"Siaaal!" Aku menggebrak tas dan melempar lemariku saat tiba di apartemen. Aku marah dan aku sedang berada di puncak kekesalan kepada Hanifah. Wanita bodoh yang naif itu dia telah berhasil mengalahkanku, kupikir aku berhasil mendapatkan Arman dan hidupnya akan semakin terpuruk setelah aku memenangkan suaminya, tapi ternyata wanita itu melontar tinggi seperti bintang dan bersinar, dia jadi pusat perhatian semua orang, lalu sebentar lagi akan jadi salah satu orang terkaya di kota ini."Beraninya dia meremehkan diri ini depan orang ramai! Kurang ajar!"Sekali lagi aku melempar gelas hingga pecah berkeping-keping ke lantai. Hidupku sudah hancur karena perbuatan Hanifah, hubunganku dengan Arman memburuk dan Pak Rudi juga menjauhiku. Bos kami yang tadinya sangat tergila-gila padaku itu tiba-tiba memutuskan hubungan karena mulut Hanifah. Dia mempermalukanku di restoran dan memanggil Arman sehingga terjadi keributan. Bukan cuma itu imbasnya, Pak Rudi juga memecat dan meminta diri ini mencar
Melihat dia menghubungiku aku gelagapan segera meraih ponselku, Aku kaget dihubungi olehnya dan ini adalah kesempatan untuk meraih kepercayaan pria itu lagi. "Arman, hai... Berhari-hari aku nungguin kabar dari kamu. Kamu di mana Arman?""Kamu yang ada di mana?""Aku di apartemenku. Tolong dengarkan aku, Arman... Please!""Ada apa?""Aku yakin kamu nelpon aku karena ada kepentingan kan?""Ga juga!""Tolong jangan bersikap dingin aku tahu kok kamu masih sayang ke aku.""Oh ya, kamu yakin?""Arman tolong beri aku kesempatan dan maafkan aku, kita belum bicara sejak kamu marah di restoran kemarin. Berulang kali aku kirim chat dan pesan tapi kamu nggak pernah balas.""Aku nggak baca semua pesannya karena pesan-pesan itu sangat panjang dan bikin aku pusing. Kalau ada yang mau kamu katakan katakan saja," jawab lelaki tampan itu dari seberang sana. Dulu dia begitu mempesona di mataku, tapi sejakbercerai dengan Hanifa, lelaki pujaanku itu berubah jadi urak urakan dan tidak terurus. Aku juga
Setelah meninggalkan apartemen aruni, meninggalkan kehancuran hidupku yang semuanya bermula dari wanita itu, aku mulai menyadari bahwa aku sudah kehabisan waktu dan kehilangan semua kesempatanku untuk bersama Hanifah. Ya, Hanifah.Wanita yang ternyata telah banyak mendedikasikan hidupnya untukku, dia mengurusku, melahirkan anakku dan mendidik mereka dengan baik. Bahkan setelah aku meninggalkannya, dia tetap berjuang sendirian agar Inayah dan Dika mendapatkan hidup yang layak dan stabil. Ah, segila apa diri ini sampai aku tega meninggalkannya demi kenikmatan sesaat. Aku sebodoh apa aku mengorbankan keluargaku demi kebahagiaan semua yang nyatanya hancur begitu saja. Aruni bukan wanita yang baik, kupikir dia hanya untukku tapi ternyata dia adalah petualang yang sedang mencari kehidupan nyaman dan kekayaan. Aku pikir dia akan memberiku kebahagiaan seperti Hanifah tapi ternyata dia hanya memberiku kesulitan dan kesedihan. Aku dicuci maki keluarga, aku juga dibenci oleh mertua, belum ten
Sekian lama mencoba dengan berbagai alasan untuk menemui Hanifa, aku seakan kehabisan cara untuk membujuk mantan istriku itu. Satu-satunya cara yang bisa kujadikan alasan Pamungkas untuk bertemu dengannya adalah bertemu dengan anak-anak, alasan ingin menjenguk mereka kujadikan dalih agar aku bisa menjumpai Hanifah. Terpikir dalam benakku, Anda sisa waktuku sebentar lagi, dan mungkin aku akan meninggal beberapa hari lagi, Aku ingin menghabiskan waktu bersama anak-anak dan mencuci kesalahanku di mata Hanifa. Mungkin sedikit peluang untuk bisa kembali padanya tapi aku ingin membuat dia memaafkanku dan mau tersenyum lagi, Aku ingin melihat wajahnya yang berbinar dan senyumnya yang tulus seperti dulu. Senyum indah yang hanya terlukis untukku. "Boleh aku minta waktu bersama anak-anak minggu depan?""Iya akan ku antar mereka kepadamu.""Baik, terima kasih," balasku.Hanya itu, lalu ia mematikan ponselnya. Aku tidak terkejut dengan sikapnya yang dingin, harusnya Aku bersyukur dia masih men
