Senin pagi, Ups hampir saja aku telat berangkat ke sekolah, aku bangun lebih siang padahal mama dan papa sudah sibuk membangunkan aku, tapi ya begitu aku selalu nikmat tidur, mereka sering meledekiku kalau tidur seperti kerbau atau orang mati saja. Aku lari saat bel masuk sekolah berbunyi.
Ya hari ini aku piket menjadi petugas pengibar bendera. Aku mengambil bendera, aku rapikan bersama Vina dan Maria, dan kami bersiap. Dari kejauhan tampak Iwan yang telah siap sebagai pemimpin upacara, dia tersenyum kepadaku. Aku pun tak lupa membalas senyumannya itu.
Gugup, ini hari pertama aku mengibarkan bendera di Sekolah Menengah Pertamaku. Banyak kakak kelas tentunya begitu pula teman -teman kelas satu. Total sebanyak 21 kelas, tiba saatnya aku mengibarkan bendera. Aku yang bertugas memberikan aba -aba. Aku pun yang harus memantau pergerakan bendera agar stabil berkibar sesuai dengan ketukan lagu Indonesia Raya saat di nyanyikan bersamaan. Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Aku pun kembali berdiri melanjutkan upacara hari Seninku sampai dengan selesai semua.
Saat Jam istirahat.
Setelah membeli jajanan dari kantin sekolah, kami kembali berbincang -bincang di dalam kelas, aku, Vina, Maria dan Catur. Kami lagi senang -senangnya bergantian mengisi biodata di Diary masing -masing apalagi tujuannya kalau bukan tahu alamat rumah dan telepon satu sama lainnya. Hari ini pelajaran Bahasa Inggris, Bu gurunya lumayan terkenal tegas dan galak. Sial, karena aku tidak fokus Bu guru memanggilku untuk mengerjakan tugas di papan tulis, Iwan memberikan bukunya padaku, senangnya aku mendapat bantuan, tanpa aku baca, tanpa aku pelajari terlebih dahulu langsung saja aku tulis semua jawaban dari bukunya. Baru saja beberapa detik aku menulisnya di papan tulis, Bu guru dan teman-teman satu kelas menertawakanku beramai- ramai.
"Sin Kamu tulis apa itu?", Bu Guru bertanya kepadaku.”
"Jawabannya kan Bu?"
"Iya, tapi salah semua."
Astaga, aku pucat pasi, aku malu, dan aku lihat Iwan dan Rio yang terbahak -bahak tertawa di tempat duduk mereka, aku baru sadar kalau Iwan mengerjaiku. Aku duduk kembali ke kursiku, dan Iwan yang kena batunya sekarang maju ke depan kelas mengerjakan soal -soalnya. Sialnya dia memang jago dalam Bahasa Inggris, Ok, aku terima tantangannya, lain kali aku akan membuatnya malu di depan teman -teman.
Teman sih teman, tapi jangan iseng terus dong, aku kan jadi malu jadi ejekan di depan kelas, tidak kira -kira deh, sungguh aku marah. Dia terus tersenyum padaku, menggodaku dengan segala cara agar aku tidak marah dengan kejailannya yang cukup buat aku kesal ini.
Vina pun mendekatiku, aku rasa dia akan menghiburku.
"Sin, sudah abaikan, dasar iseng tuh si Iwan."
"Iya Vina, marah sih enggak, cuma Aku kan jadi malu karena ulah isengnya itu, keterlaluan deh, aku kesal."
"Santailah, nanti juga pada lupa dengan semua itu."
“Iya Fina, tapi aku benar -benar kesal."
Sesampainya di rumah, setelah makan siang aku pun duduk santai di tengah rumahku. Apalagi kalau bukan mendengarkan acara musik kesayanganku di ANTV Planet Remaja yang lagi menjadi Hits dan idola para Anak Baru Gede. Aku sangat suka dengan Agnes, Potret, Stinky, Jamrud, RIP, Gigi dan Dewa 19. Bagiku musik adalah teman dikala sepi. Apalagi kalau mama dan papa tidak di rumah seperti saat ini.
Kring....Kring....Kring...
