Setelah meninggalkan apartemen aruni, meninggalkan kehancuran hidupku yang semuanya bermula dari wanita itu, aku mulai menyadari bahwa aku sudah kehabisan waktu dan kehilangan semua kesempatanku untuk bersama Hanifah. Ya, Hanifah.Wanita yang ternyata telah banyak mendedikasikan hidupnya untukku, dia mengurusku, melahirkan anakku dan mendidik mereka dengan baik. Bahkan setelah aku meninggalkannya, dia tetap berjuang sendirian agar Inayah dan Dika mendapatkan hidup yang layak dan stabil. Ah, segila apa diri ini sampai aku tega meninggalkannya demi kenikmatan sesaat. Aku sebodoh apa aku mengorbankan keluargaku demi kebahagiaan semua yang nyatanya hancur begitu saja. Aruni bukan wanita yang baik, kupikir dia hanya untukku tapi ternyata dia adalah petualang yang sedang mencari kehidupan nyaman dan kekayaan. Aku pikir dia akan memberiku kebahagiaan seperti Hanifah tapi ternyata dia hanya memberiku kesulitan dan kesedihan. Aku dicuci maki keluarga, aku juga dibenci oleh mertua, belum ten
Sekian lama mencoba dengan berbagai alasan untuk menemui Hanifa, aku seakan kehabisan cara untuk membujuk mantan istriku itu. Satu-satunya cara yang bisa kujadikan alasan Pamungkas untuk bertemu dengannya adalah bertemu dengan anak-anak, alasan ingin menjenguk mereka kujadikan dalih agar aku bisa menjumpai Hanifah. Terpikir dalam benakku, Anda sisa waktuku sebentar lagi, dan mungkin aku akan meninggal beberapa hari lagi, Aku ingin menghabiskan waktu bersama anak-anak dan mencuci kesalahanku di mata Hanifa. Mungkin sedikit peluang untuk bisa kembali padanya tapi aku ingin membuat dia memaafkanku dan mau tersenyum lagi, Aku ingin melihat wajahnya yang berbinar dan senyumnya yang tulus seperti dulu. Senyum indah yang hanya terlukis untukku. "Boleh aku minta waktu bersama anak-anak minggu depan?""Iya akan ku antar mereka kepadamu.""Baik, terima kasih," balasku.Hanya itu, lalu ia mematikan ponselnya. Aku tidak terkejut dengan sikapnya yang dingin, harusnya Aku bersyukur dia masih men
Selesai makan aku tiba-tiba terlintas ide untuk mengajak anak-anak jalan-jalan, aku penasaran Hanifah akan kemana bersama kekasihnya itu. Aku ingin melihatnya dan melihat bagaimana interaksinya bersama calon suaminya itu. Aku tahu ide itu akan menyakitkan hatiku tapi entah kenapa keinginan untuk "menguntitnya" terasa begitu kuat di hatiku. Aku sangat cemburu istriku akan menikah tapi aku rindu ingin melihatnya meski itu dari kejauhan. Meski hatiku terbakar oleh rasa iri dan dengki tapi aku juga senang jika di sisi lain ada laki-laki yang mencintai dan ingin membahagiakannya. Hanifa pantas mendapatkan hidup yang lebih baik setelah penderitaan panjangnya bersamaku. Aku tahu selama menikah denganku, Hanifah lebih banyak korban perasaan dan kesabaran, dia lebih sering menunda keinginannya demi mencukupi uang belanja keluarga dan kepentinganku. Aku baru menyadari betapa baik dan taatnya istriku itu, baru menyadari betapa berharganya dia setelah dia pergi dari kehidupanku. Ya, semiris dan
