Pov Evania"Lepas!" Aku terus berontak. Duduk di kursi dengan posisi tangan terikat ke belakang.Siang tadi, saat sedang memasak di rumah Umi, tiba-tiba ada orang yang membekapku dengan kain. Kemudian, mataku mulai berat dan tertutup. Saat bangun, tubuhku sudah berada di tempat asing yang sangat menakutkan. "Hahaha, bagaimana rasanya, Evania?" Naura menatapku tajam. Sedangkan Mas Aryan hanya terduduk mengamati kami. Ada dua preman yang menjaga di dekat pintu.Rasa kecewa bergemuruh di dada. Bukan karena Naura dan Mas Aryan menyakitiku. Namun, Mas Aryan tega sekali tidak memikirkan calon bayi yang ada di dalam kandunganku."Lepas. Kalian memang manusia tidak berakal. Kamu, Mas, tega-teganya menyakitiku. Tak perduli sedikitpun terhadap bayi kita. Suatu saat kalian akan mendapat balasannya.""Diam, tutup mulutmu, Evania. Bukan kami yang tidak berakal, tapi kamu. Seenaknya membawa harta yang bukan milikmu. Dasar pencuri," bentak Naura tepat di wajahku.Cuih.Ludahku tepat mengenai waja
"Tapi ada syaratnya." Senyumku merekah bagai bungan mawar di taman. Semua mata menatap heran."Apa syaratnya?" tanya Mas Aryan."Mas harus membayar denda atas perselingkuhan dan perzinaan yang Mas lakukan sama Naura. Sesuai KUHP pasal 417, ayat 1 jika seseorang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya maka bisa kena pidana 1 tahun penjara. Pasal 2 mengatakan, penuntutan itu bisa dilakukan atas pengaduan istri. Eva tidak akan menuntut, jika Mas membayar denda atas sakit hatiku dan anak kita, dengan cara membayar uang sebesar 3 milyar.""Apa? 3 milyar. Kamu gila Evania. Total hartaku saja kurang lebih 4 milyar. Dibagi dua, Hanya 2 milyar yang masing-masing kita dapatkan. Aku rugi, dong.""Sejak kapan pembagian harta gono gini harus ada syaratnya, hah? tak usah mengada-ada, Evania. Dasar perempuan licik.""Hust, mulutmu harus dijaga Naura, kalau tidak, aku akan melaporkan kalian ke polisi atas tuduhan perzinaan dan penculikan. Kalau Mas tidak setuju atas syaratn
Pov AjiSebagai kakak laki-laki, aku sangat malu dengan kelakuan Naura. Bukan hanya menyakiti hati Bapak, dia juga menyakiti Evania. Sosok perempuan tulus yang sudah lama aku kagumi."Pak, makan dulu," ucap Mbak Imay membawakan bubur. Aku hanya mengawasi dari pintu.Wajah bapak pucat. Kesehatan jantungnya semakin memburuk. Kehamilan Naura, dan kegilaannya yang ingin bunuh diri, menjadi tekanan mental yang dahsyat untuknya. Bukan hanya malu kepada tetangga, tetapi dia merasa gagal mendidik anaknya."Bapak tidak mau makan," jawabnya dengan tatapan hampa."Pak, makan sedikit saja. Dari pagi Bapak belum makan dan minum obat. Sudah sore Pak, ayok makan." Kalbu rasanya teriris melihat luka batin yang Bapak derita."Aji, kemari. Imay, tolong tinggalkan kami berdua." Mbak Imay keluar dengan wajah sendu. Aku mendekat, duduk di ranjang. Bapak menyandar, sambil terus menatapku."Ada apa, Pak?""Apakah kamu sudah punya calon?" "Belum, Pak."Belum ada perempuan yang mengisi hatiku. Aku terlalu fo
POV AryanSial, semua karena ide gila Naura. Hidupku makin rumit. Uang pesangon habis separuhnya untuk menyewa preman, hotel dan biaya lainnya. Naura memang menyesatkan."Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Naura yang melihatku membereskan baju. Amarah memuncak bagai lahar gunung kerakatau yang siap meledak. Kepala rasanya pusing, seperti tertimpa satu truk batok kelapa. "Aku mau bertemu Evania, dan pulang ke Jakarta. Lebih baik fokus mencari kerja dan menyelesaikan masalah dengan Evania. Aku tidak mau ikut-ikutan ide gilamu lagi. Buang-buang waktu dan duit saja.""Aku ikut." Naura memegang tanganku dengan erat. Dasar tukang menyusahkan. Menyesal aku meghamilinya."Terserah, awas, jangan buat masalah baru lagi. Hidupku jadi sial karena bersamamu.""Hey, semabrangan kamu, Mas. Yang ada hidupku jadi menderita karena kamu. Mending aku jadi anak penurut kalo gini caranya. Nikah sama kamu bukan bahagia tapi banyak nanggung sengsara. Nasib, nasib."Sontoloyo Naura, seenaknya menyalahkan ku. Pa