Telepon rumah pun berbunyi kencang. Aku bergegas mengangkatnya, siapa tahu telepon yang penting.
"Halo Selamat Sore.."
"Iya, Halo bisa berbicara dengan Sintia?"
"Iya, Ini Sintia, ini siapa ya?"
"Masa enggak hafal dengan suaranya Sin?"
"Maaf, siapa ya?"
"Ini Iwan.."
"Ehmmm, kenapa Wan?"
"Duh masih marah Dia, maaf ya kalau bercandanya Aku keterlaluan."
"Ya Aku tidak suka, jangan di ulang ya?"
"Dek, Kamu lihat deh buku matematika Kamu yang Aku pinjam tadi."
"Memang ada apa?"
"Ya sudah, Kamu cek dulu gih, lima menit lagi Aku telepon kembali ya."
Tut....tut...tut....teleponku mendadak di matikan olehnya. Ehmmm ada ulah apalagi sih Iwan, belum puas apa kejailan -kejailan di sekolah beberapa hari belakangan ini kepadaku.
Aku pun bergegas mencari buku Matematika di dalam tas sekolahku, takutnya ada semacam permen karet yang ditempelkan atau sebuah ulah konyol lainnya. Aku membolak -balikan bukuku apa sih tidak ada apa -apa, aku cek satu persatu tidak ada apa -apa. Keterlaluan Iwan, masih saja jail kali ini terhadapku.
Kring....Kring...
"Iya halo Wan!"
"Sudah ketemu belum yang di cari?"
"Sudah, tidak ada apa -apa tuh."
"Ehmmm dasar, Kamu itu enggak pernah teliti Sin."
"Memang enggak ada apa -apa?"
"Nona, coba deh Kamu tekuk bukunya, Kamu rapatkan, dari sisi -sisi bukumu itu, akan terlihat sebuah tulisan."
Aku pun menekuk bukuku sesuai permintaan Iwan, astaga benar ada tulisannya "Sintia I Love You."
"Halo Sin, ketemu? Sin"
"Iya, ketemu Wan."
"Apa bacaannya?"
"Iya, Aku sudah baca."
"Ya apa? Coba baca lagi Aku mau dengarnya langsung?"
"Iya, Sintia tahu."
"Sin, baca, kalau enggak di baca telepon enggak akan Aku tutup nih!"
"Sintia I Love You"
"Apa? coba ulang lebih keras?"
"Sintia I Love You."
"Nah itu baru jelas, terus apa jawabannya?"
"Entah Ah."
"Besok harus ada jawabannya, Dah Sin."
Tut....tut...tut...telepon pun putus kembali.
"Gokil nih si Iwan."
Sepuluh menit kemudian.
Mama dan papa pulang dari kantor dan kuliahnya. Mereka membawakan aku Ciki dan aneka makanan ringan kesukaanku lainnya. Dan yang tidak pernah absen mereka bawa, ya Ciki dan teh kotak Sosro jajanan kegemaranku sejak usia sekitar 3 tahun, semua sudah menjadi tradisi dan jatah untukku hampir setiap hari mama dan papa belikan untukku sebagai upah menunggu rumah dengan baik. Sudah ah, lupakan anggap saja enggak terjadi apa -apa. Mungkin dia iseng seperti kebiasaannya. Aku mengambil pekerjaan rumahku, hari ini ada pekerjaan rumah Bahasa Indonesia dan Matematika, aku selalu disiplin dan tak pernah menunda -nunda mengerjakannya, agar besok saat ada jadwal pelajarannya, aku tidak tergesa-gesa apalagi sampai lupa mengerjakan pekerjaan rumah, bisa di hukum oleh guru nanti. Tapi ada beberapa soal yang aku tidak bisa kerjakan, terpaksa besok aku bertanya ke Catur atau Iwan , aku rasa mereka lebih paham jawabannya.
"Sin, Iwan memanggilku dari bangku sebelah. Bagaimana tentang yang kemarin? jawab ya Sin , Aku mohon please."