"Hai sayang, ke mana kita hari ini?" Tuan Rey menjemputku di depan rumah, Hari ini aku dan dia berencana untuk membeli perhiasan dan pakaian pernikahan, pria yang jadwalnya sangat padat itu sengaja mengosongkan jadwalnya untuk berduaan denganku saja. "Jangan tanya seperti itu?""Lantas kusebut apa, apa aku panggil kau dengan namamu?""Seperti itu juga bagus," balasku."Menggemaskan sekali," jawabnya sambil mencuwil hidungku, pria itu tertawa, sementara Aku merajuk padanya. Mobil pun melaju meninggalkan rumah. "Oh yaa... Anak-anak dengan siapa ya?""Uhm, kuantarkan mereka ke rumah ayahnya, katanya Arman mau ketemu.""Oh, Jadi kau ketemu juga dengan dia?""Engga, aku cuman ngantar depan rumah, habis itu pergi," jawabku."Kau yakinkan Arman tidak menatap dan merayumu?""enggalah. Lagian, apa aku akan tergoda?""Ya, siapa tahu..." Jawabnya sambil mengangkat bahu, aku tergelak, pria itu hanya menghembuskan nampaknya. Sesampainya di pusat perbelanjaan paling besar di kota kami, aku dan d
Mas Arman panik, entah berapa lama dia tinggalkan anak-anak sehingga tiba-tiba ia begitu gugup dan panik. "Saya sungguh minta maaf, tapi saya harus pergi sekarang karena anak-anak pasti sudah sejak tadi menunggu," ujarnya."Jadi kalau ajak mereka kemari, kau suruh main sendiri dan kau menguntit kami?""Bukan begitu, tadi aku... anu, ta-tadi, aku cari minum.""Jika hanya cari minum Kenapa kau mengikuti kami?""Permisi Aku benar-benar harus pergi!" Ujarnya sambil mengangkat kedua tangannya, berusaha untuk menenangkan dan ingin kabur dari kami. "Ayah! Ayah ke mana aja sih?!" Tiba-tiba Inayah dan Dika datang dari arah berlawanan, kedua anakku itu nampak sangat marah terhadap ayah mereka. "Dika, Inayah!""Bunda!" Anak-anak menghambur padaku dan memelukku. Inayah sampai menangis dan terlihat kesal sekali pada ayahnya. "Anak anak, ayah minta maaf.""Untuk apa Ayah mengajak kami jalan-jalan Kalau kami ditinggalkan!""Tadi ayah beli minum, lalu sesaat pikiran ayah blank, Ayah kebingungan d
Keesokan hari setelah pertunangan yang indah.Kicau burung di ambang jendela terdengar merdu, seirama dengan cahaya mentari yang terlihat lebih cerah, bunga-bunga hadiah dan dekorasi di kamar belum dilepaskan meski sebenarnya itu bukan pesta pernikahan. Aku tersadar dari tidur dengan senyum di bibir, senyum mengembang memandang cincin berlian 4 karat melingkar di jari, kilaunya terlihat bening menyilaukan mata. Aku tercengang dengan hidupku tapi mungkin aku pantas mendapatkannya. Aku tahu aku bukan orang yang suci, beberapa kesuksesanku kudapatkan dengan sedikit kelicikan, aku curang sejak Arman menyakitiku tapi aku merasa perlu melakukan itu demi mempertahankan kestabilan hidup dan ekonomi kami. "Mba, ada yang cari tuh," ucap meli anak tetangga kami, Dia membantu orang tuaku untuk beres-beres karangan bunga dan kado pesta. Gadis itu membangunkan ke perlahan dan menyuruhku untuk segera turun melihat tamu yang datang. "Siapa?""Tamu yang tak diundang.""Kok?""Mas Arman." Gadis itu
Sembari mengetik laporan pekerjaan di komputer, pikiran ini tidak tenang dan menerawang, fokusku mengambang pada beberapa hal yang meresahkan hati. Kupikir aku telah berhasil menyingkirkan Arman dari hidupku, menyingkir sejauh-jauh mungkin. Ternyata dia tidak menyerah dan terus berusaha kembali untuk membuktikan dirinya bahwa ia bisa mengalahkanku. (Aku akan bekerja dengan baik, Bu Kepala.)Kucengkeram jemariku saat membaca pesannya, rasanya ingin kujambak dan kurendam kepalanya ke dalam tong air, kuceburkan sampai ia tidak bisa bernapas lagi dan meninggal. Saking geramnya hati ini. (Kalau begitu saya tunggu dedikasimu dengan baik.)(Bersikap baiklah Ibu kepala, karena bukti-bukti masih ada di tanganku, dan kalau aku kesal semua itu bisa kukirimkan ke calon mertuamu!)(Berhentilah mengancamku dengan alasan yang sama, sadarkah bawa pesan-pesan ini bisa kusimpan dan ku teruskan ke kantor polisi?)(Maka kau dan aku akan mendekam di penjara. Kita akan habiskan masa muda dan waktu-waktu