POV EvaniaHati begitu dongkol mendengar perkataan Mas Aryan. Dia meminta rujuk karena tidak mau membayar denda. Ya robb, kenapa ada pria setengah aneh seperti dia. "Sudah, jangan menangis." Ayu menepuk bahuku dengan lembut. Dia paling benci melihatku jadi perempuan rapuh."Iya Yu, tapi aku juga manusia biasa. Bagaimanapun aku pernah mempunya cinta yang sangat besar untuk Mas Aryan. Rasanya begitu sakit ketika mengingat semua perlakuan buruknya padaku." Pipiku berderai air mata.Ayu duduk di hadapanku. Ruang kamar terasa sangat hampa. Ayu masih membisu membiarkanku meluapkan semua air mata yang tersisa."Sudah puas meweknya? Bangkitlah. Jangan lemah. Semakin terpuruk, dirimu semakin menderita. Setiap orang punya jalan cobaan masing-masing. Jangan hanya cover saja yang terlihat kuat. Namun, hatimu harus dilatih lebih tahan banting. Jangan lembek kaya ongol-ongol.""Ayu, aku serius. Kenapa kamu malah ngelawak." Air mata masih hinggap di pipi tapi bibirku malah tertawa. Ayu selalu bis
"Eva, biar Mas anter kamu ke pengadilan agama yah?" tanya Mas Irsyad saat aku bersiap-siap pergi."Nggak usah, Mas. Lebih baik, Mas antar ayu berkeliling di desa ini, sebelum dia pulang. Aku sudah janjian untuk pergi bersama Mas Aji."Semalam Mas Aji menawarkan diri untuk mengantar ke pengadilan. Aku sengaja menyetujui, agar bisa menghindar dari Mas Irsyad. Ayu memang tak mau ikut, dari semalam dia ingin sekali jalan berdua dengan Mas Irsyad. Maka, aku memudahkan jalan mencapai keinginannya. Anggap saja, ini bentuk balas Budi. Meskipun menyakitkan."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, Mas Aji.""Permisi Irsyad, saya nganter Evania dulu." Mas Irsyad hanya mengangguk dengan senyum dipaksakan. Kenapa ekspresinya begitu? Apa dia kecewa aku menolak pergi bersamanya?"Hati-hati, Evania," sambut Ayu yang tiba-tiba datang dari arah kamar."Ayok, Mas." Aku berjalan melewati Mas Irsyad. "Kita naik motor yah, aku sudah menyewa motor ini, agar bisa mengantarmu kemana pun.""Baik, Mas."Mas Aji pi
POV NauraRencana untuk membuat Evania menderita malah gagal total. Kenapa Dewi Fortuna tidak berpihak kepadaku. Padahal, aku sudah membujuk Mas Aryan agar menunda kepulangan kami ke Jakarta. Ditambah lagi membayar jasa orang suruhan dengan harga yang lumayan menguras kantong. Uang habis, muka juga rusak. Si** sekali hidupku."Dasar Evania, mau ke mana kamu, tanggung jawab sudah merusak wajahku." Mas Aji, Mas Aryan dan Evania malah pergi meninggalkanku. Mereka memang manusia tidak berperasaan. Aku sedang sakit seperti ini, tetap saja diabaikan. "Mas Aryan, Mas aji, ke sini. Bagaimana nasib mukaku!" teriakku sekuat tenaga agar mereka kembali ke ruangan ini.Suaraku hampir habis, mereka tak kunjung masuk. Pipi rasanya sangat sakit karena meregang akibat berteriak. Wajahku diperban seluruhnya. Hanya mulut, mata dan lubang hidung yang tidak tertutup. tanganku sebelah juga dilapisi kain kasa. "Mas Aryan, Mas Aji!" Kemana mereka, budek sekali kupingnya. Aku mencoba berjalan dan mencop
POV EvaniaEnam bulan kemudian.Masalah demi masalah mulai teratasi. Aku sudah resmi menjadi janda sejak dua bulan lalu. Keseharianku saat ini, membantu Umi mengajar ngaji di asrama. Ditambah kesibukan baru, mengembangkan usaha konveksi yang baru satu bulan aku rintis. Harta Gono gini yang aku dapatkan, sebagian aku berikan kepada Umi untuk mengembangkan asrama. Digunakan modal untuk mengelolah sawah, perkebunan dan usaha konveksi. Sisanya, aku simpan.Sahabatku, Ayu sedang sibuk mengurus pekerjaannya di Jakarta. Dia bilang, ada suatu masalah yang harus diurus. Sering aku bertanya, tapi dia tak mau jujur. Sedangkan Mas Aji, setelah perceraianku selesai, dia pulang ke Bogor untuk mengurus Uwa yang kondisinya kurang baik. Aku ingin sekali menemui Uwa. Namun, diusia kehamilan yang sudah membesar, takut melakukan perjalanan jauh.Tentang Mas Aryan dan Naura, setelah pertemuan terakhir kami enam bulan lalu, aku tidak tahu lagi keadaannya. Percerainku dengan Mas Aryan, semua diurus oleh pe