Aku belum pernah jatuh cinta, ini perasaan cinta pertama yang aku dapatkan, aku harus bagaimana ya? Ervina pun mendesak aku untuk menjawab surat cinta dari Iwan, aduh masa pacaran sih? bagaimana kalau mama dan papa tahu. Pasti nanti aku akan habis -habisan di ledeki mereka karena Iwan teman kecilku, dan anak sahabat dari papaku. Terjadi pergolakan dalam hatiku, bingung aku harus menjawab apa, jawab ya atau tidak ya? Nanti saja deh jawab pernyataan cinta dari Iwan, lebih baik aku menghindarinya dahulu, selama masih bisa berkelit dan menunda menjawabnya.
Pasti ini akibat Rio dan kawan -kawan meminta nomor telepon rumahku beberapa hari lalu, tanpa curiga sih aku berikan saja nomor telepon ku 072544604. Bel sekolah pun berbunyi tandanya kami akan pulang sekolah. Aku mengemasi segala peralatan sekolahku, pasti papa telah menungguku di depan pagar sekolahan. Ya benar saja mobil papa sudah berada di depan sekolah tepat, papa sangat tepat waktu orangnya, ya karena papa khawatir padaku. Aku pun bergegas lari ke depan pagar sekolah, tapi Iwan menarik tanganku sejenak.
"Sin apa jawabannya, iya atau tidak?"
"Besok saja Aku menjawabnya Wan, maaf Papa sudah menunggu nih, tuh lihat mobilnya sudah nangkring di depan pagar."
“Ehmmm, selalu saja menghindar.”
Untuk sementara aku aman, aku belum harus menjawabnya, ya benar Wan aku lagi menghindar. Karena jujur aku bingung harus jawab apa ke kamu.
Saat sedang bersantai di dalam kamar, telepon pun berdering. Tak lama kemudian Mbak Sri asisten rumah tanggaku memanggil.
"Mbak Sin, ini ada telepon Mbak."
"Telepon dari siapa Mbak Sri?"
"Telepon dari Mas Iwan ini Mbak."
Aku pun bergegas mengambil gagang telepon di kamarku.
"Ya Mbak tutup saja ya Mbak teleponnya, Saya sudah angkat ini di kamar."
"Halo Wan"
"Iya halo ini Iwan ."
"Iya Wan ada apa? Kamu telepon Aku lagi, tapi ngomong-ngomong kok Kamu tahu sih nomor telepon rumahku? Kamu dapat dari Erfina ya. Sungguh Anak itu enggak bisa jaga rahasia Aku deh!"
"Dek, Aku dapat nomor teleponmu bukan dari Vina kok, tapi dari Rio, kan beberapa hari lalu Dia tanya ke Kamu, Aku yang menyuruhnya bertanya kepadamu."
"Ehmmm pantas saja deh."
"Sudah jangan marah ya, Aku cuma ingin bertanya yang tadi, tentang pernyataan Aku yang kemarin, apa jawabannya? pasti Kamu tolak Aku ya Dek, pasti Kamu tidak tertarik ya sama Aku?"
"Sebenarnya Wan, Aku itu sudah sejak lama sering pandangi Kamu, rasanya kalau Kita lagi sama -sama saling memandang kok ada sesuatu yang aneh ya, apa karena Kita sahabat kecil atau apakah ini ya yang di namakan cinta, Maaf ya Wan Aku jadi malu nih mengutarakannya."
"Ya, itu perasaan cinta Sin. Berarti Kamu terima Aku dong, iya kan Dek?"
"Iya Wan Aku terima Kamu jadi pacar Aku, sudah dulu ya teleponnya ada Papa dan Mama nih, Aku takut di marahi mereka telepon lama-lama."
"Iya deh, sampai besok di sekolah ya Sin, terima kasih."
"Ok Wan, sampai besok di sekolah."
"Dadah....bilang dong..”
"Bilang apa?
"I Love You gitu."
"Ehmmm enggak mau ah, dadah Wan, sampai besok."