Aku kembali ke ruanganku dengan segala kegelisahan hati. Kucoba untuk menghubungi Arman dan meminta dia untuk pergi sesegera mungkin,tapi pesanku hanya centang satu. Entah pria bodoh itu masih berkeliaran di gedung berlantai 20 ini ataukah dia sudah pergi, yang jelas jika Mas Reynaldi bertemu dengannya maka dia akan dipukuli habis-habisan. "Bu, Apa Anda dengar sesuatu?""Ada apa?""Bu, terjadi keributan di basement, ini rahasia yang harus saya sampaikan kepada anda," ujar asisten pribadiku."Keributan apa?""Sepertinya Tuan Renaldi, sedang memberi seseorang pelajaran.""Hah!" Aku langsung terbangun dari posisiku dan bergegas menyusul ke lantai paling dasar gedung ini. Kunaiki lift yang segera menuju ke lantai bawah, sepanjang turun aku terus gelisah, tak sabar, telapak kakiku rasanya berdenyut kencang, seolah lift itu berjalan di tempatnya. Aku ingin segera sampai ke sana dan melerai tunanganku itu dari kemarahannya. Sesampainya di ruang parkir, suasana terlihat lengang dengan mobi
*Menjelang liburan ke Eropa, intensitas kesibukanku semakin meningkat, aku harus memberikan pembekalan pada tim marketing dari orang-orang yang ada di toko agar menjaga kinerja mereka selama aku tidak berada di Indonesia. Aku juga melatih asisten rumah tangga dan penjaga anak-anak agar mereka tetap disiplinkan seperti biasa. Hanya libur di hari Sabtu dan Minggu dan tetap melakukan les tambahan belajar di hari biasa. Tak lupa juga kutekankan agar para pengasuh tetap menyuruh anak-anak disiplin beribadah, juga kuberitahu asisten rumah tangga baru untuk mengurusi obat herbal mertuaku. Mereka harus minum itu setiap pagi sebelum sarapan, jadi asisten harus menyiapkannya dalam keadaan hangat. *Keberangkatanku ke Eropa adalah hal yang paling membuatku antusias. Setelah tujuh bulan menikah, untuk pertama kalinya aku dan Mas Renaldi akan punya waktu berdua saja tanpa kehadiran anak-anak dan kerabat lainnya. Benar-benar hanya aku dan dia saja tanpa asisten atau bodyguard yang mengikuti ka
*"Kulihat-lihat usahamu maju ya," ucap Lorena saat dia berkunjung ke butik tempat mendesain produk dan menjual barang. Aku yang cukup kaget dengan kedatangannya hanya bisa tersenyum sambil mengangguk tipis. "Iya, Alhamdulillah.""Aku tahu kau tak senang aku datang ke sini.""Tidak juga, hanya saja... tumben." Aku sedikit bingung kenapa dia mengunjungiku, ada kecanggungan di antara kami yang membuat aku dan dia hanya saling menatap tanpa bicara lagi."Apa kau senang dengan bisnis ini.""Aku senang, merasa beruntung ada tim marketing dan support yang memadai. Mas Renaldi memberiku kesempatan dan dukungan, tanpa dia mustahil merkku terjual dengan cepat.""Aku yang memberinya saran untuk menggunakan tim marketing dan orang-orang yang terpilih.""Kalau begitu terimakasih," balasku pada wanita berambut panjang itu."Ya kau pantas mendapatkannya."Aku tertawa karena untuk pertama kalinya dia bilang aku pantas mendapatkan sesuatu. "Tumben.""Dipikir-pikir kau memang pantas mendapatkanny