Selesai makan aku tiba-tiba terlintas ide untuk mengajak anak-anak jalan-jalan, aku penasaran Hanifah akan kemana bersama kekasihnya itu. Aku ingin melihatnya dan melihat bagaimana interaksinya bersama calon suaminya itu. Aku tahu ide itu akan menyakitkan hatiku tapi entah kenapa keinginan untuk "menguntitnya" terasa begitu kuat di hatiku. Aku sangat cemburu istriku akan menikah tapi aku rindu ingin melihatnya meski itu dari kejauhan. Meski hatiku terbakar oleh rasa iri dan dengki tapi aku juga senang jika di sisi lain ada laki-laki yang mencintai dan ingin membahagiakannya. Hanifa pantas mendapatkan hidup yang lebih baik setelah penderitaan panjangnya bersamaku. Aku tahu selama menikah denganku, Hanifah lebih banyak korban perasaan dan kesabaran, dia lebih sering menunda keinginannya demi mencukupi uang belanja keluarga dan kepentinganku. Aku baru menyadari betapa baik dan taatnya istriku itu, baru menyadari betapa berharganya dia setelah dia pergi dari kehidupanku. Ya, semiris dan
"Hai sayang, ke mana kita hari ini?" Tuan Rey menjemputku di depan rumah, Hari ini aku dan dia berencana untuk membeli perhiasan dan pakaian pernikahan, pria yang jadwalnya sangat padat itu sengaja mengosongkan jadwalnya untuk berduaan denganku saja. "Jangan tanya seperti itu?""Lantas kusebut apa, apa aku panggil kau dengan namamu?""Seperti itu juga bagus," balasku."Menggemaskan sekali," jawabnya sambil mencuwil hidungku, pria itu tertawa, sementara Aku merajuk padanya. Mobil pun melaju meninggalkan rumah. "Oh yaa... Anak-anak dengan siapa ya?""Uhm, kuantarkan mereka ke rumah ayahnya, katanya Arman mau ketemu.""Oh, Jadi kau ketemu juga dengan dia?""Engga, aku cuman ngantar depan rumah, habis itu pergi," jawabku."Kau yakinkan Arman tidak menatap dan merayumu?""enggalah. Lagian, apa aku akan tergoda?""Ya, siapa tahu..." Jawabnya sambil mengangkat bahu, aku tergelak, pria itu hanya menghembuskan nampaknya. Sesampainya di pusat perbelanjaan paling besar di kota kami, aku dan d
Mas Arman panik, entah berapa lama dia tinggalkan anak-anak sehingga tiba-tiba ia begitu gugup dan panik. "Saya sungguh minta maaf, tapi saya harus pergi sekarang karena anak-anak pasti sudah sejak tadi menunggu," ujarnya."Jadi kalau ajak mereka kemari, kau suruh main sendiri dan kau menguntit kami?""Bukan begitu, tadi aku... anu, ta-tadi, aku cari minum.""Jika hanya cari minum Kenapa kau mengikuti kami?""Permisi Aku benar-benar harus pergi!" Ujarnya sambil mengangkat kedua tangannya, berusaha untuk menenangkan dan ingin kabur dari kami. "Ayah! Ayah ke mana aja sih?!" Tiba-tiba Inayah dan Dika datang dari arah berlawanan, kedua anakku itu nampak sangat marah terhadap ayah mereka. "Dika, Inayah!""Bunda!" Anak-anak menghambur padaku dan memelukku. Inayah sampai menangis dan terlihat kesal sekali pada ayahnya. "Anak anak, ayah minta maaf.""Untuk apa Ayah mengajak kami jalan-jalan Kalau kami ditinggalkan!""Tadi ayah beli minum, lalu sesaat pikiran ayah blank, Ayah kebingungan d
Keesokan hari setelah pertunangan yang indah.Kicau burung di ambang jendela terdengar merdu, seirama dengan cahaya mentari yang terlihat lebih cerah, bunga-bunga hadiah dan dekorasi di kamar belum dilepaskan meski sebenarnya itu bukan pesta pernikahan. Aku tersadar dari tidur dengan senyum di bibir, senyum mengembang memandang cincin berlian 4 karat melingkar di jari, kilaunya terlihat bening menyilaukan mata. Aku tercengang dengan hidupku tapi mungkin aku pantas mendapatkannya. Aku tahu aku bukan orang yang suci, beberapa kesuksesanku kudapatkan dengan sedikit kelicikan, aku curang sejak Arman menyakitiku tapi aku merasa perlu melakukan itu demi mempertahankan kestabilan hidup dan ekonomi kami. "Mba, ada yang cari tuh," ucap meli anak tetangga kami, Dia membantu orang tuaku untuk beres-beres karangan bunga dan kado pesta. Gadis itu membangunkan ke perlahan dan menyuruhku untuk segera turun melihat tamu yang datang. "Siapa?""Tamu yang tak diundang.""Kok?""Mas Arman." Gadis itu