Aku pun terbaring di kamarku, kok rasanya jantungku jadi jedak -jeduk begini ya, duh jadi aneh begini rasanya hatiku sekarang setelah jawab cintanya Iwan, apa dia lagi memikirkan aku? Seperti aku memikirkannya? Mau keluar kamar kok jadi takut dan gugup begini sih, ternyata ini kah ya rasanya jatuh cinta itu, kalau kata pepatah berjuta rasanya. Kemudian aku pun membantu mama memasak di dapur, untuk makan malam kami nanti. Seperti biasa aku bertugas membantu mama memotong -motong dan memilih sayuran yang masih segar.
Sehabis makan malam, aku pamit masuk ke kamar, karena harus mengerjakan Pekerjaan rumah dan tidur. Belum -belum aku kok jadi gugup begini ya, rasanya dag -dig -dug, dan yang terbayang Iwan terus, lagi -lagi ingat wajah Iwan. Bagaimana kalau besok bertemu dengan si Dia pacar baruku itu. Bisa panas dingin nih, seakan serba salah deh jadinya. Ingin ketemu sih, tapi malu itu perasaan yang aku rasakan sekarang, malu -malu tapi aku mau. Apakan ini yang di namakan cinta pertama?
Keesokan harinya aku berangkat ke sekolah, dan aku lihat Iwan sudah menungguku di depan muka kelas, duh malu, gugup sekali rasanya, sepatuku mendadak terasa berat begitu pun langkah kakiku ini, aduh serasa gemetar dan ingin putar arah saja kalau bisa. Dia malah berjalan mendekat ke arahku sekarang. Ingin menghindar, tapi tampaknya tidak mungkin deh, jantungku berdetak kencang sekali, apakah ini yang di namakan getar -getar cinta. Sangat gugup kalau berpapasan atau bertemu dengannya, tapi sebenarnya ingin ketemu sih walau sebentar. "Hai Sin, senang deh bisa lihat Kamu pagi ini, berarti Kita jadian ya mulai hari ini?” Aku pun hanya dapat menganggukkan kepalaku, dia terus memandangiku terus. Iwan Anak yang baik, dia selalu memperhatikan tugas -tugas sekolahku. Dia juga Anak yang pintar sekali, nilainya selalu bagus, seperti pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris sedangkan aku selalu saja memiliki nilai yang masih pas -pasan.
Setelah pulang sekolah, dan menunggu mama dan papa pulang kerja, Catur memintaku menemaninya ngedate sama Bowi, alasannya sih main basket di lapangan basket sekolahan tempat mamaku mengajar. Ya oke deh cus, sekalian menunggu mamaku pulang sore nanti. Kami pun jalan bertiga dari sekolahku ke sekolah mamaku. Kami berjalan kompak menyusuri trotoar, dan aku kebetulan menjadi obat nyamuk atau setannya, istilah yang menemani orang pacaran. Di jalan iseng tuh Bowi bilang, mau kenal in aku sama sepupunya, biar tidak bosan sih sendirian terus, ya boleh lah aku rasa itu ide yang cukup baik "Sin, dari pada bengong nanti Aku telepon sepupuku ya, biar main basketnya Kita juga imbang dua lawan dua ok!" "Boleh, Anak mana Wi?" "Anak sekitar sini saja, namanya Agung dia seperti kita masih kelas 1 Sekolah Menengah Pertama kok." Ya ampun kayak dengar petir rasanya apa enggak salah Bowi bilang sepupunya
Sedangkan di satu sisi, aku dengar abang Iwan dan Eni sudah putus, dan Iwan akan pindah ke sekolah Menengah Pertama Favorit di kota kami ini ya satu sekolah dengan Agung. Sama, harusnya aku juga pindah sesuai dengan bantuan koneksi papa kami. Tapi kalau aku dan Iwan masih tak bertegur sapa, apa nanti yang Iwan pikirkan jika aku pun pindah sekolah dengannya? Dan aku sudah nyaman di sini, aku sudah punya banyak teman bahkan sahabat yang cukup baik -baik, mungkin nanti lebih baik aku batalkan saja niatku untuk pindah sekolah. Saat pulang sekolah, benar saja Masril mengacuhkanku, Aku coba untuk biasa saja, berasa tidak ada apa -apa dan berasa nyaman pulang bersama Masril dan Tika. Dan sore ini, kami akan ikut perkemahan bersama. Semoga saja yang kak Dimas bilang tidak benar, mungkin mereka lagi dekat saja karena suatu hal yang tidak kami tahu. Sore ini, mama dan papa mengantarkan aku ke sekolah, pakaian serba coklat seragam pramu