"gimana aku nggak marah kalau kamu nggak adil. Kamu juga membiayai wanita yang unik itu untuk membuka usaha dan memberikan sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Jomplang sekali dengan pelayananmu pada anak kita.""Kalau begitu biarkan clarra bersamaku, biar dia tinggal denganku maka akan kuberikan perusahaan itu untuknya!"Wanita itu terdiam sepertinya dia keberatan untuk menyerahkan clarra kepada Mas Rinaldi karena jika Clara pindah bersama kami maka wanita itu tak akan punya cara lagi untuk mendapatkan uang bulanan dari Mas Renaldi. Hebat sekaligus licik sekali, saat dia sendiri sudah punya suami tapi masih mendapatkan nafkah dari mantan suaminya. Lima ratus juta perbulan, untuk uang sekolah dan kebutuhan Clara yang sebenarnya tidak akan sebanyak itu. Tapi aku tidak punya hak untuk keberatan pada pemberian suamiku untuk anaknya, itu adalah urusan pribadi yang tidak boleh diganggu gugat."Pulang dan nikmati hidup dengan suamimu, bukankah kau sangat mencintainya! Selagi aku masih m
Sesuai dengan janji Mas Renaldi yang akan pergi ke sekolah anak-anak demi menegur orang-orang yang telah mengganggu mereka dan meminta kepada gurunya agar lebih berhati-hati. Suamiku mengunjungi tempat itu pukul 10.00 pagi dan dikabarkan padaku oleh asisten pribadinya Pak Dedi. Pria yang sudah 15 tahun jadi asisten Suamiku itu bilang kalau Mas Renaldy mengancam kepala sekolahnya, dia bilang tidak boleh Ada kesenjangan di sekolah tersebut, meski muridnya berasal dari latar belakang yang berbeda. "Bukan cuma anak orang kaya atau indo saja yang boleh menikmati fasilitas bagus, bahkan anak-anak dari kalangan menengah ke bawah dan latar belakang biasa saja mereka bisa menikmati pendidikan yang lebih baik dari sekolah umum.""Oh dia bilang begitu ya pak?""Iya Bu, Bapak juga bilang kalau tindakan bullying ini masih berlanjut maka beliau akan melaporkan ini ke dinas pendidikan dan mengadakan rapat pertemuan wali murid yang bisa berujung pada penutupan sekolah.""Wah, itu menakutkan juga Pa
Kilau matahari menerangi kamarku, desir angin meniupkan tirai kamar yang terbuat dari kain satin, pintu balkon meniupkan hawa dingin ke arahku.Lembut gaun satin yang membungkus tubuh seakan memanjakanku, ditambah dengan nyamannya tempat tidur dan mewahnya kamar kami, aku seperti seorang ratu di istana sendiri. "Kalau pintunya terbuka berarti Mas Renaldi sudah pergi," gumamku sambil bangun dari tempat tidur dan menyibak selimut.Saat membuka pintu kamar, asisten rumah tangga yang kebetulan lewat menyapa dan membungkuk hormat. "Selamat pagi Nyonya l, mau sarapan apa pagi ini? Mau dibawakan ke kamar atau sarapan bersama mertua nyonya. ""Tidak apa, saya akan ambil sendiri," balasku. Terbiasa mengurus diriku sendiri sedikit membuatku canggung saat seseorang menawariku hendak makan apa dan diantar ke mana. "Nyonya ada kegiatan hari ini, kalau ada kami akan siapkan pakaiannya.""Tidak ada Mba, terima kasih atas bantuannya.""Dengan senang hati Nyonya," balasnya sambil tersenyum dan mela
Setelah menenangkan anak-anak atas insiden yang terjadi di meja makan, aku langsung menemui suamiku yang sedang menghibur putrinya di ruang keluarga lantai dua. Gadis cantik dengan gaun berwarna peach itu, nampak begitu murung dan menundukkan kepalanya. "Maafin papa ya, kamu baru berkunjung ke sini dan sudah menyaksikan keributan kami.""Ga apa Pa, aku sudah lama mau ketemu papa juga.""Keadaannya sekarang Papa sudah punya istri kamu nggak papa kan?""Iya.""Kamu sudah kenalan sama tante Hanifah?""Belum sempat.""Kalau begitu mari kita berkenalan," ucapku kepada anak itu sambil mendekat dan berjongkok di hadapannya. "Namaku Hanifah, namamu siapa?""Clarissa putri," balasnya. "Kamu cantik sekali, garis wajahmu sangat mirip dengan kedua orang tuamu," pujiku sambil membelai perlahan di pipi gadis kecil itu, mata indah dan hidungnya yang mancung mirip ayahnya, sementara garis bibir dan wajahnya mirip ibunya. Dia tak bosan dilihat, fitur wajahnya seperti perpaduan antara orang Indonesi
