh Khumaira telah berhenti di halaman rumahnya. Walau pikiran dan hati sedang tak menentu, wanita berhijab itu akhirnya pulang dengan selamat. Ia keluar dari mobil dan berjalan tergesa memasuki rumah. Saking kesalnya, pintu itu dibanting dengan kuat.Gifar yang menyusul di belakang, dengan mobil lain yang dikendarai, melihat sikap istrinya yang tak pernah seperti itu. Baru kali ini Gifar melihat Khumaira bertindak bar-bar.“Khuma!” panggil Gifar dengan lantang ketika memasuki rumah, sedangkan Khumaira tak terlihat lagi batang hidungnya.Dengan amarah yang memenuhi ruangan di dalam dada, Khumaira tak menoleh sama sekali, meski mengetahui ada suaminya yang membuntut sedari tadi. Ia masuk ke kamar berharap bisa menangkan diri. Walau pada kenyataannya, mungkin tidak akan bisa, mengingat Gifar berupaya mendekati.Bulir bening yang keluar dari telaganya itu tak kunjung berhenti meski Khumaira berusaha untuk menghentikannya. Ia mengambil napas dengan susah-payah agar
Apa rumah tanggaku bersama Khumaira akan hancur begitu saja? Bukankah tuduhan Khuma memang mengada-ada? Aku bisa menghamili Sesil setelah aku menikahinya. Apalagi Sesil memang diawasi oleh Ibu. Mana mungkin dia bisa selingkuh sampai hamil dengan lelaki lain. Bukankah tuduhan Khumaira sangat tidak masuk akal?Sambil berjalan menjauhi kamar, Gifar berbicara di dalam hati. Meski dijelaskan oleh Khumaira sampai wanitanya itu berlinang air mata, logikanya tetap tak bisa menerimanya.“Apa memang aku mandul? Tapi, Sesil sudah hamil dan jelas-jelas itu anakku. Sesil selalu dalam pengawasan Ibu, mana bisa dia berselingkuh. Apa aku harus memeriksakan diriku sendiri tanpa Khumaira? Tapi buat apa? Sedangkan menurut pengakuan dari Sesil, Khumaira sendiri yang bermasalah. Dia pasti emosi banget sampai mengataiku mandul tanpa henti. Semua memang salahku sudah mengkhianatinya, tapi setidaknya Khumaira memahami semua tindakanku kan? Ini semua kan demi rumah tangga kami baik-baik saja. Ibu hanya ingin
“Gifar memang keterlaluan, hampir dua minggu dia nggak datang ke sini. Sudah dibilangi kalau Khumaira yang bermasalah, masih saja anak itu memedulikannya. Sudah jelas ada kamu yang sedang mengandung anaknya, malah nggak dipeduliin begini,” gerutu Laela setelah selesai menyantap sarapan.Sesil duduk di kursi yang berhadapan dengan Laela. Ia sedang menyesap segelas air putih sambil mempersiapkan kalimat yang akan diucapkan.Gelas yang tadinya penuh itu, kini sudah berkurang. Sesil meletakkan kembali ke atas meja. Bibirnya tersenyum karena sudah ada bahan yang akan dikatakan sebagai jawaban.“Ya, mau bagaimana lagi, Bu. Aku kan hanya sementara. Apalagi Khumaira sudah mengatakan kalau Mas Gifar mandul dan aku harus tes DNA setelah melahirkan. Aku sakit hati sih, tapi demi membuktikan semuanya, aku rela kalau darah daging Mas Gifar yang ada di perutku ini harus melakukan tes DNA. Aku rela nama baikku diinjak oleh Khumaira yang seakan menuduhku berselingkuh. Padahal jelas, kalau Ibu yang se
“Oh, ada apa ya? Apa saya salah berbicara?” tanya Khumaira melihat kedua tamunya malah terdiam dengan wajah yang tampak kaget.“Bu—bukan begitu, Mbak,” jawab Lidya dengan canggung. “Ko,” ujarnya seraya menyikut Riko yang ada di sebelahnya.Dua orang itu makin membuat Khumaira bingung. Seperti ada yang disembunyikan dan berkaitan dengan Gifar. Perubahan sikap para tamunya itu memang setelah dia memperkenalkan sosok yang ada dalam foto sebagai suaminya.Bukan hanya itu, ia pun mulai mempertanyakan kenapa Riko sampai mengacungkan telunjuknya ke arah foto Gifar. Sudah pasti mereka sedang membicarakan suaminya itu. Khumaira memang tak mendengar percakapan mereka. Ya, Riko dan Lidya memang sangat berhati-hati ketika berbincang di rumah orang. Hanya bisik-bisik.“Bukankah dia artis, Mbak. Anda hanya nge-fans sampai membingkainya di dinding?” Riko masih belum mempercayai penjelasan dari Khumaira tadi.Khumaira telah berdiri sempurna. Ia hendak ke belakang lagi untuk mengambil kue pesanan. Nam
Khumaira tersentak kala mendengar nama wanita yang membuat rumah tangganya hancur. Nama yang dulu mengaku sebagai sahabat, ternyata malah menikam dari belakang.Mengetahui kehadiran Khumaira, Lidya seketika membungkam mulutnya dengan tangan. Ia tak sadar melontarkan ucapan yang cukup lantang. Ya, bagaimana tidak kaget ketika mengetahui teman lelaki yang dikira seorang yang baik malah berani tidur dengan wanita tanpa ikatan pernikahan.“Maaf, saya barusan nggak sengaja mendengar ucapan Anda, Mbak Lidya. Maaf kalau lancang, sebenarnya, saya punya sahabat dengan nama yang sama.”Khumaira meletakkan kue pesanan milik Lidya di atas meja. Ia justru terfokus pada nama yang tadi disebutkan oleh tamunya itu. Dengan seperti itu, ia belum sempat memperlihatkan hasil karyanya kepada Lidya.“Oh, Anda punya teman bernama Sesil? Bisa kebetulan begini ya?”Lidya nyengir. Sebenarnya, dia bingung harus menanggapi bagaimana. Belum lagi, dia masih syok dengan pengakuan Riko tadi.“Apakah teman Anda yang