Telepon di rumah aku berdering, eh ternyata Iwan meneleponku lagi. Seakan tidak ada masalah yang lalu, dia mengajak aku mengobrol banyak hal, tentang kabarku, sekolah, les dan kegiatan harianku. Entah apa ini, yang pasti Iwan yang dulu cuek kini telah kembali memperhatikan hari -hariku. Kini tidak ada kekakuan lagi di antara kami, semua telah membaik, temanku, sahabatku telah kembali ke pelukanku lagi. Segala keluh kesahku selain aku ceritakan kepada teman sudah ada Iwan yang setia mendengarku kembali. Terkadang dia memanggilku Sin, Dek atau panggilan manis lainnya, terkadang kami pun saling memanjakan kata -kata. Apakah ini yang di sebut Teman Tapi Mesra. Kalau di bilang balikan belum ada kata -kata untuk balikan menjalin hubungan spesial, tapi kalau di bilang teman, lebih dekat dan spesial dari teman pria yang lainnya. Apa pun itu aku merasa suka dan nyaman kini. Mungkin status bukan hal yang penting, sudah bisa dekat atau akrab itu sudah sangat aku syukuri.
Aku pun melanjutkan aktivitasku. Fina dan Maria latihan baris berbaris, mereka enggak ada bakat untuk menari, beda hal dengan aku, Nicky dan Tika, sedangkan si tomboi Catur sedang latihan Tai Kwon Do, dengan Yeni dan Yayuk. Bagiku menari itu menyenangkan, dapat membuat aku merasa tenang dan bahagia. Aku mulai kursus tari sejak Sekolah Dasar. Belajar tari menjangan dan tari sembah asal mula pertamanya. Sekarang aku mendalami tari-tarian khas Lampung ada tari Bedana, Bedana Lunik, Tari Sembah dan Tari Melinting. Nama guru tari kami ibu Sri Wiji, beliau sangat baik orangnya, ramah dan lemah lembut. Kelak, kami akan tampil di beragam acara sekolah seperti perpisahan atau lomba tari antar sekolah, seru kan? Selesai menari, kami pun kumpul untuk pulang sekolah bersama-sama, hanya Fina yang tidak bareng jalan bersama ke arah kantor papaku, karena rumahnya berlawanan arah dengan kami. Aku, Catur dan Maria sengaja nebeng naik mobil papa saja, hemat ongkos. Kami n
Minggu pagi ini, aku dan mama mengantarkan papa berobat ke dokter langganannya. Ya Allah, sedih rasanya kalau melihat papa setiap saat harus menelan obat yang banyak dan besar-besar itu. Dan papa masih saja menguatkan menyopir mobil tua kesayangannya itu kemanapun kami pergi. Terkadang inggin rasanya cepat menjadi sosok wanita dewasa agar bisa membantu mama dan papa dalam segala bidang pekerjaan. "Pa, masih pegang uang berapa?" "Ngga banyak Ma, hanya tinggal beberapa lembar lagi saja ini di dompet." "Ya, sabar Pa semoga saja kelak ada rezeki Allah dari yang lainnya Pa." “Iya Ma.” "Sin, Kita ke supermarket saja ya, belum bisa jalan-jalan jauh, Kita beli roti sama buah-buahan untuk Papa saja ya?" “Iya, sebenarnya papa ingin ajak Sintia main ke pantai pasti seru, kapan-kapan ya Sin?” "Iya Ma, iya Pa kapan-kapan saja kalau papa sehat dan ada rejeki yang lebih." Jujur setelah tahu kondisi sakit
Tampaknya Catur bertemu dengan Miftah pagi ini, dan siang nanti Miftah mau menjenguk papaku di rumah sakit. Agak sedikit pusing aku belajar dan mengerjakan tugas di sekolah, mungkin karena aku kurang istirahat tadi malam. Setelah selesai sekolah, aku, Catur, Fina, Maria dan beberapa teman yang lain menjenguk papaku di rumah sakit. Dan tentu saja, mereka selalu kompak dan selalu berusaha untuk menghibur dan mengisi hariku. Tidak lama, hanya sekitar 30 menit saja mereka menjenguk papa, memang terbatasi karena sakit papa cukup serius dan perlu istirahat lebih oleh dokter. Tapi kehadiran mereka sangat menghibur papaku yang sedang sakit. Tampak Miftah datang, dia tersenyum kepadaku. Menyapa aku, Catur dan Papa. Entah apa saja yang dia bawakan untuk papaku. Terlihat ada aneka roti, kue kering, susu dan buah-buahan. Sungguh dia sangat royal kepadaku. Dan cukup lama menemani kami, tampak sisi dewasa mulai tumbuh didirinya, dengan sangat akrab berbincang dengan papaku.