"Kau tidak pantas berkata seperti itu Pricilla! Beraninya wanita yang kabur dari suaminya mengomentari wanita lain!" balas suamiku yang mencoba membela diri ini. "Kupikir istrimu adalah anak pengusaha dari Singapura tapi ternyata hanya wanita kampungan ini. Ya ampun, apa Kau terlalu putus asa untuk move on dariku ataukah ini hanya sekedar aksi balas dendam?" tanya Pricilla yang sudah membuat keadaan makin memanas dan tidak nyaman. "Sebaiknya mari kita makan," ucap ibu mertua sambil memberi isyarat pada semua orang agar bergabung ke meja makan, di meja panjang itu koki dapur telah menyiapkan aneka hidangan, ada sup rumput laut dan makanan herbal khas Tiongkok khusus dibuat untukku. Ada kue dan penganan lain yang juga tak kalah menggugah selera. "Ayo jangan bicara saja, mari kita rayakan momen baik ini dengan makan bersama dan saling membuka hati untuk berdamai.""Mi, apa Mami yakin? Apa yang membuat Mami tiba-tiba membuka hati pada orang miskin. Bukankah standar Mami selama ini sa
Aku tahu ada besar resiko yang kuambil setelah memberi pelajaran kepada Lorena. Andai wanita itu mengadu, pasti ada pertarungan antara aku dan Mas Renaldi, lalu jika suamiku disuruh memilih, dia pasti akan mengutamakan kerabat dibandingkan istrinya yang baru saja bergabung dalam keluarganya.Baru masuk dalam keluarga kaya dan harus beradaptasi dengan kebiasaan mereka yang agak feodal membuatku sedikit kesulitan tapi aku mampu belajar. Sebenarnya tidak ada masalah dengan kehidupanku di antara orang-orang kaya ini, tapi satu-satunya hal menyebalkan hanyalah Lorena. Entah apa yang akan dia katakan pada suamiku, bagaimana pula ia menjelaskan pada keluarganya mobilnya rusak karena apa, boleh jadi ini ada pelajaran yang akan membuatnya berhenti menggangguku atau bisa juga itu adalah batu loncatan untuk membuatku diusir dari tempat ini."Kau sudah pulang?" tanya suamiku, agak kaget diri ini mendapatinya pulang lebih cepat dariku. "Iya, Mas.""Aku menunggumu dari tadi.""Aku keluar sebentar
*Kutunggu lelaki itu sampai dia pulang dari kantornya, setelah makan malam kami duduk bersantai di balkon rumah, kubawakan segelas kopi untuknia dan suamiku tersenyum senang menerima itu. "Gimana hari ini, apa semuanya lancar?""Iya, Alhamdulillah. Akhir-akhir ini aku senang pulang ke rumah karena seseorang selalu menunggu dan menanyakan hari-hariku. Terima kasih sudah jadi istri yang menyenangkan.""Sama sama, tapi ada hal yang membuatku sedikit tak senang.""Apa itu.""Maafkan aku, tapi aku keberatan Mas melibatkan Lorena dalam semua urusanku. Aku ingin mengatur usahaku sendiri dan tolong percayakan semuanya padaku.""Dia hanya mengelola modal untukmu." "Bila semua harus melewati dia, maka aku memilih untuk tidak memiliki bisnis dari modal perusahaanmu. Aku akan menabung pelan-pelan dan mengembangkan bisnis sendiri."Lelaki itu tertawa sambil menggelengkan kepalanya, dia memandangku sambil tersenyum."Sebenarnya ada apa? Jangan terlalu ambil hati masalah Lorena, kau tahu sendiri