Aku akan ada perlombaan menari hari ini, pagi yang cukup sibuk. Aku menyiapkan beberapa perlengkapan seperti baju yang tipis dan nyaman yang akan aku pergunakan untuk pakaian dalamku saat di rias nanti sebelum lomba menari. Tak lupa aku masukan beberapa perlengkapan make-up, sisir dan korset. Korset adalah modal terpenting bagi kami sebagai seorang penari. Agar kain dan kebaya yang kami gunakan dapat terlihat rapi dan nyaman di pakai. Tidak mungkin ketinggalan, bisa merosot kainku nanti. Dan lomba kita bisa berantakan. "Sin, Papa tak bisa melihat Sintia tampil ya, maaf Papa agak tidak enak badan ini Sin, dan di kantor ada beberapa berkas yang harus Papa kerjakan." "Iya Pa, tidak apa-apa." "Tapi Papa tetap antar Sintia ke sekolah dulu ya." "Iya Pa." Papa bergegas bersiap, dia mengalah berangkat lebih awal agar dapat mengantarku terlebih dahulu untuk persiapan dandan saat pentas nanti, ya kalau mau naik angkutan umu
Bagian 1 (Kisah Masa Lalu)Hari KelahirankuNamaku Sintia, aku terlahir di Bandung tanggal 23 September 1985, di seorang Bidan desa teman ibuku. Aku dilahirkan dari ibunda yang bernama Eni suryani dan ayah yang bernama Wito. Bagi mereka lahir itu anugerah, tetapi bagiku itu awal kepergianku, ya aku akan di adopsi. Tidak lain tidak bukan yang akan mengadopsi ku adalah Kakak dari papa kandungku sendiri, yang tidak punya keturunan karena menderita penyakit dan sangat menginginkan keberadaan anak dalam rumah tangganya.Hal itu berawal saat ibu kandungku yang sedang mengandungku tiga bulan bingung mendapatkan kenyataan bahwa ia akan memiliki seorang anak kembali, Sedangkan beliau sudah memiliki empat orang anak yang masih kecil - kecil. Akhirnya mereka berniat membantu kakaknya agar memiliki anak, ahli waris dan teman saat tua nanti. Ya mungkin saja keputusan yang mereka ambil telah di diskusikan dan menjadi jalan keluar yang tepat.“Wito ke mana En, mas
Sudah hampir tiga tahun sejak ayah dan ibuku meninggal. Namun faktanya, kini persoalan sengketa tanah dan rumah tampaknya belum juga usai. Aku lelah, dan bisa dibilang jika aku sudah menyerah.Saya telah memberikan amanah kepada kakak laki-laki saya, untuk membantu mengurus semua ini. Entah kenapa hal yang biasanya mudah menjadi sulit dan rumit seperti ini mereka buat. Ya, itu karena bibi dan paman saya terus bertindak buruk, seolah-olah mereka tidak puas dengan hasil yang saya berikan dan jalan yang saya berikan. Saya telah pasrah dengan semua permintaan mereka untuk menjual harta dan warisan mama dan papa. Dan pada saat proses penjualan pertama saya juga hadir dalam transaksi tersebut. Padahal dari kecil hati saya menjerit dan sakit hati karena kehilangan warisan yang saya miliki dari ibu dan ayah. Meski sangat berat, terpaksa saya jual, dengan alasan menjaga hubungan baik antar keluarga. Saya berharap dengan keputusan saya semuanya akan berakhir, tetapi
Tahun terus berjalan walau sering terseok-seok dalam masalah. Malam ini aku iseng mulai melihat tentang hoki, keberuntungan, rasi bintang, shio ataupun tentang tarot. Kebetulan ada tarot online yang melintas di dinding Geoglle info saat membaca berita. Tak harus tunggu lama aku langsung mengklik nya dengan cepat. Aku masuk ke link admin, mereka meminta aku memasukan nama, tanggal lahir dan jenis kelamin. Langsung deh iseng, aku isi semua itu tanpa ragu. Beberapa detik kemudian aku berganti layar. Admin meminta agar aku memilih kartu tarot secara online sebanyak 3 lembar. Karena ketutup semua jelas saja aku klik secara acak. Tak lama kemudian layar HP memperlihatkan layar 3 kartu yang aku pilih. Sosok wanita sederhana itu kartu pertama yang aku dapat, sosok permaisuri dalam kematian, dan sosok permaisuri yang tampak duduk anggun dalam singgasananya. Tak lama berselang setelah aku melanjutkan pilihan lanjutan munculnya penjelasan dari ke tiga kartu
Semenjak mama dan papa meninggal, selain mengurus Suami dan anak aku pun mulai mengisi kekosongan hariku dan kegiatanku, aku berjualan pulsa HP dan token listrik, membantu suami menjalani bisnis percetakan, jualan Online Shop kecil-kecilan, dan menulis puisi dan novel di sela-sela mengajar. Itu merupakan hobi dan kegiatan baruku. Walau aku tidak bisa berkarier seperti dulu lagi tapi aku harus tetap dapat berkarya di kelilingi kegiatan anak-anak. Alhamdulillah mas Dwi sebagai suami sangat mengertikan aku, beliau selalu mendukungku, walau tidak banyak modal yang dapat di berikan tapi dukungan itu menjadi sangat penting dan berharga sekali. Begitu pun aku, dengan kebebasan untuk berkarya, bergaul dan berkegiatan dari yang Dwi berikan padaku aku harus berikan segala yang terbaik, seperti mengurus rumah ku, anak-anakku dan keperluan mereka dengan baik. Apalagi jika mereka sakit, merawat, menjaga dan memperhatikannya menjadi hal yang lebih penting dari segala aktiv
Sudah hampir dua tahun mama dan papa meninggal. Terkadang masih timbul rasa sedih yang masih sesekali muncul di benakku. Teringat masa kecilku dulu, di saat mama dan papa yang sangat mencintaiku, dan memberikan ku segala hal yang terbaik. Rindu sekali saat-saat itu Mama yang sering menelepon ku, mengingatkan aku makan, mengingatkan aku Shalat, aturan jam 21.00 malam harus sudah ada di rumah saat pacaran, atau berbeda pendapat dalam mengasuh ketiga anakku, dan segala celoteh Mama yang sering membuatku gemas dan kesal. Atau sosok dia papaku, kalau aku sakit atau jatuh papa akan menjadi orang yang paling cemas, buru-buru membawa aku ke dokter atau mengurut kaki dan tangan ku jika terkilir, bahkan papa jua lah yang selalu menangis kalau dulu melihat aku di putus in pacar-pacarku atau gagal mengarungi rumah tangga. Terkadang beliau menjadi teman, dan kadang menjadi musuh terbesarku jika beda pendapat. Tapi kini mereka sudah tiada, aku pun hanya dapat merin
Usia kami aku dan mas Dwi kini sudah tak muda lagi, Mas Dwi sudah 43 tahun dan aku hampir 37 tahun. Belum lama sih kami mengarungi hidup bersama membentuk rumah tangga, yang baru ini, tak terasa sudah menginjak 5 tahunan bersama dalam rumah tangga. Tiga orang anak-anak yang lucu pun memberikan keindahan dan kebahagiaan tersendiri bagi hari-hari kami, dan mas Dwi kian rajin bekerja, demi memberikan segala kebutuhan yang terbaik untuk kami, begitu pun aku yang terus berusaha membantu dengan cara dan gayaku kini. Walau semua itu perlu 1 kata iklas dan perjuangan. Iklas menerima takdir tuhan baik kebaikan ataupun paket ujian-ujian yang Allah berikan kepada kami. Mas Dwi masih selalu romantis, jika saja aku masih muda pasti ingin menambah seorang anak lagi, hal itu mungkin akan memberikan keramaian lebih di rumah ini, tapi sudah cukup tiga anak saja. zaman sekarang memiliki anak banyak cendrung harus memiliki finansial yang baik, kita harus ter
Tak terasa sudah hampir lima tahun pernikahan aku dengan mas Dwi. Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar, ketenangan hidup perlahan - lahan pun aku peroleh. Kami pasangan yang di naungi dua bintang yang menurut primbon saling besebrangan, suamiku Taurus dan aku libra. Istilah perbintangan kami berasal dari unsur yang bertolak belakang, bumi dan langit. Di satu sisi kami sama-sama sosok yang romantis, di satu sisi kami sama-sama sosok yang pendiam atau sulit berkomunikasi. Komunikasi cendrung ke arah datar, dewasa dan secukupnya saja. Mungkin awalnya terasa canggung, tapi lama-lama kami saling terbiasa. Setiap hari kegiatanku adalah menjaga ketiga buah hati yang sangat lucu - lucu, selain memilih bekerja membuka pendidikan bimbingan belajar anak-qnak kelas dasar dan menggeluti dunia sebagai penulis. Semua kegiatan positif itu memberikan ku kebahagiaan dan hiburan tersendiri. Walaupun 1000 kenakalan anak-anak sering muncul, ya seperti itul
Memilih tinggal dan berada di tempat yang asing dengan di kelilingi orang yang masih tampak asing bukanlah hal yang mudah. Dan untuk hidup di sebuah perumahan itu ternyata gampang-gampang susah. Kendatinya selalu ada yang suka, atau sebaliknya, ada saja yang tidak suka dengan tingkah kita, gaya kita atau apapun hal kecil tentang kita, bagiku semua itu sah-sah saja. Aku lebih berprinsip ingin hidup tenang tanpa mengurus hal-hal yang tidak penting termasuk hal-hal sepele tentang tetangga. Banyak tetangga yang lain yang lebih suka saling balas dengan kelakuan-kelakuan konyol tetangga yang lain. Kebiasaan buruk ibu-ibu yang hobi kumpul, ngerumpi dan saling menjelekkan suka berdampak cekcok. Tapi beda dengan prinsipku yang cendrung cuek dan tak mau KEPO( ikut campur) dengan masalah kehidupan orang lain. Ada beberapa dari mereka yang suka cari gara-gara kepadaku atau anggota keluargaku lainnya. Tapi dengan sikap kami yang kompak cuek, alhasil merekapun ca
Pagi ini aku menerima pesan masuk di Face book aplikasi, cukup banyak pesan iseng yang masuk, dan aku terbiasa untuk menghapusnya satu - persatu, aku lebih suka mengabaikan karna F******k lebih banyak kawan yang terbilang hanya kawan dalam dunia Maya saja. Lain halnya dengan pesan satu ini, pesan masuk dari Rahman. Aku berpikir Rahman seperti dulu, memberi pesan ancaman atau makian karena perpisahan kami masa lalu. Tidak halnya dengan hari ini aku tetap membacanya dan aku beranikan diri untuk membaca pesan dari Rahman itu, ternyata dia mengucapkan bela sungkawa atas kepergian mama dan papaku. Cukup terlambat sih, tapi aku bersyukur dia masih ada rasa perduli kepada kami. Peduli atas kesedihan dan rasa kehilanganku atas mama dan papa. “Assalamualaikum Sin, aku mengucapkan turut bela sungkawa ya atas kepergian Mama dan Papa, semoga Sintia dan keluarga bisa sabar dan iklas dan sabar.”Akupun membalasnya“Waalaikum salam Rahman, terima kasih